PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
Model pembelajaran inovatif tipe jigsaw
1. MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF TIPE JIGSAW
Makalah dibuat untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Model Pembelajaran Inovatif
pada Semester 4
Dosen Pengampu :
Dr. Elly Susanti, M.Pd
Weni Dwi Pratiwi, S.Pd., M.Sc
Dibuat oleh :
Adelia Afissa (06081381520045)
Kiki Ismayanti (06081181520008)
Renni Juli Yanna (06081181520076)
Robi’atul Bangka Wiyah (06081281520069)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016/2017
2. Kata Pengantar
Penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah
SWT karena masih diberi nikmat kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF TIPE
JIGSAW” tanpa ada hambatan tempat dan waktu. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Model Pembelajaran Inovatif pada semester empat.
Atas dukungan dari dosen pengampu dan teman-teman, penulis
mengucapkan terima kasih. Selain itu, untuk orang tua dan keluarga penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena atas motivasinyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan seperti pepatah mengatakan tidak ada gading yang tak retak. Untuk
itu, penulis meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah
ini.
Selesainya penulisan makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca
untuk memberikan kritik maupun saran agar penulis dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Indralaya, 20 April 2017
Penulis
3. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi
pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,
diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran.
Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan
pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan
rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional,
tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang
dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses
pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah
dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran
ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode
konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga
suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini
cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada
penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam
penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa
hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit
peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran
menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat
membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik.
Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan
4. menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh
kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat
diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar
berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar
suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan
dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
dalam Pembelajaran”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian Pembelajaran Cooperative Learning?
1.2.2 Apa tujuan Pembelajaran Cooperative Learning?
1.2.3 Apa pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Jigsaw?
1.2.4 Apa Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Jigsaw?
1.2.5 Apa Faktor Penghambat Model Pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Jigsaw?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Pembelajaran Cooperative Learning
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Jigsaw
1.3.4 Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Jigsaw
1.3.5 Untuk mengetahui Faktor Penghambat Model Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Jigsaw
5. BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003
menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran,
guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami
berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa
untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran
Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok
yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok
(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw adalah satu jenis pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw
menggabungkan konsep pengajaran pada teman sekelompok atau teman sebaya
dalam usaha membantu belajar. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Model jigsaw pada hakekatnya model pembelajarankooperatif yang berpusat
pada siswa. Siswa mempunyai peran dan tanggung jawab besar dalam
pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilisator dan motifator. Tujuan model
Jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif
dan penguasaan pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh
siswa apabila siswa mempelajari materi secara individual. Dalam metode Jigsaw
ini siswa dibagi menjadi dua kelompok yaitu “kelompok awal” dan “kelompok
ahli”. Setiap siswa yang ada dalam” kelompok awal” mengkhususkan diri pada
satu bagian dalam sebuah unit pembelajaran. Siswa dalam “kelompok awal” ini
kemudian dibagi lagi untuk masuk kedalam “kelompoka ahli”
untukmendiskusikanmateri yang berbeda. Siswa kemudian kembalike “kelompok
6. awal” untuk mendiskusikan materi hasil “kelompok ahli” pada siswa “kelompok
awal”. Dalam konsep ini siswa harus bisa mendapat kesempatan dalam proses
belajar supaya semua pemikiran siswa dapat diketahui.
Pembelajaran model Jigsaw menuntut setiap siswa untuk bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi
tersebut kepada anggota kelompok lainnya.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran
gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model
pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok,
tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus
diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
7. 2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung
jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses
ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran
kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada
table berikut ini
8. Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
FASE – FASE TINGKAH LAKU GURU
FASE 1. Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
FASE 2. Menyajikan
informasi
Guru menyajikan kepada siswa dengan jalan
demontsrasi atau lewat bahan bacaan
FASE 3. Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa begaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efesien
FASE 4. Membimbing
kelompok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
FASE 5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.
FASE 6. Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok
2.2 Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional
yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
9. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.
(2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada
siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang
dalam keterampilan sosial.
2.3 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
10. Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode
Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6
orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari
dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,
1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
11. siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
• Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi
tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa
dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang
disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa
mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana
bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal
suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai
sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran,
maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa
dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan
kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau
dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang
ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
• Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang
telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran
yang telah didiskusikan.
• Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
12. • Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke
skor kuis berikutnya.
• Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
• Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru
maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan
mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat
menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran
Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative
Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap
proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang
menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran
Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat
mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan
baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran
Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan
diajarkan.
13. 2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas
heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative
Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan
informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Jigsaw
Kelebihan
1. Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggung jawab terhadap
proses belajarnya.
2. Mendorong siswa untuk berfikir kritis
3. Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yang dimiliki
untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam
kelompok tersebut.
4. Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa
dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
Kekurangan
1. Kegiatan belajar-mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding
model yang lain.
2. Bagi guru model ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap
kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.
2.5 Faktor Penghambat Model Jigsaw
Tidak selamanya proses belajar dengan model jigsaw berjalan dengan lancar.
Ada beberapa hambatan yang dapat muncul, yang paling sering terjadi adalah
14. kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini.Peserta didik dan
pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, dimana pemberian
materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu,
proses model ini membutuhkan waktu yang lebih banyak, sementara waktu
pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
15. BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan
nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat.
Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara
bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan
menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat
mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan
kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative
Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini
benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw
belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat
membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
3.2 Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari
dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa
berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah,
model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena
suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih
terdorong untuk belajar dan berpikir.