SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Detergen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain,
detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short therm
function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang
rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006)
Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat
konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah
Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009).
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada
umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau
minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus utama
surfaktant adalah ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel, maka pada
tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama
surfaktant LAS (Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen
Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl
benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai
lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah,
stabil dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS
lebih sukar diuraikan secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS
telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai
larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam
produk deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta
dan busanya melimpah (Anonimous, 2009).
Bahan – bahan yang umum terkandung pada deterjen adalah :
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktant terbagi atas jenis anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS),
sedangkan jenis kedua bersifat kationik (Garam Ammonium) dan jenis yang ketiga bersifat
non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle) serta Amphoterik (Acyl Ethylenediamines).
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan
cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air, dapat berupa Phosphates (Sodium Tri
Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra
Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan
memantapkan sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik,
misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan
langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud
komersialisasi produk. Contohnya enzyme, borax, sodium chloride, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan
tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau
parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Menurut kandungan gugus aktifnya detergen diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras dan
jenis lunak. Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan deterjen
tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan
pencemaran air. Salah satu contohnya adalah Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Sedangkan
detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai, misalnya Lauril Sulfat atau Lauril
Alkil Sulfonat. (LAS).
Pada awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dan
ditambahkan dalam berbagai bentuk produk seperti personal cleaning product (sampo, sabun
cuci tangan), laundry sebagai pencuci pakaian merupakan produk deterjen yang paling
populer di masyarakat, dishwashing product sebagai pencuci alat rumah tangga baik untuk
penggunaan manual maupun mesin pencuci piring, household cleaner sebagai pembersih
rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas
(Arifin, 2008).
Tabel 1. Banyaknya produksi barang yang mengandung B3 Tahun 2004-2006
Uraian
Satuan
2004
2005
2006
Deterjen
Kg
-
-
1.860.770
Deterjen padat untuk keperluan Rumah Tangga
Kg
5.731.000
5.783.071
-
Deterjen bubuk untuk keperluan Rumah Tangga
Ton
227.152
227.191
91.003
Deterjen cream untuk keperluan Rumah Tangga
Ton
240.528
950.295
6.773
Deterjen cair untuk keperluan Rumah Tangga
Ton
30.472
30.472
646
Deterjen lainnya
Lusin
7.052.436
4.955.057
-
Sumber : Statistik Lingkungan Hidup, 2009, BPS, 2009
Dampak Limbah Deterjen terhadap Kesehatan Manusia dan Kesehatan Lingkungan
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau
objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan
meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah
lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen
sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus
diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif
baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen
yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundry merupakan deterjen
anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan
zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-
ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP)
dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate
(SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat
membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan kanker.
Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit,
memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung
tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk
digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain
itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang
mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi
menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5
ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi
bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik,
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan
nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen
terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan
kerang akan mati.
Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan
air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan
organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).
Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob.
Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan Builders.
Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan
magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat
pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya
racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk
hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan
unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang ditandai oleh
ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat
membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah
dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan
(Anonimous, 2009).
Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfat dapat dilakukan dengan
adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate menurun
dengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat
meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion
fosfat dengan shell dilakukan pada suhu yang relatif tinggi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa
detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4
Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air
minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun
jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik).
Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk-produk kimia
(deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable).
ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen
ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif
ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat
menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air sehingga pada
perkembangannnya digantikan dengan LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun
belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak
bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi sampai
90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung rantai
kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena itu
perlu waktu. Penelitian Heryani dan Puji (2008 ) mendapatkan hasil bahwa alam
membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh
bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak
terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS
akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari
gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang
berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini
terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan
pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai.
Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan
kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 – 12
(Ahsan S et al, 2005).
Gambar 2. Pertumbuhan Eceng Gondok Akibat Pencemaran Limbah Deterjen
Gambar 3. Eutrofikasi Sungai/Danau yang Tercemar Deterjen
Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/liter)
(kg/hari.Hari)
BOD5
50
4.3
COD
100
8.6
TSS
200
17.2
pH
6.0 - 9.0
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

More Related Content

What's hot

Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahSeptya Kaunang
 
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...Ghearika Sriwijatno
 
Pengolahan limbah gas dan b3
Pengolahan limbah gas dan b3Pengolahan limbah gas dan b3
Pengolahan limbah gas dan b3Nur Chawhytz
 
Pencemaran lingkungan kelas 10
Pencemaran lingkungan kelas 10Pencemaran lingkungan kelas 10
Pencemaran lingkungan kelas 10Yudistira Ydstr
 
Makalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraMakalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraBudinta Lubizz
 
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas Herbisida
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas HerbisidaPengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas Herbisida
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas HerbisidaRosma Susiwaty Situmeang
 
Potensi biodegradasi limbah cair tekstil
Potensi biodegradasi limbah cair tekstilPotensi biodegradasi limbah cair tekstil
Potensi biodegradasi limbah cair tekstilEvtriyandani Evtri
 
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidupPencemaran dan pelestarian lingkungan hidup
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidupeloksksm
 
Fitoremediasi lingkungan tercemar pb
Fitoremediasi lingkungan tercemar pbFitoremediasi lingkungan tercemar pb
Fitoremediasi lingkungan tercemar pbGregorio Antonny Bani
 

What's hot (20)

Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
 
Bioremidasi
BioremidasiBioremidasi
Bioremidasi
 
Bioremediasi
Bioremediasi Bioremediasi
Bioremediasi
 
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...
PEMANFAATKAN BUNGA MATAHARI ( Helianthus annuus Less ) DALAM UPAYA MENANGANI ...
 
Penangan limbah
Penangan limbahPenangan limbah
Penangan limbah
 
Pengolahan limbah gas dan b3
Pengolahan limbah gas dan b3Pengolahan limbah gas dan b3
Pengolahan limbah gas dan b3
 
Pencemaran
PencemaranPencemaran
Pencemaran
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Pencemaran lingkungan kelas 10
Pencemaran lingkungan kelas 10Pencemaran lingkungan kelas 10
Pencemaran lingkungan kelas 10
 
Makalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraMakalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapra
 
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas Herbisida
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas HerbisidaPengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas Herbisida
Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Gulma dan Efektivitas Herbisida
 
Potensi biodegradasi limbah cair tekstil
Potensi biodegradasi limbah cair tekstilPotensi biodegradasi limbah cair tekstil
Potensi biodegradasi limbah cair tekstil
 
PPT Biologi Bab Pencemaran Lingkungan
PPT Biologi Bab Pencemaran LingkunganPPT Biologi Bab Pencemaran Lingkungan
PPT Biologi Bab Pencemaran Lingkungan
 
Inhibitor
InhibitorInhibitor
Inhibitor
 
Pengolahan Limbah Padat Industri
Pengolahan Limbah Padat IndustriPengolahan Limbah Padat Industri
Pengolahan Limbah Padat Industri
 
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidupPencemaran dan pelestarian lingkungan hidup
Pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup
 
Pengolahan Air Limbah PPT
Pengolahan Air Limbah PPTPengolahan Air Limbah PPT
Pengolahan Air Limbah PPT
 
2 ts11937
2 ts119372 ts11937
2 ts11937
 
Fitoremediasi lingkungan tercemar pb
Fitoremediasi lingkungan tercemar pbFitoremediasi lingkungan tercemar pb
Fitoremediasi lingkungan tercemar pb
 
Kuliah 10 & 11
Kuliah 10 & 11Kuliah 10 & 11
Kuliah 10 & 11
 

Viewers also liked

1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China
1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China
1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of ChinaJianhua Chen
 
Digital spice route
Digital spice routeDigital spice route
Digital spice routeterryhma
 
Google Webmaster Tools - Beginner's Guide
Google Webmaster Tools - Beginner's GuideGoogle Webmaster Tools - Beginner's Guide
Google Webmaster Tools - Beginner's GuideJahid Hasan
 
Plano de mídia por Lucas Andrade
Plano de mídia por Lucas AndradePlano de mídia por Lucas Andrade
Plano de mídia por Lucas AndradeLucas Lopes Andrade
 
SW company information
SW company informationSW company information
SW company informationwong samuel
 
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016Jirka Chomát
 
Moon phases
Moon phasesMoon phases
Moon phasesbcross14
 
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.Lovebrand
 
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOS
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOSCapitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOS
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOSJoel Freddy
 
Google Webmaster Guidelines 2016 - Updated
Google Webmaster Guidelines 2016 - UpdatedGoogle Webmaster Guidelines 2016 - Updated
Google Webmaster Guidelines 2016 - UpdatedSher Thapa
 
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016BrandBakers
 
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge Base
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge BaseFacebook Remarketing - The Essential Knowledge Base
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge BaseMix Digital Marketing Agency
 
Power Point_Intro to Distributors-compressed
Power Point_Intro to Distributors-compressedPower Point_Intro to Distributors-compressed
Power Point_Intro to Distributors-compressedJo-Ann Chui
 

Viewers also liked (17)

1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China
1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China
1 Cryptography Industry Standard of the People’s Republic of China
 
Manual de organización
Manual de organizaciónManual de organización
Manual de organización
 
Embraer Course
Embraer CourseEmbraer Course
Embraer Course
 
Digital spice route
Digital spice routeDigital spice route
Digital spice route
 
Google Webmaster Tools - Beginner's Guide
Google Webmaster Tools - Beginner's GuideGoogle Webmaster Tools - Beginner's Guide
Google Webmaster Tools - Beginner's Guide
 
Personal Branding
Personal Branding Personal Branding
Personal Branding
 
Plano de mídia por Lucas Andrade
Plano de mídia por Lucas AndradePlano de mídia por Lucas Andrade
Plano de mídia por Lucas Andrade
 
SW company information
SW company informationSW company information
SW company information
 
Presentación1
Presentación1Presentación1
Presentación1
 
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016
Poskytování poradenství a spolupráce s konzultanty — Na volné noze 2016
 
Moon phases
Moon phasesMoon phases
Moon phases
 
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.
ShopCamp 2016: Jak budovat značku e-shopům. Deset tipů.
 
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOS
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOSCapitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOS
Capitulo 4 DISPOSICIÓN FINAL DE RESIDUOS SOLIDOS
 
Google Webmaster Guidelines 2016 - Updated
Google Webmaster Guidelines 2016 - UpdatedGoogle Webmaster Guidelines 2016 - Updated
Google Webmaster Guidelines 2016 - Updated
 
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016
Výzkum aktuálních trendů HR marketingu v ČR 2016
 
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge Base
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge BaseFacebook Remarketing - The Essential Knowledge Base
Facebook Remarketing - The Essential Knowledge Base
 
Power Point_Intro to Distributors-compressed
Power Point_Intro to Distributors-compressedPower Point_Intro to Distributors-compressed
Power Point_Intro to Distributors-compressed
 

Similar to DETERGEN DAN LINGKUNGAN

Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjeEutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjebahriah imam
 
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...innaya18
 
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensi
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensiPercobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensi
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensiRini Wulandari
 
Geografi Pencemaran Air
Geografi Pencemaran AirGeografi Pencemaran Air
Geografi Pencemaran AirNur Rachmawati
 
Zainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidupZainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidupZainal Abidin
 
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green IndustryPencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green IndustryRindi Sulistyani
 
1. pendahuluan MK ekotok.ppt
1. pendahuluan MK ekotok.ppt1. pendahuluan MK ekotok.ppt
1. pendahuluan MK ekotok.pptNadiaSefira
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran airYadhi Muqsith
 
Pencemaran_lingkungan
Pencemaran_lingkunganPencemaran_lingkungan
Pencemaran_lingkunganIwank Gothica
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganIwank Gothica
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahRizki Widiantoro
 
94787439 makalah-pencemaran-lingkungan
94787439 makalah-pencemaran-lingkungan94787439 makalah-pencemaran-lingkungan
94787439 makalah-pencemaran-lingkungantoniarifin1
 
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...aji indras
 
Bahaya jika toren air kotor
Bahaya jika toren air kotorBahaya jika toren air kotor
Bahaya jika toren air kotorHasan Khoso
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganObhy Erry
 
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptPENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptwahyufajar30
 
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptPENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptNovriadi10
 

Similar to DETERGEN DAN LINGKUNGAN (20)

Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjeEutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
 
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...
Filter CIMAN (filter Cuci Aman) Sebagai Penyaring dan Koagulan Sisa Air Deter...
 
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensi
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensiPercobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensi
Percobaan iii analisa zat padat terlarut dan zat padat tersusupensi
 
Pencemaran
PencemaranPencemaran
Pencemaran
 
Geografi Pencemaran Air
Geografi Pencemaran AirGeografi Pencemaran Air
Geografi Pencemaran Air
 
Zainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidupZainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidup
 
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green IndustryPencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
 
1. pendahuluan MK ekotok.ppt
1. pendahuluan MK ekotok.ppt1. pendahuluan MK ekotok.ppt
1. pendahuluan MK ekotok.ppt
 
Laporan toksikologi
Laporan toksikologiLaporan toksikologi
Laporan toksikologi
 
Alga bioindikator
Alga bioindikatorAlga bioindikator
Alga bioindikator
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran air
 
Pencemaran_lingkungan
Pencemaran_lingkunganPencemaran_lingkungan
Pencemaran_lingkungan
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
 
94787439 makalah-pencemaran-lingkungan
94787439 makalah-pencemaran-lingkungan94787439 makalah-pencemaran-lingkungan
94787439 makalah-pencemaran-lingkungan
 
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...
Makalah teknik lingkungan LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN DAMPAKNYA TER...
 
Bahaya jika toren air kotor
Bahaya jika toren air kotorBahaya jika toren air kotor
Bahaya jika toren air kotor
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan
 
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptPENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
 
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).pptPENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (4).ppt
 

DETERGEN DAN LINGKUNGAN

  • 1. Detergen Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006) Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009). Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009). Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus utama surfaktant adalah ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel, maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS (Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah (Anonimous, 2009). Bahan – bahan yang umum terkandung pada deterjen adalah : 1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant terbagi atas jenis anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), sedangkan jenis kedua bersifat kationik (Garam Ammonium) dan jenis yang ketiga bersifat non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle) serta Amphoterik (Acyl Ethylenediamines). 2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air, dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat). 3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium sulfate 4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contohnya enzyme, borax, sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
  • 2. Menurut kandungan gugus aktifnya detergen diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras dan jenis lunak. Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan deterjen tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air. Salah satu contohnya adalah Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Sedangkan detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai, misalnya Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). Pada awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dan ditambahkan dalam berbagai bentuk produk seperti personal cleaning product (sampo, sabun cuci tangan), laundry sebagai pencuci pakaian merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat, dishwashing product sebagai pencuci alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring, household cleaner sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas (Arifin, 2008). Tabel 1. Banyaknya produksi barang yang mengandung B3 Tahun 2004-2006 Uraian Satuan 2004 2005 2006 Deterjen Kg - - 1.860.770 Deterjen padat untuk keperluan Rumah Tangga Kg 5.731.000 5.783.071 - Deterjen bubuk untuk keperluan Rumah Tangga Ton 227.152 227.191 91.003 Deterjen cream untuk keperluan Rumah Tangga Ton 240.528 950.295 6.773 Deterjen cair untuk keperluan Rumah Tangga Ton 30.472 30.472 646 Deterjen lainnya Lusin 7.052.436 4.955.057
  • 3. - Sumber : Statistik Lingkungan Hidup, 2009, BPS, 2009 Dampak Limbah Deterjen terhadap Kesehatan Manusia dan Kesehatan Lingkungan Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya. Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundry merupakan deterjen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl- ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker. Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa. Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005). Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan Builders. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk
  • 4. hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonimous, 2009). Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfat dapat dilakukan dengan adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate menurun dengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion fosfat dengan shell dilakukan pada suhu yang relatif tinggi. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik). Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk-produk kimia (deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’. Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air sehingga pada perkembangannnya digantikan dengan LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme. LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena itu perlu waktu. Penelitian Heryani dan Puji (2008 ) mendapatkan hasil bahwa alam membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS. Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi. Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 – 12 (Ahsan S et al, 2005).
  • 5. Gambar 2. Pertumbuhan Eceng Gondok Akibat Pencemaran Limbah Deterjen Gambar 3. Eutrofikasi Sungai/Danau yang Tercemar Deterjen Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/liter) (kg/hari.Hari) BOD5 50 4.3 COD 100 8.6 TSS 200 17.2 pH 6.0 - 9.0 Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri