SlideShare a Scribd company logo
1 of 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang diarahkan untuk mempercepat kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap individu agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal. Hal tersebut dapat
tercapai secara optimal apabila didukung oleh suatu sistem pelayanan
kesehatan yang baik, yang didalamnya mencakup berbagai upaya
kesehatan, dan salah satu diantaranya adalah pelayanan keperawatan,
(Depkes RI, 2005).
Untuk meningkatkan daya tangkal dan daya juang pembangunan
kesehatan yang merupakan modal utama Sistem Kesehatan Nasional
(SKN), maka pentingnya penerapan paradigma baru yaitu “PARADIGMA
SEHAT” hal tersebut adalah merupakan upaya utnuk lebih meningkatkan
kesehatan yang bersifat proaktif dalam mewujudkan Indonesia sehat pada
masa yang akan datang, yang sesuai visi dan misi Indonesia sehat dan
harus dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan. Untuk
mencapai Indonesia sehat maka peran perawat khususnya paradigma
keperawatan perlu di tingkatkan terutama ilmu dan skil, sehingga
pelaksanaan faktor dalam survival pasien, yang berhubungan dengan
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, preventif perawatan kesehatan
2
dapat diwujudkan dengan melalui pelaksanaan asuhan keperawatan.
Masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam bidang kesehatan,
bimbingan dan peningkatan pengetahuan masyarakat adalah salah satu
upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan agar masyarakat dapat
mengetahui tentang cara hidup sehat, terutama menjaga fisik agar tetap
seimbang dengan sistem-sistem tubuh yang ada, dimana antara sistem
tubuh yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, (Depkes RI, 2000).
Salah satu sistem dalam tubuh yang sering mengalami gangguan
pada masyarakat, kelompok dan individu adalah sistem kardiovaskuler.
Penyakit kardiovaskuler ini biasanya terjadi akibat gaya hidup, pola makan
dan aktivitas sehari-hari yang dijalani seseorang yang tidak
memperhatikan kesehatan. Masalah yang terkait dengan sistem
kardiovaskuler cukup serius dan merupakan salah satu penyebab kematian
utama di Indonesia. Penyakit sistem kardiovaskuler akan menjadi masalah
kesehatan urutan pertama, (Priharjo, 2006).
Salah satu penyakit yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskuler adalah decompensasi cordis atau gagal jantung.
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah satu-satunya jenis penyakit
jantung yang morbiditas dan mortalitasnya justru meningkat, walaupun
telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui patofisiologi serta
pengobatannya, (Effendi, 2007).
3
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Gagal jantung adalah tahap akhir yang sering fatal
pada penyakit jantung, karena penderita yang didiagnosa gagal jantung
bagaikan memasuki suatu fase tiada jalan kembali. Gagal jantung adalah
satu-satunya jenis penyakit jantung yang morbiditas (angka kesakitan) dan
mortalitas (angka kematian) justru meningkat, walaupun telah banyak
yang dilakukan penelitian untuk mengetahui patofisiologi serta
pengobatannya. Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan
meninggal dalam waktu 5 tahun, sejak diagnosa ditegakkan. Begitu juga
dengan resiko untuk menderita gagal jantung, belum bergerak dari 100%
untuk kelompok diatas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun
serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun, (Anonim, 2013).
Di dunia, gagal jantung telah melibatkan setidaknya 23 juta
penduduk. Sekitar 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika (1,5-
2% dari total populasi), dengan tingkat insiden 550.000 kasus per tahun.
Dari sejumlah pasien tersebut, hanya 0,4-2% saja yang mengeluhkan
timbulnya gejala, (Irnizarifka, 2011).
Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan
meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun.
Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak
diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama. Penyakit jantung koroner
4
merupakan etiologi gagal jantung pada 60-70% pasien, terutama pada
pasien usia lanjut. Sedangkan pada usia muda, gagal jantung diakibatkan
oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital atau
valvular dan miokarditis, (Manurung, 2006).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), penyakit
kardiovaskuler akan segera menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di
seluruh dunia. Bahkan di Indonesia, penyakit ini telah menjadi pembunuh
nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ketahun
semakin meningkat. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1986 yang dilakukan di 7 provinsi dengan menghasilkan prevalensi
penyakit jantung iskemik dan lainnya pada golongan umur 15-24 tahun
18,3 per 100.000 penduduk. Angka ini meningkat dengan tajam pada
golongan umur 45-54 tahun, yakni 174,6 per 100.000 penduduk dan 461,9
per 100.000 penduduk pada usia 55 tahun keatas. Sedangkan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler adalah 17,5 per
100.000 penduduk dengan kematian berkaitan dengan penyakit tersebut
adalah 27,4 per 100.000 penduduk. SKRT 1992 mengukuhkan bahwa
penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menduduki
persentase tertinggi yang menyebabkan kematian (33,2%), (Irnizarifka,
2011).
5
Menurut catatan Medical Record di Ruang Kenanga Lantai I
Rumah Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai
April 2014, terdapat 1 kasus Dekompensasi Kordis namun tidak termaksud
dalam 10 besar penyakit diruang kenanga. Meskipun demikan
Dekompensasi Kordis merupakan masalah yang sangat memerlukan
perhatian dan penatalaksanaan yang sangat komprehensif dan intensif bagi
tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan
keperawatan klien dengan masalah kesehatan dan keperawatan klien
dengan masalah kardiovaskuler. Berikut tabel 10 besar penyakit yang ada
di Ruang Kenanga lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin
Bandung.
Tabel 1 : Jumlah Penyakit Dekompensasi Kordis di Ruang Kenanga Lantai I
No Jenis Penyakit Jumlah Presentase (%)
1 Toxksos Plasmosis 112 32, 27
2 Bronchopneumonic 99 28, 58
3 Nechrotic Sindrom 29 8, 35
4 Hemofili 27 7, 78
5 Typhoid Fever 19 5, 47
6 Ecute Lymphoblastic Leukimia 18 5, 18
7 Enchapalitis 16 4, 61
8 Aplstic Anemia 11 3, 17
9 Empiema 9 2, 59
10 CHF 7 2, 01
Jumlah 347 100 %
Sumber : Rekam Medik Periode Januari – Maret 2014 di Ruang kenanga Lantai I
Rumah Skit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
6
Melihat keadaan tesebut dan mengingat dampak yang dapat
ditimbulkan pada klien, sehingga penulis tertarik untuk menyusun Karya
Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien An. H
Usia Sekolah dengan Dekompensasi Kordis Di Ruang Kenanga Lantai
I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam pelaksanaan studi kasus, penulis membatasi ruang lingkup
masalah yang dibahas yaitu “ Asuhan Keperawatan pada Klien An. H Usia
Sekolah dengan Decompensasi Kordis Di Ruang Kenanga Lantai I Rumah
Sakit dr. Hasan sadikin Bandung”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis, secara
langsung pada situasi nyata dan komprehensif meliputi aspek bio,
psiko, sosial, kultural, dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif
pada klien dengan Decompensasi Kordis.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan Decompensasi Kordis.
7
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan Decompensasi Kordis.
d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
Decompensasi Kordis.
e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan
pada klien dengan Decompensasi Kordis.
f. Penulis mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
pada klien dengan Decompensasi Kordis.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Merupakan pengalaman berharga bagi penulis dalam meningkatkan
wawasan dan dapat memberi dorongan semangat sebagai calon
tenaga keperawatan dimasa yang akan datang.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi bagi rumah sakit dalam menentukan
kebijakan dan penyusunan perancangan program dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan khususnya penanganan
klien dengan Decompensasi Kordis.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah atau bahan perbandingan dalam
mengembangkan ilmu keperawatan di Akper Pemkab Muna
8
khususnya penulis karya tulis ilmiah lebih lanjut dengan
Decompensasi Kordis.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai salah satu literatur bagi tenaga perawat yang bertugas
melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan
Decompensasi Kordis.
E. Metode Telaahan
Metode yang digunakan penulis dalam menyusun karya ilmiah ini
yaitu metode analisis dekriptif melalui studi kasus berdasarkan pendekatan
proses keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
menyusun karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan
klien dan keluarga klien serta tenaga kesehatan lain untuk memperoleh
informasi yang akurat.
2. Observasi, yaitu dengan mengamati keadaan klien secara langsung
meliputi bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual.
3. Pemeriksaan Fisik, yaitu pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan fisik pada klien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi.
9
4. Studi Dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengumpulan data atau
informasi melalui catatan atau arsip dari medical record yang
berhubungan dengan perkembangan klien.
5. Studi Kepustakaan, yaitu mencari sumber melalui bahan bacaan atau
buku-buku literatur yang dapat dipercaya untuk mendapatkan
kejelasan teori yang berhubungan dengan masalah klien.
F. Waktu Pelaksanaan
Studi kasus ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Mei sampai dengan 19 Mei
2014.
G. Tempat Pelaksanaan
Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
H. Sistematika Telaahan
Karya tulis ilmiah disusun secara sistematis yang djabarkan dalam 4 BAB
yaitu sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup
pembahasan, tujuan, manfaat, metode telaahan, waktu
pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan sistematika telaahan.
BAB II : Tujuan Teoritis Asuhan Keperawatan dengan Decompensasi
Kordis, yang membahas konsep dasar terdiri dari defenisi,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
komplikasi, dampak appendicitis perforasi terhadap fungsi
10
sistem tumbuh, pemeriksaan penunjang dan penataksanaan
medik, perawatan dan tinjauan teoritis tentang asuhan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, yang berisi laporan kasus
tentang asuhan Keperawatan pada Klien An. H Usia
Sekolah dengan Decompensasi Kordis, di Ruang Kenanga
Lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin
Bandung , yang disusun berdasarkan proses keperawatan.
Sedangkan pembahasan berisikan kesenjangan antara teori
yang ada pada tinjauan studi kasus, dibahas secara
sistematis mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, dimana berisikan kesimpulan
dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan saran.
11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN DEKOMPENSASI KORDIS
A. KONSEP DASAR MEDIK PENYAKIT DEKOMPENSASI KORDIS
1. Defenisi
Dekompensasi kordis sering juga disebut penyakit gagal jantung atau
gagal jantung kongesti merupakan keadaan ketika jantung tidak mampu
memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh,
(Baradero, 2008).
Dekompensasi kordis adalah ketidakmapuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi, (Brunner dan Suddarth, 2005).
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal, (Mansjoer, 2005).
Dekompensasi kordis adalah keadaan patofisiologis ketika jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan, (Price, 2005).
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardivaskuler
a. Anatomi Sistem Kardiovskuler
12
1) Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot
berbentuk kerucut, berongga. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama
dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot
polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom).
a) Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangakal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
b) Letak
13
Jantung terletak diantara paru-paru kiri dan kanan terletak
didalam ruang mediastinum rongga dada, dibelakang badan
sternum dan dua pertiganya terletak disisi kiri. Puncak
jantung biasanya terletak setinggi ruang interkostal kelima.
c) Ukuran
Ukuran jantung sekitar 12 cm dari basis kepuncak dengan
lebar sekitar 9 cm dan tebal 6 cm. Ukuran jantung lebih
kurang sebesar genggaman taman dan beratnya kira –
kirav250 – 300 gram.
d) Lapisan – Lapisanya
Lapisan jantung terdiri dari :
(1) Endokarium merupakan lapisan jantung yang
terdapat disebelah dalam sekali yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi
permukaan rongga jantung.
(2) Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung
yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini
membentuk bundalan – bundalan otot yaitu :
(a) Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian
kiri kanan dan basis kordis yang membentuk
serambi atau aurikula kordis.
14
(b) Bundalan otot ventrikuler, yang membentuk
bilik jantung dimulai dari cincin atrio
ventrikel sampai di apex jantung.
(c) Bundalan otot atrio ventrikel, yang
merupakan dinding pemisah antara serambi
dan bilik jantung.
(3) Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah
luar yang merupakan selaput pembungkus yang
terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan
viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk
kantungg jantung. Di antara dua lapisan ini terdapat
lendir sebagai pelicin untuk mengurangi gesekan
yanng timbul akibat gerak jantung saat memompa.
Jantung bekerja selama kita masih hidup,karena itu
membutuhkan maakanan yang di bawa oleh darah,
pembuluh darah yang terpenting dan memberikan
darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan
arteri koronaria.
(4) Jantung dipersarafi oleh : nervus simpatikus dan
nervus parasimpatiikus khususnya cabang dari
nervus vagus.
15
e) Ruang-Ruang Jantung
Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding
tipis disebut atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding
tebal disebut ventrikel (bilik).
(1) Atrium
(a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampung
(reservoir) darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena
kava superior, vena kava inverior, serta sinus
koronarusyang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel
kanan dan ke paru.
(b) Atrium kiri menerima darah yang kaya
oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena
pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh
tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut
oleh sekat, yang disebut septum atrium.
(2) Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-
alur otot yang disebut trabecula. Beberapa alur
tanmpak menonjol, yang disebut muskulus
papilaris. Ujung muskulus dihubungkan dengan
16
tepi daun katup atrioventrikel oleh serat-serat yang
disebut korda tendinae.
(a) Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium
kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis.
(b) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium
kiri dan dipompakan keseluruh tubuh
melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat
yang disebut septum ventrikel, (Heni.R,
2005).
f) Katup – katup Jantung
Jantung terbagi atas beberapa katup diantaranya yaitu :
(1) Valvula trikuspidalis terdapat antara atrium
kanan yang dengan ventrikel kanan yang terdiri
dari 3 katup.
(2) Valvula bikuspidalis terletak antara atrium kiri
dan ventrikel kiri yang terdiri dari 2 katup.
(3) Valvula seminularis arteri pulmonalis terletak
antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis,
dimana darah menuju ke paru-paru.
17
(4) Valvula semulunaris aorta terletak antara
ventrikel kiri dengan aorta dimana darah
mengalir menuju keseluruh tubuh.
2) Pembuluh Darah
a) Ateri
Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah keseluruh bagian dan alat tubuh.
Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel kiri disebut aorta.
Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal sifatnya
elastis dan terdiri dari tiga lapisan yaitu :
(1) Tunika intima / interna, lapisan yang paling dalam
sekali yang berhubungan dengan darah dan terdiri dari
jaringan endotel.
(2) Tunika media, lapisan tengah yang terdiri dari
jaringan otot yang sifatnya elastis dan termasuk otot
polos.
(3) Tunika esterna / adventisia, lapisan yang paling luar
sekali terdiri dari jaringan ikat gembur yang berguna
untuk menguatkan dinding ateri.
18
b) Vena
Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari
jaringan tubuh masuk kedalam jantung. Karena tekanan
dalam sistem vena rendah (0-5mmHg), maka dinding vena
tipis namun berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi
sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau
menampung darah sesuai kebutuhan tubuh. Katup-katup
pada vena kebanyakan terdiri dari 2 kelompok yang gunanya
untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena
yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan vena
pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang-cabang
yang lebih kecil yang disebut venous yang selanjutnya
menjadi kapiler.
3) Pembuluh Limfe
Struktur pembuluh limfe yang hampir sama dengan
pembuluh darah pipi memiliki lebih banyak katup sehingga
pembuluh limfe terlihat seperti rangkaian merjan. Saluran limfe
mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe
kedalam darah yang keluar melalui dinding kapiler halus untuk
membersihkan jaringan.
Pembuluh limfe sebagai jaringan yang terdapat didalam
berbagai organ terutama dijumpai dalam vili usus
19
3. Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Peredaran darah terbagi menjadi 2 yaitu, peredaran darah
sistematik dan peredaran darah pulmonal. Peredaran darah sistematik
merupakan peredaran darah dari jantung kiri masuk melalui aorta
melalui valvula semilunaris aorta beredar keseluruh tubuh dan kembali
kejantung kanan melalui vena kava superior dan inferior. Aorta
bercabang menjadi arteri-arteriola-kapiler arteri-kapiler veno-venolus-
vena kava.
Peredaran darah pulmonal adalah darah dari ventrikel dekstra
ke arteri pulmonalis melalui vulva semilunaris masuk paru kiri dan
kanan dan kembali keatrium kiri melalui vena pulmonalis.
Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot, dimana
kerjanya seperti otot polos dan bentuknya seperti otot serat lintang.
Letaknya didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dadadiatas
diafragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan
VI dua jari bawah papila terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1) Endocardium
Merupakan jaringan yang paling dalam, terdiri jaringan endotel.
2) Miocardium
Merupakan lapisan inti / otot.
20
3) Perikardium
Merupakan bagian terluar, terdiri dari dua lapisan yaitu
viseral dan parietal yang bertemu di pangkal jantung membentuk
kantung jantung diantara keduanya terdapat lendir sebagai pelicin.
Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup disebabkan
oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf
otonom.
1) Periode kontriksi / sistol, adalah keadaan dimana ventrikel
mengucap, katup bikus pidalis dan trikus pidalis dalam keadaan
tertutup. Valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris
arteri pulmonalis terbuka sehingga darah dari ventrikel dekstra
mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru, sedangkan
darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta dan diedarkan
keseluruh tubuh. Lama kontraksi kurang lebih 30 detik.
2) Periode Dilatasi / Diastol, adalah keadaan dimana jantung
mengembang katup bikuspidalis dan katup trikuspidalis terbuka
sehingga darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra,
darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah
dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk melalui vena,
melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
3) Periode Istrahat, yaitu periode antara kontriksi dal dilatasi,
dimana jantung berhenti kira-kira 1 / 10 detik. Pada waktu
istrahat jantungakan menguncup 70-80 kali permenit. Pada
21
tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ka aorta
sebanyak 60-70 cc. Pada waktu aktivitas kecepatan jantung bisa
mencapai 150 kali permenit dengan daya pompa 20-25 liter
permenit. Setiap menit jumlah volume darah yang tepat sama
sekali dialirkan dari vena ke jantung. Apabila pengambilan dari
vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya
dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi
membengkak berisi darah sehingga tekanan darah vena naik
dan dalam jangka waktu lama bisa menjadi Oedem,
(Syaifuddin, 2005).
4. Etiologi
Penyebab kegagalan jantung kongestif dibagi atas dua
kelompok, yaitu :
a. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti : Infark
Miokardium, Miokarditis, Fibrosis Miokardium, dan Eneurisma
Ventrikular.
b. Gangguan yang ventrikel dibagi atas :
1) Preload adalah volume darah ventrikel pada akhir
diastole.
Kontraksi jantung menjadi kurang efektif apabila
volume ventrikel sudah melampaui batasnyan.
Meningkatnya preload dapat diaakibatkan oleh
22
regusgitasi aorta atau mitral, terlali cepat pemberian
cairan infus terutama pada pasien lansia dan anak kecil.
2) Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan
jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh (sistem
sirkulasi). Meningkatnya afterload dapat diakibatkan
oleh stenosis aorta, stenosis pulmonal, hipertensi sistemis
dan hipertensi pulmoonal. Penyakit jantung hipertensi
adalah perubahan pada jantung sebagai akibat dari
hipertensi yang berlangsung terus menerus dan
meningkatkan afterload. Jantung membesar sebagai
kompensasi terhadap beban pada jantung. Apabila
hipertensi tidak teratasi, kegagalan jantung dapat terjadi,
(Mary Baradero, dkk, 2008).
Gagal jantung kongestif disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena tergangguanya aliran darah ka otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
23
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakitmiokardium degeneratif behubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun, (Brunner
& Suddart, 2005).
5. Patofisiologi
Kelainan dasar pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjaddi peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajad peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP,
terjadi pula peningkatan atrium kiri (LAP)karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke
belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman
24
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan
terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi
cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjaddi endema
interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan
tahanan terhadap enjeksi ventrikal kanan. Serangkaian kejadian seperti
yang terjadi pada janntung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan
yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis
atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan
orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat dilihat :
a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
b. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rening-
angiotensin-aldosteron, dan
c. Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai
25
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada
keadaan istrahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakinkurang
efektif.
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek
yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik
dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan
memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitasmenyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik.
Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah
mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena,
serta menimbulkan gejala dan tanda (miasal, berkurang jumlah
keluaran urinedan kelemahan tubuh). Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang
jantung. Akibatnya, kerja janttung dan kebutuhan oksigen
miokardium (MV02), juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan
rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan
MV02. Jika peningkatan MV02 ini tidak dapat dipenuhi denngan
meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia
26
miokardium dan ggangguan miokardium lainnya. Hasil akhir
peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
6. Tanda dan Gejala
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan gangguan
pemompaan, gagal jantung terbagi atas :
a. Gagal janttung kiri
Pada gagal jantung kiri terjadi Dyspneu d effort, fatig, ortopnea,
dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, ventricular heaving bunyi derap S3 dan S4, pernapasan
chynestokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena
pulmonalis.
b. Gagal jantung kanan
Pada gagal jantung kanan timbul :
1) Fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung
2) Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
Hipertrofi jantung kanan heaving ventrikal kanan irama
derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan edema pitting.
27
c. Gagal Jantung Kongestif
Terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan
New York Heart Association (NYHA) membuat kalsifikasi
fungsional dalam empat kelas :
1) Kelas 1, Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa
keluhan
2) Kelas 2, Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih
berat dan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
3) Kelas 3, Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-
hari tanpa keluhan
4) Kelas 4, Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan
aktivitas apapun dan harus tirah baring.
Gagal jantung kongestif dibagi dalam :
1) Kriteria mayor :
a) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
b) Peningakatan tekanan vena jugularis
c) Ronki basah tidak nyaring
d) Kardiomegali
e) Edema paru akut
f) Irama derap S3
g) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
h) Refluks hepatojugular
2) Kriteria minor
28
a) Edema pergelangan kaki
b) Batuk malam hari
c) Dyspneu d effort
d) Hepatomegali
e) Efusi pleura
f) Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
g) Takikardi > 45 kg dalam 5 hari setelah terapi
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat dari dekompensasi kordis
yaitu sebagai berikut :
a. Gagal jantung kongestif
b. Syok kardiogenik
c. Ruptur jantung
d. Tromboembolisme
e. Perikarditis
f. Distrimia
29
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali
corakkan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis kerley,
A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura.
b. Fungsi EKG, untuk melihat penyakit yang mendasari seperti
infark miokard daan aritmia.
c. Menurunkan beban jantung.
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diretik dan
vasodilator.
1) Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV. Penggunaan
diuretik, digoksin dan mengahmbat Angiotensin Convertiny
Enzyme (ACE) diperlukan, mengingat usia harapan hidup
yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan kelas III
diberikan :
a) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah
(furosemid 40-80mg)
b) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium
maupun kelainan irama sinus
c) Pengahmbat ACE (kaptopril mulai dari dosis
2x6,24mg atau setara penghambat ACE yang lain.
Dosis ditingkatkan secara bertahap dengan
memperhatikkan tekanan darah pasien). Isosorbit
30
Dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan
aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang
menetap, dosis dimulai 3x10-15mg. Semua obat ini
harus dititrasi secara bertahap
2) Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80mg per oral. Dosis
penunjang rata-rata 20mg. Efek samping berupa hipokalemia
dapat diatasi dengan suplai garam kaliun atau diganti dengan
spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain
hidroklotiazid, klotalidon, amilorid, dan asma etaktrinat.
3) Vasodilator
a) Nitro gliserin 0,4-0,6mg sublingual atau 0m2-2ug /
kg / BB / menit IV.
b) Nitroprusdi 0,5-1ug / kg / BB / menit IV
c) Prazosin peroral 2-5mg
d) Penghambat ACE kaptopril 2x6,25mg
31
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
Keperawatan adalah merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan integral dari pelayanan dalam bentuk biologi, psikologi, sosial dan
spritualyang komprehensif, ditujukan kepada keluarga, individu dan
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit, mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. Dimana pelayanan yang diberikan untuk membantu
memecahkan masalah klien, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia
dengan melalui pendekatan yang sistematis, (Carpenito, 2005).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langka awal dari tahap proses keperawatan yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien,
(Hidayat, 2003).
a. Pengumpulan data
Pengumplan data merupakan kegiatan mengumpulkan informasi
tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan klien, biasanya
mengguanakan anamnesa atau wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan studi dokumentasi. Data diperoleh dari klien sendiri,
keluarga klien atau orang lain yang ada hubungannya dengan klien,
catatan medik, serta tim kesehatan lainnya, (Nursalam, 2005).
32
1) Biodata
a) Identitas Klien
Identitas klien mencakup nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat
c) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang
(a) Keluhan Utama
Keluhan uatama adalah keluhan yangg
paling dirasakan oleh klien pada saat
pengkajian. Pada klien dengan
Dekompensasi Kordis keluhan pada
umumnya adalah persaan sulit bernapas.
(b) Riwayat Keluhan Utama
Menggambarkan keadaan kesehatan sejak
pertama kali dirasakan hingga saat dilakukan
33
pengkajian dengan menggunakan analisa
symptom metode PQRST.
1) Provocative / paliatif, apa yang
menjadi penyebab hal-hal yang
meringankan dan hal-hal yangg
memperberat keadaan. Klien
mengalami sesak napas sehingga
mengalami kesulitan bernapas.
2) Qualitatif / quantitatif, seberapa berat
keluhan terasa, bagaimana rasanya
dan seberapa sering terjadi. Keluhan
dirasakan secara terus menerus.
3) Region / radiation, lokasi keluhan
tersebut dirasakan atau ditemukan,
apakah menyebar kearea lain, daerah
atau area penyebarannya. Keluhan
dirasakan pada dada disertai nyeri
pada ulu hati.
4) Severity / scale, skala kegawatan,
dapat digunakan skala ringan, sedang,
dan berat. Sesak napas dirasakan pada
skala sedang.
34
5) Timing, kapan keluhan tersebut
ditemukan dan dirasakan, seberapa
sering keluhan tersebut dirasakan
terjadi, apakah terjadi secara
mendadak atau bertahapdan kronis.
Ketika bekerja atau bergerak klien
mengalami sesak napas dan berhenti
ketika beristrahat.
(2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang
pernah dialami sebelumnya. Klien belum pernah
masuk rumah sakit. Tidak riwayat alergi obat-
obatan dan makanan. Biasanya klien mengalami
sesak napas ketika bekerja dan berkurang ketika
beristrahat.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dengan mengggunakan genogram tiga
generasi, apakah dalam keluarga klien ada yang
pernah menderita penyakit yang sama dengan klien,
adakah penyakit keturunan dalam keluarga
misalnya DM, Hipertensi, dsb.
35
d) Riwayat Psikososial
Setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti
mengalami gangguan psikologi baik itu sendiri maupun
keluarga, bisa berupa depresi, gelisah / cemas dan denial.
e) Riwayat Spiritual
Hal-hal yang perlu dikaji adalah bagaimana
pelaksanaan ibadah sebelum dan selama sakit. Biasanya
klien melakukan ibadah secara sempurna.
f) Pola Aktivitas Sehari-hari
Yang perlu dikaji dalam kegiatan sehari-hari adalah :
(1) Nutrisi
Bagaimana kebisaan makan klien, apakah ada
perubahan selama dirumah sakit, dan perlu dikaji
frkuensi, makan yang disukai. Biasanya klien
mengalami penurunan nafsu makan.
(2) Eliminasi
Bagaimana pola eliminasi BAK dan BAB, apakah
ada perubahan selama sakit atau tidak. Biasanya
klien tidak ada keluhan saat BAK dan BAB.
(3) Istrahat Tidur
Bagaimana kebiasaan istrahat klien, apakah ada
perubahan atau tidak. Biasanya klien tidak
mengalami gangguan pada pola tidur.
36
(4) Olahraga dan Aktivitas
Bagaimana kebiasaan olahraga dan aktivitas klien,
apakah ada perubahan selama sakitatau tidak.
Biasanya klien mengalami sesak pada saat
beraktivitas atau bekerja berat atau ringan.
(5) Personal Hygiene
Bagaimana kebiasaan mandi klien, apakah ada
perubahan selama sakit atau tidak. Biasanya klien
tidak mengalami gangguan pada personal hygiene.
g) Pemeriksaan Penunjang
(1) EKG
Adanya distrimia pada monitor EKG, pada rekam
EKG lengkap adanya T inferted, ST depresi atau Q
patologis.
(2) Laboratorium
(a) Darah Rutin : adanya penuurunan
haemoglobin, peningkatan hematokrit,
peningkatan trombosit.
(b) Kadar Enzim : adanya peningkatan CK
CKMB.
(c) Fungsi Ginjal : adanya peningkatan nitrogen
urea darah, peningkatan atau penurunan
kalium serum.
37
(d) Fungsi Hati : glukosa serum meningkat.
(e) Profil lipid meningkat.
b. Pengelompokka Data
Pengelompokan data adalah mengidentifikasi masalah kesehatan
yang dihadapi klien terdiri atas data subyektif dan data objektif,
(Carpeniti, 2005).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu mentabulasi,
menyelidiki, mengklasifikasi, dan mengelompokkan data serta
menghubungkan untuk menentukan kesimpulan dalam bentuk
diagnosakeperawatan biasanya ditemukan data subyektif dan obyektif,
(Carpenito, 2005).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjeelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok, dimana perawatan secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervenssi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah,
(Carpenito, 2005).
38
Menurut Carpenito (2005), diagnosa keperawatan yang timbul
pada pasien dengan gangguan sistem Kardiovaskuler, Dekompensasi
Kordis sebagai berikut :
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas miokardium.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
oksigen dengan kebutuhan.
3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveola kapiler
4) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung dan
implikasi penyakit jantung.
3. Perencanaan
Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk
mengurangi, atau mengoreksi masala-masalah yang diidentifikasi pada
diiagnosa keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan
dasarnya. Kegiatan perencanaan meliputi : menetapkan tujuan,
merumuskan intervensi dan rasional, (Nursalam, 2008).
Perencanaan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan :
39
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas miokardium
Tujuan :
Penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria :
a) Tanda-tanda vital dalam batas normal, (disritmia terkontrol atau
hilang), dan bebas gejala gagal jantung miisalnya haluaran urine
adekuat.
b) Ppenurunan episode dispnea, angina.
c) Ikut serta dalam aktivitas yangg mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
(1) Kaji feruensi, irama jantung
Rasional :
Tanda vital dapat meningkat pada ggagal jantung.
Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istrahat untuk
mengkompenssasi peenurunan kontraktilitas venntrikuler).
(2) Pantau haluaran urine, catatpenurunan haluaran dan kepekatan
atau konsentrasi urine.
Rasional :
Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung
dengan menahan cairan kejaringan tetapi dapat meningkat
pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke
sirkulasi bila pasien tidur..
40
(3) Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, bingung
disorientasi, cemas dan depresi.
Rrasional :
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder pada penurunan curah jantung.
(4) Berikanistrahat dengan lingkungan yang tenang dan pada
tempat tidur atau kursi dengan posisi semi rekumben
Rasional :
Istrahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut
atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan kebutuhan oksigen miiokard dan kerja
berlebihan.
(5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional :
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard, untuk melawan efek hipoksia ataau iskemia.
(6) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi,
diuretik, vasodilator, dan captopril.
Rasional :
Diuretik berpengaruh terhadap reabsorbsi natrium dan
air, vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi dan tahnan vaskuler sistemik
juga kerja venttrikel. Captopril digunakan untuk mengontrol
41
gagal jantung dengan mengahmbat konversi angiontensin
dalam paru dan menurunkan vaso kontriksi dan TD.
(7) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV, pembatasan jumlah
total sesuai indikasi dan hindari cairan garam.
Rasional :
Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan.
Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkab retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara oksigen dengan kebutuhan.
Tujuan :
Intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria :
(8) Berpartisipasi pada aktivitas yang didinginkan, memenuhi
kebutuhan perawatan diri sendiri.
(9) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
(10) Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi :
a) Kaji tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas
42
Rasional :
Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas
kaarena pengaruh fungsi jantung.
b) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea, pucat dan berkeringat.
Rasional :
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada ferkuensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
c) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional :
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
d) Berikan bantuan dalam aktivitas perwatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dan periode istrahat.
Rasional :
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi sters miokard atau kebutuhan oksigen
berlebihan.
43
e) Kolaborasi dalam implementasiprogram rehabilitasi jantung
atau aaktivitas.
Rasional :
Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung atau konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila disfungsi
jantungtidak dapat membaik kembali.
3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveola kapiler ditandai dengan :
Tujuan :
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria :
(1) Pasien bebas dari gejala dietres pernapasan (dispnea, sianosis,
penggunaan alat baantu pernapasan)
(2) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam batas
kemampuan atau situasi.
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalam pernapasan dan gerakan dada
Rasional :
Takipnea, pernapasan daangkal, dan gerakan dada
tidak simetris sering terjsadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada.
44
b) Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
Rasional :
Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran
oksigen.
c) Anjurkan perubahan posisi sering
Rasional :
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d) Pertankan dduduk dikursi atau tirah baring dengan kepala
tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi powler, sokong
tangan dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhaan dan
meningkatkan ekspansi paru maksimal.
e) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang
dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan.
f) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, diuretik
Rasional :
Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaran gas.
45
4) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, ditandai dengan :
Tujuan :
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria :
(3) Mempertahnkan integritas kulit
(4) Mendemonstrasikan prilaku atau tekhnik mencegah kerusakan
kulit.
Intervensi :
a) Observasi keadaan kulit, adanya edema, area sirkulasi
terganggu atau pigmentasi, kegemukan atau kurus.
Rasional :
Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer,
imobilitas fisik, dan gangguan status nutrisi.
b) Pijat area kemerahan atau yang memuth
Rasional :
Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
c) Ubah posisi sering diatas tempat tidur atau kursi, bantu latihan
rentang gerak pasif atau aktif
Rasional :
Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu
area yang mengganggu aliran darah.
46
d) Berikan perawatan kulit, meminimalkan dengan kelembaban
atau ekskresi
Rasonal :
Terlalu kering atau leembab merusak kulit dan
mempercepat kerusakan.
e) Kolaborasi dalam pemberian tekanan alternatif atau kasur,
perlindungan siku atau tumit
Rasional :
Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki
sirkulasi.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung
dan implikasi penyakit jantung, ditandai dengan :
Tujuan :
Klien dapat mengetahui tentang kondisinya.
Kriteria :
(5) Mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk
menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi
(6) Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi
cepat
(7) Mengidentfikasi stres pribadi ataau faktorresiko dan beberapa
tehnik untuk menangani
(8) Melakukan perubahan pola hidup atau prilaku yang perlu.
47
Intervensi :
a) Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional :
Untuk pengetahuan proses penyakit dan harapan
dapat memudahkan kataatan pada program pengobatan.
b) Kuatkan rasional pengobatan
Rasional :
Pasien percaya bahwa pengubahan program pasca
pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejal atau
merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko
eksasebrasi gejala. Pemahaman program, obat, dan
pembatasan dapat meningkatkan kerja sama untuk mengontrol
gejala.
c) Diskusikan pentngnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi
kelelahan dan istrahat diantara aaktivitas
Rasional :
Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi
melemahkan jantung.
d) Diskusikan pentingnya pembatasan natrium
Rasional :
Pemasukan diet natrium diatas 3 garam per hari akan
menhasilkan efek diuretik.
48
e) Diskusikaan obat, tujuan dan efek samping. Berikan intruksi
secara verbal dan tertulis
Rasional :
Pemahaman kebutuhan terpeutik dan pentingnya
upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya
komplikasi obat.
f) Jalaskan dan diskusikan dalam mengontrol faktor resiko
(contoh meroko), dan faktor pencetus dan pemberat (contoh
diet tinggi garam, tidak aktif atau terlalu aktif, terpajan pada
suhu ekstrim).
Rasional :
Dapat mencegah terjadinya atau kambuhnya kembali
penyakit yang diderita.
g) Berikan kesempatan klien atau orang terdekat untuk
menanyakan, mendiskusikan masalam dan membuat
perubahan pola hidup yang perlu
Rasional :
Kondisi kronis dan berulang menguatkan kondisi
GJK, sering melemahkan kemampuan koping, dan kapasitas
dukungan klien dan orang terdekat, dan menimbulkan depresi.
49
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Dalam pelaksanaan ini perawat melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun,
kondisi dan keadaan klien yang ada dilapangan, (Nursalam, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan
dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang telah dibuat padda tahap perencanaan, (Hidayat, 2005).
Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan
proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan
keperawatan berhasil dicapai atau tidak. Oleh karena itu perlu diadakan
pengkajian ulang denga mengajukan beberapa masalah apakah mengalami
perubahan yang ditinjau berdasarkan tujuan rencana keperawatan seperti
sesak, gangguan perfusi jaringan, ansietas, intoleransi terhadap aktivitas,
pemahaman tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
50

More Related Content

What's hot

JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...
JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...
JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...KANDA IZUL
 
493 929-1-sm (1)
493 929-1-sm (1)493 929-1-sm (1)
493 929-1-sm (1)Muflihun24
 
40329 article text-122722-2-10-20210701
40329 article text-122722-2-10-2021070140329 article text-122722-2-10-20210701
40329 article text-122722-2-10-20210701Muflihun24
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011humasditjenppdanpl
 
7751 17090-1-sm
7751 17090-1-sm7751 17090-1-sm
7751 17090-1-smMuflihun24
 
Andrew hidayat 106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s
 Andrew hidayat   106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s Andrew hidayat   106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s
Andrew hidayat 106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-sAndrew Hidayat
 
1030 2167-1-sm
1030 2167-1-sm1030 2167-1-sm
1030 2167-1-smria amya
 
602 1186-1-sm (2)
602 1186-1-sm (2)602 1186-1-sm (2)
602 1186-1-sm (2)Muflihun24
 
Kelompok sik hipertensi
Kelompok sik hipertensiKelompok sik hipertensi
Kelompok sik hipertensirarafiah
 
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)Muflihun24
 
25944 73088-2-pb (1)
25944 73088-2-pb (1)25944 73088-2-pb (1)
25944 73088-2-pb (1)Muflihun24
 

What's hot (16)

JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...
JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...
JURNAL HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL J...
 
Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019
 
Kb 3 epidemiologi
Kb 3 epidemiologiKb 3 epidemiologi
Kb 3 epidemiologi
 
493 929-1-sm (1)
493 929-1-sm (1)493 929-1-sm (1)
493 929-1-sm (1)
 
40329 article text-122722-2-10-20210701
40329 article text-122722-2-10-2021070140329 article text-122722-2-10-20210701
40329 article text-122722-2-10-20210701
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
 
7751 17090-1-sm
7751 17090-1-sm7751 17090-1-sm
7751 17090-1-sm
 
Andrew hidayat 106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s
 Andrew hidayat   106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s Andrew hidayat   106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s
Andrew hidayat 106149-id-faktor-risiko-kejadian-hipertensi-pada-s
 
1030 2167-1-sm
1030 2167-1-sm1030 2167-1-sm
1030 2167-1-sm
 
602 1186-1-sm (2)
602 1186-1-sm (2)602 1186-1-sm (2)
602 1186-1-sm (2)
 
makalah Hipertensi
makalah Hipertensimakalah Hipertensi
makalah Hipertensi
 
Hipertensi pdf
Hipertensi pdfHipertensi pdf
Hipertensi pdf
 
Kelompok sik hipertensi
Kelompok sik hipertensiKelompok sik hipertensi
Kelompok sik hipertensi
 
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)
6083 article text-15411-1-10-20190317 (4)
 
25944 73088-2-pb (1)
25944 73088-2-pb (1)25944 73088-2-pb (1)
25944 73088-2-pb (1)
 

Similar to ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEKOMPENSASI KORDIS

Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan modera...
Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan  modera...Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan  modera...
Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan modera...Operator Warnet Vast Raha
 
makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxAyuAndira59
 
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfpre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfandis yuswanto
 
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docx
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docxBAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docx
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docxAgusSupriatna52
 
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-101 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1Miftachul Jannah
 
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdf
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdfContoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdf
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdfAriefWijaksono1
 
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptx
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptxKELOMPOK 2 MINIRISET.pptx
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptxAremaAsu
 
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...Operator Warnet Vast Raha
 
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)Paranse Elsando
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPocut Kasim
 
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensi
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensiPedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensi
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensipuri al rosyid
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxJessicaConstantia
 

Similar to ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEKOMPENSASI KORDIS (20)

Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan modera...
Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan  modera...Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan  modera...
Asuhan keperawatan pada klien tn. b dengan gangguan sistem persarafan modera...
 
Bab i..
Bab i..Bab i..
Bab i..
 
makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docx
 
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfpre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
 
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docx
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docxBAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docx
BAB 1 Tugas Agus Supriatna BB.docx
 
Sistem empiema
Sistem empiemaSistem empiema
Sistem empiema
 
Sistem empiema
Sistem empiemaSistem empiema
Sistem empiema
 
The year of the lung
The year of the lungThe year of the lung
The year of the lung
 
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-101 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1
01 gdl-pebriirawa-222-1-pebriir-1
 
Bab i ardat
Bab i ardatBab i ardat
Bab i ardat
 
Bab i ardat
Bab i ardatBab i ardat
Bab i ardat
 
Bab i ardat
Bab i ardatBab i ardat
Bab i ardat
 
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdf
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdfContoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdf
Contoh PICO 2 sdfghjkl;;cvbnmvvbnmnvcvbjhgfdfghjkl.pdf
 
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptx
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptxKELOMPOK 2 MINIRISET.pptx
KELOMPOK 2 MINIRISET.pptx
 
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...
Hubungan pendekatan strategi dots (direcly observed treatment shortcorse) den...
 
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)
Word seminar rs. muhammadiyah palembang (repaired)
 
Pharamceutical care-penyakit hati
Pharamceutical care-penyakit hatiPharamceutical care-penyakit hati
Pharamceutical care-penyakit hati
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang rara
 
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensi
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensiPedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensi
Pedoman penemuan-dan-tatalaksana-hipertensi
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEKOMPENSASI KORDIS

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mempercepat kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal. Hal tersebut dapat tercapai secara optimal apabila didukung oleh suatu sistem pelayanan kesehatan yang baik, yang didalamnya mencakup berbagai upaya kesehatan, dan salah satu diantaranya adalah pelayanan keperawatan, (Depkes RI, 2005). Untuk meningkatkan daya tangkal dan daya juang pembangunan kesehatan yang merupakan modal utama Sistem Kesehatan Nasional (SKN), maka pentingnya penerapan paradigma baru yaitu “PARADIGMA SEHAT” hal tersebut adalah merupakan upaya utnuk lebih meningkatkan kesehatan yang bersifat proaktif dalam mewujudkan Indonesia sehat pada masa yang akan datang, yang sesuai visi dan misi Indonesia sehat dan harus dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan. Untuk mencapai Indonesia sehat maka peran perawat khususnya paradigma keperawatan perlu di tingkatkan terutama ilmu dan skil, sehingga pelaksanaan faktor dalam survival pasien, yang berhubungan dengan aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, preventif perawatan kesehatan
  • 2. 2 dapat diwujudkan dengan melalui pelaksanaan asuhan keperawatan. Masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam bidang kesehatan, bimbingan dan peningkatan pengetahuan masyarakat adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan agar masyarakat dapat mengetahui tentang cara hidup sehat, terutama menjaga fisik agar tetap seimbang dengan sistem-sistem tubuh yang ada, dimana antara sistem tubuh yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, (Depkes RI, 2000). Salah satu sistem dalam tubuh yang sering mengalami gangguan pada masyarakat, kelompok dan individu adalah sistem kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler ini biasanya terjadi akibat gaya hidup, pola makan dan aktivitas sehari-hari yang dijalani seseorang yang tidak memperhatikan kesehatan. Masalah yang terkait dengan sistem kardiovaskuler cukup serius dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di Indonesia. Penyakit sistem kardiovaskuler akan menjadi masalah kesehatan urutan pertama, (Priharjo, 2006). Salah satu penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler adalah decompensasi cordis atau gagal jantung. Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah satu-satunya jenis penyakit jantung yang morbiditas dan mortalitasnya justru meningkat, walaupun telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui patofisiologi serta pengobatannya, (Effendi, 2007).
  • 3. 3 Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung adalah tahap akhir yang sering fatal pada penyakit jantung, karena penderita yang didiagnosa gagal jantung bagaikan memasuki suatu fase tiada jalan kembali. Gagal jantung adalah satu-satunya jenis penyakit jantung yang morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) justru meningkat, walaupun telah banyak yang dilakukan penelitian untuk mengetahui patofisiologi serta pengobatannya. Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5 tahun, sejak diagnosa ditegakkan. Begitu juga dengan resiko untuk menderita gagal jantung, belum bergerak dari 100% untuk kelompok diatas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun, (Anonim, 2013). Di dunia, gagal jantung telah melibatkan setidaknya 23 juta penduduk. Sekitar 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika (1,5- 2% dari total populasi), dengan tingkat insiden 550.000 kasus per tahun. Dari sejumlah pasien tersebut, hanya 0,4-2% saja yang mengeluhkan timbulnya gejala, (Irnizarifka, 2011). Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. Penyakit jantung koroner
  • 4. 4 merupakan etiologi gagal jantung pada 60-70% pasien, terutama pada pasien usia lanjut. Sedangkan pada usia muda, gagal jantung diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital atau valvular dan miokarditis, (Manurung, 2006). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), penyakit kardiovaskuler akan segera menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di seluruh dunia. Bahkan di Indonesia, penyakit ini telah menjadi pembunuh nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ketahun semakin meningkat. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 yang dilakukan di 7 provinsi dengan menghasilkan prevalensi penyakit jantung iskemik dan lainnya pada golongan umur 15-24 tahun 18,3 per 100.000 penduduk. Angka ini meningkat dengan tajam pada golongan umur 45-54 tahun, yakni 174,6 per 100.000 penduduk dan 461,9 per 100.000 penduduk pada usia 55 tahun keatas. Sedangkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler adalah 17,5 per 100.000 penduduk dengan kematian berkaitan dengan penyakit tersebut adalah 27,4 per 100.000 penduduk. SKRT 1992 mengukuhkan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menduduki persentase tertinggi yang menyebabkan kematian (33,2%), (Irnizarifka, 2011).
  • 5. 5 Menurut catatan Medical Record di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai April 2014, terdapat 1 kasus Dekompensasi Kordis namun tidak termaksud dalam 10 besar penyakit diruang kenanga. Meskipun demikan Dekompensasi Kordis merupakan masalah yang sangat memerlukan perhatian dan penatalaksanaan yang sangat komprehensif dan intensif bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan klien dengan masalah kesehatan dan keperawatan klien dengan masalah kardiovaskuler. Berikut tabel 10 besar penyakit yang ada di Ruang Kenanga lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung. Tabel 1 : Jumlah Penyakit Dekompensasi Kordis di Ruang Kenanga Lantai I No Jenis Penyakit Jumlah Presentase (%) 1 Toxksos Plasmosis 112 32, 27 2 Bronchopneumonic 99 28, 58 3 Nechrotic Sindrom 29 8, 35 4 Hemofili 27 7, 78 5 Typhoid Fever 19 5, 47 6 Ecute Lymphoblastic Leukimia 18 5, 18 7 Enchapalitis 16 4, 61 8 Aplstic Anemia 11 3, 17 9 Empiema 9 2, 59 10 CHF 7 2, 01 Jumlah 347 100 % Sumber : Rekam Medik Periode Januari – Maret 2014 di Ruang kenanga Lantai I Rumah Skit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
  • 6. 6 Melihat keadaan tesebut dan mengingat dampak yang dapat ditimbulkan pada klien, sehingga penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien An. H Usia Sekolah dengan Dekompensasi Kordis Di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”. B. Ruang Lingkup Pembahasan Dalam pelaksanaan studi kasus, penulis membatasi ruang lingkup masalah yang dibahas yaitu “ Asuhan Keperawatan pada Klien An. H Usia Sekolah dengan Decompensasi Kordis Di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit dr. Hasan sadikin Bandung”. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penulis dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis, secara langsung pada situasi nyata dan komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosial, kultural, dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada klien dengan Decompensasi Kordis. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis.
  • 7. 7 c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis. d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis. e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan Decompensasi Kordis. f. Penulis mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi Kordis. D. Manfaat 1. Bagi Penulis Merupakan pengalaman berharga bagi penulis dalam meningkatkan wawasan dan dapat memberi dorongan semangat sebagai calon tenaga keperawatan dimasa yang akan datang. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan informasi bagi rumah sakit dalam menentukan kebijakan dan penyusunan perancangan program dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan keperawatan khususnya penanganan klien dengan Decompensasi Kordis. 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan ilmiah atau bahan perbandingan dalam mengembangkan ilmu keperawatan di Akper Pemkab Muna
  • 8. 8 khususnya penulis karya tulis ilmiah lebih lanjut dengan Decompensasi Kordis. 4. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai salah satu literatur bagi tenaga perawat yang bertugas melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan Decompensasi Kordis. E. Metode Telaahan Metode yang digunakan penulis dalam menyusun karya ilmiah ini yaitu metode analisis dekriptif melalui studi kasus berdasarkan pendekatan proses keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah : 1. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan klien dan keluarga klien serta tenaga kesehatan lain untuk memperoleh informasi yang akurat. 2. Observasi, yaitu dengan mengamati keadaan klien secara langsung meliputi bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual. 3. Pemeriksaan Fisik, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik pada klien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
  • 9. 9 4. Studi Dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengumpulan data atau informasi melalui catatan atau arsip dari medical record yang berhubungan dengan perkembangan klien. 5. Studi Kepustakaan, yaitu mencari sumber melalui bahan bacaan atau buku-buku literatur yang dapat dipercaya untuk mendapatkan kejelasan teori yang berhubungan dengan masalah klien. F. Waktu Pelaksanaan Studi kasus ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Mei sampai dengan 19 Mei 2014. G. Tempat Pelaksanaan Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung. H. Sistematika Telaahan Karya tulis ilmiah disusun secara sistematis yang djabarkan dalam 4 BAB yaitu sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup pembahasan, tujuan, manfaat, metode telaahan, waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan sistematika telaahan. BAB II : Tujuan Teoritis Asuhan Keperawatan dengan Decompensasi Kordis, yang membahas konsep dasar terdiri dari defenisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, dampak appendicitis perforasi terhadap fungsi
  • 10. 10 sistem tumbuh, pemeriksaan penunjang dan penataksanaan medik, perawatan dan tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, yang berisi laporan kasus tentang asuhan Keperawatan pada Klien An. H Usia Sekolah dengan Decompensasi Kordis, di Ruang Kenanga Lantai I Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung , yang disusun berdasarkan proses keperawatan. Sedangkan pembahasan berisikan kesenjangan antara teori yang ada pada tinjauan studi kasus, dibahas secara sistematis mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, dimana berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan saran.
  • 11. 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEKOMPENSASI KORDIS A. KONSEP DASAR MEDIK PENYAKIT DEKOMPENSASI KORDIS 1. Defenisi Dekompensasi kordis sering juga disebut penyakit gagal jantung atau gagal jantung kongesti merupakan keadaan ketika jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh, (Baradero, 2008). Dekompensasi kordis adalah ketidakmapuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi, (Brunner dan Suddarth, 2005). Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal, (Mansjoer, 2005). Dekompensasi kordis adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan, (Price, 2005). 2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardivaskuler a. Anatomi Sistem Kardiovskuler
  • 12. 12 1) Jantung Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot berbentuk kerucut, berongga. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). a) Bentuk Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangakal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. b) Letak
  • 13. 13 Jantung terletak diantara paru-paru kiri dan kanan terletak didalam ruang mediastinum rongga dada, dibelakang badan sternum dan dua pertiganya terletak disisi kiri. Puncak jantung biasanya terletak setinggi ruang interkostal kelima. c) Ukuran Ukuran jantung sekitar 12 cm dari basis kepuncak dengan lebar sekitar 9 cm dan tebal 6 cm. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman taman dan beratnya kira – kirav250 – 300 gram. d) Lapisan – Lapisanya Lapisan jantung terdiri dari : (1) Endokarium merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung. (2) Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan – bundalan otot yaitu : (a) Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian kiri kanan dan basis kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
  • 14. 14 (b) Bundalan otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung dimulai dari cincin atrio ventrikel sampai di apex jantung. (c) Bundalan otot atrio ventrikel, yang merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik jantung. (3) Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantungg jantung. Di antara dua lapisan ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk mengurangi gesekan yanng timbul akibat gerak jantung saat memompa. Jantung bekerja selama kita masih hidup,karena itu membutuhkan maakanan yang di bawa oleh darah, pembuluh darah yang terpenting dan memberikan darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan arteri koronaria. (4) Jantung dipersarafi oleh : nervus simpatikus dan nervus parasimpatiikus khususnya cabang dari nervus vagus.
  • 15. 15 e) Ruang-Ruang Jantung Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). (1) Atrium (a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampung (reservoir) darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inverior, serta sinus koronarusyang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan ke paru. (b) Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut oleh sekat, yang disebut septum atrium. (2) Ventrikel Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur- alur otot yang disebut trabecula. Beberapa alur tanmpak menonjol, yang disebut muskulus papilaris. Ujung muskulus dihubungkan dengan
  • 16. 16 tepi daun katup atrioventrikel oleh serat-serat yang disebut korda tendinae. (a) Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. (b) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel, (Heni.R, 2005). f) Katup – katup Jantung Jantung terbagi atas beberapa katup diantaranya yaitu : (1) Valvula trikuspidalis terdapat antara atrium kanan yang dengan ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup. (2) Valvula bikuspidalis terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri yang terdiri dari 2 katup. (3) Valvula seminularis arteri pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis, dimana darah menuju ke paru-paru.
  • 17. 17 (4) Valvula semulunaris aorta terletak antara ventrikel kiri dengan aorta dimana darah mengalir menuju keseluruh tubuh. 2) Pembuluh Darah a) Ateri Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluruh bagian dan alat tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal sifatnya elastis dan terdiri dari tiga lapisan yaitu : (1) Tunika intima / interna, lapisan yang paling dalam sekali yang berhubungan dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel. (2) Tunika media, lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastis dan termasuk otot polos. (3) Tunika esterna / adventisia, lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat gembur yang berguna untuk menguatkan dinding ateri.
  • 18. 18 b) Vena Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan tubuh masuk kedalam jantung. Karena tekanan dalam sistem vena rendah (0-5mmHg), maka dinding vena tipis namun berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai kebutuhan tubuh. Katup-katup pada vena kebanyakan terdiri dari 2 kelompok yang gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang-cabang yang lebih kecil yang disebut venous yang selanjutnya menjadi kapiler. 3) Pembuluh Limfe Struktur pembuluh limfe yang hampir sama dengan pembuluh darah pipi memiliki lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe terlihat seperti rangkaian merjan. Saluran limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe kedalam darah yang keluar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan yang terdapat didalam berbagai organ terutama dijumpai dalam vili usus
  • 19. 19 3. Fisiologi Sistem Kardiovaskuler Peredaran darah terbagi menjadi 2 yaitu, peredaran darah sistematik dan peredaran darah pulmonal. Peredaran darah sistematik merupakan peredaran darah dari jantung kiri masuk melalui aorta melalui valvula semilunaris aorta beredar keseluruh tubuh dan kembali kejantung kanan melalui vena kava superior dan inferior. Aorta bercabang menjadi arteri-arteriola-kapiler arteri-kapiler veno-venolus- vena kava. Peredaran darah pulmonal adalah darah dari ventrikel dekstra ke arteri pulmonalis melalui vulva semilunaris masuk paru kiri dan kanan dan kembali keatrium kiri melalui vena pulmonalis. Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot, dimana kerjanya seperti otot polos dan bentuknya seperti otot serat lintang. Letaknya didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dadadiatas diafragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari bawah papila terdiri dari tiga lapisan yaitu : 1) Endocardium Merupakan jaringan yang paling dalam, terdiri jaringan endotel. 2) Miocardium Merupakan lapisan inti / otot.
  • 20. 20 3) Perikardium Merupakan bagian terluar, terdiri dari dua lapisan yaitu viseral dan parietal yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung diantara keduanya terdapat lendir sebagai pelicin. Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. 1) Periode kontriksi / sistol, adalah keadaan dimana ventrikel mengucap, katup bikus pidalis dan trikus pidalis dalam keadaan tertutup. Valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta dan diedarkan keseluruh tubuh. Lama kontraksi kurang lebih 30 detik. 2) Periode Dilatasi / Diastol, adalah keadaan dimana jantung mengembang katup bikuspidalis dan katup trikuspidalis terbuka sehingga darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra, darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk melalui vena, melalui vena kava masuk ke atrium dekstra. 3) Periode Istrahat, yaitu periode antara kontriksi dal dilatasi, dimana jantung berhenti kira-kira 1 / 10 detik. Pada waktu istrahat jantungakan menguncup 70-80 kali permenit. Pada
  • 21. 21 tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ka aorta sebanyak 60-70 cc. Pada waktu aktivitas kecepatan jantung bisa mencapai 150 kali permenit dengan daya pompa 20-25 liter permenit. Setiap menit jumlah volume darah yang tepat sama sekali dialirkan dari vena ke jantung. Apabila pengambilan dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan darah vena naik dan dalam jangka waktu lama bisa menjadi Oedem, (Syaifuddin, 2005). 4. Etiologi Penyebab kegagalan jantung kongestif dibagi atas dua kelompok, yaitu : a. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti : Infark Miokardium, Miokarditis, Fibrosis Miokardium, dan Eneurisma Ventrikular. b. Gangguan yang ventrikel dibagi atas : 1) Preload adalah volume darah ventrikel pada akhir diastole. Kontraksi jantung menjadi kurang efektif apabila volume ventrikel sudah melampaui batasnyan. Meningkatnya preload dapat diaakibatkan oleh
  • 22. 22 regusgitasi aorta atau mitral, terlali cepat pemberian cairan infus terutama pada pasien lansia dan anak kecil. 2) Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh (sistem sirkulasi). Meningkatnya afterload dapat diakibatkan oleh stenosis aorta, stenosis pulmonal, hipertensi sistemis dan hipertensi pulmoonal. Penyakit jantung hipertensi adalah perubahan pada jantung sebagai akibat dari hipertensi yang berlangsung terus menerus dan meningkatkan afterload. Jantung membesar sebagai kompensasi terhadap beban pada jantung. Apabila hipertensi tidak teratasi, kegagalan jantung dapat terjadi, (Mary Baradero, dkk, 2008). Gagal jantung kongestif disebabkan oleh : a. Kelainan otot jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena tergangguanya aliran darah ka otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
  • 23. 23 miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. d. Peradangan dan penyakitmiokardium degeneratif behubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun, (Brunner & Suddart, 2005). 5. Patofisiologi Kelainan dasar pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjaddi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajad peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan atrium kiri (LAP)karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman
  • 24. 24 kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjaddi endema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap enjeksi ventrikal kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada janntung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik. Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat : a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis b. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rening- angiotensin-aldosteron, dan c. Hipertrofi ventrikel. Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai
  • 25. 25 untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istrahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakinkurang efektif. Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitasmenyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (miasal, berkurang jumlah keluaran urinedan kelemahan tubuh). Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja janttung dan kebutuhan oksigen miokardium (MV02), juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MV02. Jika peningkatan MV02 ini tidak dapat dipenuhi denngan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia
  • 26. 26 miokardium dan ggangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 6. Tanda dan Gejala Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan gangguan pemompaan, gagal jantung terbagi atas : a. Gagal janttung kiri Pada gagal jantung kiri terjadi Dyspneu d effort, fatig, ortopnea, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving bunyi derap S3 dan S4, pernapasan chynestokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. b. Gagal jantung kanan Pada gagal jantung kanan timbul : 1) Fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung 2) Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan Hipertrofi jantung kanan heaving ventrikal kanan irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting.
  • 27. 27 c. Gagal Jantung Kongestif Terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan New York Heart Association (NYHA) membuat kalsifikasi fungsional dalam empat kelas : 1) Kelas 1, Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan 2) Kelas 2, Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan 3) Kelas 3, Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari- hari tanpa keluhan 4) Kelas 4, Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. Gagal jantung kongestif dibagi dalam : 1) Kriteria mayor : a) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea b) Peningakatan tekanan vena jugularis c) Ronki basah tidak nyaring d) Kardiomegali e) Edema paru akut f) Irama derap S3 g) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O h) Refluks hepatojugular 2) Kriteria minor
  • 28. 28 a) Edema pergelangan kaki b) Batuk malam hari c) Dyspneu d effort d) Hepatomegali e) Efusi pleura f) Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum g) Takikardi > 45 kg dalam 5 hari setelah terapi 7. Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul akibat dari dekompensasi kordis yaitu sebagai berikut : a. Gagal jantung kongestif b. Syok kardiogenik c. Ruptur jantung d. Tromboembolisme e. Perikarditis f. Distrimia
  • 29. 29 8. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali corakkan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis kerley, A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. b. Fungsi EKG, untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard daan aritmia. c. Menurunkan beban jantung. Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diretik dan vasodilator. 1) Diet rendah garam Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV. Penggunaan diuretik, digoksin dan mengahmbat Angiotensin Convertiny Enzyme (ACE) diperlukan, mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan kelas III diberikan : a) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80mg) b) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus c) Pengahmbat ACE (kaptopril mulai dari dosis 2x6,24mg atau setara penghambat ACE yang lain. Dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikkan tekanan darah pasien). Isosorbit
  • 30. 30 Dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3x10-15mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap 2) Diuretik Yang digunakan furosemid 40-80mg per oral. Dosis penunjang rata-rata 20mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kaliun atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklotiazid, klotalidon, amilorid, dan asma etaktrinat. 3) Vasodilator a) Nitro gliserin 0,4-0,6mg sublingual atau 0m2-2ug / kg / BB / menit IV. b) Nitroprusdi 0,5-1ug / kg / BB / menit IV c) Prazosin peroral 2-5mg d) Penghambat ACE kaptopril 2x6,25mg
  • 31. 31 B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan Keperawatan adalah merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan integral dari pelayanan dalam bentuk biologi, psikologi, sosial dan spritualyang komprehensif, ditujukan kepada keluarga, individu dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit, mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Dimana pelayanan yang diberikan untuk membantu memecahkan masalah klien, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia dengan melalui pendekatan yang sistematis, (Carpenito, 2005). 1. Pengkajian Pengkajian adalah langka awal dari tahap proses keperawatan yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien, (Hidayat, 2003). a. Pengumpulan data Pengumplan data merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan klien, biasanya mengguanakan anamnesa atau wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi. Data diperoleh dari klien sendiri, keluarga klien atau orang lain yang ada hubungannya dengan klien, catatan medik, serta tim kesehatan lainnya, (Nursalam, 2005).
  • 32. 32 1) Biodata a) Identitas Klien Identitas klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, dan alamat. b) Identitas penanggung jawab Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat c) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat Kesehatan Sekarang (a) Keluhan Utama Keluhan uatama adalah keluhan yangg paling dirasakan oleh klien pada saat pengkajian. Pada klien dengan Dekompensasi Kordis keluhan pada umumnya adalah persaan sulit bernapas. (b) Riwayat Keluhan Utama Menggambarkan keadaan kesehatan sejak pertama kali dirasakan hingga saat dilakukan
  • 33. 33 pengkajian dengan menggunakan analisa symptom metode PQRST. 1) Provocative / paliatif, apa yang menjadi penyebab hal-hal yang meringankan dan hal-hal yangg memperberat keadaan. Klien mengalami sesak napas sehingga mengalami kesulitan bernapas. 2) Qualitatif / quantitatif, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya dan seberapa sering terjadi. Keluhan dirasakan secara terus menerus. 3) Region / radiation, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apakah menyebar kearea lain, daerah atau area penyebarannya. Keluhan dirasakan pada dada disertai nyeri pada ulu hati. 4) Severity / scale, skala kegawatan, dapat digunakan skala ringan, sedang, dan berat. Sesak napas dirasakan pada skala sedang.
  • 34. 34 5) Timing, kapan keluhan tersebut ditemukan dan dirasakan, seberapa sering keluhan tersebut dirasakan terjadi, apakah terjadi secara mendadak atau bertahapdan kronis. Ketika bekerja atau bergerak klien mengalami sesak napas dan berhenti ketika beristrahat. (2) Riwayat Kesehatan Dahulu Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Klien belum pernah masuk rumah sakit. Tidak riwayat alergi obat- obatan dan makanan. Biasanya klien mengalami sesak napas ketika bekerja dan berkurang ketika beristrahat. (3) Riwayat Kesehatan Keluarga Dengan mengggunakan genogram tiga generasi, apakah dalam keluarga klien ada yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien, adakah penyakit keturunan dalam keluarga misalnya DM, Hipertensi, dsb.
  • 35. 35 d) Riwayat Psikososial Setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti mengalami gangguan psikologi baik itu sendiri maupun keluarga, bisa berupa depresi, gelisah / cemas dan denial. e) Riwayat Spiritual Hal-hal yang perlu dikaji adalah bagaimana pelaksanaan ibadah sebelum dan selama sakit. Biasanya klien melakukan ibadah secara sempurna. f) Pola Aktivitas Sehari-hari Yang perlu dikaji dalam kegiatan sehari-hari adalah : (1) Nutrisi Bagaimana kebisaan makan klien, apakah ada perubahan selama dirumah sakit, dan perlu dikaji frkuensi, makan yang disukai. Biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan. (2) Eliminasi Bagaimana pola eliminasi BAK dan BAB, apakah ada perubahan selama sakit atau tidak. Biasanya klien tidak ada keluhan saat BAK dan BAB. (3) Istrahat Tidur Bagaimana kebiasaan istrahat klien, apakah ada perubahan atau tidak. Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada pola tidur.
  • 36. 36 (4) Olahraga dan Aktivitas Bagaimana kebiasaan olahraga dan aktivitas klien, apakah ada perubahan selama sakitatau tidak. Biasanya klien mengalami sesak pada saat beraktivitas atau bekerja berat atau ringan. (5) Personal Hygiene Bagaimana kebiasaan mandi klien, apakah ada perubahan selama sakit atau tidak. Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada personal hygiene. g) Pemeriksaan Penunjang (1) EKG Adanya distrimia pada monitor EKG, pada rekam EKG lengkap adanya T inferted, ST depresi atau Q patologis. (2) Laboratorium (a) Darah Rutin : adanya penuurunan haemoglobin, peningkatan hematokrit, peningkatan trombosit. (b) Kadar Enzim : adanya peningkatan CK CKMB. (c) Fungsi Ginjal : adanya peningkatan nitrogen urea darah, peningkatan atau penurunan kalium serum.
  • 37. 37 (d) Fungsi Hati : glukosa serum meningkat. (e) Profil lipid meningkat. b. Pengelompokka Data Pengelompokan data adalah mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi klien terdiri atas data subyektif dan data objektif, (Carpeniti, 2005). c. Analisa Data Analisa data adalah proses intelektual yaitu mentabulasi, menyelidiki, mengklasifikasi, dan mengelompokkan data serta menghubungkan untuk menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosakeperawatan biasanya ditemukan data subyektif dan obyektif, (Carpenito, 2005). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjeelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawatan secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervenssi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah, (Carpenito, 2005).
  • 38. 38 Menurut Carpenito (2005), diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan gangguan sistem Kardiovaskuler, Dekompensasi Kordis sebagai berikut : 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokardium. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar oksigen dengan kebutuhan. 3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveola kapiler 4) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. 5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung dan implikasi penyakit jantung. 3. Perencanaan Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk mengurangi, atau mengoreksi masala-masalah yang diidentifikasi pada diiagnosa keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kegiatan perencanaan meliputi : menetapkan tujuan, merumuskan intervensi dan rasional, (Nursalam, 2008). Perencanaan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan :
  • 39. 39 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokardium Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi. Kriteria : a) Tanda-tanda vital dalam batas normal, (disritmia terkontrol atau hilang), dan bebas gejala gagal jantung miisalnya haluaran urine adekuat. b) Ppenurunan episode dispnea, angina. c) Ikut serta dalam aktivitas yangg mengurangi beban kerja jantung. Intervensi : (1) Kaji feruensi, irama jantung Rasional : Tanda vital dapat meningkat pada ggagal jantung. Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istrahat untuk mengkompenssasi peenurunan kontraktilitas venntrikuler). (2) Pantau haluaran urine, catatpenurunan haluaran dan kepekatan atau konsentrasi urine. Rasional : Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan kejaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur..
  • 40. 40 (3) Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, bingung disorientasi, cemas dan depresi. Rrasional : Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder pada penurunan curah jantung. (4) Berikanistrahat dengan lingkungan yang tenang dan pada tempat tidur atau kursi dengan posisi semi rekumben Rasional : Istrahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen miiokard dan kerja berlebihan. (5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan efek hipoksia ataau iskemia. (6) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi, diuretik, vasodilator, dan captopril. Rasional : Diuretik berpengaruh terhadap reabsorbsi natrium dan air, vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahnan vaskuler sistemik juga kerja venttrikel. Captopril digunakan untuk mengontrol
  • 41. 41 gagal jantung dengan mengahmbat konversi angiontensin dalam paru dan menurunkan vaso kontriksi dan TD. (7) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi dan hindari cairan garam. Rasional : Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan. Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkab retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara oksigen dengan kebutuhan. Tujuan : Intoleransi aktivitas dapat teratasi. Kriteria : (8) Berpartisipasi pada aktivitas yang didinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri. (9) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. (10) Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas. Intervensi : a) Kaji tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas
  • 42. 42 Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas kaarena pengaruh fungsi jantung. b) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, pucat dan berkeringat. Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada ferkuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. c) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. d) Berikan bantuan dalam aktivitas perwatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dan periode istrahat. Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi sters miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan.
  • 43. 43 e) Kolaborasi dalam implementasiprogram rehabilitasi jantung atau aaktivitas. Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila disfungsi jantungtidak dapat membaik kembali. 3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveola kapiler ditandai dengan : Tujuan : Resiko tinggi gangguan pertukaran gas tidak terjadi. Kriteria : (1) Pasien bebas dari gejala dietres pernapasan (dispnea, sianosis, penggunaan alat baantu pernapasan) (2) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam batas kemampuan atau situasi. Intervensi : a) Kaji frekuensi, kedalam pernapasan dan gerakan dada Rasional : Takipnea, pernapasan daangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjsadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
  • 44. 44 b) Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen. c) Anjurkan perubahan posisi sering Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. d) Pertankan dduduk dikursi atau tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi powler, sokong tangan dengan bantal. Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhaan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal. e) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan. f) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, diuretik Rasional : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
  • 45. 45 4) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, ditandai dengan : Tujuan : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Kriteria : (3) Mempertahnkan integritas kulit (4) Mendemonstrasikan prilaku atau tekhnik mencegah kerusakan kulit. Intervensi : a) Observasi keadaan kulit, adanya edema, area sirkulasi terganggu atau pigmentasi, kegemukan atau kurus. Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik, dan gangguan status nutrisi. b) Pijat area kemerahan atau yang memuth Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. c) Ubah posisi sering diatas tempat tidur atau kursi, bantu latihan rentang gerak pasif atau aktif Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
  • 46. 46 d) Berikan perawatan kulit, meminimalkan dengan kelembaban atau ekskresi Rasonal : Terlalu kering atau leembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan. e) Kolaborasi dalam pemberian tekanan alternatif atau kasur, perlindungan siku atau tumit Rasional : Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi. 5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung dan implikasi penyakit jantung, ditandai dengan : Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisinya. Kriteria : (5) Mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi (6) Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi cepat (7) Mengidentfikasi stres pribadi ataau faktorresiko dan beberapa tehnik untuk menangani (8) Melakukan perubahan pola hidup atau prilaku yang perlu.
  • 47. 47 Intervensi : a) Diskusikan fungsi jantung normal Rasional : Untuk pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan kataatan pada program pengobatan. b) Kuatkan rasional pengobatan Rasional : Pasien percaya bahwa pengubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejal atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksasebrasi gejala. Pemahaman program, obat, dan pembatasan dapat meningkatkan kerja sama untuk mengontrol gejala. c) Diskusikan pentngnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan dan istrahat diantara aaktivitas Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung. d) Diskusikan pentingnya pembatasan natrium Rasional : Pemasukan diet natrium diatas 3 garam per hari akan menhasilkan efek diuretik.
  • 48. 48 e) Diskusikaan obat, tujuan dan efek samping. Berikan intruksi secara verbal dan tertulis Rasional : Pemahaman kebutuhan terpeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat. f) Jalaskan dan diskusikan dalam mengontrol faktor resiko (contoh meroko), dan faktor pencetus dan pemberat (contoh diet tinggi garam, tidak aktif atau terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrim). Rasional : Dapat mencegah terjadinya atau kambuhnya kembali penyakit yang diderita. g) Berikan kesempatan klien atau orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalam dan membuat perubahan pola hidup yang perlu Rasional : Kondisi kronis dan berulang menguatkan kondisi GJK, sering melemahkan kemampuan koping, dan kapasitas dukungan klien dan orang terdekat, dan menimbulkan depresi.
  • 49. 49 4. Implementasi Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Dalam pelaksanaan ini perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, kondisi dan keadaan klien yang ada dilapangan, (Nursalam, 2008). 5. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat padda tahap perencanaan, (Hidayat, 2005). Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan keperawatan berhasil dicapai atau tidak. Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian ulang denga mengajukan beberapa masalah apakah mengalami perubahan yang ditinjau berdasarkan tujuan rencana keperawatan seperti sesak, gangguan perfusi jaringan, ansietas, intoleransi terhadap aktivitas, pemahaman tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
  • 50. 50