Dokumen tersebut membahas tentang ketertutupan informasi di sektor sumber daya alam dan tambang di Sulawesi Tenggara yang menyebabkan potensi kebocoran penerimaan negara. Studi kasus menunjukkan bahwa lebih dari 80% permintaan informasi publik tidak dipenuhi oleh badan publik di daerah tersebut. Hal ini diduga menyebabkan potensi kebocoran pembayaran iuran tambang sebesar Rp15 miliar. Koalisi masyarakat sipil
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Siaran Pers "Ketertutupan Informasi Pintu Kebocoran Penerimaaan Sektor Tambang"
1. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif
Yayasan
Transparansi
Sumberdaya
Ekstraktif
Sekretariat
Nasional
:
Jl.
Intan
No.81,
Cilandak
Barat,
Jakarta
Selatan
12430,
INDONESIA|T/F
:+62-‐21-‐7512503|E:sekretariat@pwyp-‐indonesia.org|www.pwyp-‐indonesia.org
SIARAN
PERS
Untuk
diberitakan
pada
28
September
2013
dan
setelahnya
RAKYAT
BERHAK
TAHU...!
KETERTUTUPAN
INFORMASI
PINTU
KEBOCORAN
PENERIMAAN
SEKTOR
TAMBANG
Rakyat berhak tahu..! ya, rakyat berhak tahu atas informasi publik. Karena keterbukaan
informasi adalah hak asasi yang dilindungi oleh Konstitusi. Indonesia bahkan telah memiliki
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (Nomor.14/2008) yang melindungi hak asasi
warga atas informasi, mewajibkan badan publik untuk menyediakan informasi kepada publik
baik secara serta merta-setiap saat-maupun berkala, melindungi akses masyarakat untuk
meminta dan mendapatkan informasi seluas-luasnya atas penyelenggaraan negara dan
pemerintahan. Undang-Undang yang berlaku efektif sejak akhir Maret 2010 ini juga
memberikan saluran keluhan/komplain atau penyelesaian sengketa atas layanan dan
permintaan informasi warga dengan mewajibkan pembentukan Komisi Informasi di tingkat
pusat dan seluruh provinsi dengan fungsi utama sengketa informasi secara mediasi ataupun
ajudikasi nonlitigasi.
Telah 3 tahun undang-undang tersebut diberlakukan, namun masih banyak badan publik yang
belum siap untuk terbuka dan menyediakan informasi publik, masih menganggap informasi
sebagai sesuai yang tabu untuk diketahui publik, bahkan masih adanya anggapan bahwa
masyarakat belum siap untuk memahami informasi, padahal dengan keterbukaan informasi-
masyarakat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan bahkan turut mengawasi
jalannya kebijakan dan pembangunan. Bahkan, masih adanya anggapan di beberapa daerah
bahwa penerapan undang-undang ini membutuhkan peraturan daerah, padahal peraturan
pelaksana Undang-Undang ini telah lengkap mengatur tata cara implementasinya.
Kondisi tersebut tercermin dari sharing pengalaman beberapa warga dan lembaga swadaya
masyarakat yang dilakukan dalam rangkaian diskusi Hari Hak untuk Tahu baru-baru ini.
Pengalaman di beberapa daerah seperti di Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan
Sulawesi Tenggara, masih ada permintaan informasi yang tidak dapat dipenuhi oleh
pemerintah saat warga mengajukan permintaan, diberi setelah diajukan mediasi atau
sengketa, bahkan hingga telah ada putusan komisi informasi masih ada juga badan publik
yang tidak memberikan informasi yang diminta.
Sebagai contoh pengalaman anggota jaringan PWYP di Sulawesi Tenggara:LEPMIL-Lembaga
pengembangan masyarakat pesisir dan pedalaman dalam mengakses informasi terkait
penerimaan negara di sektor pertambangan. Dari total 35 jenis informasi yang diminta ke 19
instansi badan publik di 6 kabupaten dan 1 pemerintah provinsi, sebagian besar tidak dapat
dipenuhi oleh badan publik, hanya 14% dari total permintaan yang dipenuhi, 3%
2. dialihkan/direkomendasikan ke instansi lain yang berwenang, dan 83% tidak dipenuhi dengan
berbagai alasan seperti menunggu pejabat yang berwenang, tidak ada data yang update,
hingga alasan tidak memiliki data. Sementara, tidak ada badan publik yang menyatakan
bahwa informasi yang diminta bersifat rahasia. Sebagian besar informasi yang diminta berupa
data jumlah penerimaan nonpajak sektor tambang, dana bagi hasil, volume produksi, volume
pengapalan/pengiriman bahan tambang periode tertentu, salinan ijin dan batas-batas wilayah
Ijin Usaha Pertambangan (IUP), hingga jumlah sumbangan pihak ketiga dari sektor tambang.
Yasril, direktur Lepmil menyoroti bahwa sudah semestinya badan publik memberi perhatian
atas tersedianya informasi bagi publik, mengingat hal tersebut merupakan kewajiban badan
publik dalam memenuhi hak warga.
Tabel.1.1. Respon Badan Publik atas Permintaan Informasi di Sulawesi Tenggara
Potensi Kebocoran Sektor Tambang
Sementara itu, menyoroti adanya potensi kebocoran di sektor sumber daya alam dan
tambang, Maryati Abdullah-Koordinator Publish What You Pay Indonesia mengatakan bahwa
ketertutupan informasi merupakan pintu kebocoran sektor tambang. Hal ini berawal dari
ketertutupan proses pemberian kontrak/ijin tambang, batas-batas dan wilayah konsesi, hingga
proses pembayaran pajak dan royalti dan berbagai macam iuran/pembayaran lain. Hasil riset
aksi dalam kontekstualisasi laporan EITI Indonesia misalnya, dari perbandingan antara potensi
pembayaran iuran tetap (Land Rent/Dead Rent) dengan realisasinya, ditemukan adanya
potensi kebocoran akibat adanya dugaan pemegang IUP tidak membayar kewajiban iuran
tetap/land rent tersebut. Hasil simulasi perhitungan Lepmil dan PWYP Indonesia, untuk tahun
2012 ditemukan adanya potensi kebocoran pembayaran land rent di dari sepuluh kabupaten di
Sulawesi Tenggara sebesar Rp. 15.628.419.850, sebagaimana digambarkan pada gambar.1 di
bawah ini.
14%
83%
3%
0%
DIBERI
TIDAK
DIBERI
DIALIHKAN/
REKOMENDASIKAN
KE
INSTANSI
LAIN
RAHASIA
3. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif
Yayasan
Transparansi
Sumberdaya
Ekstraktif
Sekretariat
Nasional
:
Jl.
Intan
No.81,
Cilandak
Barat,
Jakarta
Selatan
12430,
INDONESIA|T/F
:+62-‐21-‐7512503|E:sekretariat@pwyp-‐indonesia.org|www.pwyp-‐indonesia.org
Gambar 1. Potensi Pembayaran Iuaran Tetap/Land Rent/Dead Rent (Rp) di Sulwesi Tenggara
Kekurangan pembayaran iuran tetap tersebut mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan
Dana Bagi Hasil (DBH) yang seharusnya menjadi sumber penerimaan bagi 10 kabupaten di
Sulawesi Tenggara, potensi kurangnya DBH tersebut di Tahun 2012 mencapai total sebesar
Rp. 12.502.735.880.
Kabupaten Potensi DBH dari Iuran
Tetap/Dead Rent (Rp)
Realisasi DBH dari Iuran
Tetap/Dead Rent (Rp)
Potensi Kebocoran
(Rp)
Buton 926.762.783,04 169.307.155 757.455.628,04
Kolaka 1.309.763.278,08 371.436.592 938.326.686,08
Buton Utara 354.929.400,00 85.961.149 268.968.251,00
Konawe 8.295.899.155,20 2.178.128.313 1.117.770.842,20
Konawe Selatan 722.777.709,09 426.388.968 296.388.741,09
Konawe Utara 3.956.705.583,77 1.393.543,668 2.563.161.915,77
Muna 75.093.189,82 1.344.000 73.749.189,82
Bombana 2.075.699.217,60 1.171,162,321 904.536.896,60
Kolaka Utara 934.492.553,28 321.839,487 612.653.066,28
Bau-Bau 26.163.650,89 56.438.988 -30.275.337,11
Total 18.678.286.520.77 6.175.550.641,00 12.502.735.879,77
Perhitungan tersebut diperoleh dari data jumlah IUP beserta luas wilayah ijin yang dikeluarkan
oleh 10 kabupaten tersebut dikali dengan tarif iuran tetap/dead rent/land rent yang harus
dibayar sesuai dengan besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor.9
Tahun 2012 tentang Penerimaan Bukan Pajak di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
0
2,500,000,000
5,000,000,000
7,500,000,000
10,000,000,000
12,500,000,000
15,000,000,000
Buton Kolaka Butur Konawe KonSel KonUt Muna Bombana KolUt Bau-Bau
Potensi VS Realisasi Pembayaran Iuran Tetap/Land Rent (Rp)
4. Sarmin Ginca, peneliti senior Lepmil yang juga merupakan anggota dewan pengarah PWYP
Indonesia menambahkan: ”ini baru perhitungan dari land rent/iuran tetap, kebocoran lebih
besar lagi diduga berasal dari pembayaran royalti yang dihitung berdasarkan jumlah produksi
bahan tambang yang dijual”. Di Sulawesi tenggara, sebagian besar hasil tambang berupa
nikel, emas, aspal dan sebagian kecil kromit, mangan, serta oniks dan batu besi.
Menyikapi kondisi tersebut, PWYP Indonesia dan Lepmil merekomendasikan hal-hal sebagai
berikut, agar : (1) Pemerintah daerah membuka kepada publik, data-data perusahaan yang
tidak/belum membayar pajak dan PNBP pertambangan. Data tersebut dapat ditelusuri dari
bukti setor perusahaan/pemegang IUP yang ada di Pemda maupun di Pemerintah Pusat.
Kemudian dicocokkan dengan jumlah seluruh ijin/IUP yang dikeluarkan oleh Pemda; (2) Atas
kekurangan/potensi belum bayar tersebut, Pemerintah Daerah agar menegakkan hukum
dengan memanggil perusahaan tersebut untuk segera melunasi kewajibannya, jika tidak,
maka pemerintah daerah harus menggunakan kewenangannya untuk mencabut IUP-IUP
tersebut; (3) Pemerintah daerah memberikan akses informasi dan data kepada publik, untuk
mendorong adanya kontrol publik atas kegiatan pertambangan yang transparan dan
bertanggungjawab di sulwesi tenggara; (4) Selain aspek penerimaan, Pemerintah Daerah juga
diminta untuk memfungsikan inspektorat tambang di instansi terkait untuk melakukan
pengawasan atas kegiatan pertambangan yang memberikan dampak terhadap lingkungan dan
kondisi sosial. Hak Rakyat untuk Tahu, Selamat Hari Hak untuk Tahu Sedunia….!
Kendari, 28 September, 2013
Koalisi Publish What You Pay Indonesia.
0
3,750,000,000
7,500,000,000
11,250,000,000
15,000,000,000
Buton Kolaka Butur Konawe KonSel KonUt Muna Bombana KolUt Bau-Bau
Potensi VS Realisasi Pembayaran DBH Iuran Tetap/Land Rent (Rp)
Lembaga Pengembangan
Masyarakat Pesisir dan Pedalaman
(Institution for Coastal and Hinterland Community Development)
Kantor : Jl. Bunga Wijaya Kusuma No.04
Telp/Fax : +62 401 – 3122 344
email : lepmil.sultra@gmail.com
5. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif
Yayasan
Transparansi
Sumberdaya
Ekstraktif
Sekretariat
Nasional
:
Jl.
Intan
No.81,
Cilandak
Barat,
Jakarta
Selatan
12430,
INDONESIA|T/F
:+62-‐21-‐7512503|E:sekretariat@pwyp-‐indonesia.org|www.pwyp-‐indonesia.org