Empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika telah ditetapkan sebagai fondasi negara yang harus dijaga dan dihayati setiap warga negara. Pilar-pilar ini telah teruji selama perjuangan kemerdekaan dan diperkenalkan oleh para pendiri bangsa untuk menyatukan keberagaman Indonesia.
2. Negara Republik Indonesia ini bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik
suatu suku, bukan milik suatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai
Merauke
~ Ir. Soekarno ~
Setapak Perjalanan Perjuangan Bangsa
Tanggal 20 Mei 1908, merupakan tonggak bangkitnya semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme
serta merupakan momentum awal tumbuhnya keinginan untuk segera merdeka bagi bangsa Indonesia.
Rasa kebersamaan karena kepentingan dan berada dalam satu tempat tinggal antara para perintis
kemerdekaan, mereka tidak lagi berpikir berjuang untuk satu daerah tertentu . Sejak hari kebangkitan
tersebut timbullah kesadaran politik dari para founding fathers bangsa Indonesia untuk berserikat dengan
cara mendirikan partai atau organisasi kemasyarakatan / keagamaan seperti Indische Partij, Partai Serikat
Dagang Islam, Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Hingga pada tanggal 28 Oktober 1928 digagaslah
pertemuan di Batavia (Jakarta) oleh pemuda-pemuda dari penjuru nusantara yang berikrar tentang
“tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia” dan “bahasa Indonesia”. Sumpah Pemuda dianggap sebagai
kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Cita-cita bangsa Indonesia harus merdeka terus bergulir, disebarkan di dalam maupun di luar negeri.
Bola salju ini bergerak lebih cepat disebabkan para pendahulu kita memiliki perasaan yang sama, yaitu
rasa ingin segera terlepas dari belenggu penjajahan. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan
Moh. Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia memanfaatkan kekosongan pemerintahan
karena menyerahnya Jepang kepada sekutu.
3. Kurang lebih dua bulan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Konsep Pancasila telah
diperkenalkan oleh Ir. Soekarno, Mr. Supomo dan Moh. Yamin beberapa bulan sebelumnya. Konsep
dasar negara dari tiga tokoh bangsa tersebut kemudian disidangkan oleh panitia kecil yang disebut
Panitia Sembila, anggota dari BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Dr. Mohammad Hatta, K.H. Wahid
Hasyim, Mr. Mohammad Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan
A. A. Maramis bertugas menetapkan dasar negara dengan merangkum usulan-usulan yang muncul
dalam sidang BPUPKI. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia bukanlah Ideologi sambil
lalu, tetapi merupakan “Kesatria Pemersatu” bagi kemajemukan bangsa yang tak lekang oleh waktu.
Dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” akan melahirkan jiwa “Kemanusiaan yang adil dan beradab”,
Dan terciptalah dari keadilan itu sikap untuk “Persatuan dan Kesatuan”. “Kebangsaan harus tumbuh
subur di tamansarinya Peri Kemanusiaan”, kata Bung Karno. Lalu sistem pemerintahan kita bukan
ditujukan untuk kepentingan monarkhi, tetapi menganut sistem yang merakyat yaitu “kerakyatan” demi
tercapainya misi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nilai-nilai yang kemudia dianut oleh
bangsa Indonesia seyogyanya tidak terlepas dari Pancasila yang mana sila kesatu-nya adalah sebab
munculnya keempat sila lainnya yang mana sila-silanya ini tidak dapat diantitesiskan.
Para pendiri bangsa menyadari bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dibutuhkan suatu aturan yang jelas demi terwujudnya visi bangsa yakni memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Saat
awal-awal kemerdekaan, mereka disibukkan dengan memikirkan persatuan bangsa ini, ego-ego sektoral
dan segala perbedaan berhasil diredam sehingga tidak menimbulkan perpecahan. “Bhinneka Tunggal
Ika” ditetapkan sebagai semboyan negara pada tanggal 17 Agustus 1950 oleh Prof.Moh. Yamin. Frase
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang bermakna “berbeda-beda
namun satu”. Bhinneka tunggal ika dianggap dapat mengakomodir kondisi bangsa indonesia yang
4. terdiri dari banyak suku, agama, dan tersebar di banyak pulau yang terpisah-pisah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Mempertahankan kemerdekaan tidaklah mudah, setelah mempoklamasikan kemerdekannya
perjuangan bangsa Indonesia belum selesai. Bangsa Indonesia kemudian dihadapkan dua masalah
antara harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan NICA dan juga harus
menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Menghadapi tentara Belanda kembali kata
“MERDEKA”, walaupun dengan peralatan pertempuran yang sederhana, rasa pengorbanan dengan
mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan, tekad untuk
berkehidupan kebangsaan yang merdeka dan bersatu menjadi penyemangat bagi para pejuang.
Pertempuran-pertempuran di beberapa daerah seperti di Ambarawa, Surabaya, pertempuran 5 hari di
Semarang, dan pertempuran di Bandung yang dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api merenggut
tidak sedikit nyawa dan harta. Sedangkan gerakan separatis seperti pemberontakan DI/TII, PRRI, dan
semacamnya juga berhasil ditumpas dengan kemanunggalan TNI dan rakyat.
Pilar-pilar Kebangsaan : Aktualisasi dan Internalisasi
Dalam bukunya “Empat Pilar untuk Satu Indonesia: Visi Kebangsaan dan Pluralisme” Taufiq Kiemas, yang
diluncurkan di Jakarta pada 22 Februari 2012 konsep Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Tunggal Ika dicetuskan sebagai Empat Pilar Kebangsaan yang mana ibarat sebuah rumah, bangsa
Indonesia tidak akan berdiri tegak jika tidak disokong oleh keempat pilar ini. Pendahulu kita sudah
menemukannya dan sudah teruji dalam perjalanan waktu ketika bangsa ini terjajah.
Wacana mengangkat gagasan mengenai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah
hiruk pikuk reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah merupakan sebuah kesadaran dan
keprihatinan. Dapat dirasakan bahwa reformasi yang didengungkan 18 tahun yang lalu berjalan di luar
5. rel dari yang dicita-citakan. Sikap egoisme, ekstrimisme, primordialisme, korupsi, kebebasan
berpendapat yang kebablasan menjadi tontonan sehari-hari. Seolah-olah aturan sudah tidak dapat
ditegakkan. Menyadari pengalaman reformasi tidak menunjukkan arah sebagaimana kehendak rakyat,
maka timbullah gagasan untuk menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar
tersebut.
Pilar-pilar Kebangsaan yang telah diaktualisasikan dan diinternalisasikan oleh para pendiri bangsa tentu
saja dapat diterapkan di dalam organisasi BMKG khususnya di tingkat UPT. Peran para pemimpin
UPT dalam menginternalisasi dan mengaktualisasikan nilai dan jiwa kebangsaan antara lain adalah :
1. Mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
2. Menghindari sifat merasa yang paling benar dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan pribadi.
3. Selalu berusaha menyebarkan rasa aman dan kondusif di dalam kantor dan masyarakat dengan
cara tidak menciptakan suasana kepanikan dan ketidaknyamanan.
4. Fokus kepada tujuan, tidak menilai kinerja seseorang karena latar belakang, agama, suku, ras,
dan perbedaan lainnya.
Gagasan implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah dilakukan pada Orde Lama dan
Orde Baru. Di era orde lama dikenal dengan istilah Nasakom (Nasionalis – Agama – Komunis).
Konsep ini diperkenalkan oleh Bung Karno, sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia yang
menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajah yang
ingin kembali ke Indonesia, dan sebagai pemersatu bangsa dalam upaya membasmi kolonialisme di
bumi Indonesia. Sedangkan pada saat Orde Baru lebih teknis digagas oleh Soeharto, Presiden Kedua
Republik Indonesia yang dikenal dengan Eka Prasetya Pancakarsa yang lebih populer disebut
6. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 pada masa itu menjadi kegiatan yang wajib
dilakukan dari Pimpinan Lembaga Tertinggi/tinggi negara, Pejabat Tingkat
Pusat/Daerah/Orpol/Ormas/Tokoh Keagamaan sampai ke masyarakat awam (Tap MPR Nomor
II/MPR/1978). Kegiatan ini juga disandingkan dengan kegiatan orientasi untuk siswa hingga
mahasiswa perguruan tinggi. Di era reformasi ini metode pembelajaran pilar-pilar kebangsaan yang
dapat diberikan adalah dengan menanamkan semangat perjuangan kepada generasi muda dan dengan
memberikan kesadaran akan pentingnya rasa persatuan dan kesatuan untuk keberlangsungan bangsa.
Selain dengan memberikan pemahaman di dalam ruangan, metode pembelajaran juga dapat dilakukan
dengan melakukan napak tilas di tempat-tempat bersejarah.
Demikian empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dijaga, dipahami, hayati dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai aturan
yang semestinya ditaati, Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat bangsa dan NKRI adalah harga mati.
Sumber :
1. www.id.wikipedia.org
2. www.kaskus.co.id
3. www.academia.edu
4. www.esoeroto.blogspot.co.id