2. Saudaraku sesama muslim yang semoga selalu mendapatkan taufiq dan hidayah Allah Ta’ala.
Sungguh sangat prihatin jika kita memperhatikan kondisi kaum muslimin saat ini. Setiap saat
memang setiap orang ingin dimudahkan dalam setiap urusan dan dihindarkan dari marabahaya.
Yang jadi masalah adalah kadang cara yang dilakukan sering menyalahi koridor syari’at karena yang
diharap bukanlah Yang Maha Kuasa, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Namun kadang yang menjadi
sandaran adalah makhluk atau benda yang sebenarnya tidak mendatangkan manfaat dan tidak
menolak marabahaya sama sekali. Memang tidak bisa dipungkiri lagi. Berbagai macam yang berbau
syirik inilah yang laris manis di tengah-tengah umat. Apalagi yang mengobarkan bendera ini adalah
para dukun bahkan yang sudah identik dengan gelaran ‘kyai’.
Beberapa kisah seringkali masuk ke telinga kita bahkan seringkali kita saksikan langsung. Seorang
pengusaha yang baru memulai usahanya mendapat saran dari salah seorang temannya untuk
menggunakan ‘penglaris’, karena kondisi keuangan yang semakin sulit dan hutang pun semakin
melilit akhirnya pengusaha tersebut menuruti saran tadi dengan harapan akan datangnya rezeki
yang melimpah. Kisah lain, seorang pejabat yang ingin jabatannya ‘langgeng’ dan disegani
bawahannya maka ia pun mendatangi ‘orang pinter’ agar dibuatkan jimat untuk tujuan tersebut.
Begitu pula dengan seorang yang ingin agar tubuhnya kebal terhadap senjata tajam maka ia pun
menggunakan benda (gelang atau cincin misalnya) dari ‘kyai’ untuk tujuan tersebut. Ada juga
seorang yang ingin mendapatkan cinta dari wanita yang diidam-idamkannya maka ia pun
menggunakan jimat agar sang wanita tersebut ‘kesemsem’ dengannya.
Jimat pun juga biasa digunakan oleh orang yang akan mengikuti ujian akhir misalnya. Biasanya
berupa pensil khusus yang sudah dijadikan jimat oleh paranormal (baca: para tidak normal) dengan
harapan agar pensil tadi bisa membuat lulus ujian. Tidak hanya itu, seorang balita yang belum
berdosa pun sudah diajari menggunakan jimat. Di suatu daerah tertentu yang pernah penulis jumpai,
sebagian masyarakatnya memiliki kebiasaan mengikat gelang yang terbuat dari tali pada tangan
balita dengan tujuan untuk menjaga balita dari gangguan jin.
Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, kisah-kisah di atas merupakan sedikit gambaran tentang
keadaan sebagian masyarakat kita yang masih sangat kental dengan dunia klenik dan perjimatan.
Tentunya sebagai seorang muslim kita wajib untuk mengetahui bagaimanakah pandangan islam
mengenai hal tadi. Mungkin sebagian orang dapat menganggapnya biasa-biasa saja bahkan boleh.
Tetapi menurut ajaran Islam barangkali berbeda.
Panutan Kita Berbicara Tentang Jimat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet adalah
kesyirikan”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah
Ash Shohihah mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda “Barangsiapa menggantungkan (memakai)
jimat, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari hadits di atas dan juga riwayat-riwayat yang lain, kita ketahui bahwa menggunakan jimat
3. termasuk perbuatan syirik, sehingga jimat dengan segala bentuknya merupakan sesuatu yang
terlarang, baik jimat tersebut digunakan untuk menolak bahaya maupun untuk mendatangkan
manfaat, baik jimat tersebut dipasang pada tubuh seseorang, di rumah, toko, sabuk, dompet,
kendaraan, ataupun yang lainnya. Demikian juga tidak dibedakan apakah jimat tersebut berupa
keris, benang, tali, kertas, kain, kulit, tulang, tanduk, batu akik, dan benda-benda yang semisalnya.
Intinya, hakikat jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, akan tetapi mencakup
semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan
maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya.
Kebanyakan mereka berbuat syirik
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala, budaya menggunakan jimat ini telah banyak
menimpa umat ini, ironisnya tak hanya mereka kurang pendidikan saja yang terjangkiti ‘penyakit’ ini,
mereka yang notabene berpendidikan tinggi pun gemar menggunakannya, maka sungguh benarlah
firman Allah Ta’ala (yang artinya) “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan berbuat syirik.” (QS. Yusuf *12+: 106).
Syaikh As Sa’di ketika menafsirkan ayat ini berkata, ”Meskipun mereka mengakui sifat-sifat
Rububiyah Allah Ta’ala, (yaitu) Bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur segala
urusan, (namun) mereka tetap berbuat syirik kepada Allah dalam uluhiyah/peribadatan …” (Taisir
Karimir Rahman)
Kenapa orang yang memakai jimat telah berbuat syirik?
Karena seorang yang menggunakan jimat pada hakikatnya dia telah menjadikan jimat sebagai sebab
untuk meraih manfaat atau menolak bahaya padahal jika ditinjau secara syar’i maupun qodari jimat
bukanlah suatu penyebab untuk hal tersebut. Dan sesuatu boleh kita gunakan sebagai sebab jika
memang terbukti secara syar’i atau qodari. Secara syar’i maksudnya adalah Al Qur’an atau As
Sunnah telah menetapkan bahwa sesuatu tersebut merupakan penyebab terjadinya atau tidak
terjadinya sesuatu. Sebagai contoh bertakwa merupakan sebab masuk surga, silaturahim dapat
menyebabkan dilapangkannya rizki dan dipanjangkannya umur, madu dapat digunakan untuk
mengobati penyakit, dan lain-lain. Sedangkan suatu sebab dinilai benar secara qodari jika
pengalaman atau penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa sesuatu tersebut mampu memberikan
pengaruh kepada sesuatu yang lain dengan pengaruh yang nyata dan bukan sekedar sugesti.
Sebagai contoh minum merupakan sebab untuk menghilangkan haus, obat-obatan kedokteran yang
terbukti dengan penelitian ilmiah dapat berpengaruh terhadap penyakit tertentu maka boleh kita
gunakan sebagai sebab, dan lain-lain. Lalu bagaimanakah dengan jimat? Apakah jimat telah terbukti
secara syar’i ataupun qodari dapat digunakan sebagai sebab? Secara syar’i justru dilarang, di
antaranya berdasarkan hadits di atas kemudian secara qodari tidak ada satu pun penelitian ilmiyah
yang membuktikan kebenarannya. Jika demikian mengapa mereka tidak berhenti menggunakan
jimat?
“Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran” (QS Al Baqarah *1+: 269).
Jimat termasuk syirik asghar atau akbar?
Pada asalnya hukum menggunakan jimat termasuk syirik asghar/kecil, akan tetapi ada satu hal yang
4. patut kita perhatikan bahwa status syirik asghar dapat meningkat menjadi syirik akbar tergantung
keadaan pelakunya. Jika orang yang menggunakannya meyakini bahwa jimat tersebut hanya sebagai
sebab sedangkan yang memberikan pengaruh adalah Allah Ta’ala maka hal ini termasuk syirik
asghar. Meskipun termasuk syirik asghar kita tidak boleh meremehkannya karena syirik asghar
termasuk dosa besar yang dosanya lebih besar dari zina, merampok atau yang semisal. Akan tetapi
jika orang yang menggunakan jimat meyakini bahwa jimat tersebut mampu memberikan pengaruh
dengan sendirinya, bukan Allah maka orang tersebut telah terjatuh pada syirik akbar yang
menyebabkan pelakunya keluar dari islam. Padahal jika seseorang mati dalam keadaan tidak
bertaubat dari dosa syirik ini maka Allah tidak akan mengampuninya sehingga jadilah ia sebagai
penghuni neraka yang kekal selama-lamanya, Allah Ta’ala berfirman yang artinya
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
lebih rendah dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’*4+: 48).
Sebagian ulama berpendapat bahwa lafadz ’syirik’ pada ayat diatas bersifat umum yaitu mencakup
syirik akbar dan syirik asghar, oleh sebab itu sudah selayaknya bagi kita untuk waspada.
Bagaimana hukumnya jika jimat tersebut berupa ayat-ayat Al Qur’an?
Jika jimat tersebut berupa ayat-ayat Al Quran maka sebagian salaf membolehkannya dan sebagian
melarangnya. Satu hal yang patut kita perhatikan bahwa jika para sahabat telah berbeda pendapat
maka kewajiban bagi kita adalah mengembalikannya kepada dalil, sedangkan dalil-dalil yang ada
menunjukkan bahwa segala jenis jimat adalah terlarang. Selain itu beberapa alasan berikut ini juga
memperkuat pendapat yang mengharamkan jimat meskipun dari Al Qur’an, diantaranya:
*1+ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberi contoh untuk menggantungkan
ayat-ayat Al Qur’an sebagai jimat
[2] Dalil yang melarang jimat bersifat umum dan tidak menyebutkan adanya pengecualian untuk
jimat yang berupa Al Qur’an
[3] Dalam rangka mencegah munculnya jimat non Al Qur’an
*4+ Dapat menyebabkan terlecehkannya Al Qur’an, sebagai contoh ia akan membawanya ketika
buang air, di tempat-tempat kotor dan lain-lain
*5+ Al Qur’an adalah sebagai obat dan barakah adalah dengan cara dibacakan dan diamalkan bukan
dengan cara digantungkan sebagai jimat.
Memakai jimat menafikan tawakal seseorang
Kita dapati bahwa orang yang memakai jimat akan merasa lebih ‘PeDe’ (Percaya Diri) jika bersama
jimatnya, hatinya akan merasa tenteram selama jimat tersebut masih berada bersamanya dan
sebaliknya ia akan merasa takut dan gelisah ketika tidak membawa jimatnya, tentu hal ini menafikan
tawakal atau sikap ketergantungan seseorang hamba kepada Allah, padahal tidak selayaknya bagi
orang yang beriman bertawakal kepada selain Allah, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman (yang
artinya), “Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang
5. yang beriman”. (QS. Al Maidah *5+: 23).
Tawakkal yang sebenarnya bermakna seorang hamba menyandarkan urusannya kepada Allah dan
meyakini bahwasanya tidak ada satu pun yang terjadi kecuali atas takdir Allah kemudian disertai
usaha melakukan sebab-sebab yang dibolehkan secara syar’i. Seorang yang bertawakkal namun
tidak melakukan usaha tidaklah disebut orang yang bertawakal demikian juga seorang yang
berusaha namun bersandar pada sebab bukan kepada Allah maka tidak disebut orang yang
bertawakkal. Sedangkan orang yang memakai jimat tidak termasuk orang yang bertawakal kepada
Allah karena ia telah bergantung kepada jimat. Hati mereka berpaling dari Allah dan merasa cukup
dengan jimatnya sehingga merekapun dipalingkan kepada jimat tersebut.
Sungguh benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
menggantungkan sesuatu (sebagai jimat, pent) maka dia akan dibuat tergantung pada sesuatu
tersebut”. (HR Tirmidzi dihasankan oleh Al Albany).
Lalu bagaimanakah jadinya jika seseorang dibuat tergantung kepada benda? Sugguh kerugian yang
sangat besarlah yang akan ia peroleh. Tidakkah mereka meyakini bahwa segala sesuatu terjadi atas
kehendak Allah, tidakkah mereka meyakini bahwa segala sesuatu berada dibawah kekuasaan Allah,
tidakkah mereka merasa cukup dengan berlindung kepada Allah,“Cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS Al Imran [3]:173) .
Wallahul musta’an (Dan hanya Allahlah tempat meminta).
Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan perbuatan syirik dengan segala bentuknya,
washalallahu ‘ala nabiyina wa ‘ala aalihi wa shohbihi wasallam.
***
At Tauhid edisi V/14. Oleh: Sigit Hariyanto
[Sigit Hariyanto, S.T., Rujukan utama: 1) Al Qoulul Mufid Syarhu kitab at Tauhid oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, 2) At Tamhid li Syarhi Kitab at Tauhid oleh Syaikh
Sholeh Alu Syaikh hafidzohullah, 3) Mutiara Faedah Kitab Tauhid karya Ustadz Abu Isa
hafidzohullah].
________________
http://buletin.muslim.or.id/aqidah/jimat-benda-perusak-aqidah
6. Memangkas Jimat,
Meluruskan Keyakinan
Konon kabarnya, nenek moyang bangsa Indonesia sebelum datangnya Islam ke nusantara adalah
kaum paganisme dan animisme. Mereka mempercayai adanya kekuatan gaib pada sebagian makhluk
dan benda-benda. Kepercayaan ini sudah berakar kuat pada mayoritas manusia pada zaman itu.
Saking kuatnya keyakinan ini, tak heran jika kepercayaan seperti ini masih tersisa dan memiliki
pengaruh pada sebagian besar masyarakat muslim di era moderen ini.
Adanya keyakinan kepada benda-benda masih terlihat di masyarakat, akibat pengaruh paganisme
dan animisme. Lihatlah, sebagian masyarakat kita masih mempertahankan ajaran kejawen yang
berisi keyakinan-keyakinan batil, walaupun ia telah masuk Islam. Di Sulsel sendiri masih ada
sekelompok manusia yang masih mempertahankan keyakinan mereka yang sarat dengan keyakinan
paganisme dan animisme; mereka istilahkan dengan "attau riolongeng" (adat istiadat nenek
moyang), seperti memperingati dan merayakan hari kematian (haulan) seseorang, mempercayai
kekuatan benda-benda, meyakini hari-hari tertentu sebagai hari bahagia atau hari celaka,
mempersembahkan sesuatu kepada penjaga (bau rekso) yang ada di suatu tempat menurut
keyakinan batil mereka.
Banyak macam dan ragam dari ajaran-ajaran batil menyusup ke dalam agama Allah disebabkan
sebagian orang yang mengaku muslim tak mau melepas ajaran nenek moyangnya yang batil lagi
7. menyimpang. Lantaran itu, timbullah keyakinan bahwa jimat mempunyai pengaruh bagi kebahagian
dan kecelakaan bagi seseorang.
Fenomena yang terjadi di zaman sekarang hanyalah sejarah yang berulang dari zaman ke zaman.
Hanya terkadang bentuk dan istilahnya yang beragam. Di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
sendiri pernah terjadi hal dan keyakinan seperti ini pada sebagian sahabat yang masuk Islam. Namun
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- tak mendiamkan hal itu, beliau langsung menegur dan
meluruskannya.
Sahabat Abu Basyir Al-Anshoriy -radhiyallahu anhu- berkata bahwa,
, :
"Dia pernah bersama Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pada sebagian safar beliau. Kemudian
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan,
"Jangan lagi tersisa kalung yang terbuat dari tali busur ataukah kalung apa saja pada leher onta,
kecuali diputuskan". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3005), dan Muslim dalam Shohih-nya
(2115)]
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang para sahabat untuk mengikuti kebiasaan orang-orang
jahiliyah, yaitu kebiasaan menggantungkan tali pada pada hewan-hewan tunggangan sebagai jimat
yang bisa menolak bala’ dan penyakit menurut keyakinan mereka yang batil. Sebab mereka (orang-
orang jahiliyah) meyakini bahwa jika ia menggantungkan seutas tali busur pada leher hewan, maka ia
akan terhindar dari penyakit. Ini adalah keyakinan jahiliyah!!
Abul Qosim Al-Azhariy -rahimahullah- berkata, "Konon kabarnya, orang-orang jahiliyah dahulu
mengalungkan tali busur pada hewan (sebagai jimat) untuk mencegah ain (sejenis penyakit yang
timbul karena pengaruh mata). Akhirnya merekapun dilarang. Adapun mengalungkan tali pada leher
binatang untuk keindahan (hiasan), maka hal itu tak mengapa". [Lihat Al-Muntaqo Syarh Al-
Muwaththo' (4/351), karya Abul Walid Al-Bajiy]
Keyakinan jahiliyah seperti ini telah dihapuskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Oleh karena
itu, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dan mengingatkan akan dosa dan bahaya
menggantung jimat pada badan, rumah, mobil, dan lainnya. Menggantungkan dan memakai jimat
termasuk kesyirikan yang bertentangan dengan inti ajaran Islam, yakni tauhid. Sebab seorang yang
memakai jimat pasti meyakini bahwa jimat itulah yang menyebabkan ia terhindar dari penyakit dan
bala’. Jadi, menurut keyakinan ini bahwa ada makhluk yang mampu menjaga dan melindungi
seseorang dari penyakit di samping Allah -Ta’ala-. Jelas ini adalah syirik.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
[ ج خ ( 3883 ) ج ( 3530 ) ح ( 1412 ) ح ( 1 / 381
), حح أل ح ح ( :331 2972)]
8. "Sesungguhnya mantra-mantra, jimat, dan guna-guna (pelet) adalah kesyirikan". [HR. Ahmad dalam
Al-Musnad (1/381), Abu Dawud dalam Sunan-nya (3883), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3530), dan
Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (1412), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/217 & 418). Syaikh Al-
Albaniy men-shohih-kan hadits ini dalam Ash-Shohihah (331 & 2972)]
Jampi-jampi (ruqyah) jika berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah, maka itu adalah perkara yang boleh
dan disyari’atkan dalam Islam. Adapun apabila ruqyah (jampi) yang biasa kita sebut dengan "mantra-
mantra" yang berisi doa kepada selain Allah, maka ini adalah ruqyah yang terlarang. Demikian pula,
bila ruqyah-nya berasal dari kata-kata yang tidak bisa dipahami maknanya, maka ini juga terlarang,
sebab dikhawatirkan di dalamnya terdapat kata-kata kafir atau syirik. [Lihat At-Tamhid (hal. 108)
oleh Syaikh Sholih At-Tamimiy, 1423 H]
Adapun masalah jimat dan guna-guna, maka permasalahannya jelas; keduanya terlarang dalam
agama kita, sebab dalam pemakaian jimat terdapat ketergantungan dan keyakinan kepada selain
Allah. Sedang ini adalah syirik (menduakan Allah). Sementara guna-guna adalah sihir yang digunakan
untuk merukunkan seseorang dengan pasangannya atau sebaliknya. Sihir sendiri telah jelas haram
dalam Islam secara mutlak. Anda jangan tertipu dengan sebagian orang yang menyatakan ini sihir
hitam, dan itu sihir putih. Ketahuilah ini adalah tipuan setan, sebab semua sihir, apapun namanya
tetaplah hitam. Mengapa demikian? Sebab semua sihir adalah perkara yang diharamkan dalam
agama Allah. Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan
sebabnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang untuk menggunakan jimat, "Demikian itu
karena mereka (orang-orang jahiliyah) dahulu mengikatkan tali dan kalung-kalung tersebut sebagai
jimat. Mereka menggantungkan pada tali itu mantra-mantra (rajah-rajah), sedang mereka
menyangka bahwa jimat-jimat itu bisa melindungi mereka dari berbagai macam penyakit.
Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang mereka dari menggunakan jimat-jimat, dan
memberitahukan mereka bahwa jimat-jimat itu tidak bisa menolak keputusan (taqdir) Allah
sedikitpun". [Lihat Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud (5/151)]
Seorang yang menggunakan jimat termasuk orang yang berbuat syirik. Oleh karena itu, Allah tidak
akan memberikannya pertolongan dan kesembuhan. Allah akan membiarkannya dan
meninggalkannya, tanpa penolong. Isa bin Abdir Rahman Al-Anshoriy berkata, "Aku pernah masuk
menemui Abdullah bin Ukaim Abu Ma’bad Al-Juhaniy untuk menjenguk beliau, sedang pada beliau
terdapat penyakit pembengkakan (sejenis tho’un). Kami katakan, "Kenapa anda tidak menggantung
sesuatu (yakni, jimat)?". Beliau menjawab, "Kematian lebih dekat dari hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- pernah bersabda,
[ ج خ ح (4/310 & 311) ذي (2073), ح
ح ح (4/216), ح أل غ (297)]
"Barangsiapa menggantungkan sesuatu (yakni, jimat), maka ia akan dibiarkan kepada sesuatu itu".
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/310 & 311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2073),dan Al-Hakim
dalam Al-Mustadrok ala Ash-Shohihain (4/216). Syaikh Al-Albaniy meng-hasan-kan hadits ini dalam
Ghoyah Al-Marom (297)]
Ibnul Atsir Al-Jazariy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan makna hadits di atas, "Maksudnya,
9. barangsiapa yang menggantungkan sesuatu pada dirinya berupa rajah-rajah, jimat-jimat, dan
sejenisnya, sedang ia meyakini bahwa hal-hal itu bisa mendatangkan manfaat baginya atau menolak
gangguan (bala’) darinya". *Lihat An-Nihayah fi Ghoribil Hadits (3/556)]
Menggunakan jimat, baik pada badan, rumah, maupun yang lainnya termasuk dosa besar di sisi Allah
dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Tak heran bila Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-
pernah berlepas diri dari orang yang menggunakan jimat. Ruwaifi’ bin Tsabit -radhiyallahu anhu-
berkata,
ح ي خ ح
ج ج ح ي [ ج خ ح (4/108-109)
- (36), (4981), حح أل ح ح ج غ ( : 7910)]
"Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah bersabda kepadaku, "Wahai Ruwaifi’, barangkali
umurmu akan panjang setelahku. Karenanya, kabarilah manusia bahwa barangsiapa yang memilin
jenggotnya atau mengalungkan tali (yakni, jimat) atau ia cebok dengan menggunakan kotoran
hewan atau tulang, maka sesungguhnya Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- berlepas diri
darinya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/108 & 109), Abu Dawud dalam As-Sunan (36), dan An-
Nasa'iy dalam As-Sunan (4981). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' Ash-
Shoghier (7910)]
Berlepas dirinya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dari orang yang menggantungkan dan
menggunakan jimat menunjukkan besarnya permasalahan jimat. Lantaran itu, sebagian ulama
menjelaskan bahwa seorang terkadang yang memakai jimat keluar dari Islam, bila ia meyakini bahwa
jimat itu yang menolak bala’ atau mendatangkan manfaat. Adapun bila ia memakai jimat, dan
menyangka bahwa jimat itu adalah sebab Allah menolak bala’ darinya, maka ini juga syirik. Hanya
saja tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Pengingkaran Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- atas
orang-orang yang memakai jimat adalah perkara masyhur di kalangan salaf. Seorang Pembesar
Ulama Tabi’in, Abu Sulaiman Zaid bin Wahb Al-Juhaniy Al-Kufiy -rahimahullah- berkata,
ذح ج خ ، ، خ خ ، خ ذخ ،
: ذ [ ج خ (ج 5 / ص 427) ح ح ]
"Hudzaifah pernah pergi kepada seseorang dari Nakho’ untuk menjenguknya. Beliau pergi, dan
akupun pergi bersamanya. Kemudian beliau masuk menemui orang itu, dan akupun masuk
bersamanya. Beliau pun menyentuh lengan orang itu. Tiba-tiba beliau melihat padanya seutas
benang. Akhirnya beliau mengambil dan memutuskannya seraya berkata, "Andaikan engkau mati,
sedang benang ini ada pada lenganmu, maka aku tidak akan menyolatimu". [HR. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushonnaf (5/427), dengan sanad yang shohih]
Ibrahim bin Yazid An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata,
، غ . [ ج خ (ج 5 / ص 428),
(ج 2 / ص 272/ 704), حح أل ح (ص 45)]
10. "Dahulu mereka –yakni, para sahabat- membenci semua jimat-jimat, baik yang terbuat dari AL-
Qur’an, maupun selainnya". *HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/428), dan Abu Ubaid Al-
Qosim Ibnu Sallam dalam Fadho'il Al-Qur'an (2/272/no. 704). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-
Albaniy dalam Tahqiq Al-Kalim (hal. 45)]
Demikian pengingkaran para sahabat yang mulia, diantaranya Hudzaifah Ibnul Yaman -radhiyallahu
anhu-. Pengingkaran ini bukan hanya berasal dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para
sahabat, bahkan generasi setelahnya terus melakukan pengingkaran atas para pemakai jimat.
Muhammad bin Suqoh Al-Ghonawiy -rahimahullah- berkata,
ج خ [ ج خ (ج 5 / ص 428)
ح ح ]
"Sa’id bin Jubair (seorang tabi’in) pernah melihat seseorang yang melakukan thawaf di Baitullah,
sedang di lehernya terdapat permata (yakni, jimat). Akhirnya beliau memutuskannya". [HR. Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/428) dengan sanad shohih] Jimat walapun terbuat dari Al-Qur’an,
maka ia juga terlarang, karena tak ada contohnya dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, dalil umum
menunjukkan pelarangan semua jenis jimat, dan boleh jadi seorang akan membawanya ke toilet,
padahal di dalamnya terdapat ayat atau dzikrullah. Selain itu, Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang
digantung, tapi ia adalah bacaan.
Al-Qodhi Abu Bakr Ibnul Arobiy -rahimahullah- berkata dalam Aridhoh Al-Ahwadziy,
"Menggantungkan Al-Qur’an (sebagai jimat) bukanlah jalan sunnah (petunjuk). Hanyalah sunnah itu
pada Al-Qur’an adalah dzikir (membacanya), tanpa menggantungnya". *Lihat Hasyiyah An-Nasa'iy
(5/421) oleh As-Sindiy]
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 122 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat :
Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-
Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu
Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa.
Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk
berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
___________________
http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/memangkas-jimat-meluruskan-keyakinan.html
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam al Qur’an,
ح ح ح
Yang artinya, “Katakanlah, “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah,
jika Allah hendak mendatangkan mara bahaya kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan mara bahaya itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka
dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal
11. orang-orang yang berserah diri” (QS Az Zumar: 38).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di
tangannya, maka beliau bertanya, Apa ini? Orang itu menjawab, Penangkal sakit. Nabi pun bersabda,
Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati sedang
gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya. (HR.
Ahmad).
Nabi memerintahkan untuk melepas tamimah tersebut dan mengancam dengan ancaman yang
sangat keras jika tidak dilepas hingga mati, menunjukkan tamimah dosa yang sangat besar. Dan
ancaman tidak akan beruntung selama-lamanya hanya tertuju pada kesyirikan.
Barang siapa menggantungkan sesuatu barang (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau
dapat melindungi dirinya), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut.
(HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan bahwa pengguna tamimah akan terlantar dan tidak mendapatkan
pertolongan Allah, ini bukti bahwa tamimah sangat tercela.