SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
BAB II
                                   TINJAUAN TEORI


2.1   Konsep Dasar
      2.1.1 Definisi
                     Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
            melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
            bercak-bercak (patchy distribution).
                     Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
            atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
            bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
                     Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary,
            batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu
            meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare,
            1993).
                     Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu
            radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-
            benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
                     Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
            bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
            atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
            bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda
            asing.


      2.1.2 Epidemiologi
                     Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada
            anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
            sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
            penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
                     Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah
            utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang
            maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001
            influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
            Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di
            Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan
            WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
            penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk



                                         4
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika
      adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
      kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
      kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika
      dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
      Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
      hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
      menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan
      awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
      Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
      napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
      Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga
      merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
      adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
      pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya
      kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus
      infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.
      Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
      dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
      menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
      dirawat per tahun.
2.1.3 Etiologi
      Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
      •   Faktor Infeksi
          -   Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial
              Virus (RSV).
          -   Pada bayi :
          Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
              Cytomegalovirus.
          Organisme     atipikal   :       Chlamidia    trachomatis,   Pneumocytis.
              Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
              Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
          -   Pada anak-anak :
          Virus   :   Parainfluensa,        Influensa   Virus,   Adenovirus,   RSP
              Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
          Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.




                                       5
-       Pada anak besar – dewasa muda :
          Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
                  Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
      •   Faktor Non Infeksi.
          Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
              -    Bronkopneumonia hidrokarbon :
                          Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah
                   atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak
                   tanah dan bensin).
              -    Bronkopneumonia lipoid :
                          Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
                   minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
                   keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
                   latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
                   pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
                   yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
                   jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
                   mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
                   contohnya seperti susu dan minyak ikan .
                  Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
      terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
      penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
      belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein
      (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
      merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.


2.1.4 Klasifikasi
          Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
      memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
      etiologi.      Beberapa    ahli   telah   membuktikan   bahwa      pembagian
      pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
      terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
      -   Pneumonia lobaris
      -   Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
      -   Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
      -   Pembagian secara etiologi :




                                        6
-      Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
               Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
        -        Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,
               Adenovirus
        -      Jamur      :   Candida,           Aspergillus,    Mucor,    Histoplasmosis,
               Coccidiomycosis,       Blastomycosis, Cryptoccosis.
        -      Corpus alienum
        -      Aspirasi
        -      Pneumonia hipostatik


2.1.5       Patogenesis
                   Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
        mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
        pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
        ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
        dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
        Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
        melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari udaraAspirasi
        dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan
        langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen
        Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
        untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga
        hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian
        besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh
        sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah
        terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan
        fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan
        respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari
        sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba
        yang      non     spesifik.   Bila       pertahanan     tubuh   tidak   kuat   maka
        mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang
        menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
        Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
        peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12
        jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon
        peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
        terinfeksi.



                                             7
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
        permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
        pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
        pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
        mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
        mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
        histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru
        dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
        perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
        terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
        Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
        yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
        perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
        mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II
        (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus
        terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
        penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
        terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
        eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
        perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
        sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
        berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8
        hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
        mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
        terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
        sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
        masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
        pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D.
                Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang
        terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin
        dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
        ke strukturnya semula.
2.1.6   Gambaran Klinis
                Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
        nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
        mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena demam
        yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal



                                    8
disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
        mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan
        mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa
        batuk kering kemudian menjadi produktif.
                  Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan
        cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
        Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi :
        Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras
        (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai
        sedang.
                  Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung
        pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak
        dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar
        ronki     basah   gelembung       halus   sampai   sedang.   Bila   sarang
        bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi
        terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
        terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
        lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
        antara 2-3 minggu.
2.1.7   Pemeriksaan Laboratorium
        a.   Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
             40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
             meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
        b.   Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
        c.   Sinar x      : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga
             menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi
             menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan
             infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada
             mungkin bersih.
        d.   Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
             hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
        e.   Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
             jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
             pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur
             dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.




                                      9
f.   JDL      : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah
           terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
           berkembangnya pneumonia bakterial.
      g.   Pemeriksaan serologi      : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
      h.   LED     : meningkat
      i.   Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
           kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
           komplain menurun, hipoksemia.
      j.   Elektrolit         : natrium dan klorida mungkin rendah
      k.   Bilirubin          : mungkin meningkat
      l.   Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka              :menyatakan
           intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
           1999)
2.1.8 Diagnosis
                 Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
      pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan
      sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia,
      bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
      rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis,
      atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke
      arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil
      jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
      hemoglobin          biasanya   normal      atau     sedikit     menurun(1,2).
      Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
      serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan
      bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan.
      Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana
      yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia
      dibedakan berdasarkan :
      •    Bronkopneumonia sangat berat :
       Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak
           harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
      •    Bronkopneumonia berat :
       Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
           minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
           antibiotika.




                                     10
•   Bronkopneumonia :
      Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
          >     60       x/menit      pada        anak    usia    <       2       bulan
          >    50    x/menit    pada       anak    usia   2   bulan   –       1   tahun
          > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
      •   Bukan bronkopenumonia :
      Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
          dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan
          dengan identifikasi kuman penyebab:
          1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
          2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab),
              terutama virus
          3. Deteksi antigen bakteri


2.1.9 Diagnosa Banding
      •   Bronkiolitis
      •   Aspirasi pneumonia
      •   Tb paru primer


2.1.10 Penatalaksanaan
               Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
      resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu
      yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi
      maka yang biasanya diberikan:
      a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70
          mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum
          luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas
          demam 4-5 hari.
      b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan
          campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1
          ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
      c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik
          akibat kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil
          analisa gas darah arteri.
      d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.




                                      11
Penatalaksanaan keperawatan:
               Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit
      datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping
      hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah:
      a.   Menjaga kelancaran pernafasan.
      b.   Kebutuhan istirahat.
      c.   Kebutuhan nutrisi dan cairan.
      d.   Mengontrol suhu tubuh.
      e.   Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
      f.   Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.


2.1.11 Komplikasi
      •    Otitis media
      •    Bronkiektase
      •    Abses paru
      •    Empiema


2.1.12 Prognosis
               Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih
      tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-
      protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
               Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
      diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan
      makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
      Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
      tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
      malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
      lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
      malnutrisi apabila berdiri sendiri.
2.1.13 Pencegahan
               Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari
      kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit
      yang    dapat       menyebabkan       terjadinya   bronkopneumonia      ini.
      Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
      daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti :




                                    12
cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
          kebersihan       ,beristirahat   yang   cukup,   rajin   berolahraga,   dll.
          Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
          terinfeksi antara lain:
          1. Vaksinasi Pneumokokus
          2. Vaksinasi H. influenza
          3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
              tubuh rendah
          4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.


2. 2 Asuhan Keperawatan
    1. Data focus
       a. Data Subyektif
       Anak dikeluhkan rewel, tidak mau makan, sesak nafas, terdengar suara
          grek-grek, orang tua menyatakan kurang paham tentang penyakit yang
          diderita anaknya , anak mencret.
       b. Data Obyektif
       Pernafasan cepat dan dangkal , pernafasan cuping hidung, cianosis, batuk
          berdahak sputum purulen, penggunaan otot Bantu nafas, bunyi nafas
          bronchovesikuler, ronchi, respirasi meningkat, peningkatan suhu
          tubuh,penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat badan
          dan lain-lain.
    2. Pengkajian
       a. Riwayat kesehatan
          1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk,
              pilek, demam.
          2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
          3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti
              malnutrisi.
          4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
          5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan
              dangkal, gelisah, sianosis
       b. Pemeriksaan fisik
          1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
          2) Auskultasi paru ronchi basah
          3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal




                                           13
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada
        kedua paru)


c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
   1) Usia tingkat perkembangan
   2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
   3) Koping
   4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
   5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
   1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
   2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
   3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
e. Aktivitas / istirahat
   Gejala      : Kelemahan, kelelahan, insomnia
   Tanda       : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
f. Sirkulasi
   Gejala      : Riwayat gagal jantung kronis
   Tanda       : Takikardi, penampilan keperanan atau pucat
g. Integritas Ego
   Gejala      : banyak stressor, masalah finansial
h. Makanan / Cairan
   Gejala      : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
   Tanda       : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
                turgor buruk, penampilan malnutrusi
i. Neurosensori
   Gejala      : sakit kepala dengan frontal
   Tanda       : perubahan mental
j. Nyeri / Kenyamanan
   Gejala      : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia,
                atralgia
k. Pernafasan
   Gejala           : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea,
                      pernafasan        dangkal,   penggunaan   otot   aksesori,
                      pelebaran nasal




                                   14
Tanda            : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen Perkusi ;
                            pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi
                            pleural
        Bunyi nafas      : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau
                            nafas Bronkial
        Framitus         : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
        Warna            : pucat atau sianosis bibir / kuku
   l. Keamanan
        Gejala     : riwayat gangguan sistem imun, demam
        Tanda      :    berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan,
                       mungkin pada kasus rubeda / varisela
   m. Penyuluhan
        Gejala     : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
                       kronis
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi
   1)    Bersihan jalan nafas tidak efektif
          Dapat dihubungkan dengan :
             •     Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan
                   produksi sputum
             •     Nyeri pleuritik
             •     Penurunan energi, kelemahan
          Kemungkinan dibuktikan dengan :
             •     Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
             •     Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
             •     Dispnea, sianosis
             •     Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum
          Kriteria Hasil :
             •     Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
             •     Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak
                   ada dispnea atau sianosis
          Intervensi :
         Mandiri
             •     Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
             •     Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan
                   bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)




                                       15
•   Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
         •   Penghisapan sesuai indikasi
         •   Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
      Kolaborasi
         •   Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi
             lain
         •   Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik,           ekspetoran,
             bronkodilator, analgesik
         •   Berikan cairan tambahan
         •   Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
         •   Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
2)   Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
     •   Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
     •   Gangguan kapasitas oksigen darah
     •   Kemungkinan dibuktikan oleh :
          Dispnea, sianosis
          Takikardi
          Gelisah / perubahan mental
          Hipoksia
     •   Kriteria Hasil :
          Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
             dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress
             pernafasan
          Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
     •   Intervensi :
     Mandiri
          Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
          Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
          Kaji status mental
          Awasi status jantung / irama
          Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan
             untuk menurunkan demam dan menggigil
          Pertahankan istirahat tidur




                                16
 Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
             dalam dan batuk efekti
          Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
     •   Kolaborasi
          Berikan terapi oksigen dengan benar
          Awasi GDA
3)   Pola nafas tidak efektif
 Dapat dihubungkan dengan :
      Proses inflamasi
      Penurunan complience paru
      Nyeri
      Kemungkinan dibuktikan oleh :
         •   Dispnea, takipnea
         •   Penggunaan otot aksesori
         •   Perubahan kedalaman nafas
         •   GDA abnormal
      Kriteria Hasil :
         •   Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA
             dalam rentang normal
      Intervensi :
     Mandiri
            Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
            Auskultasi bunyi nafas
            Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
            Observasi pola batuk dan karakter sekret
            Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk
             efektif
     Kolaborasi
         •   Berikan Oksigen tambahan
         •   Awasi GDA
4)   Peningkatan suhu tubuh
     Dapat dihubungkan : proses infeksi
     Kemungkinan dibuktikan oleh :
        Demam, penampilan kemerahan




                                 17
   Menggigil, takikandi
        Kriteria Hasil :
        Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
        Tidak menggigil
        Nadi normal
 Intervensi :
 Mandiri
     •   Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
     •   Pantau warna kulit
     •   Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan


 Kolaborasi
     Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
     Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5)   Resiko tinggi penyebaran infeksi
     Dapat dihubungkan dengan :
      Ketidakadekuatan pertahanan utama
      Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan
         imun)
 Kemungkinan dibuktikan oleh :
      Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
         diagnosa aktual
 Kriteria Hasil :
      Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
      Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan
         resiko infeksi
 Intervensi :
 Mandiri
        Pantau TTV
        Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan
         perubahan warna jumlah dan bau sekret
        Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
        Ubah posisi dengan sering
        Batasi pengunjung sesuai indikasi
        Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu




                                18
   Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
 Kolaborasi
      Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6)   Intoleran aktivitas
 Dapat dihubungkan dengan
      Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
      Kelemahan, kelelahan
 Kemungkinan dibuktikan dengan :
      Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
      Dispnea, takipnea
      Takikandi
      Pucat / sianosis


 Kriteria Hasil :
     •   Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
         aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan
         berlebihan dan TTV dalam rentang normal
 Intervensi :
 Mandiri
      Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
      Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
      Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
         perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
      Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
      Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7)   Nyeri
 Dapat dihubungkan dengan :
      Inflamasi parenkim paru
      Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
      Batuk menetap
 Kemungkinan dibuktikan dengan :
      Nyeri dada
      Sakit kepala, nyeri sendi
      Melindungi area yang sakit
      Perilaku distraksi, gelisah




                               19
Kriteria Hasil :
      Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
      Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas
         dengan cepat
 Intervensi :
 Mandiri
      Tentukan karakteristik nyeri
      Pantau TTV
      Ajarkan teknik relaksasi
      Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
         episode batuk.
8)   Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Dapat dihubungkan dengan :
     •   Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
         proses infeksi
     •   Anoreksia distensi abdomen
 Kriteria Hasil :
     •   Menunjukkan peningkatan nafsu makan
     •   Berat badan stabil atau meningkat
 Intervensi :
 Mandiri
     •   Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
     •   Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
     •   Auskultasi bunyi usus
     •   Berikan makan porsi kecil dan sering
     •   Evaluasi status nutrisi


9)   Resti kekurangan volume cairan
 Faktor resiko :
     •   Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak,
         hiperventilasi, muntah)
 Kriteria Hasil :
     •   Balance cairan seimbang
     •   Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat
 Intervensi :



                                   20
Mandiri
              •   Kaji perubahan TTV
              •   Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
              •   Catat laporan mual / muntah
              •   Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
              •   Hitung keseimbangan cairan
              •   Asupan cairan minimal 2500 / hari
          Kolaborasi
              •   Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
              •   Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
         10) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
          Dapat dihubungkan dengan :
                 Kurang terpajan informasi
                 Kurang mengingat
                 Kesalahan interpretasi
                 Kemungkinan dibuktikan oleh :
                 Permintaan informasi
                 Pernyataan kesalahan konsep
                 Kesalahan mengulang
          Kriteria Hasil :
              •   Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan
              •   Melakukan perubahan pola hidup
          Intervensi
          Mandiri
              •   Kaji fungsi normal paru
              •   Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
                  penyembuhan dan harapan kesembuhan
              •   Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
              •   Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
              •   Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode
                  yang dianjurkan.
2.3   Konsep Dasar Farmakologi
      2.3.1 Pengertian Farmakologi




                                           21
a. Farmakologi dalam arti luas, adalah ilmu yang mempelajari sejarah,
         asal usul obat, sifat fisika dan kimia, cara mencampur dan membuat
         obat, efek terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorbsi,
         distribusi, biotransformasi, dan ekskresi, penggunaan dalam klinik
         dan efek toksiknya.
      b. Farmakologi dalam arti sempit, adalah ilmu yang mempelajari
         penggunaan obat untuk diagnosis, pencegahan dan penyembuhan
         penyakit.
2.3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Obat
      a. Pengertian
         •   Obat : ialah semua zat, baik kimiawi, hewani maupun nabati
             yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau
             mencegah penyakit maupun gejala-gejalanya. Zat tersebut
             berbentuk padat, cair, atau gas dan diberikan kepada pasien
             dengan maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut.
         •   Indikasi : ialah petunjukyang diperoleh untuk menentukan cara
             pengobatan mana yang harus diikuti.
         •   Kontra Indikasi : ialah petunjuk yang menyatakan adanya
             bahaya atau pengaruh apabila obat diberikan.
         •   Mekanisme kerja obat : ialah cara kerja obat atau proses kerja
             obat di dalam tubuh.
         •   Dosis obat : ialah ukuran tertentu dari suatu obat yang
             disesuaikan dengan diagnose dan keadaan pasien.
         •   Efek samping : ialah efek atau pengaruh obat yang tidak ada
             hubungannya dengan tujuan utama pemberian obat.
         •   Toxic effect : ialah efek racun dari suatu obat terhadap tubuh.
         •   Resep : ialah perminttan tertulis dari dokter kepeda Apoteker
             atau     asisten   Apoteker,   supaya   menyiapkan     obat       dan
             menyerahkannya kepada pasien.
      b. Kegunaan obat
         •   Untuk menyembuhkan penyakit
         •   Untuk mencegah penyakit
         •   Untuk mengurangi rasa sakit
         •   Untuk menghambat perkembangan penyakit
         •   Untuk menambah kekuatan




                                    22
•   Untuk menambah nafsu makan
      c. Mekanisme kerja obat
      Beberapa mekanisme kerja obat, dapat digolongkan sebagai berikut:
         •   Secara fisika
         •   Secara kimiawi
         •   Melalui proses metabolisme
         •   Secara kompetisi (saingan)
2.3.3 Peran Perawat Dalam Pengobatan
      1. Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi
         dengan menerapkan prinsip minimal 4 tepat 1 waspada :
          a. Tepat Penderita
                     Dalam memberikan obat, harus memastikan dan
             memeriksa identitas klien pada setiap kali pemberian obat.
             Apakah obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya.
          b. Tepat Obat
                     Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca
             kembali label obat serta interaksi obat dan memastikan kembali
             bahwa klien menerima obat yang telah diresepkan sesuai dengan
             penyakit yang derita.
                     Dalam     memberikan    obat   pada    klien,   sebaiknya
             mengecek obat pada saat menerima resep, akan memberikan
             pada klien dan pada saat pemberian pada klien agar tidak terjadi
             kesalahan memberikan obat.
          c. Tepat Dosis
                     Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah
             diresepkan dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar
             tidak terjadi over dosis atau under dosis yang dapat
             menimbulkan efek yang tidak dingin (efek skunder)
          d. Tepat Waktu
                     Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu-
             waktu tertentu serta memperhatikan kapan obat tersebut
             diberikan, sebelum makan atau sesudah makan. Misal: obat x
             diberikan dengan dosis harian 2 x sehari sebelum makan
          e. Waspada
                     Waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan obat.




                                 23
2. Mengelola       penempatan,       penyimpanan,        pemeliharaan,     dan
         administrasi obat di ruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak
         rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluwarsa.
     3. Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan,
         meliputi khasiat obat, makanan yang boleh, dan tidak boleh selama
         terapi, ESO obat dan cara mengatasi, kepatuhan obat, dampak
         ketidakpatuhan, penghentian obat.
     4. Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari
         pengalaman      klinis     dan   empiris       beberapa   pasien     selama
         menggunakan obat untuk bahan masukan dan laporan.


Kompetensi perawat dalam pemberian obat
   No              Kompetensi                         Keterampilan
    1            Mengkaji     a. Memkaji pasien riwayat pengobatan
                      keadaan             dan alergi.
                      umum            b. Mengkaji kondisi umum pasien
                      pasien              berkaitan dengan efektifitas
                      kaitannya           farmakokinetik (absorbs, distribusi,
                      dalam               metabolism dan ekskresi).
                      penggunaa       c. Mengkaji diet yang berkaitan dengan
                      n obat              interaksi farmakokinetik obat.
                                      d. Mengkaji tanggapan, kerjasama dan
                                          penilaian pasien terhadap pemberian
                                          obat.
                                      e. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
                                          terhadap tindakan pengobatan yang
                                         diberikan.
     2           Merencanakan         a. Merencanakan diet pasien sehubungan
                      pemberian           dengan obat yang diberikan.
                      obat kepada b. Menetapkan waktu pemberian obat
                      pasien              untuk memperoleh efektifitas terapi.
                      untuk           c. Memprediksi efek, terapi toksisitas
                      mencapai            dan ESO serta rencana pengawasan
                      tingkat             dan penanggulangannya.
                      efektivitas     d. Merencanakan penyuluhan kesehatan
                    maksimal             yang diperlukan.
     3           Melaksanakan         a. Identifikasi progam terapi menuju 5
                      pemberian           benar.



                                    24
obat sesuai    b. Memberikan obat.
                                progam             1. Peroral (ditelan).
                                terapi             2. Sub lingual (bawah lidah).
                                                   3. Personde (melalui sonde).
                                                   4. Memberikan obat parenteral.
                                                       •   Intra muskuler
                                                       •   Intra vena
                                                       •   Subkutan
                                                       •   Intrakutan
                                                   5. Perrektal (supositoria)
                                                   6. Inhalasi
                                                   7. Efek lokal
                                                       •   Perkonjungtival.
                                                       •   Pernasal.
                                                       •   Tetes telinga.
                                                       •   Pada luka (antiseptik).
                                                       •   Topical (dioleskan kulit).
                                               c. Melaksanakan penyuluhan obat pada
                                                   pasien pada saat terapi dan menjelang
                                                   pulang, meliputi:
                                                   •   ESO yang mungkin timbul.
                                                   •   Penghentian obat.
                                                   •   Kepatuhan obat, kaitannya dengan
                                                       penyembuhan.
                                                   •   Efek lain yang mungkin muncul
                                                       dan cara mengatasi.




2.4     Terapi Obat Dan Cairan
        2.4.1   Ampisilin
•     Nama &                       Asam (2S,5R,6R)-6-[(R)-2-amino-2-fenilacetamido]-
      Struktur Kimia               3-3-dimetil-7-okso-           4-tia-1-azabisiklo[3,2,0]-
                            :
                                   heptana-2-karboksilat [69-53-4] (Trihidrat [7177-48-
                                   2]). C16H19N3O4S
•     Sifat Fisikokimia     :      Ampisilin berbentuk         anhidrat     atau     trihidrat



                                              25
mengandung tidak kurang dari 900 µg tiap milligram
                              C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat.
                              Secara komersial, sediaan ampisilin tersedia dalam
                              bentuk trihidrat untuk sediaan oral dan garam
                              natrium untuk sediaan injeksi. Potensi ampisilin
                              trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan
                              basis anhidrous. Ampisilin trihidrat berwarna putih,
                              praktis tidak berbau , serbuk kristal, dan larut dalam
                              air. Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam
                              air sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10 mg/mL
                              pada suhu 40 0C. Ampisilin sodium berwarna
                              hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk kristal,
                              serbuk     hidroskopis,    sangat   larut     dalam     air,
                              mengandung      0.9%      natrium   klorida.      Pelarutan
                              natrium ampicilin dengan larutan yang sesuai, maka
                              10 mg ampicilin per mL memiliki pH 8-10. Jika
                              dilarutkan secara langsung ampisillin trihidrat oral
                              suspensi memiliki pH antara 5-7.5
•   Keterangan         :      Ampisilin adalah aminopenisilin. Perbedaan struktur
                              ampisilin dengan penicillin G hanya terletak pada
                              posis gugus amino pada alpha cincin benzena yang
                              terletak pada R dalam inti penisilin.


       Golongan/Kelas Terapi
       Anti Infeksi
       Nama Dagang
       - Actesin inj     - Ambripen             - Amcillin                - Ampi
       - Arcocillin      - Bannsipen            - Bimapen                 - Binotal
                         -
       - Biopenam             Broada            - Cinam                   - Corsacillin
                              pen
       - Dancillin         - Decapen            - Erphacillin             - Etabiotic
       - Etrapen           - Hufam              - Kalpicillin             - Kemocil
       - Lactapen          - Medipen            - Megapen                 - Metacillin
                                                -
       - Mycill            - Opicillin               Pampicil             - Parpicillin
                                                    lin
       - Penbiotic         - Penbritin          - Pincyn                  - Polypen
       -                   - Ronexol            - Sanpicillin             -
          Primacil                                                            Standacil



                                         26
lin                                                              lin
       - Unasyn                - Varicillin        - Viccillin          - Xepacillin
       - Akrotalin
Indikasi
Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-producting organisme); bakteri
yang peka yang disebabkan oleh streptococci, pneumococci nonpenicillinase-
producting staphilocochi, listeria, meningococci; turunan H.Influenzae, salmonella,
Shigella, E.coli, Enterobacter, dan Klebsiella .Dosis, Cara Pemberian dan Lama
Pemberian
DOSIS ANAK :
Infeksi ringan – sedang: I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6
jam. (maksimal:2-4 mg/hari). Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6
jam (maksimal: 2-4 g/hari)
Infeksi berat/mengitis: I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6
jam (maksimal; 6-12 g/hari).
Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus: 50 mg/kg
digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI: pasien resiko
tinggi: 50 mg/kg (maksimal 2 g) digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol.
Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan 30 menit sebelum prosedur operasi.
DOSIS DEWASA
Dosis lazim:
Oral : 250 – 500 mg tiap 6 jam.IM.IV: 50-100 mg/kg/hari setiap 6 jam.
Sepsis/meningitis: IM.IV: 150-250 mg/kg/24 jam dosis terbagi setiap 3-4 jam
(rentang:6-12g/hari).
PENYESUAIAN DOSIS.
ClCr >50 mL/menit: diberikan tiap 6 jam. ClCr 10-50 mL/menit diberikan setiap 6-
12 jam. ClCr <10 mL/menit diberikan setiap 12-24 jam.
Lama pemberian:
Lama pemberian ampicillin tergantung pada tipe dan tingkat kegawatan serta
tergantung juga pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya. Seperti contoh
umum jika ampisillin digunakan untuk penanganan infeksi gonore maka ampicillin
diberikan tidak kurang dari 48 – 72 jam setelah pasien mengalami gejala infeksi
maupun sesuai temuan hasil uji laboratorium. Untuk infeksi persisten, kemungkinan
diberikan untuk beberapa minggu.
CARA PEMBERIAN:
Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kadar
obat dalam plasma. Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk memaksimalkan




                                              27
absorpsi (1 jam sebelum makan dan 2 jam setelah makan).
Farmakologi
Absorbsi: oral: 50%.
Distribusi: empedu, dan plasma jaringan; menembus ke cairan serebrospinal terjadi
hanya ketika terjadi inflamasi meningitis.
Ikatan protein: 15 – 25%
T½ eliminasi:
Anak – anak dan dewasa: 1-1.8 jam.
Anuria/ARF:7-20 jam.
T max: Oral: 1-2 jam
Eksresi: urin (90% bentuk utuh) dalam 24 jam.
Dialisis: Moderat diálisis melalui Hemo atau peritonial dialisis: 20-50%
Stabilitas Penyimpanan
Ampisilin kapsul, serbuk oral suspensi disimpan pada wadah kedap dengan suhu
antara 15-30°C, setelah mengalami pencampuran, ampisilin trihidrat disimpan dalam
lemari pendingin dengan suhu antara 2-8°C dan akan bertahan selama 14 hari, tapi
jika disimpan dalam suhu ruangan maka akan bertahan selama 7 hari. Ampisilin
injeksi, setelah mengalami pelarutan sebaiknaya digunakan kurang dari 1 jam setelah
pencampuran. Stabilitas ampisilin injeksi setelah dilarutkan tergantung kenaikan
konsentrasinya, ampisillin peka sekali dengan cairan yang mengandung dextrose,
karena akan mengakibatkan efek katalitik dan menghidrolisis obat.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau
komponen lain dalam sediaan.
Efek Samping
SSP : Demam, penisilin encephalitis, kejang.
Kulit : Erythema multifom, rash, urticaria.
GI    :   Lidah    hitam     berambut,     diare,   enterochollitis,   glossitis,   mual,
pseudomembranouscollitis, sakit mulut dan lidah, stomatitis, muntah.
Hematologi : Agranulositosis, anemia, hemolitik anemia, eosinophilia, leukopenia,
trombocytopenia purpura.
Hepatik : AST meningkat.
Renal : Interstisisal nephritin (jarang)
Respiratory : Laringuela stidor
Miscellaneous : Anaphilaxis.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :



                                             28
Meningkatkan efek toksik:
1. Disulfiran dan probenezid kemungkinan meningkatkan kadar ampisilin.
2. Warfarin kemungkinan dapat meningkatkan kadar ampisilin
3. Secara teori, jika diberikan dengan allopurinol dapat meningkatkan efek ruam.
Menurunkan efek:
Dicurigai ampisilin juga dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan tingkat absorbsi ampisillin,
sehingga        kemungkinan akan menurunkan kadar ampisillin.
Pengaruh
Terhadap Kehamilan : Data keamanan penggunaan pada ibu hamil belum ada
sehingga CDC (center for disease controle and prevention) memasukannya pada
Kelas faktor risiko B.
Terhadap Ibu Menyususi : CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena
amoksisilin terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin
dapat menyebabkan respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu
dilakukan selama menggunakan obat ini pada ibu menyusui.
Terhadap Anak-anak : Data tentang keamanan masih establish
Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran :
Hematologi dan hepar.
Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap : Fungsi ginjal (ClCr), Fungsi Hepar (SGPT, SGOT),
Hematologi. (Hb), Indikator infeksi.(Suhu badan, kultur ).
Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Serbuk Injeksi
Peringatan
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal, perlu penyesuaian dosis. Tingkat kejadian
ruam akibat penggunaan ampisilin pada anak – anak sebanyak 5 – 10% kebanyakan
muncul pada 7-14 hari setelah penggunaan obat.
Kasus Temuan Dalam Khusus
Informasi Pasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin digunakan
dalam dosis dan rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat digunakan dalam
keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Amati jika
ada timbul gejala ESO obat, seperti mual, diare atau respon hipersensitivitas. Jika
masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap menghubungi apoteker.
Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah menggunakan obat, maka harap
menghubungi dokter.



                                          29
Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada
ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam
dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri
menjadi pecah (lisis). Monitoring Penggunaan Obat
Lamanya penggunaan obat : Menilai kondisi pasien sejak awal hingga akhir
penggunaan obat. Mengamati kemungkinan adanya efek anafilaksis pada pemberian
dosis awal.


      GENTAMISIN 2.4.2
Golongan  : Aminoglikosida
Komposisi       : Gentamicin / Gentamisin sulfat
Indikasi       : Infeksi Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram
positif (Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan
jaringan lunak, infeksi saluran urin, abdomen, endokarditis dan septikemia ,
penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri endokarditis dan tindakan bedah.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Dosis diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit
Dosis umum :
Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.       Anak
> 5 tahun : 2 - 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.
Note : Usual dose yang lebih tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6
jam) yang diberikan pada kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum
level yang dibutuhkan
Anak dan dewasa :
Intratekal : 4 – 8 mg/hari
Optalmik :
Salep : Dioleskan pada mata 2 – 3 kali sehari sampai setiap 3 – 4 kali
Tetes mata : Teteskan pada mata yang sakit 1 – 2 tetes setiap 2 – 4 jam, naikan 2tetes
setiap jam untuk infeksi parah
Topikal :
Salep : Salep dioleskan pada kulit yang sakit 3 – 4 kali sehari
Dewasa : Diberikan secara i. v. atau i. m.
Konfensional : 1 – 2,5 mg/kg BB/ dosis setiap 8 – 12 jam untuk mendapatkan kadar
puncak secara cepat pada terapi, dosis inisial yang lebih tinggi dapat diberikan




                                             30
dengan pertimbangan yang cermat untuk pasien jika cairan ekstraseluler meningkat
(udem, syok
Dosis tunggal : 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari; beberapa klinisi memberikan
rekomendasi dosis tersebut untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Indikasi spesifik :
Bruselosis : 240 mg/hari i.m. atu 5 mg/kg BB/hari secara i. v. selama 7 hari. Dapat
juga dikombinasi dengan Doxyciclin
Kolangitis : 4 – 6 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Ampisilin
Divertikulitis (komplikasi) : 1,5 – 2 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan
Ampisilin dan Metronidazol)
Profilaksis endokarditis : Gigi, mulut, saluran nafas bagian, atas, saluran pencernaan,
saluran urin 1,5 mg/kg BB dikombinasi dengan Ampisilin 50 mg/kg BB 30 menit
sebelum operasi
Endokarditis atau sejenisnya (untuk infeksi Gram Positif) : 1 mg/kg BB setiap 8 jam
(kombinasi dengan Ampisilin)
Meningitis Listeria : 5 – 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Penicillin selama 1
minggu
Meningitis Neonatal, 0 – 7 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 18 – 24 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 12 jam
Meningitis Neonatal, 8 – 28 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 8 – 12 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Inflamasi pelvik :
Loading Dose : 2 mg/kg BB, selanjutnya 1,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Alternate therapy : 4,5 mg/kg BB/hari
Plague (Yersinia pestis) : 5 mg/kg BB/hari diikuti dengan postexposture dengan
Doksisiklin.
Pneumonia : 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan antipseudomonas beta laktam
atau Carbapene
Tularemia : 5 mg/kg BB/hari dibagi setiap 8 jam untuk 1 – 2 minggu
Infeksi saluran Urin :1,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam
Interval Dosis pada penurunan fungsi ginjal
Dosis konvensional :
Klirens kreatinin >= 60 ml/menit : diberikan setiap 8 jam
Klirens kreatinin 40 – 60 ml/menit : diberikan setiap 12 jam
Klirens kreatinin 20 – 40 ml/menit : diberikan setiap 24 jam



                                          31
Klirens kreatinin < 20 ml/menit : loading dose, kemudian monitor
Dosis tinggi untuk terapi : Interval diperpanjang ( mis. setiap 48 jam) pada pasien
dengan gangguan ginjal yang moderat (klirens kreatinin 30 – 59 mL/menit) dan atau
dasar perhitungan pada serum level determination.
Hemodialisa :
Dilanjutkan dengan dialisa : 30% lanjutan dari Aminoglikosida dilaksanakan selama
4 jam hemodialisa.; pemberian dosis selama hemodialisa dan follow level.
Terapi lanjutan dengan Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) :
Pemberian melalui cairan CAPD :
Infeksi Gram–negative : 4 – 8 mg/L(4 – 8 mc/L) dari cairan CAPD
Infeksi Gram–positif (mis. siergis) : 3 – 4 mg/L (mcg/L) dari cairan CAPD
Pemberian injeksi dengan rute i. m. Atau i. v. Selama CAPD.
Dosis untuk Clcr <10 mL/menit dan follow level
Lanjutan melalui kontinius arterovenous atau venovenous hemofiltration :
Dosis untuk Clcr 10 - 40 mL/menit dan follow level
Penyesuaian dosis pada penyakit hepar : Monitor konsentrasi dalam plasma
Cara pemberian :
1Injeksi i. m.atau i.v.
Tetes mata
Lama penggunaan :
Sesuai dengan aturan pada pemberian dosis
Farmakologi
Didistribusikan melalui plesenta
Volume distribusi meningkat pada odem, asites dan menurun pada dehidrasi.
Neonatus : 0,4- 0,6 per kg BB,
Anak 0,3 -0,35 /kg BB.
Dewasa 0,2-0,3 /kg BB
Protein binding : < 30 %
Waktu paruh eliminasi :
Infant : umur < 1 minggu 3-11,5 jam. 1 minggu -6 bulan 3-3,5 jam.
Dewasa ; 1,5-3 jam.
Pasien dengan gangguan ginjal 36-70 jam
Kadar puncak serum : i.m 30-90 menit; i.v. 30 menit setelah pemberian dengan infus
Ekskresi : Urin
Stabilitas Penyimpanan
Stabilitas   :
Stabil selama 30 hari setelah kemasan ditusuk



                                        32
Stabil selama 24 pada suhu kamar dalam campuran NaCl fisiologis atau Dextrosa 5%
Penyimpanan :
Tidak berwarna sampai kuning muda pada penyimpanan pada suhu 2% - 30%
Jangan disimpan di refrigerator
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain
Efek Samping
> 10%
Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Neuromuskuler dan skeletal : Gait instability
Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular)
Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin) 1% – 10%
Cardiovaskuler : Edeme
Kulit : rash, gatal, kemerahan < 1%
Agranulositosis
Reaksi alergi
Dyspnea
Granulocytopenia
Fotosensitif
Pseudomotor Cerebral
Trombositopeni


Interaksi
•   Dengan Obat Lain : Penisilin, Sefalosporin, Amfoterisin B, Diuretik dapat
    meningkatkan efek nefrotoksik, efek potensiasi dengan neuromuscular blocking
    agen
•   Dengan Makanan : Harus dipertimbangkan terhadap diet makanan yang
    mengandung Calcium, magnesium , potassium
Peringatan
Jangan digunakan pada pengobatan yang lama karena dapat berisiko toksik
pemberian yang lama yaitu penurunan fungsi ginjal, miastenia gravis, hipokalsemia,
kondisi dengan depresi neuromuskuler transmitens
Aminoglikosoda      secara   parenteral   dapat    menimbulkan    nefrotoksisitas   dan
ototoksisitas dapat secara langsung secara proporsional dengan jumlah obat yang
diberikan dan durasi pengobatan; tinnitus atau vertigo adalah indikasi dari vestibular
injuri dan mengancam hilangnya pendengaran.




                                           33
2.4.3   ULSIKUR
        INDIKASI
        Ulkus duodenum aktif, pencegahan ulkus duodenum kambuhan, ulkus
        lambung akut yang jinak, sindroma Zollinger-Ellison.
        PERHATIAN
        Kerusakan ginjal, keganasan lambung, hamil, menyusui.
        Interaksi obat :
         meningkatkan kadar Lignokain, Fenitoin, Teofilin, Warfarin dalam darah.
         mengurangi metabolisme hepatik dari antikoagulan tipe Warfarin,
            Fenitoin,
         Lidokain, Teofilin.
        EFEK SAMPING
        Diare, pusing, mengantuk terus/ketagihan tidur, ruam kulit, sakit kepala yang
        bersifat reversibel, nyeri sendi, nyeri otot, keadaan kekacauan/kebingungan
        yang bersifat reversibel, ginekomastia ringan, impotensi yang bersifat
        reversibel, kebotakan, neutropenia/agranulositosis, trombositopenia, anemia
        aplastik, demam, nefritis interstisial, hepatitis, pankreatitis.
        KEMASAN
        Ampul 200 mg x 5 biji.
        DOSIS
        •   Injeksi intramuskular (IM) pada orang dewasa : 200 mg tanpa dilarutan
            disuntikkan tiap 4-6 jam.
        •   Infus intravena (IV) : 200 mg dilarutkan dalam 100 ml injeksi Dekstrosa
            atau larutan IV lainnya diinfuskan selama 15-20 menit, diulangi tiap 4-6
            jam.Maksimal : 2 gram/hari.
        •   Injeksi IV : larutkan 200 mg dalam larutan injeksi NaCl sampai volume
            total 20 ml dan disuntikkan secara lambat paling sedikit selama 2 menit.
        •   Ulangi tiap 4-6 jam. Pasien dengan gangguan ginjal : 200 mg tiap 12 jam.


DIPHENHIDRAMI 2.4.4
         Indikasi :
            •   Rhinitis alergika, rhinitis vasomotor
            •   Konjungtivitis alergika yang disebabkan oleh alergen atau makanan
            •   Urtikaria dan angioedema yang ringan tanpa komplikasi
            •   Dermatografisme



                                             34
•   Reaksi alergi terhadap darah atau plasma, dan reaksi anafilaksis,
       sebagai tambahan dari epinefrin dan pengobatan dasar, setelah gejala
       akut telah diatasi
   •   Mabuk perjalanan
   •   Parkinsonisme (termasuk gejala ekstrapiramidal yang diakibatkan
       obat-obatan) pada orang tua yang tidak dapat menerima obat yang
       lebih kuat, serta kelompok umur lainnya dengan gejala yang ringan,
       atau sebagai kombinasi dengan obat antikolinergik, sentral, atau bila
       terapi oral tidak memungkinkan atau dikontraindikasikan.
 Dosis :
   •   Oral :
       -    Dewasa : 50 mg atau 20 mg, 3-4x sehari
       -    Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari
   •   Parenteral :
   Untuk reaksi alergi :
   •   Dewasa : 10-50 mg IM (dalam) atau IV (100 mg, bila dibutuhkan),
       sampai 400 mg/hari
   •   Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari, IM
       (dalam) atau IV, terbagi dalam 4 dosis
 Cara Pemberian dan Penyesuaian Dosis :
   •   Untuk mabuk perjalanan, obat diberikan 30 menit sebelum perjalanan,
       diberikan sesudah makan, serta sebelum tidur.
 Kontra Indikasi :
   •   Hipersensitivitas : terhadap difenhidramin
   •   Gejala saluran pernafasan bagian bawah, termasuk asma
   •   Pengobatan bersama MAO-inhibitor : efek antikolinergik dari
       difenhidramin diperhebat adau diperlama.
 Perhatian :
   •   Mengantuk, gangguan koordinasi : pekerjaan yang memerlukan
       kewaspadaan dan ketelitian dapat terganggu : peringatkan penderita
       terhadap hal ini.
   •   Penderita usia lanjut : pusing, mengantuk, dan hipotensi lebih sering
       terjadi pada penderita diatas umur 60 tahun.




                                 35
•   Aktivitas “atropine-like”, antikolinergik : pakailah dengan hati-hati
       pada penderita dengan riwayat asma bronkial, peninggian tekanan
       intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler atau hipertensi.
   •   Penderita dengan resiko khusus : pakailah dengan hati-hati pada
       penderita     glaukoma    “narrowangel”,      tukak   lambung,     obstruksi
       pilorodudenal, hipertrofi prostat atau obstruksi saluran kandung
       kencing.
 Efek Samping :
   •   Kardiovaskuler : Hipotensi, sakit kepala, palpitasi, takikardi,
       ekstrasistol.
   •   Hematologi : anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis.
   •   SSP      :   mengantuk,    pusing,    gangguan     koordinasi,     keletihan,
       kebingungan, kecemasan, tremor, mudah tersinggung, insomnia,
       euphoria, parastesis, vertigo, tinnitus, labirintitis akut, histeri, neuritis,
       kejang.
   •   Mata : gangguan penglihatan, diplopia.
   •   Saluran pencernaan : sebah, anoreksia, mual, muntah, diare,
       konstipasi.
   •   Saluran kencing : sering kencing, sulit kencing, retensi urinal,
       gangguan menstruasi.
   •   Saluran pernapasan : pengentalan sekresi bronkial, rasa berat di dada
       dan wheezing, pilek.u
   •   Dermatologi : urtikaria, ruam kulit, fotosensitivitas.
   •   Hipersensitivitas : syok anafilaktik.
   •   Lain-lain : Mulut, hidung, tenggorokan kering, menggigil, banyak
       keringat.
 Penggunaan bagi Anak-anak :
   (lihat indikasi). Dikontraindikasikan bagi bayi baru lahir atau prematur.
   Dapat       menimbulkan    eksitasi   pada    anak    kecil,   overdosis    dapat
   menimbulkan halusinasi, kejang atau kematian.
 Penggunaan bagi Ibu Hamil dan Menyusui :
   Keamanannya belum terbukti bagi ibu hamil. Dikontraindikasikan bagi
   ibu menyusui, karena meningkatkan resiko efek samping antihistamin
   pada bayi. Penderita sebaiknya tidak menyusui bila terpaksa memakai
   obat ini.




                                    36
AMINOFILI 2.4.5
   Komposisi : Aminophylline/Aminofilin.
      Indikasi     :   Menghilangkan      &    mencegah     gejala-gejala   asma   &
         bronkhospasme yang bersifat reversibel yang berhubungan dengan
         bronkhitis kronis & emfisema.
       Kontra Indikasi : Tidak dianjurkan untuk anak berusia kurang dari 12
         tahun.
      Perhatian : Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan
         kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal jantung kongestif,
         penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau hipertiroidisme.
      Interaksi Obat : klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan
         makrolida lainnya, dan Simetidin.
      Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, &
         gemetar.
2.4.6 NOVALGIN
    Komposisi : Metamizole Na
    Indikasi : Nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi,
      post op, nyeri akut dan kronik karena spasme otot polos.
    Dosis : Tablet = dewasa dan remaja >15 tahun 1tablet, maksimal 4x/hari ;
      Ampul = dewasa dan remaja >15 tahun 2-5 ml IM/IV dosis tunggal,
      maksimal 10 ml/hari
    Pemberian Obat : Berikan sesudah makan
    Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap metamizol, pirazolon. Porifiria
      hepatik atau defisiensi G6PD kongenital. Hamil dan laktasi
    Perhatian : Asma bronkial atau infeksi saluran napas kronik, hipersensitif
      terhadap obat antirematik dan analgesik. Penderita yang memberikan reaksi
      seperti bersin, mata berair, wajah kemerahan jika minum minuman
      beralkohol. Gangguan hematologi. Tablet 500 mg: anak <15 tahun. Injeksi :
      penderita yang memiliki TD < 100 mmHg atau gangguan sirkulasi.
    Efek Samping : Jarang, diskrasia darah dan syok. Agranulositis.
      Pembengkakan pada wajah, gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa
      dingin pada ekstremitas.




                                         37
 Interaksi Obat : Dapat menurunkan kadar siklosporin dalam dalam plasma.
      Dapat meningkatakan efek dari alkohol.
    Kemasan : Tablet 500 mg x 50 x 10 ; Ampul 500




2.4.7 VITAMIN A
       Indikasi : Suplementasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih
         rendah) yang dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk
         menghimpun cadangan vitamin A dalam hati, agar tidak terjadi
         kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti
         xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati
         dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan. Pemberian kapsul
         vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat memberi
         perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari
         makanan sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam
         tubuh.
       Dosis : 200.000 SI
       Over Dosis : Hipervitaminosis A: Suatu kondisi dimana vitamin A dalam
         darah atau jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya
         gejala-gejala yang tidak diinginkan. Hipervitaminosis akut: disebabkan
         karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar, atau
         pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk
         dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Hipervitaminosis
         A akut: pada bayi dan anak biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pada
         beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih dapat
         menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun
         dapat terjadi pada bayi umur >1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang
         sangat besar, tetapi ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2
         hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan
         pengobatan asimptomatis. Hipervitaminosis kronis : disebabkan karena
         mengkonsumsi dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapaa
         bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang
         dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri. Hipervitaminosis kronis :
         pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia
         (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan
         tekanan intrakranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan
         membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin



                                      38
A dan pengobatan simptomatis, disamping itu hendaknya terhadap
         kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebab.
       Komposisi : Dalam makanan, retinol adalah bentuk vitamin A
       Penggunaan pada Wanita Hamil : Ada kemungkinan terjadi resiko
         pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang
         berlebihan, terutama pada trisemester pertama. Hasil percobaan binatang
         menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis maupun
         hipervitaminosis A selama kehamilan, tetapi pada manusia hasil tersebut
         secara statik tidak bermakna. Meskipun demikian, mengingat adanya data
         tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan, bagi
         wanita-wanita subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah
         lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya
         mengkonsumsi vitamin A dengan kadar secukupnya saja. Vitamin A
         dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita hamil. Untuk
         menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi
         10.000 per hari.
       Golongan : Vitamin
2.4.8 KA-EN 3B
       Komposisi : Per L Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq,
         glocose 27 g
       Indikasi : Menyalurkan atau memelihara keseimbangan air dan elektrolit
         pada keadaan dimana asupan makanan peroral tidak mencukupi atau tidak
         mungkin
       Dosis : Dewasa dan anak ≥3 tahun atau BB ≥15 kg 500-1000 ml pada 1x
         pemberian secara IV drip
       Kontra Indikasi : Hiperkalemi, oliguria, penyakit Addison, luka bakar
         berat dan azotemia. Kelebihan Na, sindrom malabsorpsi glukosa-
         galaktosa, cedera hati yang berat, aritmia jantung.
       Perhatian : Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, edema paru, dan
         jaringan perifer, pre-eklamsi, hipertensi, post-traumatik, sepsis berat,
         asidosis, obstruksi saluran kemih, DM
       Efek Samping : Alkalosis; odema otak, paru, perifer; intoksikasi air dan
         hiperkalemi, tromboflebitis
       Interaksi Obat : Ca
       Kemasan : Larutan infus 500 ml
2.4.9 KA-EN 4B




                                       39
 Komposisi : Per L Na 30 mEq, K 8 mEq, Cl 28 mEq, lactate 10 mEq,
   glucose 37,5 g
 Indikasi : Suplai cairan dan elektrolit untuk bayi dan anak <3 tahun atau
   BB <15 kg
 Dosis : Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan BB
 Kontra Indikasi : Na berlebih, penyakit hati berat, sindrom malabsorpsi,
   glukosa-galaktosa, aritmia jantung, hiperkalemia, oligiria, penyakit
   Addison, luka bakar berat dan azotemia
 Perhatian : Gagal jantung kronik, edema perifer dan pulmoner,
   gangguan fungsi ginjal, pre-eklamsia, hipoproteinemia, stadium pasca
   traumatik dini, sepsis berat, asidosis, berkurang pengeluaran urine karena
   penyakit obstruksi saluran kemih, DM
 Efek Samping : Edema serebral, pulmonal dan perifer; intoksikasi cairan
   terjadi pada infus yang berlebihan khususnya pada bayi baru lahir dan
   neonatus; tromboflebitis
 Kemasan : Larutan 500 ml




                                40

More Related Content

What's hot (18)

Lp bronkopneumonia
Lp bronkopneumoniaLp bronkopneumonia
Lp bronkopneumonia
 
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumoniaAsuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
 
Lp dokep kel.ndariiiii
Lp dokep kel.ndariiiiiLp dokep kel.ndariiiii
Lp dokep kel.ndariiiii
 
296149950 ppt-referat-pneumonia-nita
296149950 ppt-referat-pneumonia-nita296149950 ppt-referat-pneumonia-nita
296149950 ppt-referat-pneumonia-nita
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Lp pneumonia
Lp pneumoniaLp pneumonia
Lp pneumonia
 
223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Lp bronkopneumonia
Lp bronkopneumoniaLp bronkopneumonia
Lp bronkopneumonia
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Pneumonia (ppt -_ardian_s._leky)[1]
Pneumonia (ppt -_ardian_s._leky)[1]Pneumonia (ppt -_ardian_s._leky)[1]
Pneumonia (ppt -_ardian_s._leky)[1]
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Asuhan keperawatan pneumonia
Asuhan keperawatan pneumoniaAsuhan keperawatan pneumonia
Asuhan keperawatan pneumonia
 
Lp pnemonia
Lp pnemoniaLp pnemonia
Lp pnemonia
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Makalah ispa
Makalah ispaMakalah ispa
Makalah ispa
 
Laporan pendahuluan
Laporan pendahuluanLaporan pendahuluan
Laporan pendahuluan
 
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
 

Similar to BRONKOPNEUMONIA (20)

Pneumoni1
Pneumoni1Pneumoni1
Pneumoni1
 
Ani pneumonia
Ani pneumoniaAni pneumonia
Ani pneumonia
 
pnemoni 10.ppt
pnemoni 10.pptpnemoni 10.ppt
pnemoni 10.ppt
 
Askep Pneumonia.docx
Askep Pneumonia.docxAskep Pneumonia.docx
Askep Pneumonia.docx
 
Pneu
PneuPneu
Pneu
 
fdokumen.com_pneumonia-askep.docx
fdokumen.com_pneumonia-askep.docxfdokumen.com_pneumonia-askep.docx
fdokumen.com_pneumonia-askep.docx
 
A1 PNEUMONIA.pptx
A1 PNEUMONIA.pptxA1 PNEUMONIA.pptx
A1 PNEUMONIA.pptx
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptxFARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
 
Makalah+diagnostik+klinik+kel7
Makalah+diagnostik+klinik+kel7Makalah+diagnostik+klinik+kel7
Makalah+diagnostik+klinik+kel7
 
askep EFUSI PLEURA.docx
askep  EFUSI PLEURA.docxaskep  EFUSI PLEURA.docx
askep EFUSI PLEURA.docx
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumonia 2019
Pneumonia 2019Pneumonia 2019
Pneumonia 2019
 
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNAIspa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
Penatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispaPenatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispa
 
Ppt port d' entry
Ppt port d' entryPpt port d' entry
Ppt port d' entry
 
Asuhan Keperawatan Pneumonia
Asuhan Keperawatan PneumoniaAsuhan Keperawatan Pneumonia
Asuhan Keperawatan Pneumonia
 
Makalah ispa
Makalah ispaMakalah ispa
Makalah ispa
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNAIndry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 

BRONKOPNEUMONIA

  • 1. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Definisi Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak- bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda- benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak- bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 2.1.2 Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1) Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk 4
  • 2. pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. 2.1.3 Etiologi Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah : • Faktor Infeksi - Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). - Pada bayi : Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. - Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. 5
  • 3. - Pada anak besar – dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis. • Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : - Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). - Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan . Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita- penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. 2.1.4 Klasifikasi Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis : - Pneumonia lobaris - Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) - Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) - Pembagian secara etiologi : 6
  • 4. - Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae. - Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus - Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis. - Corpus alienum - Aspirasi - Pneumonia hipostatik 2.1.5 Patogenesis Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. 7
  • 5. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa- sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 2.1.6 Gambaran Klinis Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal 8
  • 6. disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. 2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. 9
  • 7. f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial. g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin. h. LED : meningkat i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia. j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah k. Bilirubin : mungkin meningkat l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999) 2.1.8 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2). Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : • Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. • Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 10
  • 8. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. • Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. Deteksi antigen bakteri 2.1.9 Diagnosa Banding • Bronkiolitis • Aspirasi pneumonia • Tb paru primer 2.1.10 Penatalaksanaan Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan: a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus. c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri. d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit. 11
  • 9. Penatalaksanaan keperawatan: Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah: a. Menjaga kelancaran pernafasan. b. Kebutuhan istirahat. c. Kebutuhan nutrisi dan cairan. d. Mengontrol suhu tubuh. e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman. f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. 2.1.11 Komplikasi • Otitis media • Bronkiektase • Abses paru • Empiema 2.1.12 Prognosis Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi- protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. 2.1.13 Pencegahan Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : 12
  • 10. cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi Pneumokokus 2. Vaksinasi H. influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. 2. 2 Asuhan Keperawatan 1. Data focus a. Data Subyektif Anak dikeluhkan rewel, tidak mau makan, sesak nafas, terdengar suara grek-grek, orang tua menyatakan kurang paham tentang penyakit yang diderita anaknya , anak mencret. b. Data Obyektif Pernafasan cepat dan dangkal , pernafasan cuping hidung, cianosis, batuk berdahak sputum purulen, penggunaan otot Bantu nafas, bunyi nafas bronchovesikuler, ronchi, respirasi meningkat, peningkatan suhu tubuh,penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat badan dan lain-lain. 2. Pengkajian a. Riwayat kesehatan 1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. 2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah. 3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi. 4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan 5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis b. Pemeriksaan fisik 1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung 2) Auskultasi paru ronchi basah 3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal 13
  • 11. 4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru) c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan 1) Usia tingkat perkembangan 2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan 3) Koping 4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua 5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya d. Pengetahuan keluarga / orang tua 1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan 2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan 3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya e. Aktivitas / istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas f. Sirkulasi Gejala : Riwayat gagal jantung kronis Tanda : Takikardi, penampilan keperanan atau pucat g. Integritas Ego Gejala : banyak stressor, masalah finansial h. Makanan / Cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan malnutrusi i. Neurosensori Gejala : sakit kepala dengan frontal Tanda : perubahan mental j. Nyeri / Kenyamanan Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia k. Pernafasan Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal 14
  • 12. Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku l. Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela m. Penyuluhan Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis 3. Diagnosa keperawatan dan intervensi 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif  Dapat dihubungkan dengan : • Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum • Nyeri pleuritik • Penurunan energi, kelemahan  Kemungkinan dibuktikan dengan : • Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan • Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori • Dispnea, sianosis • Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum  Kriteria Hasil : • Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas • Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis  Intervensi : Mandiri • Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada • Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi) 15
  • 13. Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam • Penghisapan sesuai indikasi • Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari  Kolaborasi • Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain • Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik • Berikan cairan tambahan • Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri • Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan 2) Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan • Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi) • Gangguan kapasitas oksigen darah • Kemungkinan dibuktikan oleh :  Dispnea, sianosis  Takikardi  Gelisah / perubahan mental  Hipoksia • Kriteria Hasil :  Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan  Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen • Intervensi : Mandiri  Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas  Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku  Kaji status mental  Awasi status jantung / irama  Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil  Pertahankan istirahat tidur 16
  • 14.  Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efekti  Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. • Kolaborasi  Berikan terapi oksigen dengan benar  Awasi GDA 3) Pola nafas tidak efektif Dapat dihubungkan dengan :  Proses inflamasi  Penurunan complience paru  Nyeri  Kemungkinan dibuktikan oleh : • Dispnea, takipnea • Penggunaan otot aksesori • Perubahan kedalaman nafas • GDA abnormal  Kriteria Hasil : • Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal  Intervensi : Mandiri  Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada  Auskultasi bunyi nafas  Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi  Observasi pola batuk dan karakter sekret  Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif Kolaborasi • Berikan Oksigen tambahan • Awasi GDA 4) Peningkatan suhu tubuh Dapat dihubungkan : proses infeksi Kemungkinan dibuktikan oleh :  Demam, penampilan kemerahan 17
  • 15. Menggigil, takikandi  Kriteria Hasil :  Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh  Tidak menggigil  Nadi normal Intervensi : Mandiri • Obeservasi suhu tubuh (4 jam) • Pantau warna kulit • Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari 5) Resiko tinggi penyebaran infeksi Dapat dihubungkan dengan :  Ketidakadekuatan pertahanan utama  Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun) Kemungkinan dibuktikan oleh :  Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual Kriteria Hasil :  Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi  Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi Intervensi : Mandiri  Pantau TTV  Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret  Dorong teknik mencuci tangan dengan baik  Ubah posisi dengan sering  Batasi pengunjung sesuai indikasi  Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu 18
  • 16. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Kolaborasi  Berikan antimikrobal sesuai indikasi 6) Intoleran aktivitas Dapat dihubungkan dengan  Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen  Kelemahan, kelelahan Kemungkinan dibuktikan dengan :  Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan  Dispnea, takipnea  Takikandi  Pucat / sianosis Kriteria Hasil : • Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal Intervensi : Mandiri  Evaluasi respon klien terhadap aktivitas  Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung  Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat  Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur  Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan 7) Nyeri Dapat dihubungkan dengan :  Inflamasi parenkim paru  Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin  Batuk menetap Kemungkinan dibuktikan dengan :  Nyeri dada  Sakit kepala, nyeri sendi  Melindungi area yang sakit  Perilaku distraksi, gelisah 19
  • 17. Kriteria Hasil :  Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol  Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat Intervensi : Mandiri  Tentukan karakteristik nyeri  Pantau TTV  Ajarkan teknik relaksasi  Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. 8) Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Dapat dihubungkan dengan : • Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi • Anoreksia distensi abdomen Kriteria Hasil : • Menunjukkan peningkatan nafsu makan • Berat badan stabil atau meningkat Intervensi : Mandiri • Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah • Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin • Auskultasi bunyi usus • Berikan makan porsi kecil dan sering • Evaluasi status nutrisi 9) Resti kekurangan volume cairan Faktor resiko : • Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah) Kriteria Hasil : • Balance cairan seimbang • Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat Intervensi : 20
  • 18. Mandiri • Kaji perubahan TTV • Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa • Catat laporan mual / muntah • Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine • Hitung keseimbangan cairan • Asupan cairan minimal 2500 / hari Kolaborasi • Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik • Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan 10) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan Dapat dihubungkan dengan :  Kurang terpajan informasi  Kurang mengingat  Kesalahan interpretasi  Kemungkinan dibuktikan oleh :  Permintaan informasi  Pernyataan kesalahan konsep  Kesalahan mengulang Kriteria Hasil : • Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan • Melakukan perubahan pola hidup Intervensi Mandiri • Kaji fungsi normal paru • Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan • Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal • Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif • Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan. 2.3 Konsep Dasar Farmakologi 2.3.1 Pengertian Farmakologi 21
  • 19. a. Farmakologi dalam arti luas, adalah ilmu yang mempelajari sejarah, asal usul obat, sifat fisika dan kimia, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi, penggunaan dalam klinik dan efek toksiknya. b. Farmakologi dalam arti sempit, adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk diagnosis, pencegahan dan penyembuhan penyakit. 2.3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Obat a. Pengertian • Obat : ialah semua zat, baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit maupun gejala-gejalanya. Zat tersebut berbentuk padat, cair, atau gas dan diberikan kepada pasien dengan maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut. • Indikasi : ialah petunjukyang diperoleh untuk menentukan cara pengobatan mana yang harus diikuti. • Kontra Indikasi : ialah petunjuk yang menyatakan adanya bahaya atau pengaruh apabila obat diberikan. • Mekanisme kerja obat : ialah cara kerja obat atau proses kerja obat di dalam tubuh. • Dosis obat : ialah ukuran tertentu dari suatu obat yang disesuaikan dengan diagnose dan keadaan pasien. • Efek samping : ialah efek atau pengaruh obat yang tidak ada hubungannya dengan tujuan utama pemberian obat. • Toxic effect : ialah efek racun dari suatu obat terhadap tubuh. • Resep : ialah perminttan tertulis dari dokter kepeda Apoteker atau asisten Apoteker, supaya menyiapkan obat dan menyerahkannya kepada pasien. b. Kegunaan obat • Untuk menyembuhkan penyakit • Untuk mencegah penyakit • Untuk mengurangi rasa sakit • Untuk menghambat perkembangan penyakit • Untuk menambah kekuatan 22
  • 20. Untuk menambah nafsu makan c. Mekanisme kerja obat Beberapa mekanisme kerja obat, dapat digolongkan sebagai berikut: • Secara fisika • Secara kimiawi • Melalui proses metabolisme • Secara kompetisi (saingan) 2.3.3 Peran Perawat Dalam Pengobatan 1. Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan prinsip minimal 4 tepat 1 waspada : a. Tepat Penderita Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas klien pada setiap kali pemberian obat. Apakah obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya. b. Tepat Obat Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca kembali label obat serta interaksi obat dan memastikan kembali bahwa klien menerima obat yang telah diresepkan sesuai dengan penyakit yang derita. Dalam memberikan obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada saat menerima resep, akan memberikan pada klien dan pada saat pemberian pada klien agar tidak terjadi kesalahan memberikan obat. c. Tepat Dosis Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis atau under dosis yang dapat menimbulkan efek yang tidak dingin (efek skunder) d. Tepat Waktu Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu- waktu tertentu serta memperhatikan kapan obat tersebut diberikan, sebelum makan atau sesudah makan. Misal: obat x diberikan dengan dosis harian 2 x sehari sebelum makan e. Waspada Waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan obat. 23
  • 21. 2. Mengelola penempatan, penyimpanan, pemeliharaan, dan administrasi obat di ruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluwarsa. 3. Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan, meliputi khasiat obat, makanan yang boleh, dan tidak boleh selama terapi, ESO obat dan cara mengatasi, kepatuhan obat, dampak ketidakpatuhan, penghentian obat. 4. Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari pengalaman klinis dan empiris beberapa pasien selama menggunakan obat untuk bahan masukan dan laporan. Kompetensi perawat dalam pemberian obat No Kompetensi Keterampilan 1 Mengkaji a. Memkaji pasien riwayat pengobatan keadaan dan alergi. umum b. Mengkaji kondisi umum pasien pasien berkaitan dengan efektifitas kaitannya farmakokinetik (absorbs, distribusi, dalam metabolism dan ekskresi). penggunaa c. Mengkaji diet yang berkaitan dengan n obat interaksi farmakokinetik obat. d. Mengkaji tanggapan, kerjasama dan penilaian pasien terhadap pemberian obat. e. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terhadap tindakan pengobatan yang diberikan. 2 Merencanakan a. Merencanakan diet pasien sehubungan pemberian dengan obat yang diberikan. obat kepada b. Menetapkan waktu pemberian obat pasien untuk memperoleh efektifitas terapi. untuk c. Memprediksi efek, terapi toksisitas mencapai dan ESO serta rencana pengawasan tingkat dan penanggulangannya. efektivitas d. Merencanakan penyuluhan kesehatan maksimal yang diperlukan. 3 Melaksanakan a. Identifikasi progam terapi menuju 5 pemberian benar. 24
  • 22. obat sesuai b. Memberikan obat. progam 1. Peroral (ditelan). terapi 2. Sub lingual (bawah lidah). 3. Personde (melalui sonde). 4. Memberikan obat parenteral. • Intra muskuler • Intra vena • Subkutan • Intrakutan 5. Perrektal (supositoria) 6. Inhalasi 7. Efek lokal • Perkonjungtival. • Pernasal. • Tetes telinga. • Pada luka (antiseptik). • Topical (dioleskan kulit). c. Melaksanakan penyuluhan obat pada pasien pada saat terapi dan menjelang pulang, meliputi: • ESO yang mungkin timbul. • Penghentian obat. • Kepatuhan obat, kaitannya dengan penyembuhan. • Efek lain yang mungkin muncul dan cara mengatasi. 2.4 Terapi Obat Dan Cairan 2.4.1 Ampisilin • Nama & Asam (2S,5R,6R)-6-[(R)-2-amino-2-fenilacetamido]- Struktur Kimia 3-3-dimetil-7-okso- 4-tia-1-azabisiklo[3,2,0]- : heptana-2-karboksilat [69-53-4] (Trihidrat [7177-48- 2]). C16H19N3O4S • Sifat Fisikokimia : Ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat 25
  • 23. mengandung tidak kurang dari 900 µg tiap milligram C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat. Secara komersial, sediaan ampisilin tersedia dalam bentuk trihidrat untuk sediaan oral dan garam natrium untuk sediaan injeksi. Potensi ampisilin trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan basis anhidrous. Ampisilin trihidrat berwarna putih, praktis tidak berbau , serbuk kristal, dan larut dalam air. Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10 mg/mL pada suhu 40 0C. Ampisilin sodium berwarna hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk kristal, serbuk hidroskopis, sangat larut dalam air, mengandung 0.9% natrium klorida. Pelarutan natrium ampicilin dengan larutan yang sesuai, maka 10 mg ampicilin per mL memiliki pH 8-10. Jika dilarutkan secara langsung ampisillin trihidrat oral suspensi memiliki pH antara 5-7.5 • Keterangan : Ampisilin adalah aminopenisilin. Perbedaan struktur ampisilin dengan penicillin G hanya terletak pada posis gugus amino pada alpha cincin benzena yang terletak pada R dalam inti penisilin. Golongan/Kelas Terapi Anti Infeksi Nama Dagang - Actesin inj - Ambripen - Amcillin - Ampi - Arcocillin - Bannsipen - Bimapen - Binotal - - Biopenam Broada - Cinam - Corsacillin pen - Dancillin - Decapen - Erphacillin - Etabiotic - Etrapen - Hufam - Kalpicillin - Kemocil - Lactapen - Medipen - Megapen - Metacillin - - Mycill - Opicillin Pampicil - Parpicillin lin - Penbiotic - Penbritin - Pincyn - Polypen - - Ronexol - Sanpicillin - Primacil Standacil 26
  • 24. lin lin - Unasyn - Varicillin - Viccillin - Xepacillin - Akrotalin Indikasi Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-producting organisme); bakteri yang peka yang disebabkan oleh streptococci, pneumococci nonpenicillinase- producting staphilocochi, listeria, meningococci; turunan H.Influenzae, salmonella, Shigella, E.coli, Enterobacter, dan Klebsiella .Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian DOSIS ANAK : Infeksi ringan – sedang: I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam. (maksimal:2-4 mg/hari). Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal: 2-4 g/hari) Infeksi berat/mengitis: I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal; 6-12 g/hari). Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus: 50 mg/kg digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI: pasien resiko tinggi: 50 mg/kg (maksimal 2 g) digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol. Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan 30 menit sebelum prosedur operasi. DOSIS DEWASA Dosis lazim: Oral : 250 – 500 mg tiap 6 jam.IM.IV: 50-100 mg/kg/hari setiap 6 jam. Sepsis/meningitis: IM.IV: 150-250 mg/kg/24 jam dosis terbagi setiap 3-4 jam (rentang:6-12g/hari). PENYESUAIAN DOSIS. ClCr >50 mL/menit: diberikan tiap 6 jam. ClCr 10-50 mL/menit diberikan setiap 6- 12 jam. ClCr <10 mL/menit diberikan setiap 12-24 jam. Lama pemberian: Lama pemberian ampicillin tergantung pada tipe dan tingkat kegawatan serta tergantung juga pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya. Seperti contoh umum jika ampisillin digunakan untuk penanganan infeksi gonore maka ampicillin diberikan tidak kurang dari 48 – 72 jam setelah pasien mengalami gejala infeksi maupun sesuai temuan hasil uji laboratorium. Untuk infeksi persisten, kemungkinan diberikan untuk beberapa minggu. CARA PEMBERIAN: Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kadar obat dalam plasma. Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk memaksimalkan 27
  • 25. absorpsi (1 jam sebelum makan dan 2 jam setelah makan). Farmakologi Absorbsi: oral: 50%. Distribusi: empedu, dan plasma jaringan; menembus ke cairan serebrospinal terjadi hanya ketika terjadi inflamasi meningitis. Ikatan protein: 15 – 25% T½ eliminasi: Anak – anak dan dewasa: 1-1.8 jam. Anuria/ARF:7-20 jam. T max: Oral: 1-2 jam Eksresi: urin (90% bentuk utuh) dalam 24 jam. Dialisis: Moderat diálisis melalui Hemo atau peritonial dialisis: 20-50% Stabilitas Penyimpanan Ampisilin kapsul, serbuk oral suspensi disimpan pada wadah kedap dengan suhu antara 15-30°C, setelah mengalami pencampuran, ampisilin trihidrat disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu antara 2-8°C dan akan bertahan selama 14 hari, tapi jika disimpan dalam suhu ruangan maka akan bertahan selama 7 hari. Ampisilin injeksi, setelah mengalami pelarutan sebaiknaya digunakan kurang dari 1 jam setelah pencampuran. Stabilitas ampisilin injeksi setelah dilarutkan tergantung kenaikan konsentrasinya, ampisillin peka sekali dengan cairan yang mengandung dextrose, karena akan mengakibatkan efek katalitik dan menghidrolisis obat. Kontraindikasi Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen lain dalam sediaan. Efek Samping SSP : Demam, penisilin encephalitis, kejang. Kulit : Erythema multifom, rash, urticaria. GI : Lidah hitam berambut, diare, enterochollitis, glossitis, mual, pseudomembranouscollitis, sakit mulut dan lidah, stomatitis, muntah. Hematologi : Agranulositosis, anemia, hemolitik anemia, eosinophilia, leukopenia, trombocytopenia purpura. Hepatik : AST meningkat. Renal : Interstisisal nephritin (jarang) Respiratory : Laringuela stidor Miscellaneous : Anaphilaxis. Interaksi - Dengan Obat Lain : 28
  • 26. Meningkatkan efek toksik: 1. Disulfiran dan probenezid kemungkinan meningkatkan kadar ampisilin. 2. Warfarin kemungkinan dapat meningkatkan kadar ampisilin 3. Secara teori, jika diberikan dengan allopurinol dapat meningkatkan efek ruam. Menurunkan efek: Dicurigai ampisilin juga dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral. Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan tingkat absorbsi ampisillin, sehingga kemungkinan akan menurunkan kadar ampisillin. Pengaruh Terhadap Kehamilan : Data keamanan penggunaan pada ibu hamil belum ada sehingga CDC (center for disease controle and prevention) memasukannya pada Kelas faktor risiko B. Terhadap Ibu Menyususi : CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena amoksisilin terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama menggunakan obat ini pada ibu menyusui. Terhadap Anak-anak : Data tentang keamanan masih establish Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran : Hematologi dan hepar. Parameter Monitoring Pengamatan rutin terhadap : Fungsi ginjal (ClCr), Fungsi Hepar (SGPT, SGOT), Hematologi. (Hb), Indikator infeksi.(Suhu badan, kultur ). Bentuk Sediaan Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Serbuk Injeksi Peringatan Pada pasien yang mengalami gagal ginjal, perlu penyesuaian dosis. Tingkat kejadian ruam akibat penggunaan ampisilin pada anak – anak sebanyak 5 – 10% kebanyakan muncul pada 7-14 hari setelah penggunaan obat. Kasus Temuan Dalam Khusus Informasi Pasien Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin digunakan dalam dosis dan rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat digunakan dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual, diare atau respon hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah menggunakan obat, maka harap menghubungi dokter. 29
  • 27. Mekanisme Aksi Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Monitoring Penggunaan Obat Lamanya penggunaan obat : Menilai kondisi pasien sejak awal hingga akhir penggunaan obat. Mengamati kemungkinan adanya efek anafilaksis pada pemberian dosis awal. GENTAMISIN 2.4.2 Golongan : Aminoglikosida Komposisi : Gentamicin / Gentamisin sulfat Indikasi : Infeksi Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram positif (Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran urin, abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri endokarditis dan tindakan bedah. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Dosis diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit Dosis umum : Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m. Anak > 5 tahun : 2 - 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m. Note : Usual dose yang lebih tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6 jam) yang diberikan pada kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum level yang dibutuhkan Anak dan dewasa : Intratekal : 4 – 8 mg/hari Optalmik : Salep : Dioleskan pada mata 2 – 3 kali sehari sampai setiap 3 – 4 kali Tetes mata : Teteskan pada mata yang sakit 1 – 2 tetes setiap 2 – 4 jam, naikan 2tetes setiap jam untuk infeksi parah Topikal : Salep : Salep dioleskan pada kulit yang sakit 3 – 4 kali sehari Dewasa : Diberikan secara i. v. atau i. m. Konfensional : 1 – 2,5 mg/kg BB/ dosis setiap 8 – 12 jam untuk mendapatkan kadar puncak secara cepat pada terapi, dosis inisial yang lebih tinggi dapat diberikan 30
  • 28. dengan pertimbangan yang cermat untuk pasien jika cairan ekstraseluler meningkat (udem, syok Dosis tunggal : 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari; beberapa klinisi memberikan rekomendasi dosis tersebut untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal. Indikasi spesifik : Bruselosis : 240 mg/hari i.m. atu 5 mg/kg BB/hari secara i. v. selama 7 hari. Dapat juga dikombinasi dengan Doxyciclin Kolangitis : 4 – 6 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Ampisilin Divertikulitis (komplikasi) : 1,5 – 2 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan Ampisilin dan Metronidazol) Profilaksis endokarditis : Gigi, mulut, saluran nafas bagian, atas, saluran pencernaan, saluran urin 1,5 mg/kg BB dikombinasi dengan Ampisilin 50 mg/kg BB 30 menit sebelum operasi Endokarditis atau sejenisnya (untuk infeksi Gram Positif) : 1 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan Ampisilin) Meningitis Listeria : 5 – 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Penicillin selama 1 minggu Meningitis Neonatal, 0 – 7 hari : Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 18 – 24 jam. Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 12 jam Meningitis Neonatal, 8 – 28 hari : Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 8 – 12 jam. Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam Inflamasi pelvik : Loading Dose : 2 mg/kg BB, selanjutnya 1,5 mg/kg BB setiap 8 jam Alternate therapy : 4,5 mg/kg BB/hari Plague (Yersinia pestis) : 5 mg/kg BB/hari diikuti dengan postexposture dengan Doksisiklin. Pneumonia : 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan antipseudomonas beta laktam atau Carbapene Tularemia : 5 mg/kg BB/hari dibagi setiap 8 jam untuk 1 – 2 minggu Infeksi saluran Urin :1,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam Interval Dosis pada penurunan fungsi ginjal Dosis konvensional : Klirens kreatinin >= 60 ml/menit : diberikan setiap 8 jam Klirens kreatinin 40 – 60 ml/menit : diberikan setiap 12 jam Klirens kreatinin 20 – 40 ml/menit : diberikan setiap 24 jam 31
  • 29. Klirens kreatinin < 20 ml/menit : loading dose, kemudian monitor Dosis tinggi untuk terapi : Interval diperpanjang ( mis. setiap 48 jam) pada pasien dengan gangguan ginjal yang moderat (klirens kreatinin 30 – 59 mL/menit) dan atau dasar perhitungan pada serum level determination. Hemodialisa : Dilanjutkan dengan dialisa : 30% lanjutan dari Aminoglikosida dilaksanakan selama 4 jam hemodialisa.; pemberian dosis selama hemodialisa dan follow level. Terapi lanjutan dengan Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) : Pemberian melalui cairan CAPD : Infeksi Gram–negative : 4 – 8 mg/L(4 – 8 mc/L) dari cairan CAPD Infeksi Gram–positif (mis. siergis) : 3 – 4 mg/L (mcg/L) dari cairan CAPD Pemberian injeksi dengan rute i. m. Atau i. v. Selama CAPD. Dosis untuk Clcr <10 mL/menit dan follow level Lanjutan melalui kontinius arterovenous atau venovenous hemofiltration : Dosis untuk Clcr 10 - 40 mL/menit dan follow level Penyesuaian dosis pada penyakit hepar : Monitor konsentrasi dalam plasma Cara pemberian : 1Injeksi i. m.atau i.v. Tetes mata Lama penggunaan : Sesuai dengan aturan pada pemberian dosis Farmakologi Didistribusikan melalui plesenta Volume distribusi meningkat pada odem, asites dan menurun pada dehidrasi. Neonatus : 0,4- 0,6 per kg BB, Anak 0,3 -0,35 /kg BB. Dewasa 0,2-0,3 /kg BB Protein binding : < 30 % Waktu paruh eliminasi : Infant : umur < 1 minggu 3-11,5 jam. 1 minggu -6 bulan 3-3,5 jam. Dewasa ; 1,5-3 jam. Pasien dengan gangguan ginjal 36-70 jam Kadar puncak serum : i.m 30-90 menit; i.v. 30 menit setelah pemberian dengan infus Ekskresi : Urin Stabilitas Penyimpanan Stabilitas : Stabil selama 30 hari setelah kemasan ditusuk 32
  • 30. Stabil selama 24 pada suhu kamar dalam campuran NaCl fisiologis atau Dextrosa 5% Penyimpanan : Tidak berwarna sampai kuning muda pada penyimpanan pada suhu 2% - 30% Jangan disimpan di refrigerator Kontraindikasi Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain Efek Samping > 10% Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia) Neuromuskuler dan skeletal : Gait instability Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular) Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin) 1% – 10% Cardiovaskuler : Edeme Kulit : rash, gatal, kemerahan < 1% Agranulositosis Reaksi alergi Dyspnea Granulocytopenia Fotosensitif Pseudomotor Cerebral Trombositopeni Interaksi • Dengan Obat Lain : Penisilin, Sefalosporin, Amfoterisin B, Diuretik dapat meningkatkan efek nefrotoksik, efek potensiasi dengan neuromuscular blocking agen • Dengan Makanan : Harus dipertimbangkan terhadap diet makanan yang mengandung Calcium, magnesium , potassium Peringatan Jangan digunakan pada pengobatan yang lama karena dapat berisiko toksik pemberian yang lama yaitu penurunan fungsi ginjal, miastenia gravis, hipokalsemia, kondisi dengan depresi neuromuskuler transmitens Aminoglikosoda secara parenteral dapat menimbulkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas dapat secara langsung secara proporsional dengan jumlah obat yang diberikan dan durasi pengobatan; tinnitus atau vertigo adalah indikasi dari vestibular injuri dan mengancam hilangnya pendengaran. 33
  • 31. 2.4.3 ULSIKUR INDIKASI Ulkus duodenum aktif, pencegahan ulkus duodenum kambuhan, ulkus lambung akut yang jinak, sindroma Zollinger-Ellison. PERHATIAN Kerusakan ginjal, keganasan lambung, hamil, menyusui. Interaksi obat :  meningkatkan kadar Lignokain, Fenitoin, Teofilin, Warfarin dalam darah.  mengurangi metabolisme hepatik dari antikoagulan tipe Warfarin, Fenitoin,  Lidokain, Teofilin. EFEK SAMPING Diare, pusing, mengantuk terus/ketagihan tidur, ruam kulit, sakit kepala yang bersifat reversibel, nyeri sendi, nyeri otot, keadaan kekacauan/kebingungan yang bersifat reversibel, ginekomastia ringan, impotensi yang bersifat reversibel, kebotakan, neutropenia/agranulositosis, trombositopenia, anemia aplastik, demam, nefritis interstisial, hepatitis, pankreatitis. KEMASAN Ampul 200 mg x 5 biji. DOSIS • Injeksi intramuskular (IM) pada orang dewasa : 200 mg tanpa dilarutan disuntikkan tiap 4-6 jam. • Infus intravena (IV) : 200 mg dilarutkan dalam 100 ml injeksi Dekstrosa atau larutan IV lainnya diinfuskan selama 15-20 menit, diulangi tiap 4-6 jam.Maksimal : 2 gram/hari. • Injeksi IV : larutkan 200 mg dalam larutan injeksi NaCl sampai volume total 20 ml dan disuntikkan secara lambat paling sedikit selama 2 menit. • Ulangi tiap 4-6 jam. Pasien dengan gangguan ginjal : 200 mg tiap 12 jam. DIPHENHIDRAMI 2.4.4  Indikasi : • Rhinitis alergika, rhinitis vasomotor • Konjungtivitis alergika yang disebabkan oleh alergen atau makanan • Urtikaria dan angioedema yang ringan tanpa komplikasi • Dermatografisme 34
  • 32. Reaksi alergi terhadap darah atau plasma, dan reaksi anafilaksis, sebagai tambahan dari epinefrin dan pengobatan dasar, setelah gejala akut telah diatasi • Mabuk perjalanan • Parkinsonisme (termasuk gejala ekstrapiramidal yang diakibatkan obat-obatan) pada orang tua yang tidak dapat menerima obat yang lebih kuat, serta kelompok umur lainnya dengan gejala yang ringan, atau sebagai kombinasi dengan obat antikolinergik, sentral, atau bila terapi oral tidak memungkinkan atau dikontraindikasikan.  Dosis : • Oral : - Dewasa : 50 mg atau 20 mg, 3-4x sehari - Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari • Parenteral : Untuk reaksi alergi : • Dewasa : 10-50 mg IM (dalam) atau IV (100 mg, bila dibutuhkan), sampai 400 mg/hari • Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari, IM (dalam) atau IV, terbagi dalam 4 dosis  Cara Pemberian dan Penyesuaian Dosis : • Untuk mabuk perjalanan, obat diberikan 30 menit sebelum perjalanan, diberikan sesudah makan, serta sebelum tidur.  Kontra Indikasi : • Hipersensitivitas : terhadap difenhidramin • Gejala saluran pernafasan bagian bawah, termasuk asma • Pengobatan bersama MAO-inhibitor : efek antikolinergik dari difenhidramin diperhebat adau diperlama.  Perhatian : • Mengantuk, gangguan koordinasi : pekerjaan yang memerlukan kewaspadaan dan ketelitian dapat terganggu : peringatkan penderita terhadap hal ini. • Penderita usia lanjut : pusing, mengantuk, dan hipotensi lebih sering terjadi pada penderita diatas umur 60 tahun. 35
  • 33. Aktivitas “atropine-like”, antikolinergik : pakailah dengan hati-hati pada penderita dengan riwayat asma bronkial, peninggian tekanan intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler atau hipertensi. • Penderita dengan resiko khusus : pakailah dengan hati-hati pada penderita glaukoma “narrowangel”, tukak lambung, obstruksi pilorodudenal, hipertrofi prostat atau obstruksi saluran kandung kencing.  Efek Samping : • Kardiovaskuler : Hipotensi, sakit kepala, palpitasi, takikardi, ekstrasistol. • Hematologi : anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis. • SSP : mengantuk, pusing, gangguan koordinasi, keletihan, kebingungan, kecemasan, tremor, mudah tersinggung, insomnia, euphoria, parastesis, vertigo, tinnitus, labirintitis akut, histeri, neuritis, kejang. • Mata : gangguan penglihatan, diplopia. • Saluran pencernaan : sebah, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. • Saluran kencing : sering kencing, sulit kencing, retensi urinal, gangguan menstruasi. • Saluran pernapasan : pengentalan sekresi bronkial, rasa berat di dada dan wheezing, pilek.u • Dermatologi : urtikaria, ruam kulit, fotosensitivitas. • Hipersensitivitas : syok anafilaktik. • Lain-lain : Mulut, hidung, tenggorokan kering, menggigil, banyak keringat.  Penggunaan bagi Anak-anak : (lihat indikasi). Dikontraindikasikan bagi bayi baru lahir atau prematur. Dapat menimbulkan eksitasi pada anak kecil, overdosis dapat menimbulkan halusinasi, kejang atau kematian.  Penggunaan bagi Ibu Hamil dan Menyusui : Keamanannya belum terbukti bagi ibu hamil. Dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, karena meningkatkan resiko efek samping antihistamin pada bayi. Penderita sebaiknya tidak menyusui bila terpaksa memakai obat ini. 36
  • 34. AMINOFILI 2.4.5 Komposisi : Aminophylline/Aminofilin.  Indikasi : Menghilangkan & mencegah gejala-gejala asma & bronkhospasme yang bersifat reversibel yang berhubungan dengan bronkhitis kronis & emfisema.  Kontra Indikasi : Tidak dianjurkan untuk anak berusia kurang dari 12 tahun.  Perhatian : Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau hipertiroidisme.  Interaksi Obat : klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida lainnya, dan Simetidin.  Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, & gemetar. 2.4.6 NOVALGIN  Komposisi : Metamizole Na  Indikasi : Nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post op, nyeri akut dan kronik karena spasme otot polos.  Dosis : Tablet = dewasa dan remaja >15 tahun 1tablet, maksimal 4x/hari ; Ampul = dewasa dan remaja >15 tahun 2-5 ml IM/IV dosis tunggal, maksimal 10 ml/hari  Pemberian Obat : Berikan sesudah makan  Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap metamizol, pirazolon. Porifiria hepatik atau defisiensi G6PD kongenital. Hamil dan laktasi  Perhatian : Asma bronkial atau infeksi saluran napas kronik, hipersensitif terhadap obat antirematik dan analgesik. Penderita yang memberikan reaksi seperti bersin, mata berair, wajah kemerahan jika minum minuman beralkohol. Gangguan hematologi. Tablet 500 mg: anak <15 tahun. Injeksi : penderita yang memiliki TD < 100 mmHg atau gangguan sirkulasi.  Efek Samping : Jarang, diskrasia darah dan syok. Agranulositis. Pembengkakan pada wajah, gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa dingin pada ekstremitas. 37
  • 35.  Interaksi Obat : Dapat menurunkan kadar siklosporin dalam dalam plasma. Dapat meningkatakan efek dari alkohol.  Kemasan : Tablet 500 mg x 50 x 10 ; Ampul 500 2.4.7 VITAMIN A  Indikasi : Suplementasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan vitamin A dalam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat memberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.  Dosis : 200.000 SI  Over Dosis : Hipervitaminosis A: Suatu kondisi dimana vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan. Hipervitaminosis akut: disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Hipervitaminosis A akut: pada bayi dan anak biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada bayi umur >1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar, tetapi ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan asimptomatis. Hipervitaminosis kronis : disebabkan karena mengkonsumsi dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapaa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri. Hipervitaminosis kronis : pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intrakranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin 38
  • 36. A dan pengobatan simptomatis, disamping itu hendaknya terhadap kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebab.  Komposisi : Dalam makanan, retinol adalah bentuk vitamin A  Penggunaan pada Wanita Hamil : Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trisemester pertama. Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis maupun hipervitaminosis A selama kehamilan, tetapi pada manusia hasil tersebut secara statik tidak bermakna. Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin A dengan kadar secukupnya saja. Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi 10.000 per hari.  Golongan : Vitamin 2.4.8 KA-EN 3B  Komposisi : Per L Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq, glocose 27 g  Indikasi : Menyalurkan atau memelihara keseimbangan air dan elektrolit pada keadaan dimana asupan makanan peroral tidak mencukupi atau tidak mungkin  Dosis : Dewasa dan anak ≥3 tahun atau BB ≥15 kg 500-1000 ml pada 1x pemberian secara IV drip  Kontra Indikasi : Hiperkalemi, oliguria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia. Kelebihan Na, sindrom malabsorpsi glukosa- galaktosa, cedera hati yang berat, aritmia jantung.  Perhatian : Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, edema paru, dan jaringan perifer, pre-eklamsi, hipertensi, post-traumatik, sepsis berat, asidosis, obstruksi saluran kemih, DM  Efek Samping : Alkalosis; odema otak, paru, perifer; intoksikasi air dan hiperkalemi, tromboflebitis  Interaksi Obat : Ca  Kemasan : Larutan infus 500 ml 2.4.9 KA-EN 4B 39
  • 37.  Komposisi : Per L Na 30 mEq, K 8 mEq, Cl 28 mEq, lactate 10 mEq, glucose 37,5 g  Indikasi : Suplai cairan dan elektrolit untuk bayi dan anak <3 tahun atau BB <15 kg  Dosis : Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan BB  Kontra Indikasi : Na berlebih, penyakit hati berat, sindrom malabsorpsi, glukosa-galaktosa, aritmia jantung, hiperkalemia, oligiria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia  Perhatian : Gagal jantung kronik, edema perifer dan pulmoner, gangguan fungsi ginjal, pre-eklamsia, hipoproteinemia, stadium pasca traumatik dini, sepsis berat, asidosis, berkurang pengeluaran urine karena penyakit obstruksi saluran kemih, DM  Efek Samping : Edema serebral, pulmonal dan perifer; intoksikasi cairan terjadi pada infus yang berlebihan khususnya pada bayi baru lahir dan neonatus; tromboflebitis  Kemasan : Larutan 500 ml 40