Strategi dan kebijakan membangun daya saing perikanan Kabupaten Natuna perlu mempertimbangkan potensi sumber daya perikanan yang besar di wilayah tersebut namun belum dieksploitasi secara optimal. Kebijakan perlu meningkatkan kapasitas nelayan skala kecil dan mengembangkan industri hilir perikanan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas perikanan Natuna.
1. STRATEGI DAN KEBIJAKAN
MEMBANGUN DAYA SAING PERIKANAN
KABUPATEN NATUNA
Ujian Terbuka 19 Juni 2013
Pembimbing:
Dr. Ir. Nunung Nuryartono MS
Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan MSc.
Dr. Ir. Agus Maulana MSM
IGNATIUS A. WIRAWAN NUGROHADI
P.066070203.4DM
Program Doktor Manajemen dan Bisnis
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
1
2. Latar Belakang
•Kabupaten Natuna terletak di wilayah perbatasan di Laut Cina Selatan
(indikasi potensi konflik ) dengan sumber daya alam berlimpah (Migas dan
Perikanan ) juga strategis sesuai jalur pelayaran internasional ( ALKI 1)
( Lubis 2001).
•Potensi Perikanan Kabupaten Natuna : Perikanan Tangkap dengan sumber
daya ikan di WPP Laut Cina Selatan dan potensi budidaya serta rumput
laut , walaupun demikian Natuna masih menjadi kabupaten tertinggal dan
terpencil (Bappenas,2007).
•Kegiatan ekonomi lokal Kb.Natuna didominasi dari sektor pertanian dimana
sektor perikanan adalah yang memberi kontribusi terbesar sesuai data PDRB
2006-2010.
•Natuna mempunyai potensi MIGAS yang telah berdampak pada
pendapatan pemerintah daerah Natuna melalui DBH Migas dan digunakan
untuk membiayai pelayanan publik juga seharunya dapat menggerakkan
sektor riil non migas seperti perikanan yang potensial .
•Laut Natuna termasuk WPP2 yang mempunyai peluang pengembangan
untuk kegiatan perikanan tangkap yang masih tinggi ( 40% ) menurut
Kusumastanto (2003 ) sehingga Kabupaten Natuna punya peluang
meningkatkan sektor dan industri perikanan dengan kebijakan yang tepat.
Kebijakan berdasarkan kawasan perlu dibangun mengacu berbagai masalah
dan tantangan yang ada di Natuna serta mengacu konsep daya saing.
21/01/16 2
3. DISTRIBUSI PERSENTASE PDRB KABUPATEN NATUNA 2006-2010
( atas harga berlaku ) BPS Natuna 2011
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
1. PERTANIAN 68.79 66.03 63.62 62.04 60.70
a, Tanaman Bahan Makanan 2.84 2.68 3.70 3.53 3.42
b, Tanaman Perkebunan 3.71 3.55 5.30 4.86 4.52
c, Peternakan & Hasil- hasilnya 2.30 2.10 2.88 2.67 2.55
d, Kehutanan 1.45 1.35 1.75 1.66 1.58
e, Perikanan 58.49 56.34 49.98 49.32 48.62
2.PERTAMBANGAN &
PENGGALIAN 0.34 0.35 0.42 0.43 0.44
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.81 1.73 2.27 2.19 2.17
4. LISTRIK & AIR MINUM 0.08 0.08 0.10 0.10 0.10
5. BANGUNAN 2.89 3.08 4.44 5.16 5.76
6. PERDAGANGAN, HTL & REST.
13.90 15.21 15.20 16.13 16.90
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI
3.59 3.95 4.10 4.22 4.31
8, KEUANGAN, PERSEWAAN &
JASA
2.85 3.05 2.88 2.89 2.90
9, JASA – JASA 5.76 6.51 6.98 6.85 6.73
PDRB 100 100 100 100 100
5. Proyeksi Neraca Gas Indonesia Region Natuna- Kepulauan Riau
2010-2025 ( sumber : Ditjen MIGAS, 2010)
6. Penerimaan Daerah Kabupaten Natuna
Menurut Sumbernya 2006-2010 (Dalam Rp. Miliar )
No. Sumber Penerimaan 2006 2007 2008 2009 2010
1. Pendapatan Asli Daerah 24,8 60,9 73,1 87,7 96,5
2. Bagi Hasil Pajak 122,5 194,3 202,2 222,4 244,6
3. Bagi Hasil SDA 621,6 453,8 354,6 255,4 306,5
4.
Dana Alokasi Umum
(DAU)
147,6 159,4 172,1 - -
5.
Dana Alokasi Khusus
(DAK)
8,1 37,0 46,0 52,0 68,0
6. Penerimaan Lain Yang Syah 3,5 10,5 16,8 28,3 39,5
7. Jumlah 1.490,3 915,9 864,8 645,8 755,1
Sumber : RPJM 2011 dalam Natuna Dalam Angka 2010
7. Potensi perikanan Natuna sesuai data Kawasan Andalan KP Menurut RTRWN (PP26/2008) : Kawasaan
Laut Natuna termasuk Kawasan Andalan Laut Natuna selain Riau Kws Andalan Laut Selat Malaka serta
Kepulauan Riau Kws Andalan Laut Batam ( warna Hijau )
21/01/16 7
8. Natuna berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP-RI 711, Laut Natuna dan Cina Selatan serta Selat
Karimata ( Statistik Perikanan KKP, 2011 ) dengan kondisi yang belum over fishing dalam jangka pendek
21/01/16 8
9.
10. Latar Belakang
• IUU Fishing yang besar di wilayah perbatasan Laut Natuna (Dahuri 2012)
(Tambunan , 2008 ) dan (LPPM IPB, 2006 ).
• Estimasi Over Fishing dan Konflik di wilayah perikanan tangkap serta ancaman
kelestarian lingkungan hidup (Kent, 1986) ; ( Hendrix and Glaser, 2011 ) dan
Sularso ( 2012 ).
• Pembangunan daya saing industri perikanan Indonesia berbasis klaster
termasuk Natuna belum optimal atau dibangun ( KKP, 2009 ).
• Penangkapan ikan oleh nelayan Indonesia termasuk Laut Natuna didominasi
nelayan kecil skala UKM dengan teknologi rendah dan produktivitas yang
rendah sehingga kalah bersaing ( Pertiwi dan Haluan, 2002 ).
• Kabupaten Natuna mempunyai keunggulan budidaya ikan Napoleon yang
punya pasar utama di Hong Kong juga perikanan tangkap dari kelompok jenis
ikan Pelagis Kecil seperti Kembung, Tongkol dan Tengiri; kelompok ikan
demersal seperti Napoleon, Kerapu, ikan Kurisi dan Ikan Bambangan juga
kelompok udang, lobster dan kepiting ( Firdaus dan Hafsaridewi, 2012 ).
• Konsep Five Forces Porter ( 1990 ) dan Diamond Model ( 1990 ) yang dapat
manjadi acuan faktor penentu dalam peningkatan dan mambangun daya saing
industri.
11. Rumusan Permasalahan
– Bagaimana strategi dan kebijakan dalam membangun daya
saing industri perikanan Natuna yang tepat dikaitkan tinjauan
historis berbagai kebijakan yang telah ada dan dilaksanakan di
Indonesia khususnya yang berhubungan dengan upaya
peningkatan daya saing industri perikanan dan yang juga
berhubungan dengan pembangunan daerah tertinggal juga
program kebijakan di Kabupaten Natuna.
– Bagaimana strategi dan kebijakan yang tepat guna
membangun daya saing industri perikanan Natuna dengan
potensi keunggulan sektor perikanan tangkap dan budidaya
mengacu hasil SSA dan LQ juga pendekatan daya saing Porter
dan perumusan Kebijakan pendekatan ANP BOCR sesuai data
expert.
12. Tujuan Penelitian
• Mengidentifikasi dan mengukur sektor dan industri
perikanan Kabupaten Natuna
• Mengidentifikasi dan analisis posisi daya saing
perikanan Natuna baik dari aspek industri perikanan
tangkap, juga budidaya seiring situasi pasar domestik
dan pasar sekitar kawasan Laut Cina Selatan.
• Perumusan dan analisis strategi dan kebijakan yang
tepat terkait situasi Natuna dalam pasar global,
kondisi daya saing dan arah kebijakan industrialisasi
perikanan.
21/01/16 12
13. Kerangka Pemikiran Konsep Penelitian
Faktor PENARIK
( Demand Side -Pull Factor )
Faktor PENDORONG
(Supply Side – Push Factor )
Data Ukuran
Daya Saing
Perikanan LQ,
RCA dan SSA
Natuna
1. Kebijakan Regulasi
PeRIKANAN
2. Sumber Daya Ikan
3. Pelabuhan dan
Infrastruktur
Pendukung ( pabrik es,
Listrik dll ).
4. SDM
5. Akses terhadap
Teknologi
6. Dukungan Hasil Riset
perguruan Tinggi
STRATEGI
KEBIJAKAN
MEMBANGUN
DAYA SAING
PERIKANAN
Kab. Natuna Serta semua faktor yang
mendukung daya saing
dari aspek supply serta
penguatan Kapasitas
Pembeli
1. Pasar Lokal dan
domestik
2. Pasar Luar Negeri
Industri Lanjutan
1. Industri lain terkait
seperti
Perniagaan Ikan,
Kapal Ikan .
2. Pesaing Industri
perikanan Natuna
Data Expert melalui
pemecahan masalah dengan
pendekatan ANP BOCR
Tinjauan Historis
Kebijakan
Industri
Perikanan
Tinjauan Daya Saing
Perikanan Natuna
Konsep Porter’s
diamond
Konsep
Industrialisasi
Perikanan George
Kent 1986.
Konsep Klaster
Minapolitan serta
ANP : Saaty(2001),
Ascarya (2004 ),
Marimin ( 2004 ) ;
Klaster Agribisnis
Perikanan :
Martani ( 2004),
Perikanan
:Rokhmin Dahuri
(2006)
Konsep Daya Saing
Porter (2001,
1996); Cho (2000)’
Neven & drodge (
2001) dan
Tambunan (2001).
Konsep Klaster
dan Industri
Schimtz (1995),
Tatang taufik
(2008 ) UNIDO
(2004 ) dan Porter
(1990, 2009)
14. Metodologi
• Penelitian adalah Penelitian Kebijakan ( Dunn, 2007 )
dengan Pendekatan analisis daya saing model diamond
Porter (1990) serta konsep industrialisasi perikanan
berbasis daya saing kawasan dan komoditas unggulan,
Konsep Klaster Minapolitan Suhana (2012) , Subandono
(2010), Kusumastanto, 2003, 2007 serta Industri
perikanan ( Kent, 1986 ) dan Dahuri ( 2006, 2012).
• Metode analytic network process (ANP) BOCR ( Benefit,
opportunity, cost and risk ) ( Saaty, 2006) dan ( Marimin,
2005 ).
• Tinjauan historis analisis kebijakan terkait kebijakan
pengembangan daerah berbasis wilayah dan perikanan
Indonesia yang berdampak dan dilakukan pada Natuna
15. Teknik Pengumpulan Data
Data Sekunder PDRB Natuna untuk menghitung
ukuran daya saing SSA dan LQ serta data pangsa
ekspor ikan dengan metode daya saing
komparatif RCA
Data Primer , melalui
• Observasi Lapangan di Kabupaten Natuna
• Wawancara pada nara dumber
• Focus Group Discussion dalam membentuk
jejaring ANP
• Kuesioner (ANP-BOCR)
16. Ukuran Daya Saing Sektor Industri
• LQ dan SSA sesuai data PDRB Natuna dan Kepri 2008-2010 guna
menghitung serta melihat posisi keunggulan komparatif dan kompetitif
sektor Perikanan Natuna.
• Metode Shift Share atau SSA digunakan untuk mengetahui perubahan
struktur / kinerja ekonomi daerah Natuna terhadap struktur ekonomi
provinsi sebagai referensi perubahan relatif kinerja pembangunan
• Teknik Analisis Kuoesien Lokasi ( Location Quotient : LQ). menyajikan
perbandingan relatif antara relatif antara kemampuan suatu sektor di
daerah Natuna yang diselidiki mengacu sektor perikanan dan sektor
lainnya dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas yaitu
Provinsi Kepulauan Riau. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk
menghasilkan koefisien LQ
17. Hasil Analisis LQ PDRB menurut Lapangan Usaha berdasarkan
Harga Konstan 2000 di Kabupaten Natuna, 2008-2010
Sektor Ekonomi LQ 2008 LQ 2010
1. PERTANIAN,PETERNAKAN, KEHUTANAN, DAN
PERIKANAN 14.16286969 14.4964947
2.PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.040457033 0.046774248
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 0.072730611 0.07262464
4. LISTRIK & AIR MINUM 2.604475967 0.179998773
5. BANGUNAN 0.456718969 0.513113167
6. PERDAGANGAN, HTL & REST. 0.594928922 0.615274435
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 1.323329598 1.384866295
8, KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA 0.556937536 0.553527953
9, JASA – JASA 3.259813715 3.117332126
21/01/16 17
18. Pergeseran Pertumbuhan Lapangan Usaha unggulan di
Kabupaten Natuna Tahun 2008 dan Tahun 2010
Sektor Ekonomi
G M S SSA
(Yt/Yo)-1
(Yit/Yio)-
(Yt/Yo)
(yit/yio)-
(Yit/Yio) G+M+S
1. PERTANIAN,PETERNAKAN,
KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
0.057601675 0.948355541 0.040711112 1.046668
2.PERTAMBANGAN &
PENGGALIAN 0.022408848 0.913162714 0.176895903 1.112467
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 0.095480274 0.98623414 0.014367682 1.096082
4. LISTRIK & AIR MINUM 0.105473587 0.996227452 -0.033859003 1.067842
5. BANGUNAN 0.26467823 1.155432095 0.176893714 1.597004
6. PERDAGANGAN, HTL & REST. 0.13763951 1.028393376 0.056075412 1.222108
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 0.135046407 1.025800273 0.070116082 1.230963
8, KEUANGAN, PERSEWAAN &
JASA 0.101869323 0.992623189 0.009236257 1.103729
9, JASA – JASA 0.143385586 1.034139452 -0.034018763 1.143506
21/01/16 18
19. Gambar Matriks diatas menunjukkan bahwa sektor usaha yang berada pada kwadran 2
merupakan sektor usaha yang memiliki keunggulan komparatif dan juga keunggulan kompetitif
untuk dikembangkan sebagai sektor usaha unggulan di kabupaten Natuna. Sektor usaha yang
berada pada kwadran 2 ini diantaranya adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan; sektor usaha angkutan komunikasi; dan jasa-jasa.
Penelitian akan menjawab masalah tentang bagaimana strategi kebijakan yang terbaik terkait
posisi daya saing sektor sektor perikanan Natuna berdasarkan hasil analisis shift share dan LQ
dapat menjadi penggerak ekonomi regional Kabupaten Natuna.
21/01/16 19
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
Kuadran II•Sektor Pertanian,
Peternakan, kehutanan, dan
perikanan
•Angkutan dan Komunikasi
•Jasa-Jasa
•Pertambangan dan penggalian
•Industri pengolahan
•Listrik dan air minum
•Bangunan
•Perdagangan hotel dan restaurant
•Keuangan, persewaan dan jasa
Matriks kombinasi hasil analisis LQ dan SSA terhadap
Sembilan
sektor usaha di Kabupaten Natuna
Hasil LQ dan SSA
20. Konsep Michael Porter’s “Diamond of Advantage”
Demand
Conditions
Factor
Conditions
Related and
Supported
Industries
Firm Strategy,
Structure,
and Rivalry
21. Analisis Faktor penentu membangun Daya Saing
sesuai Konsep Porter
Kondisi Faktor Input Kondisi Pasar
-Ketersediaan Input Ikan potensial
berlimpah di WPP laut Cina Selatan
- Ikan demersal untuk Budiidaya juga
berkembang
-Sarana pelabuhan perikanan dan pangkalan
pendaratan ikan belum ada dan baru mulai
dibangun 2013 sehingga mengandalkan 2
TPI kecil di bunghuran dan Serasan.
-SDM perikanan : nelayan kecil dan
pembudidaya skala UKM tetapi hampir 26%
penduduk bekerja di perikanan.
-Armada perahu penangkapan ikan
bertambah terus.
-Listrik hanya optimal di Pulau Bunguran ,
pulau lain belum merata
- daya saing pangsa pasar ekspor perikanan
Natuna potensinya kecil dengan hasil
hitung RCA 2008 juga karena banyaknya
hasil perikanan yang tak terlaporkan khusus
untuk perikanan tangkap serta hasil yang
ada dicatat di PPI Tarempa di wilayah adm
kab.Anambas hasil pemekaran Natuna.
- peluang pasar ikan pelagis seperti tongkol
juga demersal juga Udang punya
permintaan internasional dan terus
menambah PAD Natuna walau belum
optimal.
-Permintaan ikan hasil budidaya juga
meningkat sehingga banyak nelayan telah
berubah menajdi pembudidaya Napoleon
22. Kondisi Lingkungan Bisnis , Strategi Perusahaan
dan persaingan
Industri pendukung dan Terkait
serta dukungan pemerintah
- Perusda Natuna telah menjadi penggerak
kegiatan bisnis perikanan Natuna skala
perusahaan dan banyak melakukan kerjasama
denga pihak pebisnis luar Natuna : Kelompok
usaha Nelayan Rembang dan Vietnam bidang
perikanan tangkap di Laut Natuna .
-Penyediaan bahan baku konstruksi yang mahal
di Natuna menyebabkan lambatnya proses
industrialisasi semua sektor termasuk perikanan
mengingat biaya mahal infrastruktur fisik.
-Kemampuan nelayan dan pelaku budidaya yang
terbatas dalam aspek teknologi
-Persaingan usaha di wilayah tangkap sangat
ketat dan dikuasai nelayan luar Natuna baik dari
pelabuhan Batam, Pontianak dan asing serta
situasi IUU Fishing Laut Natuna yang besar.
Industri pendukung kegiatan
perikanan Natuna banyak tidak
berbasiskan di kabupaten Natuna
seperti docking, pabrik es
( nambas, Batam dan Pontianak )
dan juga agen trading walau sudah
dirintis pembenihan ikan dan
adaya balai riset perikanan di
Natuna .
Pemerintah telah menetapkan
sistim perkotan dengan ppsat
pertumbuhan dan pengembangan
periknan KEPRI berbasis pada 2
kawasan strategis nasional : Batam
dan Ranai ( Natuna )
23. Dugaan aliran proses bisnis, kondisi dan keragaan industri pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Natuna,
sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2010
24. Analisis Daya Saing Industri Perikanan Natuna ditinjau dari
Five-Forces Model of Competition, Porter ( 1990 )
Analisis Daya Saing Industri Perikanan Natuna ditinjau dari
Five-Forces Model of Competition, Porter ( 1990 )
ANCAMAN BUYERS :
kekuatan pembeli ikan Napoleon dari Hong Kong
yang dapat menekan harga,
kekuatan pembeli ikan Tongkol dari Batam dan Singapore
ANCAMAN BUYERS :
kekuatan pembeli ikan Napoleon dari Hong Kong
yang dapat menekan harga,
kekuatan pembeli ikan Tongkol dari Batam dan Singapore
POTENSI Pendatang
para pengusaha besar
perikanan yang mengambil
peluang bisnis di Natuna
yang dapat menjadi kekuatan
pendorong industrialisasi tapi
ancaman untuk UKM
POTENSI Pendatang
para pengusaha besar
perikanan yang mengambil
peluang bisnis di Natuna
yang dapat menjadi kekuatan
pendorong industrialisasi tapi
ancaman untuk UKM
Produk Substitusi
menyangkut
jenis Demersal tertentu ( Napoleon dan kelompok
Kerapu ) sedangkan
ikan pelagis seperti Tongkol yang ada sepanjang
musin belum terdapat pengganti
Produk Substitusi
menyangkut
jenis Demersal tertentu ( Napoleon dan kelompok
Kerapu ) sedangkan
ikan pelagis seperti Tongkol yang ada sepanjang
musin belum terdapat pengganti
KEKUATAN
FAKTOR
INPUT :Potensi
Sumber daya ikan
Pelagis dan
Demersal di Laut
Natuna
serta potensi
budidaya ikan
demersal dan
Rumput Laut
KEKUATAN
FAKTOR
INPUT :Potensi
Sumber daya ikan
Pelagis dan
Demersal di Laut
Natuna
serta potensi
budidaya ikan
demersal dan
Rumput Laut
PERSAINGAN INDUSTRI :
KEKUATAN PESAING tercipta
karena lemahnya infrastruktur
pendukung , SDM di Natuna, juga
pesaing dari Batam, Anambas dan
daerah perikanan lain di kawasan laut
Cina Selatan serta nelayan domestik
Luar natuna dan asing yang bergerakn
di perikanan tangkap khususnya
PERSAINGAN INDUSTRI :
KEKUATAN PESAING tercipta
karena lemahnya infrastruktur
pendukung , SDM di Natuna, juga
pesaing dari Batam, Anambas dan
daerah perikanan lain di kawasan laut
Cina Selatan serta nelayan domestik
Luar natuna dan asing yang bergerakn
di perikanan tangkap khususnya
25. Hasil Analisis Tinjauan Historis Kebijakan
KEBIJAKAN PEMBAHASAN KASUS NATUNA
KAPET, 1995 dan
th 2000
Kebijakan berbasis pengembangan
pusat pertumbuhan wilayah sesuai
kareteristik daerah dalam
mengentaskan kemiskinan tetapi tidak
dapat berjalan implementasinya karena
faktor Otonomi daerah salah satunya
Natuna sebagai bagian dari
kepulauan Riau belum
tersentuh implementasi
KAPET dan pernah sebatas
wacana pembuatan Otorita
Natuna era 1999-2001
KEBIJAKAN
PERIKANAN sejak
adanya
Kementerian yang
mengurus
Perikanan 1999
Lebih banyak membuat aturan kegiatan
perikanan tangkap dan baru 2008/9
sudah melangkah pada kesadaran
overfishing serta IUU Fishing dan
pengembangan klaster industri
perikanan
Wilayah Tangkap di WPP
laut Natuna semakin tinggi
tingkat eksploitasinya tapi
peran kabupaten Natuna
dalam memanfaatkannya
belum optimal
KLASTER
PERIKANAN
MINAPOLITAN,
2010
Kebijakan ini berbasis pengembangan
kalster industri perikanan mengacu
potensi perikanan tangkap, budidaya,
rumput laut dan garam
Baru dikembangkan di
Pulau Serasan untuk
rumput laut dan masih
terkendala sarana
infrastruktur
26. Kebijakan Pembahasan Kasus Natuna
KAWASAN
STRATEGIS cepat
Tumbuh
(Kemdagri 2008-
2009)
Pengembangan kawasan berbasiskan
komoditas unggulan di daerah daerah
yang ditetapkan sebagai kawasan andalan
tetapi indikator penetapan daerah belum
jelas indikatornya sehingga banyak gagal
dalam implementasi
Seiring adabya BNPP
bahwaNatuna dinyatakan
sebagai Kawasan Ekonomi
Perbatasan tapi hampir
semua program belum
berjalan selain terkendala
RTRW yg belum rampung
Penataan Ruang
2007
Mendorong terbentuknnya penaataan
kawasan strategis nasional berbasiskan
industri walaupun kabupaten belum
serentak sampai 2012 mempunyai RTRW
Kabupaten Natuna baru
mensahkan Perda RTRW
nya th 2012 sehingga hal
ini akan mendorong
percepatan industri di
Natuna
MP3EI, 2011 Membangun konektivitas dari pusat
pertumbuhan ekonomi serta
pengembangan peluang investasi di
koridor ekonomi yg ditetapkan
pemerintah pusat
Natuna tidak ditetapkan
sebagai basis
pengembangan kegiatan
perikanan tetapi industri
energi
27. Metodologi ANP
Teknik ANP atau Analytical Networking Process
•Metode ANP berbasiskan metode Analytical Hierarchy Process
sebagai metode pengambilan keputusan yg menggunakan indikator
kualitatif dan kuantitatif dengan penyederhanaan masalah komplesitas
dapat membobot atau mengukur masalah dalam hirarki yang dibentuk
dengan prinsip pemecahan, prinsip perbandingan dan prinsip sintesis
serta penilaian konsistensi ( Marimin, 2004 ).
•ANP merupakan pendekatan kualitatif Non parametrik juga Non
Bayesian untuk proses pengambilan keputusan dengan kerangka
kerja umum tanpa membuat asumsi asumsi (Ascarya, 2009) .
•ANP dapat menangkap pengaruh feedback, juga dapat
mengkombinasikan nilai intangible dan tangible serta mampu
menghasilkan indikator pengaruh positif dan negatif yg dapat dibobot
dan dibandingkan.
•Pengukuran Variabel dlm Riset ini akan dilakukan terhadap persepsi
para expert atau pakar yang ahli serta memahami bidang Klaster
Perikanan, Wilayah Natuna dan Kebijakan pembangunan daerah dan
Industri
29. Source: Ascarya (2009)
Fase 2
KUANTIFIKASI
MODEL
Kajian Pustaka
In-depth
Interview
Kuesioner
Disk. Kel.
Terfokus
Konstruksi Model
Validasi/Konfirmasi Model
Penyusunan Kuesioner ANP
Uji Kuesioner ANP
Survei Pakar dan Praktisi
Analisis Data
Validasi Hasil
Interpretasi Hasil
PENE-
LITI
PAKAR
PRAKTISI
Fase 1
KONSTRUKSI
MODEL
Fase 3
ANALISIS
HASIL
Tahapan Penelitian dengan ANP
30. Penjelasan Skala ANP
Skala Definisi Penjelasan
1 Sama Pentingnya Kedua masalah/kebijakan sama pentingnya dalam hal
tujuan hal tujuan strategi membangun daya saing perikanan
di Natuna yang tepat
3 Agak lebih penting Masalah/kebijakan yang satu agak lebih penting diatas
masalah/kebijakan lainnya dalam hal tujuan strategi
membangun daya saing perikanan di Natuna yang tepat
5 Lebih penting Masalah/kebijakan yang satu lebih penting diatas
masalah/kebijakan lainnya dalam hal tujuan strategi
membangun daya saing perikanan di Natuna yang tepat
7 Sangat lebih penting Masalah/kebijakan yang satu amat lebih penting diatas
masalah/kebijakan lainnya dalam hal tujuan strategi
membangun daya saing perikanan di Natuna yang tepat
9 Tingkat yang paling
ekstrem untuk ukuran
sangat penting
Masalah/kebijakan yang satu memiliki tingkat paling
ekstrem tingkat kepentingannya dibandingkan
masalah/kebijakan lainnya dalam hal tujuan strategi
membangun daya saing perikanan di Natuna yang tepat
2, 4 ,6,
dan 8
Nilai tengah diantara
dua keputusan yang
berdekatan
Berbali
kan
Jika maslaah/kebijakan x mempunyai nilai kepemntingan lebih tinggi dari y, maka y
memiliki nilai berbalikan jika dibandingkan dengan x
Rasio Rasio yang didapat langsung dari pengukuran
32. Contoh Kuesioner ANP-BOCR
Alternatif-KRITERIA 1 2 3 4 5 6 7 8 9
K1)Peningkatan Nilai tambah V
K2)Modernisasi Sistim Produksi v
K3)Penguatan pelaku industri kelautan & perikanan V
K4)Berbasis komoditas, wilayah dan sisitim manajemen
kawasan
v
K5)Berkelanjutan v
K6)Transformasi sosial v
A1. Penataan Manajemen – Kriteria
Comparison with respect to “Penataan Manajemen” node in “Kriteria” Cluster
With respect to “Penataan Manajemen” compare these six “Kriteria” in terms of
influence or importance:
34. Alternatif Program Kebijakan” Berdasarkan hasil secara
Optimistic dan Pessismitic
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa untuk jangka panjang yang optimistik adalah alternatif
program kebijakan kelembagaan untuk kerjasama antar daerah dan kemitraan pelaku juga
penataan manajemen perikanan tangkap wilayah kab.Natuna, sedangkan untuk program
kebijakan dalam kondisi pesismis terpilih adalah Revitalisasi Perikanan Budidaya dan Rumput laut
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa untuk jangka panjang yang optimistik adalah alternatif
program kebijakan kelembagaan untuk kerjasama antar daerah dan kemitraan pelaku juga
penataan manajemen perikanan tangkap wilayah kab.Natuna, sedangkan untuk program
kebijakan dalam kondisi pesismis terpilih adalah Revitalisasi Perikanan Budidaya dan Rumput laut
Alternatif
Bobot BOCR Outcome
Benefit Cost Opportunity Risk Optimistic Pessimistic
0.39521 0.14042 0.23219 0.23219 bB + oO – cC – rR B/(C*R)
A1 0.194768 0.190008 0.190888 0.161652 20.70052831 6.3411005
A2 0.096872 0.09704 0.099046 0.087948 10.12319583 11.35067
A3 0.206004 0.266012 0.208174 0.262914 17.57096318 2.9455114
A4 0.27158 0.214984 0.270648 0.225244 29.76936793 5.6083927
A5 0.100188 0.117292 0.100322 0.152194 7.722534666 5.6124151
A6 0.130588 0.114664 0.130922 0.11005 14.11341009 10.348708
A1: Penataan Manajemen Perikanan Tangkap wilayah Laut Natuna
A2: Revitalisasi Perikanan Budidaya dan Rumput laut
A3: Pembangunan sarana Infrastruktur pendukung
A4: Kelembagaan Kerjasama antar daerah dan pelaku usaha
A5: Sistim Pengawasan Sumberdaya KP dan Pengedalian mutu produk
A6: Perluasan pasar global dan nasional
35. “Strategi” berdasarkan hasil Optimistic dan Pessimistic
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa hasil optimis , strategi terpilih adalah yang
utama : pengembangan kawasan untuk sentra produksi hulu hilir yang mendorong
klaster serta juga strategi kedua : pengembangan iklim usaha dan investasi,
sedangkan strategi pesimis terpilih adalah penataan sistem SDM
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa hasil optimis , strategi terpilih adalah yang
utama : pengembangan kawasan untuk sentra produksi hulu hilir yang mendorong
klaster serta juga strategi kedua : pengembangan iklim usaha dan investasi,
sedangkan strategi pesimis terpilih adalah penataan sistem SDM
S1: Pengembangan komoditas dan produk berbasis pasar
S2: Pengembangan kawasan untuk sentra produksi hulu-hilir yang mendorong klaster industri
S3: Pembangunan konektivitas antar kawasan
S4: Pengembangan iklim usaha dan investasi
S5: Pengembangan teknologi dan SDM
S6: Penataan sistim SDM
Strategi
Bobot BOCR Outcome
Benefit Cost Opportunity Risk Optimistic Pessimistic
0,39521 0,14042 0,23219 0,23219
bB + oO – cC –
rR B/(C*R)
S1 0,201208 0,201216 0,201192 0,201216 20,11975222 4,9695861
S2 0,226822 0,226842 0,226732 0,226842 22,67758353 4,407966
S3 0,166584 0,16651 0,16656 0,16651 16,66145752 6,0083143
S4 0,223534 0,223546 0,2236 0,223546 22,35537749 4,4731121
S5 0,099356 0,099388 0,09933 0,099388 9,932854283 10,058337
S6 0,082496 0,082498 0,082584 0,082498 8,252974954 12,121212
36. Hasil “Kriteria” Prinsip Industrialisasi Berdasarkan hasil Optimistic dan
Pesismistic
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa untuk Kriteria Strategi terkait Industrialisasi
yang optimis adalah penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan serta yang
kedua prinsip pembangunan berbasiskan komoditas dan sistem manajemen kawasan,
sedangkan untuk hasil pesimis adalah adalah prinsip transformasi sosial
Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa untuk Kriteria Strategi terkait Industrialisasi
yang optimis adalah penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan serta yang
kedua prinsip pembangunan berbasiskan komoditas dan sistem manajemen kawasan,
sedangkan untuk hasil pesimis adalah adalah prinsip transformasi sosial
Kriteria
Bobot BOCR Outcome
Benefit Cost Opportunity Risk Optimistic Pessimistic
0.39521 0.14042 0.23219 0.23219 bB + oO – cC – rR B/(C*R)
K1 0.145706 0.14569 0.145538 0.14569 14.56480058 6.8646429
K2 0.18365 0.18363 0.185088 0.18363 18.42285235 5.4463264
K3 0.29436 0.294328 0.293442 0.294328 29.40140954 3.3979394
K4 0.22072 0.220704 0.22029 0.220704 22.05583723 4.531284
K5 0.105878 0.105996 0.106092 0.105996 10.58986854 9.4238155
K6 0.049688 0.04965 0.049546 0.04965 4.965231772 20.156402
Keterangan:
K1: Peningkatan nilai tambah
K2: Modernisasi sistem produksi
K3: Penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan
K4: Berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen kawasan
K5: Berkelanjutan
K6: Transformasi Sosial
37. Kesimpulan
• Secara sektoral tinjauan PDRB 2008-2010, Kabupaten Natuna mempunyai
daya saing perikanan baik secara komparatif dan kompetitif walaupun
Natuna tidak berdaya saing secara komparatif dalam aspek daya saing
pangsa ekspor secara nasional.
• Secara Tinjauan Historis Kebijakan, karena kurang optimalnya
implementasi kebijakan berbasis pengembangan wilayah dan klaster
perikanan, khusus Kabupaten Natuna harus membangun kebijakan
dengan indikator mikro level sesuai karetristik wilayah, potensi komoditas
dan lingkungan bisnis seperti Tinjauan daya saing konsep Porter.
Berdasarkan analisis mengacu konsep diamond juga Five Forces , Natuna
sangat lemah dalam aspek industri pendukung perikanan serta
infrastruktur belum berkembang juga kemampuan pebisnis yang skala
kecil selain ancaman pendatang, pembeli luar tetapi punya kekutan dalam
aspek input ikan.
• Kabupaten Natuna dapat membangun daya saing perikanan dengan
memperhatikan jangka panjang alternatif ( ANP BOCR) program kebijakan
terpilih program kebijakan kelembagaan untuk kerjasama antar daerah
dan kemitraan pelaku juga penataan manajemen perikanan tangkap
wilayah kab.Natuna, sedangkan untuk program kebijakan dalam kondisi
pesismis terpilih adalah Revitalisasi Perikanan Budidaya dan Rumput laut
38. …Kesimpulan
• Hasil sintesis BOCR menunjukkan bahwa hasil optimis ,
strategi terpilih adalah yang utama : pengembangan kawasan
untuk sentra produksi hulu hilir yang mendorong klaster serta
juga strategi kedua : pengembangan iklim usaha dan
investasi, sedangkan strategi pesimis terpilih adalah penataan
sistem SDM.
• Dalam tinjauan prinsip industrialisasi , sintesis BOCR
menunjukkan bahwa untuk Kriteria terkait prinsip
Industrialisasi yang optimis adalah penguatan pelaku industri
kelautan dan perikanan serta yang kedua prinsip
pembangunan berbasiskan komoditas dan sistem manajemen
kawasan, sedangkan untuk hasil pesimis adalah adalah
prinsip transformasi sosial
39. Saran kebijakan
• Posisi strategis Natuna di Lat Cina Selatan serta hasil MIGAS harus diarahkan
dengan strategi dan kebijakan yang berbasis pada pembangunan daya saing bidang
perikanan yang berdampak langsung pada umumnya masyarakat dan penduduk
Natuna.
• Kabupaten Natuna sebagai daerah penghasil MIGAS belum dapat menerima
pendapatan MIGAS optimal serta tidak bisa terus mengandalkan MIGAS sebagai
penggerak ekonomi dan sumber pendapatan daerah sehingga perlu menggerakkan
dan membangun sektor yang potensi daya saing
• Infrastruktur pendukung industri dan klaster perikanan yaitu Pelabuhan adalah yang
mutlak dan paling utama sebagai infrastruktur utama dikaitkan dengan penggerak .
• Konsep Minapolitan Natuna diarahkan pada Ikan demersal yg bernilai tinggi yaitu
Ikan Napoleon yg saat ini dilindungi untuk dibuat kelembagaan secar khusus.
• Kelembagaan antar pelaku usaha dan antar pemerintah dalam mengelola kawasan
Laut Natuna dibuat secara khusus mencegah IUU Fishing dan Over Fishing serta
persaingan tidak sehat.
• Program Transmigrasi maritim ke Natuna pelu dikaji untuk dirancang mengingat
Natuna butuh SDM handal baik dalam mendukung perikanan juga dalam aspek
security.
• Pembangunan di wilayah perbatasan Natuna dapat didekati dengan 2 (dua)
pendekatan kebijakan yang terpadu, yaitu pendekatan kedaulatan dan keamanan
(security approach), dan pendekatan pembangunan lokal ekonomi dan
kesejahteraan (prosperity approach) (