1. 78
BAB III
PENGUJIAN KONVEKSI
3.1 PENDAHULUAN
Pada peristiwa perpindahan panas secara konveksi, perpindahan panas terjadi karena
terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran
entalpi, bukan aliran panas [1].
Gambar 3.1 Skema Perpindahan Panas Konveksi [2].
Pengelompokan aliran pada perpindahan konveksi berdasarkan dari bilangan
reynolds. Jenis aliran ada 2 yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar
dimana bilangan Reynold ≤ 2300 dan aliran turbulen jika bilangan Reynold ≥ 2300.
Perpindahan panas secara konveksi penting hal ini karena banyaknya penggunaan
perpindahan panas konveksi dalam kehindupan sehari-hari contohnya yaitu pendinginan
radiator pada mesin mobil. Pendinginan air radiator pada mobil memanfaatkan
perpindahan panas secara konveksi.
2. 79
3.2 DASAR TEORI
Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya didasarkan
pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan kalor. Perpindahan panas akan terjadi
apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda. Panas akan berpindah dari
temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Panas dapat berpindah dengan tiga
cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Panas akan berpindah secara estafet dari
suatu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada peristiwa konveksi,
perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi
dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas [1].
Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa.
Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya
apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada
fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar,
seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].
Gambar 3.2 menunjukkan skema dari konveksi paksa
Gambar 3.2 Skema konveksi paksa [3].
3. 80
Gambar 3.3 menunjukkan skema dari konveksi alami
Gambar 3.3 Skema konveksi alami [3].
3.2.1 Pengetahuan Umum Konveksi
Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa.
Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya
apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada
fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar,
seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].
Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara
benda dengan fluida sekelilingnya. Dapat dirumuskan menjadi
Q = h.A.(To - T∞).
Dimana :
Q = laju perpindahan kalor (W)
h = koefisien perpindahan panas (W/m2K)
A = Luas permukaan objek (m2)
To = Temperatur permukaan objek (K)
T∞ = Temperatur lingkungan/fluida (K) [4].
4. 81
Laju perpindahan kalor (Q) merupakan besarnya perpindahan panas yang terjadi
terhadap suatu objek. Koefisien perpindahan panas (h) merupakan koefisien konveksi
aliran. Luas permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan
panas. Ada beberapa rumus luasan yaitu :
a. Pada plat datar (A = P x L)
b. Pada silinder (Ar = 2πrL)
Gradien temperatur (∆T) merupakan selisih temperatur antara temperatur objek dan
temperatur lingkungan/fluida [5].
3.2.2 Tujuan Praktikum Konveksi Paksa
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk
variasi tertentu seperti laju alir, temperatur udara keluar dan temperatur dinding
pada pipa horizontal.
2. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan
kecepatan laju alir dan bilangan Nusselt untuk mengetahui temperatur dinding
[1].
3.2.3 Rumus Perhitungan Konveksi Paksa
Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re),
Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Ketiga bilangan ini membentuk persamaan:
Nud = C . Red
m . Prn
Ket : Nud = Bilangan Nusselt
Red = Bilangan Reynold
Pr = Bilangan Prandtl
n = 0,4 (Pemanasan)
0,3 (Pendinginan)
Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan [6].
5. 82
1. Bilangan Reynold
Bilangan tak berdimensi yang mengukur rasio gaya inersia dari fluida dengan
viskositas. Digunakan untuk menentukan kriteria aliran laminar dan turbulen [5].
𝑅𝑒 𝑑 =
𝜌𝜇 𝑚 𝑑
𝜇
Ket: Red = bilangan Reynold
µm = laju aliran udara (m/s)
ρ = massa jenis (kg/m3)
d = diameter (m)
µ = viskositas fluida (kg/m.s)
Batasan:
- Aliran Laminar (Re ≤ 2300)
- Aliran Turbulen (Re ≥ 2300) [1].
2. Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl merupakan bilangan yang digunakan sebagai perbandingan
viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida.
Pr =
a
v
=
k
cp
.
Dimana: v = viskositas kinematik
a = difusivitas termal (m2/s)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Cp = koefisien panas gas (kJ/kg.°C) [6].
Untuk aliran dalam pipa, seperti halnya aliran melewati plat datar profil
kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan
Prandtl satu.
3. Bilangan Nusselt
6. 83
a. Aliran laminar berkembang penuh
Nud = 1,86(Red x Pr)
1
3⁄
(
D
L
)
1
3⁄
(
μ
μw
)
1
3⁄
Batasan Red.Pr
𝐷
𝐿
> 10
Ket: Nud= bilangan Nusselt
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
µw= viskositas dinding (kg/m.s)
D = diameter pipa (m)
L = panjang pipa (m) [6].
b. Aliran turbulen berkembang penuh
Berdasar Sneider & Tate:
Nud = 0,027 Red
0,8
Pr
1
3⁄
(
μ
μw
)
0,14
Ket: Nud = bilangan Nusselt
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
µw= viskositas dinding (kg/m.s) [1].
c. Aliran turbulen berkembang penuh pada tabung licin
Nud = 0,023. Red
0,8.Prn
Batasan : n = 0,4 (Pemanasan)
n = 0,3 (Pendingin)
0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya
didalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida) [6].
4. Variabel perpindahan panas konveksi
7. 84
Q = h. A.∆T
Keterangan : 𝑸 = Perpindahan Kalor (joule)
h = Koefisien Konveksi
A = Luas Penampang (m2)
T = Suhu (kelvin)
5. Koefisien Perpindahan Kalor
udN
D
k
h (W/m2.oC)
Dimana : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)
K = konduktivitas termal (W/m.oC)
Nud = Nusselt number [1].
6. Pemanas Heater
Qheater = h. 2π. r. L ( Tw- Tb ) (Watt)
Ket: Q = Banyaknya kalor (Watt)
h = Koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)
r = Jari-jari (m)
L = Panjang Pipa (m)
Tb = Temperatur udara keluar (°C)
Tw = Temperatur dinding (°C) [6].
7. Suhu Limbak/Suhu Film
2
bw
f
TT
T
Ket: fT = Suhu film (°C)
8. 85
Untuk konsep suhu limbak (bulk temperatur) yaitu perpindahan kalor yang
melibatkan aliran dalam saluran tertutup, energi total yang ditambahkan dapat
dinyatakan dengan beda suhu-limbak:
𝑄̇ = 𝑚̇ 𝑐 𝑝(𝑇 𝑤 − 𝑇𝑏)
Ket : 𝑚̇ = massa per satuan waktu (m/kg)
cp = kalor jenis pada tekanan konstan(Joule/Kg oC)
Tw = temperatur dinding (0C)
Tb = temperatur bulk (0C) [6].
3.2.4 Aplikasi Konveksi Paksa
Gambar 3.5 Skema Perpindahan Panas pada Radiator [7].
Salah satu aplikasi konveksi paksa adalah kipas pada radiator mobil. Konveksi paksa
terjadi ketika kipas radiator pada mobil berputar dan menghasilkan tekanan udara ke
radiator yang menyebabkan cairan radiator pada mesin temperaturnya turun.
9. 86
3.2.5 Alat dan Prosedur Pengujian
3.2.5.1 Bagian – Bagian Alat Beserta Fungsinya
Gambar 3.6 Skema Peralatan Konveksi Paksa [1].
1. Dioda Weatstone
Berfungsi untuk menyearahkan arus listrik
Gambar 3.7 Dioda Weatstone [8].
2. Anemometer
Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida) pada waktu awal dan
suhu fluida keluar
Gambar 3.8 Anemometer [9].
Display Termo kopel
10. 87
3. Watt Meter
Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk
Gambar 3.9 Watt Meter [8].
4. Asbestos
Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah
sambungan pipa
Gambar 3.10 Asbestos [8].
5. Gips
Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke
lingkungan
Gambar 3.11 Gips [8].
11. 88
6. Kawat Filamen
Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi
Gambar 3.12 Kawat filament [10].
7. Regulator
Berfungsi untuk mengatur tegangan yang dikeluarkan
Gambar 3.13 Regulator [8].
8. Pipa Konveksi
Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara).
Gambar 3.14 Pipa konveksi [8].
12. 89
9. Thermo display
Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik).
Gambar 3.15 Thermo display [8].
10. Blower
Berfungsi untuk memberi hembusan (penghembus) udara ke pipa konveksi.
Gambar 3.16 Blower [8].
11. Thermo kopel
Untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik).
Gambar 3.17 Sensor Thermokopel [8].
13. 90
12. Stopwatch
Untuk meegukur waktu kenaikan dan penurunan temperatur .
Gambar 3.18 Stopwatch[8].
3.2.5.2 Prosedur Pengujian
Langkah-langkah pada pengujian ini adalah:
1. Menyambungkan alat-alat ke sumber listrik.
2. Mengatur daya keluaran dengan regulator sebesar 60 watt yang terukur pada watt
meter
3. Mencatat suhu dinding awal pada thermo display dan suhu keluaran awal dengan
anemometer.
4. Mencatat perubahan/kenaikan suhu dinding dan suhu keluaran setiap 30 detik
hingga mencapai steady state (saat suhu dinding dan suhu keluaran tetap sama
selama 5 kali pengambilan)
5. Setelah mencapai steady state, nyalakan blower untuk pengambilan data penurunan
suhu.
6. Mencatat suhu dinding awal, suhu keluaran awal, dan kecepatan awal aliran
7. Mencatat perubahan suhu dinding, suhu keluaran, dan kecepatan aliran setiap 30
detik hingga mencapai steady state.
8. Setelah mencapai steady state, pencatatan dihentikan.
9. Mematikan blower.
17. 94
a. Galat (Error)
ɛT = |
T −𝑇𝑛
T
|x 100 %
ɛT1 = |
36,75−36
36,75
|x 100 % = 2,04 %
ɛT2 = |
33,75−37
36,75
|x 100 % = 0,68 %
ɛT3 = |
33,75−40
36,75
|x 100 % = 8,84 %
ɛT4 = |
33,75−34
36,75
|x 100 % = 7,48 %
b. Standar Deviasi
δT = √ 𝛴( 𝑇− T )
2
𝑛( 𝑛−1)
= √
8,7
4(4−1)
= 1,250000
c. Nilai T sesungguhnya = (T ± δT)
T = (36,75 ± 1,250000) 0C
d. Ralat Nisbi
Ralat Nisbi = %100
T
T
=
1,250000
36,75
x 100 % = 3,401361 %
e. Keseksamaan
Keseksamaan = %1001
T
T
= (1 −
1,250000
36 ,75
)x100 %
= 96,59864 %
18. 95
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Ralat Data Temperatur Konveksi Paksa Aliran Pipa
Horizontal
No.
Waktu Galat (%) Ralat Keseksa-
maan
(%)(detik) T1 T2 T3 T4
Nisbi
(%)
1 0 2,040816 0,680272 8,843537 7,482993 1,250000 3,40 96,60
2 30 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38
3 60 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38
4 90 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38
5 120 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38
6 150 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38
3.3.3 Perhitungan Data Hasil Praktikum
Contoh Perhitungan Konveksi Alami (Tabel 3.1)
Um = 0,1 m/s (Laju aliran udara)
L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa)
DI = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa)
Tb = Suhu fluida
Tw = Suhu dinding
Diperoleh dari tabel 3.1 pada no. 1
Tw = Trata-rata = 33,75 oC = 306,75 K
Tb = 32 oC = 305 K (Suhu standar 1 atm kota Semarang)
a. Suhu Limbak / Suhu Film
𝑇𝑓 =
𝑇 𝑤 + 𝑇𝑏
2
=
306,75 + 305
2
𝑇𝑓 = 305,875 K
19. 96
Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:
ρ = 1.1563 kg/m3
Tabel 3.7 Interpolasi temperatur dengan densitas
T ⍴
300 1,1774
305,875 X
350 0.998
Cara melakukan interpolasi :
batas x − batas bawah
batas atas − batas bawah
=
ρx − ρb
ρa − ρb
305,875 − 300
350 − 300
=
x − 1,1774
0,998 − 1,1774
𝑥 = [((
−0,1794
50
). (5,875)) + 1,1774]
𝑥 = 1,1563 kg/m3
Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :
k = 0,0264 W/moC
μ = 1,9879 x 10-5 kg/m.s
μw = 1,989 x 10-5 kg/m.s
Pr = 0,7074
20. 97
b. Angka Reynold
𝑅𝑒 𝑑 =
𝜌𝑢 𝑚 𝑑
𝜇
𝑅𝑒 𝑑 =
(1.1563
kg
m3
) X 0,1
m
s
X 0,056m
1,9879 X 10−5 kg/m. s
𝑅𝑒 𝑑 = 325,7405
Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya laminar
c. Angka Nusselt
𝑁 𝑢𝑑 = 1,86. (𝑅𝑒 𝑑. Pr)1 3⁄
(
𝐷
𝐿
)
1 3⁄
(
𝜇
𝜇 𝑊
)
0.14
Dimana 𝜇 = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑇𝑓 𝑑𝑎𝑛 𝜇 𝑊 = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑇 𝑤
𝑁 𝑢𝑑 = (1,86)𝑋(325,7405𝑥0.7074)0.3
𝑥(
0.056
1.75
)0.3
𝑥 (
1,9879 X 10−5
1,989 X 10−5
)
0.14
𝑁 𝑢𝑑 = 3,6199
d. Koefisien perpindahan kalor konveksi
ℎ =
𝑘
𝐷
. 𝑁 𝑢𝑑
ℎ =
0,0264 W/m.C
0,056𝑚
𝑋 3,6199
ℎ = 1,7065 W/m2 oC
e. Panas heater
𝑄 = ℎ. 2𝜋. 𝑟. 𝐿. (𝑇 𝑤 − 𝑇𝑏)
𝑄 = (1,7065)
𝑊
𝑚2 𝐶
. (2𝜋 ).(0,028) 𝑚 .(1,75) 𝑚 .(33,75 − 32)𝐶
𝑄 = 0,9190 𝑊𝑎𝑡𝑡
21. 98
Contoh Perhitungan Konveksi Paksa (Tabel 3.2)
Um = 4,0 m/s (Laju aliran udara)
L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa)
Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa)
Tb = Suhu fluida
Tw = Suhu dinding
Diperoleh dari tabel 3.2 pada no. 1
Tw = Trata-rata = 36,75 oC = 309,75 K
Tb = 32 oC = 305 K (Suhu Standar 1 atm kota Semarang)
a. Suhu Limbak / Suhu Film
𝑇𝑓 =
𝑇 𝑤 + 𝑇𝑏
2
𝑇𝑓 =
309,75 + 305
2
= 307,375
Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:
ρ = 1.1509 kg/m3
Tabel 3.8 Interpolasi temperatur dengan densitas
T ρ
300 1.1774
307,375 X
350 0.998
22. 99
Cara melakukan interpolasi :
𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑥 − 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
=
𝜌𝑥 − 𝜌 𝑏
𝜌 𝑎 − 𝜌 𝑏
307,375 − 300
350 − 300
=
x − 1,1774
0,998 − 1,1774
𝑥 = [((
−0,1794
50
). (7,375)) + 1,1774]
x = 1,1509
Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :
k = 0,0269 W/moC
μ = 2,0010 x 10-5 kg/m.s
μw = 2,0110 x 10-5 kg/m.s
Pr = 0.7058
b. Angka Reynold
𝑅𝑒 𝑑 =
𝜌𝜇 𝑚 𝑑
𝜇
𝑅𝑒 𝑑 =
(1,1509
kg
m3
) X 2,0110 X 10−5 m
s
X 0,056m
2,001 X 10−5 kg/m.s
𝑅𝑒 𝑑 = 12884,67
Bilangan Reynold ≥ 2300 maka Alirannya turbulen
c. Angka Nusselt
𝑁 𝑢𝑑 = 0.027. 𝑅𝑒 𝑑
0.8
. 𝑃𝑟0.3
(
𝜇
𝜇 𝑊
)
0.14
Dimana 𝜇 = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑇𝑓 𝑑𝑎𝑛 𝜇 𝑊 = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑇 𝑤
25. 102
3.4 PEMBAHASAN
3.4.1 Grafik dan Analisa Grafik
a) Data Kenaikan Temperatur
Gambar 3.6 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada
konveksi alami
Analisa Grafik
Grafik diatas menunjukan hubungan kenaikan temperatur dinding dengan waktu.
Dari grafik tersebut terjadi kenaikan temperatur mengikuti bertambahnya waktu. Dari
grafik tersebut ditunjukkan juga terdapat kestabilan temperatur pada beberapa waktu.
Hal tersebut karena adanya perambatan panas dari heater pemanas ke dinding pipa,
sehingga temperatur pipa akan sama dengan temperatur heater pemanas.
32.00
33.00
34.00
35.00
36.00
37.00
0 30 60 90 120150180210240270300330360390420
Temperatur(0C)
Waktu (s)
Grafik Hubungan Temperatur Dinding
dengan Waktu
Konveksi Alami
26. 103
Gambar 3.7 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada
konveksi alami
Analisa Grafik
Grafik diatas menunjukkan hubungan temperatur udara keluar dengan waktu.
Dari grafik dapat terlihat bahwa suhu meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.
Dari grafik tersebut juga didapati beberapa waktu yang memiliki kestabilan temperatur
pada percobaan. Hal tersebut karena adanya konveksi alami yang terjadi pada pipa.
31.30
31.40
31.50
31.60
31.70
31.80
31.90
32.00
0 30 60 90 120150180210240270300330360390420
Temperatur(0C)
Waktu (s)
Grafik Hubungan Temperatur Udara
Keluar dengan Waktu
Konveksi Alami
27. 104
b) Data Penurunan Temperatur
Gambar 3.8 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada
konveksi paksa
Analisa Grafik
Grafik diatas menunjukan penurunan temperatur pada dinding pipa seiring
bertambahnya waktu. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh blower yang
memberikan tekanan udara keluar pipa membawa kalor keluar pipa sehingga temperatur
pipa menjadi turun. Perpindahan panas ini dapat disebut perpindahan panas secara
konveksi paksa.
36.35
36.40
36.45
36.50
36.55
36.60
36.65
36.70
36.75
36.80
0 30 60 90 120 150
Temperatur(0C)
Waktu (s)
Grafik Hubungan Temperatur Dinding
dengan Waktu
Konveksi Paksa
28. 105
Gambar 3.9 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada
konveksi paksa
Analisa Grafik
Grafik diatas merupakan grafik hubungan temperatur udara keluar dengan
waktu. Dari grafik diatas didapati peningkatan temperatur pada udara keluar yang
terukur pada anemometer. Hal ini terjadi karena adanya udara yang diberikan blower
membawa kalor dari dinding pipa keluar sehingga udara keluar yang diterima
anemometer naik suhunya.
32.24
32.26
32.28
32.30
32.32
32.34
32.36
32.38
32.40
32.42
0 30 60 90 120 150
Temperatur(0C)
Waktu (s)
Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar
dengan Waktu
Konveksi Paksa
29. 106
Gambar 3.10 Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien Perpindahan Kalor
pada Konveksi Paksa
Analisa Grafik
Grafik diatas adalah grafik hubungan kecepatan dan koefisien perpindahan kalor
pada konveksi paksa. Dari grafik diatas didapati bahwa laju aliran besarnya berbanding
lurus dengan koefisien perpindahan panasnya. Hal ini terjadi karena laju aliran yang
diberikan blower membantu panas dari pipa keluar sehingga koefisien perpindahan
panasnya akan semakin besar.
3.5 KESIMPULAN DAN SARAN
3.5.1 Kesimpulan
Dari penghitungan konveksi alami dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U),
bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h),
panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Hasil yang didapat dari
penghitungan tersebut antara lain bilangan reynold terbesar adalah 325,740 dan terkecil
adalah 3244,224. Nilai bilangan Nusselt terbesar adalah 3,619 dan terkecil 3,614.
0.264
0.266
0.268
0.27
0.272
0.274
0.276
0.278
0.28
0.282
0.284
4 4.2 4.3 4.4 4.5
h(W/m2oC)
Um(m/s)
Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien
PerpindahanKalor
Konveksi Paksa
30. 107
Koefisiensi perpindahan panas terbesar adalah 1,706 W/m20C dan yang terkecil adalah
1,703 W/m20C. Temperatur dinding paling besar adalah 36,75 oC dan paling kecil 33,75
oC. Temperatur udara keluar paling besar adalah 31,900C dan paling kecil 31,500C.
Dari penghitungan konveksi paksa dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U),
bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h),
panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Laju fluida yang terbesar 4,5
m/s dan terkecil 4,0 m/s. Bilangan reynold terbesar 14500,23 dan terkecil adalah
12884,07. Bilangan Nusselt terbesar adalah 0,585 dan terkecil 0,563. Koefisiensi
perpindahan panas terbesar adalah 0,281 W/m2 oC dan terkecil 0,270 W/m2 oC.
Temperatur dinding terbesar adalah 36,75 oC dan terkecil 36,5 oC. Temperatur udara
keluar paling besar adalah 32,400C dan terkecil 32,300C.
Dari pengujian konveksi alami dan konveksi paksa, diperoleh grafik waktu (t) vs
suhu udara keluar (Tout) dan waktu (t) vs suhu dinding (Tw). Pada konveksi alami
didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu dinding (Tw).
Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar temperatur dindingnya. Pada
konveksi alami juga didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan
suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar
temperatur udara keluar. Pada konveksi paksa didapatkan grafik yang berbanding
terbalik antara waktu (t) dengan suhu dinding (Tw). Jadi semakin lama waktunya maka
temperatur dindingnya menurun. Pada konveksi paksa juga didapatkan grafik yang
berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama
waktunya maka temperatur udara keluar semakin besar. Pada konveksi paksa juga
didapatkan grafik berbanding lurus antara kecepatan (v) dengan koefisien perpindahan
kalor (h). Jadi semakin besar laju aliran maka semakin besar koefisiensi perpindahan
panasnya.
3.5.2 Saran
1. Dalam mengambil data, praktikan sebaiknya teliti dan tidak terburu-buru.
2. Sebelum praktikum sebaiknya praktikan mempelajari dasar teori agar tidak
terjadi kesalahan ketika pengambilan data.
3. Untuk perkembangan penellitian objek penelitian diperluas dengan menambah
variabel yang mempengaruhi
31. 108
DAFTAR PUSTAKA
[1] Job Sheet Praktikum Fenomena Dasar 2014
[2] Buchori, Luqman. 2004. Diktat Kuliah Perpindahan Panas. Semarang: Teknik
Kimia Universitas Diponegoro
[3] Incropera, Frank P. 2006. Fundamental of Heat and Mass Transfer 6 th ed. New
York : Wiley.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Koefisien_pindah_panas diakses 27/05/2014
[5] Bruce R, Munson. 2002. Fundamentals of Fluid Mechanics. New York : Willey
[6] Holman, J. P. 1980. Perpindahan Kalor. Bandung : Erlangga
[7] http://otomotif-spot.blogspot.com diakses 27/05/2014 02:21
[8] Laboratorium Termofluida Universitas Diponegoro
[9] http://www.sgimportaciones.cl diakses 29/05/2014 02:14
[10] www.bangoalloy.com diakses 29/05/2014 02:18