SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup
sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia,
bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi
manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, ata u
Negara lain. HAM juga merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Oleh karena itu,
bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak
dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi
diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam
bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Di Indonesia masalah pelanggaran hak kebebasan beragama dan
berkeyakinan cukup banyak terjadi. Pasalnya, berdasarkan catatan akhir tahun
2012 lalu Wahid institute, yaitu sebuah LSM khusus perlindungan dan penegakan
HAM mencatat sepanjang tahun 2012 lalu terdapat 274 kasus pelanggaran
kebebasan beragama. Koordinator program wahid institute Rumadi Ahmad
mengatakan bahwa pelanggaran terbanyak terjadi pada bulan mei 2012 lalu,
sebanyak 30 kasus. Bentuk pelanggaran yang dilaporkan kepada wahid institute
yaitu pembiaran atau kelalaian dari aparat dalam melindungi tempat peribadahan
33 kasus, pelarangan rumah ibadah 26 kasus, pelarangan aktivitas keagamaan 18
kasus, kriminalisasi keyakinan 17 kasus, pemaksaan keyakinan 12 kasus, dan
intimidasi 4 kasus. Sementara tahun 2012 lalu, Jawa Barat merupakan provinsi
yang paling banyak melakukan kasus pelanggaran yaitu sebanyak 43 kasus,
disusul dengan Aceh 22 kasus, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebanyak 15 kasus.
Lebih jauh koordinator program wahid institute menyebutkan bahwa korban
terbanyak dari pelanggaran kebebasan beragama yaitu umat kristen dan katolik
sebanyak 37 kasus, kelompok terduga sesat 25 kasus, individu 13 kasus, Jamaah
Ahmadiyah indonesia 13 kasus dan pengikut syiah 12 kasus. Tak hanya itu,
Ahmadiyah dan Syiah juga menjadi kelompok yang terus mengalami pelanggaran
kebebasan beragama. Khususnya jamaah Syiah di Sampang yang mana tahun
2012 merupakan tahun terburuk bagi mereka. Karena Indonesia merupakan negara
hukum yang menjunjung tinggi HAM, tapi kenyataannya masih sering terjadi
pelanggaran HAM, seperti pelanggaran kebebasan memeluk agama dan beribadah
maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul ”Memeluk Agama
Merupakan HAM yang Hakiki
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin penulis cari permasalahannya ialah:
1. Apakah maksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ?
2. Siapa yang berhak menyatakan bahwa suatu agama dikatakan sesat ?
3. Bagaimana penerapan kebebasan beragama di Indonesia ?
4. Apa saja Contoh Pelanggaran HAM?
5. Apa saja Upaya Penegakan HAM di Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “Hak Kebebasan
Beragama” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal
yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
1. Untuk mengetahui Hak Asasi manusia
2. Untuk mengetahui sejarah HAM
3. Untuk mengetahui Macam-macam HAM
4. Untuk mengetahui Pengakuan Bangsa Indonesia Akan HAM
5. Untuk mengetahui Upaya Penegakan HAM di Indonesia
6. Untuk mengetahui Contoh pelanggaran HAM
7. Untuk mengetahui Hak Memeluk Agama di Indonesia
8. Untuk mengetahui Memeluk Agama merupakan HAM yang Hakiki
9. Untuk mengetahui Kebebasan Memeluk Agama
D. Tinjauan Pustaka
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan
bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya
manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,
1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”
Menurut Prof. Dr. Dardji darmodiharjo, S.H, HAM adalah hak-hak dasar /
pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Laboratorium pancasila IKIP Malang menyebutkan bahwa HAM adalah hak
yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa.
Prof. Mr. Kuntjono Purbo pranoto, HAM adalah hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya yang tidak dipisahkan hakikatnya.
Koentjoro Poerbapranoto ( 1976 ), Hak Asasi adalah hak-hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga
sifatnya suci.
UU No 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kerhormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Hak Asasi Manusia itu merupakan suatu
hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia kemudian hak tersebut juga
harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan dan harkat martabat.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Pendahuluan
Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai jumlah
penduduk terbanyak di dunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, tidak
menutup kemungkinan jika Indonesia merupakan negara dengan tingkat
kemajemukkan yang sangat besar, terlebih lagi dalam urusan memilih kepercayaan.
Selain itu, warga negara Indonesia juga dikenalkan dengan sikap saling toleransi
yang sudah dipelajari dari sejak kecil hingga dewasa.
Namun akhir-akhir ini, sikap toleransi yang selama ini menjadi kebanggaan
Indonesia kini telah mulai menghilang sedikit demi sedikit. Hal tersebut dapat terlihat
ketika banyak sekali aksi-aksi yang mengintimidasi kelompok-kelompok yang
mereka sebut sebagai “aliran sesat”. Kebebasan beragama adalah prinsip yang
mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau
kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk
kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain
bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain
yang berbeda dari agama resmi. Kebebasan memeluk agama di indonesia sudah
dijamin dalam konstitusi yang tercantum dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 :
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD
1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.
Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal
28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi
orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan
hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang.
Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada
pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
Pengertian Hak Kebebasan Beragama
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak
atas kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik
mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak
kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18
yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam
hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk
menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya,
melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.”
Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari
hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama
dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok
dan di tempat umum atau tempat pribadi.
Pada tahun 1993 Komite HAM PBB dan sebuah badan independen yang terdiri
dari 18 orang ahli menjelaskan agama atau keyakinan sebagai :“ Theistic, non-theistic
and atheistic belief, as well as the right not to profess any religion or belief.” Definisi
tersebut telah menjelaskan bahwa agama atau keyakinan dapat berbentuk ketuhanan,
non ketuhanan, tidak bertuhan dan tidak mengakui sama sekali agama atau keyakinan
tertentu
Di AS pemahaman mengenai freedom of religion, baik dalam arti positif maupun
negatif seperti diungkapkan Sir Alfred Denning bahwa kebebasan beragama berarti
bebas untuk beribadah atau tidak beribadah, meyakini adanya Tuhan atau
mengabaikannya, beragama Kristen atau agama lain atau bahkan tidak beragama
(Azhary, 2004, dalam Triyanto, 2008).
Pengertian kebebasan beragama seperti yang ada dalam deklarasi umum PBB
tentu saja bersifat sangat liberal, dan nampak didominasi budaya Barat. Ini berbeda
dengan konsep kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengandung
konotasi positif. Artinya, tidak ada tempat bagi ateisme atau propaganda antiagama di
Indonesia. Itu juga yang menjadi penyebab, mengapa dalam pengambilan keputusan
mengenai DUHAM, khususnya pasal mengenai kebebasan beragama, utusan Arab
Saudi di PBB bersikap abstain. Karena menurut hukum Islam, orang yang keluar dari
agama Islam, atau tidak bertuhan berarti murtad atau kafir.
Sebagai reaksi terhadap Deklarasi Umum HAM yang dianggap tidak sesuai
dengan ajaran Islam, maka Organisasi Konferensi Islam (OKI), pada akhirnya,tahun
1990, membuat sebuah deklarasi HAM yang berlandaskan hukum Islam. Deklarasi
tersebut dikenal dengan nama Cairo Declaration ( Deklarasi Kairo/DK). DK bejumlah 30
pasal yang mengatur HAM, baik dalam bidang hak sipil dan politik juga hak ekonomi,
sosial dan budaya. Salah satu hak yang diatur dalam DK adalah hak kebebasan
beragama.
Pembukaan Deklarasi Kairo berbunyi demikian:
“Berkeinginan untuk memberikan sumbangan terhadap usaha-usaha umat
manusia dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, melindungi manusia dari
pemerasan dan penindasan, serta menyatakan kemerdekaan dan haknya untuk
mendapatkan kehidupan yang layak sesuai dengan syariat Islam. Bahwa hak-hak asasi
dan kemerdekaan universal dalam Islam merupakan bagian integral agama Islam dan
bahwa tak seorang pun pada dasarnya berhak untuk menggoyahkan baik keseluruhan
maupun sebagian atau melanggar atau mengabaikanya karena hak-hak asasi dan
kemerdekaan itu merupakan perintah suci mengikat yang termaktub dalam wahyu Allah
SWT. yang diturunkan melalui nabi-Nya yang terakhir.”
Pasal 10 Deklarasi Kairo mengatur sebagai berikut:
“Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah SWT). Islam melarang
melakukan paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau
ketidaktahuan seseorang untuk mengubah agamanya atau menjadi atheis.”(lihat Eka A.
Aqimuddin, 2009).
Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan
beragama dan berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal
28I UUD 1945 dinyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun. Ketentuan itu masih diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999
tentang HAM. Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan
beragama.
Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau
kepercayaan atas pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara
individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan
agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadatannya.
Pelanggaran Kebebasan Beragama
Soalnya adalah, jika dalam DUHAM, Deklarasi Kairo maupun di dalam UU HAM
kebebasan beragama dan berkeyakinan telah dijamin, mengapa masih ada kekerasan
atas nama agama?
Dalam serangkaian kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia akhir-akhir ini,
kita dapat melakukan analisis berdasarkan pada ketentuan normatif yang berlaku, baik
yang ada dalam DUHAM, DK, UUD’45, UU HAM maupun KUHP. Kasus-kasus tersebut
di atas tadi memperlihatkan bahwa berbagai ketentuan HAM maupun perundangan-
undangan telah dilanggar.
Soalnya adalah, siapa yang harus menjamin agar para pemeluk agama dan
keyakinan yang menoritas ini dapat melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya
itu dengan tenang, aman dan tanpa ancaman?
UUD’45 pasal 18 telah menyebutkan bahwa negarah, khsusunya pemerintahlah
yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi, memajukan dan memenuhi Hak
Asasi Manusia.
Demikian juga UU No.39/1999 pasal 71 dan 72 menegaskan bahwa jaminan itu
menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.
Seutuhnya bunyi UU 39/1999 mengenai HAM, (Pasal 71) adalah demikian :
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang
ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi
manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.
Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain. (Pasal 72)
Tentu ada masalah, ketika undang-undang telah memberikan mandat, tetapi
dalam praktiknya di lapangan, aparat keamanan negara terkesan membiarkan
kelompok-kelompok “penguasa dunia moral” dengan cara brutal menghakimi kelompok
lain yang agama dan keyakinannya berbeda. Ada apa semua ini? Ada yang bilang
bahwa semua itu adalah strategi elite penguasa untuk mengalihkan isu Bank Century,
kasus Gayus, kasus cek perjalanan terkait pemilihan Gubernur BI. Ada juga yang
menduga polisi di tingkat bawah takut dituduh melanggar HAM, dan takut dihukum oleh
atasannya jika bertindak keras; ada analisis lain yang melihatnya sebagai akibat dari
kepemimpinan nasional yang lemah, dan sebagainya.
Ditengah berbagai ketidakmenentuan ini, termasuk ketidakmenentuan analisis
terhadap berbagai kasus kekerasan berbasis agama tersebut, maka sudah waktunya
dibangun gerakan advokasi yang kuat, agar yang tidak menentu itu bisa lebih pasti.
Terutama kepastian bahwa mereka yang melanggar hukum harus ditindak secara
tegas, sesuai peraturan yang berlaku.
Siapa yang berhak menyatakan bahwa suatu agama dikatakan sesat ?
Menurut pasal 2 ayat (2) UU Penodaan Agama, kewenangan menyatakan suatu
organisasi/aliran kepercayaan yang melanggar larangan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama sebagai organisasi/aliran terlarang ada pada Presiden, setelah
mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Pada prakteknya, ada Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat
atau biasa disingkat Bakor Pakem. Sebenarnya yang dimaksud Bakor Pakem adalah
Tim Koordinasi Pengawasan Kepercayaan yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Jaksa Agung RI No.: KEP004/J.A/01/1994 tanggal 15 Januari 1994 tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
Tim Pakem ini bertugas mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang tumbuh dan
hidup di kalangan masyarakat. Tim Pakem ini kemudian akan menghasilkan suatu surat
rekomendasi untuk Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, tindakan
apa yang harus diambil. Dalam kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (“JAI”), misalnya,
Tim Pakem memberikan rekomendasi agar JAI diberi peringatan keras sekaligus
perintah penghentian kegiatan.
Penerapan Kebebasan beragama di Indonesia
Dalam UUD 1945 Pasal 29 sangat tegas disebutkan bahwa, “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Pasal ini merupakan bentuk
perlindungan negara terhadap semua umat beragama di Indonesia. Pasal tersebut juga
merupakan bentuk peneguhan dan penegasan bahwa Negara Indonesia didirikan
bukan atas dasar satu agama saja, tetapi memberikan kedudukan yang sama bagi
semua agama yang berkembang di Indonesia.Konsepsi satu untuk semua merupakan
kesepakatan bersama para pendiri bangsa dengan melihat realitas kemajemukan
bangsa.
Sebagai bangsa yang majemuk pluralistis, tentunya Indonesia mempunyai
potensi konflik yang sangat tinggi, terutama konflik antaragama. Karena itu dalam
rangka menciptakan kerukunan umat beragama, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
Di Indonesia sendiri kebebasan beragama diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan beberapa larangan hukum
terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan keagamaan tertentu yang dianggap
dapat menyinggung agama lain. Kebebasan beragama dianggap diatur secara tertulis
pada undang-undang dengan tujuan agar HAM masyarakat dapat terwujud dengan baik
dan benar. Dengan kata lain, pemerintah sebenarnya menyalahkan tindakan-tindakan
anarkis yang dilakukan atas dasar agama tertentu. Namun fakta berbicara lain sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum di Indonesia penerapan peraturan mengenai
kebebasan beragama masih kurang tegas dalam pelaksanaannya.
Contohnya saja kasus jemaat Ahmadyah yang diperlakukan bak buruan. Sudah
puluhan kali rumah dan masjid mereka dibakar. Dan tragedi di Cikeusik, Pandeglang,
Banten, tahun 2011 lalu, semakin membuat kita prihatin. Penyerang tak hanya
membakar rumah, tapi juga membunuh tiga anggota Ahmadiyah. Kebrutalan itu seolah
didiamkan oleh polisi di sana. Kepolisian setempat beralasan, jumlah personel tidak
cukup untuk menghadang kelompok yang menyerang Ahmadiyah. Dalih seperti ini sulit
dipahami oleh akal sehat. Kalaupun fakta itu benar, bukankah mereka bisa meminta
bantuan polisi di daerah lain? Jika aparat terdesak, kenapa pula tidak menghalau lewat
tembakan peringatan?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyatakan, ada kemungkinan
peristiwa itu bisa dicegah. Ia kemudian berjanji akan menghukum siapa pun yang
terbukti lalai dan bersalah, entah itu polisi, personel pemerintah daerah, anggota
Ahmadiyah, maupun massa penyerang.
Masalahnya, publik telanjur kurang percaya bahwa pemerintah benar-benar akan
bertindak tegas. Orang juga ragu akan kemampuan pemerintah menyelesaikan urusan
Ahmadiyah secara tuntas. Sebab, insiden seperti itu sudah terlalu sering terjadi, dan
pemerintah selalu tak mampu melindungi anggota Ahmadiyah. Pengikut ajaran Mirza
Ghulam Ahmad ini justru semakin kerap menjadi sasaran penyerangan setelah
pemerintah mengeluarkan surat keputusan bersama pada 2008. SKB yang diteken oleh
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung itu melarang kegiatan
Ahmadiyah.
Di situ sebenarnya juga diatur bahwa masyarakat tak boleh main hakim terhadap
anggota Ahmadiyah, tapi ketentuan ini terbukti tidak efektif. Surat keputusan itu justru
dijadikan alat oleh sekelompok masyarakat untuk melegalkan penyerangan. Warga
Ahmadiyah dianggap melanggar surat itu karena mereka menyiarkan ajaran sesat.
Pemerintah mestinya mencabut aturan yang kontroversial ini. Namun apa daya rupanya
pemerintah belum melakukan apapun yang berarti untuk mencegah kasus ini terjadi.
Ini menjadi bukti bahwa penegakan kebebasan beragama di Indonesia masih
sangat memprihatinkan. Kebebasan untuk mengekspresikan keberagamaan di
Indonesia nampaknya juga banyak mendapat sorotan dari dunia internasional.
Meskipun belum bisa dijadikan rujukan, data terbaru yang dikeluarkan Pemerintah
Amerika Serikat yang memasukkan Indonesia dalam daftar pelanggaran berat
kebebasan beragama bersama Afganistan, Bangladesh, Belarus, Kuba, Mesir, dan
Nigeria perlu dicermati ulang. Setidaknya, laporan tahunan yang dirilis pertengahan
tahun 2006 ini cukup membuka mata untuk melihat sejauh mana Indonesia telah
menjamin hak-hak beragama warganya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berbicara tentang hubungan antar agama, maka membicarakan mengenai
pluralisme agama. Pluralisme agama sendiri dimaknai secara berbeda-beda bagi setiap
orang. Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah
berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama.
Wacana pluralisme agama adalah setiap umat beragama didunia pasti berbeda,
tetapi juga terdapat titik temu secara teologis antara umat-umat beragama.
Sesungguhnya tidak ada yang namanya absolutisme agama, hal itu berarti antar umat
beragama tidak bisa menyalahkan ajaran agama orang lain yang dapat dilakukan
hanya menghargai agama orang lain. Dengan demikian apabila seorang penganut
mengatakan perkataan agama lain itu salah maka yang sesungguhnya salah adalah
orang tersebut karena secara tidak langsung ia menyalahkan yang Tuhan dan bahkan
menyamakan dirinya dengan Tuhan. Oleh karena itu, pengertian dan pemahaman
tentang agama jelas bukan agama itu sendiri dan karena itu tidak ada alasan untuk
secara mutlak menyalahkan pengertian dan pemahaman orang lain.
Daftar Pustaka
http://bayuadywijaya.blogspot.co.id/2013/06/makalah-tentang-hak-kebebasan-
beragama.html

More Related Content

What's hot

Hak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaHak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaAhmad Royhan Nst
 
Dinamika Pelanggaran Hukum
Dinamika Pelanggaran HukumDinamika Pelanggaran Hukum
Dinamika Pelanggaran HukumMuhamad Yogi
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`HIMA KS FISIP UNPAD
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusiadichasenja
 
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Nurul Afdal Haris
 
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...Fitri Ayu Kusuma Wijayanti
 
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945 Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945 Lela Warni
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Idik Saeful Bahri
 
Bab iv konst hasil
Bab iv konst hasilBab iv konst hasil
Bab iv konst hasilEdi Ison
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanyudikrismen1
 
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..yudikrismen1
 
Makalah pancasila dan ham
Makalah pancasila dan hamMakalah pancasila dan ham
Makalah pancasila dan hamPutri Sanuria
 
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...Syaiful Ahdan
 
5. negara hukum dan ham
5. negara hukum dan ham5. negara hukum dan ham
5. negara hukum dan hamMardiah Ahmad
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiirfan baihaqi
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Idik Saeful Bahri
 

What's hot (20)

Hak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaHak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasila
 
Dinamika Pelanggaran Hukum
Dinamika Pelanggaran HukumDinamika Pelanggaran Hukum
Dinamika Pelanggaran Hukum
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
 
dimensi manusia
dimensi manusiadimensi manusia
dimensi manusia
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
 
3. perkembangan ham di dunia
3. perkembangan ham di dunia3. perkembangan ham di dunia
3. perkembangan ham di dunia
 
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
 
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...
Nilai dan Norma Konstitusi UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuan Peru...
 
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945 Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945
Dinamika pelaksanaan undang – undang dasar 1945
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Bab iv konst hasil
Bab iv konst hasilBab iv konst hasil
Bab iv konst hasil
 
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korban
 
Negara dan Konstitusi
Negara dan KonstitusiNegara dan Konstitusi
Negara dan Konstitusi
 
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
 
Makalah pancasila dan ham
Makalah pancasila dan hamMakalah pancasila dan ham
Makalah pancasila dan ham
 
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
 
5. negara hukum dan ham
5. negara hukum dan ham5. negara hukum dan ham
5. negara hukum dan ham
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 

Similar to Hak Kebebasan Beragama

Similar to Hak Kebebasan Beragama (20)

Ham
HamHam
Ham
 
PKMakaah ham
PKMakaah hamPKMakaah ham
PKMakaah ham
 
Makalah pcl
Makalah pclMakalah pcl
Makalah pcl
 
Hak asasi manusia
Hak asasi manusiaHak asasi manusia
Hak asasi manusia
 
Hak asasi manusia
Hak asasi manusiaHak asasi manusia
Hak asasi manusia
 
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
 
HTN KEL XIII ( HAM dan DASAR NEGARA).pptx
HTN KEL XIII ( HAM dan DASAR NEGARA).pptxHTN KEL XIII ( HAM dan DASAR NEGARA).pptx
HTN KEL XIII ( HAM dan DASAR NEGARA).pptx
 
4.ham dian 127855 copy
4.ham dian 127855   copy4.ham dian 127855   copy
4.ham dian 127855 copy
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia
 
Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )
 
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uudHam menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
 
Makalah pkn
Makalah pknMakalah pkn
Makalah pkn
 
Kisi-kisi UTS PPKN Semester Ganjil Kelas X Mia/Iis
Kisi-kisi UTS PPKN Semester Ganjil Kelas X Mia/Iis Kisi-kisi UTS PPKN Semester Ganjil Kelas X Mia/Iis
Kisi-kisi UTS PPKN Semester Ganjil Kelas X Mia/Iis
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
Hak asasi manusia
Hak asasi manusiaHak asasi manusia
Hak asasi manusia
 
Ham
HamHam
Ham
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
HAM DALAM NILAI IDEAL SILA-SILA PANCASILA
HAM DALAM NILAI IDEAL SILA-SILA PANCASILAHAM DALAM NILAI IDEAL SILA-SILA PANCASILA
HAM DALAM NILAI IDEAL SILA-SILA PANCASILA
 
Makalah ham (2)
Makalah ham (2)Makalah ham (2)
Makalah ham (2)
 

Hak Kebebasan Beragama

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, ata u Negara lain. HAM juga merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Di Indonesia masalah pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan cukup banyak terjadi. Pasalnya, berdasarkan catatan akhir tahun 2012 lalu Wahid institute, yaitu sebuah LSM khusus perlindungan dan penegakan HAM mencatat sepanjang tahun 2012 lalu terdapat 274 kasus pelanggaran kebebasan beragama. Koordinator program wahid institute Rumadi Ahmad mengatakan bahwa pelanggaran terbanyak terjadi pada bulan mei 2012 lalu, sebanyak 30 kasus. Bentuk pelanggaran yang dilaporkan kepada wahid institute yaitu pembiaran atau kelalaian dari aparat dalam melindungi tempat peribadahan 33 kasus, pelarangan rumah ibadah 26 kasus, pelarangan aktivitas keagamaan 18
  • 2. kasus, kriminalisasi keyakinan 17 kasus, pemaksaan keyakinan 12 kasus, dan intimidasi 4 kasus. Sementara tahun 2012 lalu, Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak melakukan kasus pelanggaran yaitu sebanyak 43 kasus, disusul dengan Aceh 22 kasus, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebanyak 15 kasus. Lebih jauh koordinator program wahid institute menyebutkan bahwa korban terbanyak dari pelanggaran kebebasan beragama yaitu umat kristen dan katolik sebanyak 37 kasus, kelompok terduga sesat 25 kasus, individu 13 kasus, Jamaah Ahmadiyah indonesia 13 kasus dan pengikut syiah 12 kasus. Tak hanya itu, Ahmadiyah dan Syiah juga menjadi kelompok yang terus mengalami pelanggaran kebebasan beragama. Khususnya jamaah Syiah di Sampang yang mana tahun 2012 merupakan tahun terburuk bagi mereka. Karena Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, tapi kenyataannya masih sering terjadi pelanggaran HAM, seperti pelanggaran kebebasan memeluk agama dan beribadah maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul ”Memeluk Agama Merupakan HAM yang Hakiki B. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah yang ingin penulis cari permasalahannya ialah: 1. Apakah maksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ? 2. Siapa yang berhak menyatakan bahwa suatu agama dikatakan sesat ? 3. Bagaimana penerapan kebebasan beragama di Indonesia ? 4. Apa saja Contoh Pelanggaran HAM? 5. Apa saja Upaya Penegakan HAM di Indonesia? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “Hak Kebebasan Beragama” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
  • 3. 1. Untuk mengetahui Hak Asasi manusia 2. Untuk mengetahui sejarah HAM 3. Untuk mengetahui Macam-macam HAM 4. Untuk mengetahui Pengakuan Bangsa Indonesia Akan HAM 5. Untuk mengetahui Upaya Penegakan HAM di Indonesia 6. Untuk mengetahui Contoh pelanggaran HAM 7. Untuk mengetahui Hak Memeluk Agama di Indonesia 8. Untuk mengetahui Memeluk Agama merupakan HAM yang Hakiki 9. Untuk mengetahui Kebebasan Memeluk Agama D. Tinjauan Pustaka Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” Menurut Prof. Dr. Dardji darmodiharjo, S.H, HAM adalah hak-hak dasar / pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
  • 4. Laboratorium pancasila IKIP Malang menyebutkan bahwa HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Prof. Mr. Kuntjono Purbo pranoto, HAM adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dipisahkan hakikatnya. Koentjoro Poerbapranoto ( 1976 ), Hak Asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci. UU No 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kerhormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Hak Asasi Manusia itu merupakan suatu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia kemudian hak tersebut juga harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan dan harkat martabat.
  • 5. BAB II PERMASALAHAN A. Pendahuluan Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak di dunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, tidak menutup kemungkinan jika Indonesia merupakan negara dengan tingkat kemajemukkan yang sangat besar, terlebih lagi dalam urusan memilih kepercayaan. Selain itu, warga negara Indonesia juga dikenalkan dengan sikap saling toleransi yang sudah dipelajari dari sejak kecil hingga dewasa. Namun akhir-akhir ini, sikap toleransi yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia kini telah mulai menghilang sedikit demi sedikit. Hal tersebut dapat terlihat ketika banyak sekali aksi-aksi yang mengintimidasi kelompok-kelompok yang mereka sebut sebagai “aliran sesat”. Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama resmi. Kebebasan memeluk agama di indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang tercantum dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 : “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD
  • 6. 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang. Pengertian Hak Kebebasan Beragama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.” Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi. Pada tahun 1993 Komite HAM PBB dan sebuah badan independen yang terdiri dari 18 orang ahli menjelaskan agama atau keyakinan sebagai :“ Theistic, non-theistic and atheistic belief, as well as the right not to profess any religion or belief.” Definisi
  • 7. tersebut telah menjelaskan bahwa agama atau keyakinan dapat berbentuk ketuhanan, non ketuhanan, tidak bertuhan dan tidak mengakui sama sekali agama atau keyakinan tertentu Di AS pemahaman mengenai freedom of religion, baik dalam arti positif maupun negatif seperti diungkapkan Sir Alfred Denning bahwa kebebasan beragama berarti bebas untuk beribadah atau tidak beribadah, meyakini adanya Tuhan atau mengabaikannya, beragama Kristen atau agama lain atau bahkan tidak beragama (Azhary, 2004, dalam Triyanto, 2008). Pengertian kebebasan beragama seperti yang ada dalam deklarasi umum PBB tentu saja bersifat sangat liberal, dan nampak didominasi budaya Barat. Ini berbeda dengan konsep kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengandung konotasi positif. Artinya, tidak ada tempat bagi ateisme atau propaganda antiagama di Indonesia. Itu juga yang menjadi penyebab, mengapa dalam pengambilan keputusan mengenai DUHAM, khususnya pasal mengenai kebebasan beragama, utusan Arab Saudi di PBB bersikap abstain. Karena menurut hukum Islam, orang yang keluar dari agama Islam, atau tidak bertuhan berarti murtad atau kafir. Sebagai reaksi terhadap Deklarasi Umum HAM yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka Organisasi Konferensi Islam (OKI), pada akhirnya,tahun 1990, membuat sebuah deklarasi HAM yang berlandaskan hukum Islam. Deklarasi tersebut dikenal dengan nama Cairo Declaration ( Deklarasi Kairo/DK). DK bejumlah 30 pasal yang mengatur HAM, baik dalam bidang hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya. Salah satu hak yang diatur dalam DK adalah hak kebebasan beragama. Pembukaan Deklarasi Kairo berbunyi demikian: “Berkeinginan untuk memberikan sumbangan terhadap usaha-usaha umat manusia dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, melindungi manusia dari pemerasan dan penindasan, serta menyatakan kemerdekaan dan haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak sesuai dengan syariat Islam. Bahwa hak-hak asasi dan kemerdekaan universal dalam Islam merupakan bagian integral agama Islam dan
  • 8. bahwa tak seorang pun pada dasarnya berhak untuk menggoyahkan baik keseluruhan maupun sebagian atau melanggar atau mengabaikanya karena hak-hak asasi dan kemerdekaan itu merupakan perintah suci mengikat yang termaktub dalam wahyu Allah SWT. yang diturunkan melalui nabi-Nya yang terakhir.” Pasal 10 Deklarasi Kairo mengatur sebagai berikut: “Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah SWT). Islam melarang melakukan paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau ketidaktahuan seseorang untuk mengubah agamanya atau menjadi atheis.”(lihat Eka A. Aqimuddin, 2009). Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Ketentuan itu masih diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999 tentang HAM. Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadatannya. Pelanggaran Kebebasan Beragama Soalnya adalah, jika dalam DUHAM, Deklarasi Kairo maupun di dalam UU HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan telah dijamin, mengapa masih ada kekerasan atas nama agama? Dalam serangkaian kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia akhir-akhir ini, kita dapat melakukan analisis berdasarkan pada ketentuan normatif yang berlaku, baik
  • 9. yang ada dalam DUHAM, DK, UUD’45, UU HAM maupun KUHP. Kasus-kasus tersebut di atas tadi memperlihatkan bahwa berbagai ketentuan HAM maupun perundangan- undangan telah dilanggar. Soalnya adalah, siapa yang harus menjamin agar para pemeluk agama dan keyakinan yang menoritas ini dapat melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya itu dengan tenang, aman dan tanpa ancaman? UUD’45 pasal 18 telah menyebutkan bahwa negarah, khsusunya pemerintahlah yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi, memajukan dan memenuhi Hak Asasi Manusia. Demikian juga UU No.39/1999 pasal 71 dan 72 menegaskan bahwa jaminan itu menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Seutuhnya bunyi UU 39/1999 mengenai HAM, (Pasal 71) adalah demikian : “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain. (Pasal 72) Tentu ada masalah, ketika undang-undang telah memberikan mandat, tetapi dalam praktiknya di lapangan, aparat keamanan negara terkesan membiarkan kelompok-kelompok “penguasa dunia moral” dengan cara brutal menghakimi kelompok lain yang agama dan keyakinannya berbeda. Ada apa semua ini? Ada yang bilang bahwa semua itu adalah strategi elite penguasa untuk mengalihkan isu Bank Century, kasus Gayus, kasus cek perjalanan terkait pemilihan Gubernur BI. Ada juga yang menduga polisi di tingkat bawah takut dituduh melanggar HAM, dan takut dihukum oleh atasannya jika bertindak keras; ada analisis lain yang melihatnya sebagai akibat dari kepemimpinan nasional yang lemah, dan sebagainya.
  • 10. Ditengah berbagai ketidakmenentuan ini, termasuk ketidakmenentuan analisis terhadap berbagai kasus kekerasan berbasis agama tersebut, maka sudah waktunya dibangun gerakan advokasi yang kuat, agar yang tidak menentu itu bisa lebih pasti. Terutama kepastian bahwa mereka yang melanggar hukum harus ditindak secara tegas, sesuai peraturan yang berlaku. Siapa yang berhak menyatakan bahwa suatu agama dikatakan sesat ? Menurut pasal 2 ayat (2) UU Penodaan Agama, kewenangan menyatakan suatu organisasi/aliran kepercayaan yang melanggar larangan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama sebagai organisasi/aliran terlarang ada pada Presiden, setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Pada prakteknya, ada Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat atau biasa disingkat Bakor Pakem. Sebenarnya yang dimaksud Bakor Pakem adalah Tim Koordinasi Pengawasan Kepercayaan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI No.: KEP004/J.A/01/1994 tanggal 15 Januari 1994 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Tim Pakem ini bertugas mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang tumbuh dan hidup di kalangan masyarakat. Tim Pakem ini kemudian akan menghasilkan suatu surat rekomendasi untuk Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, tindakan apa yang harus diambil. Dalam kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (“JAI”), misalnya, Tim Pakem memberikan rekomendasi agar JAI diberi peringatan keras sekaligus perintah penghentian kegiatan. Penerapan Kebebasan beragama di Indonesia Dalam UUD 1945 Pasal 29 sangat tegas disebutkan bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Pasal ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap semua umat beragama di Indonesia. Pasal tersebut juga merupakan bentuk peneguhan dan penegasan bahwa Negara Indonesia didirikan
  • 11. bukan atas dasar satu agama saja, tetapi memberikan kedudukan yang sama bagi semua agama yang berkembang di Indonesia.Konsepsi satu untuk semua merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa dengan melihat realitas kemajemukan bangsa. Sebagai bangsa yang majemuk pluralistis, tentunya Indonesia mempunyai potensi konflik yang sangat tinggi, terutama konflik antaragama. Karena itu dalam rangka menciptakan kerukunan umat beragama, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Di Indonesia sendiri kebebasan beragama diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan beberapa larangan hukum terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan keagamaan tertentu yang dianggap dapat menyinggung agama lain. Kebebasan beragama dianggap diatur secara tertulis pada undang-undang dengan tujuan agar HAM masyarakat dapat terwujud dengan baik dan benar. Dengan kata lain, pemerintah sebenarnya menyalahkan tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan atas dasar agama tertentu. Namun fakta berbicara lain sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum di Indonesia penerapan peraturan mengenai kebebasan beragama masih kurang tegas dalam pelaksanaannya. Contohnya saja kasus jemaat Ahmadyah yang diperlakukan bak buruan. Sudah puluhan kali rumah dan masjid mereka dibakar. Dan tragedi di Cikeusik, Pandeglang, Banten, tahun 2011 lalu, semakin membuat kita prihatin. Penyerang tak hanya membakar rumah, tapi juga membunuh tiga anggota Ahmadiyah. Kebrutalan itu seolah didiamkan oleh polisi di sana. Kepolisian setempat beralasan, jumlah personel tidak cukup untuk menghadang kelompok yang menyerang Ahmadiyah. Dalih seperti ini sulit dipahami oleh akal sehat. Kalaupun fakta itu benar, bukankah mereka bisa meminta bantuan polisi di daerah lain? Jika aparat terdesak, kenapa pula tidak menghalau lewat tembakan peringatan?
  • 12. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyatakan, ada kemungkinan peristiwa itu bisa dicegah. Ia kemudian berjanji akan menghukum siapa pun yang terbukti lalai dan bersalah, entah itu polisi, personel pemerintah daerah, anggota Ahmadiyah, maupun massa penyerang. Masalahnya, publik telanjur kurang percaya bahwa pemerintah benar-benar akan bertindak tegas. Orang juga ragu akan kemampuan pemerintah menyelesaikan urusan Ahmadiyah secara tuntas. Sebab, insiden seperti itu sudah terlalu sering terjadi, dan pemerintah selalu tak mampu melindungi anggota Ahmadiyah. Pengikut ajaran Mirza Ghulam Ahmad ini justru semakin kerap menjadi sasaran penyerangan setelah pemerintah mengeluarkan surat keputusan bersama pada 2008. SKB yang diteken oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung itu melarang kegiatan Ahmadiyah. Di situ sebenarnya juga diatur bahwa masyarakat tak boleh main hakim terhadap anggota Ahmadiyah, tapi ketentuan ini terbukti tidak efektif. Surat keputusan itu justru dijadikan alat oleh sekelompok masyarakat untuk melegalkan penyerangan. Warga Ahmadiyah dianggap melanggar surat itu karena mereka menyiarkan ajaran sesat. Pemerintah mestinya mencabut aturan yang kontroversial ini. Namun apa daya rupanya pemerintah belum melakukan apapun yang berarti untuk mencegah kasus ini terjadi. Ini menjadi bukti bahwa penegakan kebebasan beragama di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Kebebasan untuk mengekspresikan keberagamaan di Indonesia nampaknya juga banyak mendapat sorotan dari dunia internasional. Meskipun belum bisa dijadikan rujukan, data terbaru yang dikeluarkan Pemerintah Amerika Serikat yang memasukkan Indonesia dalam daftar pelanggaran berat kebebasan beragama bersama Afganistan, Bangladesh, Belarus, Kuba, Mesir, dan Nigeria perlu dicermati ulang. Setidaknya, laporan tahunan yang dirilis pertengahan tahun 2006 ini cukup membuka mata untuk melihat sejauh mana Indonesia telah menjamin hak-hak beragama warganya.
  • 13. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Berbicara tentang hubungan antar agama, maka membicarakan mengenai pluralisme agama. Pluralisme agama sendiri dimaknai secara berbeda-beda bagi setiap orang. Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Wacana pluralisme agama adalah setiap umat beragama didunia pasti berbeda, tetapi juga terdapat titik temu secara teologis antara umat-umat beragama. Sesungguhnya tidak ada yang namanya absolutisme agama, hal itu berarti antar umat beragama tidak bisa menyalahkan ajaran agama orang lain yang dapat dilakukan hanya menghargai agama orang lain. Dengan demikian apabila seorang penganut mengatakan perkataan agama lain itu salah maka yang sesungguhnya salah adalah orang tersebut karena secara tidak langsung ia menyalahkan yang Tuhan dan bahkan menyamakan dirinya dengan Tuhan. Oleh karena itu, pengertian dan pemahaman tentang agama jelas bukan agama itu sendiri dan karena itu tidak ada alasan untuk secara mutlak menyalahkan pengertian dan pemahaman orang lain.