Jaringan Islam Liberal dan Syi'ah memiliki akar sejarah yang berbeda. JIL berkembang dari pemikiran Islam liberal di berbagai belahan dunia seperti India, Mesir, dan Pakistan, sementara Syi'ah berkembang dari konsep Imamah dan khilafah. Keduanya memiliki agenda dan gagasan tersendiri dalam melihat Islam, meski sama-sama menekankan pentingnya kontekstualisasi dan pluralisme.
4. Misi JIL
Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang
liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka
anut, serta menyebarkannya kepada khalayak
luas.
Kedua, mengusahakan ruang dialog terbuka yang
bebas dari tekanan konservatisme. Mereka yakin,
terbukanya ruang dialog akan memekarkan
pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.
Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial
dan politik yang adil dan manusiawi.
5. Landasan JIL
1. Membuka pintu ijtihad pada semua
dimensi Islam
2. Mengutamakan
semangat
religio
etik, bukan makna literal teks
3. Mempercayai
kebenaran
yang
relatif, terbuka dan plural
4. Memihak pada yang minoritas dan
tertindas
5. Meyakini kebebasan beragama
6. Ciri-Ciri JIL
1.
Kritis terhadap budaya keagamaan di
Indonesia
yang
cenderung
sarat
kepentingan,
tunduk
pada
etos
konsumerisme, menopang tatanan yang
ada, atau malahan mengambil keuntungan
darinya. Kesadaran kritis diperlukan dalam
rangka membebaskan Tuhan dan agamaNya dari lanskap pertarungan kekuasaan
politik dan ekonomi yang menjinakkan dan
menundukkan Tuhan, agama, dan umat
kepada kehendak pemegang dan yang ingin
menjadi pemegang kekuasaan.
3.
Menciptakan; kemampuan mengidentifikasi
masalah, isu, dan keprihatinan yang
melanda kelangsungan hidup umat manusia
dan terlibat aktif menemukan jawaban
terhadapnya. Kemudian, jawaban tersebut
diterapkan dengan kreatif untuk mencapai
hasil seoptimal mungkin tetapi tetap
diperlukan sebagai sesuatu yang tentatif.
Hasil itu dianggap tentatif karena dapat
diujikan dan ditinjau kembali sehingga,
dengan demikian, menjadi awal siklus
penciptaan selanjutnya.
2.
Memberi dan mendatangkan energi;
membebaskan
Tuhan
dari
tradisi
keagamaan yang statis dan terkooptasi
diperlukan supaya Tuhan dan agama-Nya
dapat kembali menjadi sumber energi yang
memungkinkan umat bergerak maju menuju
zaman dan situasi yang lebih baik. Kalau
hanya menyalahkan dan mengkritik realitas
sosial-keagamaan yan ada, berarti Islam
liberal
telah
mandul,
tak
kuasa
membuahkan harapan dan arah baru
menuju masa depan yang ditandai dengan
tatanan
sosial
yang
egaliter
dan
4.
Menyembuhkan kekuatan spiritual yang
bersumber dari komitmen dan kegairahan
terhadap risalah dan nubuat agama.
Kekuatan spiritual ini mengarahkan Islam
liberal kepada pihak dan golongan yang lain
dari mereka. Sudah tentu, kesadaran
menyembuhkan ini tidak selaras dengan
rasa benci dan bermusuhan di kalangan
berbagai kelompok masyarakat yang
berbeda agama, kelas sosial, dan latar
belakang lainnya. Kesadaran inilah yang
menempatkan Islam liberal pada tempat
publik yang sama dengan siapa pun, yang
7.
8. India, muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (lahir 1817)
yang membujuk kaum muslimin agar mengambil
kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris.
Pada tahun 1877 ia membuka suatu kolese yang
kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920).
Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The
Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai
liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria.
Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Pelopor Agung
Rasionalisme.
9. Mesir, muncul M. Abduh (1849-1905) yang banyak
mengadopsi
pemikiran
Mu’tazilah
dan
berusaha
menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh
salaf.
Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropa
dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir alMar’ah.
Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak
sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi
politik karena Muhammad hanya pemimpin agama.
Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (19261997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh alQur’an hanyalah sistem demokrasi, bukan yang lain.
10. Al-Jazair, muncul Muhammad Arkoun (lahir
1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas
tafsir al-Qur’an model baru yang didasarkan pada
berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan
semiotika
(ilmu
tentang
fenomena
tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya
ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu
pengetahuan
Barat
modern.
Dan
ingin
mempersatukan
keanekaragaman
pemikiran
Islam dengan keanekaragaman pemikiran di luar
Islam.
11. Pakistan, muncul Fazlur Rahman (lahir
1919) yang menetap di Amerika dan
menjadi
guru
besar
di
Universitas
Chicago.
Ia
menggagas
tafsir
konstekstual, satu-satunya model tafsir
yang adil dan terbaik menurutnya. Ia
mengatakan al-Qur’an itu mengandung
dua aspek: legal spesifik dan ideal moral,
yang dituju oleh al-Qur’an adalah ideal
moralnya karena itu ia yang lebih pantas
untuk diterapkan.
12. Indonesia, muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur
Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal
bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan
Abdurrahman Wachid. Nurcholis Madjid telah memulai
gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu
ia
telah
menyuarakan
pluralisme
agama
dengan
menyatakan:
“Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham
kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan
pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang
universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya
merupakan inti setiap agama.” Lalu sekarang muncul apa yang
disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ideide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang
cocok dengan pikirannya.
13. Agenda & Gagasan JIL
Luthfi Asy-Syaukani
Pertama :
Agenda
politik.
Menurutnya
urusan
negara
adalah
murni
urusan
dunia, sistem kerajaan dan
parlementer (demokrasi) sama
saja.
Kedua : Mengangkat kehidupan
antara agama. Menurutnya perlu
pencarian teologi pluralisme
mengingat semakin majemuknya
kehidupan bermasyarakat di
negeri-negeri Islam.
Ketiga : Emansipasi wanita.
Keempat: Kebebasan berpendapat
(secara mutlak).
Gagasan Islam Liberal di
Indonesia oleh Greg
Bertan
1.
2.
3.
4.
Pentingnya kontekstualisasi
ijtihad
Komitmen terhadap rasionalitas
dan pembaruan
Penerimaan terhadap pluralisme
sosial dan pluralisme agamaagama
Permisahan agama dari partai
politik dan adanya posisi nonsektarian negara
14. Yang dimaksud dengan inkubator Ciputat ini adalah IAIN Syarif Hidayatullah yang
kini menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Embrio pemikirpemikir liberal Ciputat identik dengan HMI (KAHMI) yang dimotori oleh
Nurkholish Madjid era 70-an, terus berlanjut ke era 80-an, setelah bergelar Doktor
dari Chicago bersama inkubator Paramadina yang didirikannya tahun 1986, selain
di program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah ini.
Embrio-embrio yang lain pada era 80-an hingga 90-an bergabung dalam wadah
diskusi yang bernama FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat). Tokoh-tokoh
FORMACI antara lain: Budi Munawar Rachman, Saiful Muzani, Ihsan Ali
Fauzi, Ahmad Sahal, Fachri Ali, dan sebagainya.
Sementara yang menjadi grand master dari pemuda-pemuda yang liberal ini adalah
Rektor IAIN sendiri yaitu Prof. Harun Nasution, Mu’tazilah-nya Indonesia, kader
terkemuka Mc. Gill University, Canada. Dan yang menjadi Founding Fathers-nya
adalah Prof. Munawir Sadjzali, mantan Menteri Agama RI era Soeharto, yang
berperan dalam melakukan pertukaran dosen dan pengiriman Mahasiswa/Dosen
IAIN ke negara-negara Barat, khususnya ke Mc. Gill University di Canada. Pada
masanya saja (1983-1993) lebih dari 200 dosen belajar Islam ke Barat.
Selanjutnya pada tahun-tahun 90-an, doktor-doktor baru pulang dari Amerika, Eropa
dan sedikit dari Timur Tengah seperti Azumardi Azra (mantan Rektor
UIN), Komaruddin Hidayat (Yayasan Paramadina/rektor UIN), Kautsar Azhari
Noer (Paramadina), Bachtiar Effendy (PP Muhammadiyah), Sa’id Aqil alMunawwar (Menag), Said Aqiel Siradj (PBNU), dll. Orang-orang baru ini
semakin menguatkan barisan Ciputat.
15. Tepatnya inkubator ini terletak di desa Sapen di komplek IAIN SUKA (Sunan Kalijaga)
dengan Rektornya Prof. Mukhti Ali yang pernah menjadi Menteri Agama. Mukhti Ali
merupakan seorang tokoh pendiri gerakan antar agama di Indonesia, dengan
mendirikan jurusan perbandingan agama dalam Fakultas Ushuluddin IAIN. Mukhti Ali
juga memiliki kelompok diskusi yang dikenal dengan Limited Groups Discussion, yang
beranggotakan: Djohan Effendy, Masdar F. Mas’udi, Ahmad Wahib, M. Dawam
Raharjo, M. Amien Rais, Kuntowijoyo, Syafi’i Ma’arif, dll.
Kemudian alumni-alumni tersebut aktif di LSM-LSM di Jakarta, Masdar di LP3M dan kini
menggantikan posisi Hasyim Muzadi di PBNU, Dawam pernah di LP3ES, LESFI dan
pernah menjadi Rektor UNISMA Bekasi, sementara Djohan pernah di Litbang Depag,
penah menjadi Mensesneg era Gus Dur dan sekarang menjadi Ketua di Indonesian
Conference Religion and Peace (ICRP) (Dia anggota aliran sesat Ahmadiyyah), sementara
Syafi’i kini menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyyah dan Pendiri Ma’arif Institute
yang menjadi inkubator bagi virus JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyyah).
Sejak 2002 inkubator Sapen dipimpin oleh Prof. Amin Abdullah (Ketua Majlis Tarjih PP
Muhammadiyyah) dan didukung oleh Abdul Munir Mulkhan (Ketua Program Studi
Agama dan Filsafat PPs IAIN, Sosiolog), Musa Asy’arie (Derektur PPs IAIN SUKA), dll.
17. MAKNA Syi’ah
Arti “Syî’ah” secara etimologi adalah cinta, penolong, pengikut dan arti lain yang
sepadan, yaitu kata yang berarti memalingkan pikiran seseorang pada faham tertentu.
Sama dengan arti kata “Hizb” sekarang yang berarti kelompok/golongan/sekte.
Dalam kitab Mufradat Al-Qur’an, kata syî’ah terdapat pada suku kata “Syaya’a” yang berarti
penolong dan pendukung, seperti dikatakan “Syaya’a al-Khabar” artinya berita telah
tersebar luas. Kata “Syî’ah” berarti orang yang mendapat dukungan orang lain. Dapat
dikatakan “Syî’ah, Syî’a, Asya,” antara lain firman Allah:
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongan Nuh.”
“…Yang seorang dari golongan Bani Israil dan seorang lagi dari musuhnya (Kaum Fir’aun).”
Ibn Mandzur mendefinisikan Syi’ah sebagai sekelompok orang yang menyepakati sesuatu
dan sama-sama meyakini keyakinan-keyakinan tertentu.
Syi’ah, menurut ahli bahasa az-Zajaj, adalah pengikut dan pendukung setia seseorang.
Al-Azhari mendefinisikan Syi’ah sebagai orang-orang yang mengikuti Ahlulbait Nabi Saw.
Sebutan Syiah menjadi label para pengikut Ali and Ahlul Baitnya. sehingga “bila seseorang
disebut Syiah, itu berarti dia adalah satu dari mereka, yaitu seorang penganut madzhab
Syiah. Sebutan Syiah ini berasal dari musyaiyah, yang artinya kesetiaan.
Dalam kamus Mujam al-Wasit, Syiah didiefinisikan seabgai sebuah madzhab, sebuah
kelompok, para pendukung atau pengikut yang dikenal sebagai Syiah-nya seseorang, para
pengikutnya.
18. Imamah dan khilafah adalah asas terpenting bagi
golongan Syi’ah dan dianggap sebagai pembeda antara
Syi’ah dan golongan lainnya. Ada empat hal pokok
yang berkaitan erat dengan masalah imamah dan
khilafah, yaitu:
1. at-ta’yîn wa at-tanshîsh (penentuan dan penunjukkan),
2. ‘ishmah (keterjagaan dari perbuatan dosa),
3. al-mahdiyyah wa ar-raj’iyyah (kebangkitan dan
kebebasan dari api neraka),
4. at-ta’qiyah (menyembunyikan kesyi’ahan seseorang).
19. Formasi Syi’ah
Menurut Hasyim al-Musawi, Ali diakui sebagai orang yang paling memenuhi syarat untuk
menjadi penerus kepemimpinan Nabi Saw. oleh orang-orang yang hadir dalam pertemuan Saqifah
dan juga oleh orang-orang yang tidak ikut dalam pertemuan itu. Ketika sahabat-sahbat dari kalangan
Anshar dan Muhajirin yang hadir di rumah Nabi Saw. mendengar hasil pertemuan Saqifah, mereka
pun keluar meninggalkan rumah Nabi Saw. Kepada mereka al-Fadhil bin al-Abbas mengatakan:
Kaum Quraisy (sukunya Nabi Saw.) tidak mungkin mendpatkan kekhalifahan dengan cara-cara curang.
Kekhalifahan adalah hak ekslusif kami, dan orang kami (yaitu Ali bin Abi Thalib) lebih berhak untuk menjadi
khalifah dibadnding orang Quraisy manapun.
Begitulah kelaharian kelompok Syi’ah yang mendukung Ali, sementara tuntutan akan
kepemimpinan Ali dilontarkan untuk kali pertama pada hari wafatnya Nabi Saw. Peristiwa ini juga
mengisyararatkan kelahiran Syi’ah doktrinal dan politis sebagai sebuah kelompok. Sejarah
meriwayatkan bahwa Abu Bakar-lah yang disetujui oleh masyarakat Islam di waktu itu menjadi
pengganti atau Khalifah Nabi dalam mengepalai Negara mereka. Kemudian Abu Bakar digantikan
oleh Umar ibn al-Khaththab dan Umar oleh Utsman ibn Affan.
Menurut Hasyim al-Musawi, bila gerakan dan keyakinan Syi’ah pada tahap itu dikaji dengan
saksama, maka terlihat Syi’ah memajukan dua keyakinan prinsipil.”
1. Keyakinan bahwa Ali memiliki hak tak terpungkiri untuk menjadi khalifah dan pemimpin, dan
bahwa setiap orang berkewajiban berbaiat kepadanya.
2. Keyakinan bahwa penerapan perintah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi adalah sebuah keharusan.
Dua prinsip ini membentuk fondasi keyakinan dan ajaran Syi’ah di sepanjang sejarah.
20. Para Imam Syi’ah
Imam Ali ra
2. Imam Hasan as
3. Imam Husain as
4. Imam Ali bin Husain
5. Imam Muhammad Baqir as
6. Imam Ja’far ash-Shadiq as
7. Imam Musa al-Kazim as
8. Imam Ali bin Musa ar-Ridha as
9. Imam Muhammad at-Taqi al-Jawad as
10. Imam Ali an-Naqi al-Hadi as
11. Imam Hasan al-Askari
12. Imam Mahdi
1.
21. Teologi Syi’ah
Lima prinsip agama atau suhuluddin sebagaimana
dinyatakan oleh Islam Syi’ah Imamiah mencakup:
1. Tauhid, yakni kepercayaan kepada Keesaan Ilahi.
2. Nubuwat, yakni kenabian; Ma’ad, yakni kehidupan
akhirat.
3. Imamah atau keimaman, yakni percaya adanya Imamimam sebagai pengganti nabi;
4. Adil atau keadilan Ilahi.
22. Fiqih Syi’ah
Fiqih Syi’ah sebenarnya berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits, serta memiliki orientasi
yang mirip dengan fiqih Sunni. Adanya prasangka buruk terhadap golongan lain sangat
memengaruhi pemikiran fiqih Syi’ah. Ada beberapa aspek yang membedakan antara fiqih
Syi’ah dan fiqih Sunni, yaitu pertama, Syi’ah menolak keras ushûl dan furû’ Sunni yang
bertentangan dengan pemikiran-pemikiran mereka. Untuk itu, mereka menetapkan ushûl dan
furûr’ sendiri yang sesuai dengan akidah Syi’ah, dan tidak mau menggunakan ijma’ (consensus
ulama) dan qiyâs (analogi) yang lazim digunakan dalam fiqih Sunni. Menurut mereka,
penggunaan ijma’ berarti mengharuskan Syi’ah mengakui pendapat para sahabat dan para
tabi’in yang bukan dari kalangan Syi’ah. Sedangkan penggunaan qiyâs tabi’in yang bukan dari
kalangan Syi’ah. Sedangkan penggunaan qiyâs dianggap bertentangan dengan dasar pemikiran
Syi’ah yang menegaskan bahwa agama tidak bersumber dari akal, tetapi berasal dari ajaran
Allah, rasul-Nya, dan para imam yang ma’shûm. Kedua, mereka hanya mau mengakui hadits
atau pendapat yang berasal dari para imam Syi’ah, ulama Syi’ah, dan periwayat Syi’ah. Dalam
menafsirkan Al-Qur’an diharuskan dengan penafsiran yang sesuai dengan prinsip-prinsip
akidah Syi’ah. Sikap seperti ini jelas mempersempit keluwesan dan keluasan syariat Islam.
Dua dasar fiqih Syi’ah di atas menyebabkan fiqih Syi’ah berbeda dengan fiqih Sunni dalam
beberapa masalah penting. Perbedaan itu antara lain: a). Mereka memperbolehkan nikah
mut’ah (kontrak). b). Mereka mengingkari pendapat tentang ‘aul dalam pembagian hukum
waris, karena ide tersebut dicetuskan oleh Umar.