1. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
The Photographic Message
Pesan fotografi dari sudut pandang surat kabar. Dalam surat kabar, pesan fotografi
ini digambarkan dengan istilah foto pers, yang mana keseluruhanpesan dari sebuah
foto
pers
tersebut
dibentuk
dantitikpenerimaan.Sumberemisiadalah
olehsumber
staf
atau
emisi,
pegawai
salurantransmisi
darisurat
kabar,
kelompokteknisitertentuyangmengambil foto, yang mana beberapa di antaranya
bertugas dalam memilih, menyusun danmemperbaikinya, sementara yang lain,
memberikanjudul,keterangan dankomentarnya. Sementara itu, yang disebut dengan
Titikpenerimaanadalahmasyarakatyang berkomentar terhadap foto pers dalam surat
kabar tersebut. Adapunsalurantransmisi, ini adalah surat kabaritu sendiri, atau lebih
tepatnya,komplekspesan yang secara bersamaandengan foto yang menjadi titik
pusat danmengelilingi yang didasarioleh teks, judul,caption, lay-out dan, dalam
bentuk yang lebih abstraktetapitidak mengurangi 'informatif’nya.
Kebiasaan melihat foto.Di hadapan sebuah foto, kata Barthes dalam Camera Lucida,
dia sering merasa sebagai orang yang terpenjara oleh kekuatannya yang dahsyat.
Paling tidak itu pengalaman Barthes dalam merefleksikan koleksi fotonya yang ia
anggap bisa mengguncang batinnya. Dalam praktiknya, khususnya berhadapan
dengan foto berita atau foto iklan, pengalaman semacam itu kiranya jarang kita
temukan. Sebaliknya, yang terjadi adalah bahwa kita melihat foto dua atau tiga
detik, kemudian kita membaca artikel berita yang bersangkutan, atau, dalam hal
iklan, kita ingin tahu foto itu dipakai untuk iklan produk apa.
Membaca.Sekarang kita sampai pada persoalan yang paling rumit dan tidak menarik,
yaitu membaca foto.Foto terlalu kuat untuk dibaca, karena dengan membaca kita
harus melakukan tawar-menawar dengan foto.Semakin kita mengamati foto,
semakin kita terperangkap oleh pesonanya.Barthes bahkan mengakui bahwa sudah
terlalu banyak karya dan teori yang menjadi korban dari kedahsyatan foto.Foto tidak
memberikan ruang bagi kita untuk berbeda pendapat.
2. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
Semiotika positiva:tahap-tahap membaca foto.Dalam “The Photographic Message”
Barthes mengajukan tiga tahap dalam membaca foto: perspektif, kognitif, dan etisideologis.Tahap perseptif terjadi ketika seseorang mencoba melakukan transformasi
gambar ke kategori verbal; jadi semacam verbalisasi gambar.
Foto iklan.Dalam foto iklan, gejala studium kita alami saat kita bersedia barang
sejenak memperhatikan foto suatu iklan.Kita uji untuk berkomunikasi dengan
lembaga iklan tentang kebutuhan-kebutuhan yang sudah diteliti dengan seksama
dan diungkapkan seapik mungkin lewat logo-teknik.Kita mengaplikasikan kode-kode
yang kita miliki untuk mengurai pesan foto iklan.
Animasi.Dari punctum yang menimbulkan rasa mourning itu kita mengawali
perjalanan kita.Kali ini foto mendatangi kita – adveniens.Foto menyorot ke arah kita
dan itu membuat kita mendatangi foto.Bukan hanya saya memandang foto
melainkan foto memandang saya.Tiba-tiba foto menjadi hidup. Terjadi animasi: foto
mempunyai jiwa, anima.
Desire.Foto tidak hanya memberikan amusement melainkan juga menimbulkan
dorongan kuat (desire) untuk menemukan keapaan foto itu.di hadapan foto, kita
masih percaya bahwa foto bukan hanya menyangkut hal-hal yang sudah terjadi.
Lewat punctum, kita menemukan tempat yagn pas untuk desire kita; foto lalu
menyediakan kairos of my desire.Ini penyucian desire.
3. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
Fotografi Paradoks
Gambar sebagai bahasa.Kalau gambar dapat memberikan makna konotasi, gambar
itu harus mempunyai denotasi.Status khusus dari gambar fotografi itu adalahpesan
tanpa kode (denotasi), dari mana konsekuensi proposisi yang pentingharus segera
ditarik, yang mana fotografipesan-pesan tersebut terus menerus. Pada pandangan
pertama, kita menganggap ada pesan lain tanpa kode, tepatnya seluruh jajaran
reproduksi analogisrealitas - gambar, lukisan, film, teater. Bahkan,masing-masing
pesan berkembang langsungdan jelas dalam cara pesan tambahan, selainisi analogis
sendiri (adegan, objek, landscape),ada hal lain yang biasa disebut gaya
reproduksi;Arti kedua, yang penanda (kode) adalah 'perbaikan' gambar (hasil aksi
pencipta) tertentudanyang menandakan, baik estetika maupun ideologis, yang
mengacuke 'budaya' tertentu dari masyarakat yang menerima pesan.Singkatnya,
semua seni 'meniru' terdiri dari dua pesan:pesan yang dilambangkan atau denotasi
gambar adalah analogon, semacam replika langsung dari signified atau apa yang
digambarkan. Jadi, kita tidak mempunyai ruang untuk menafsirkannya.
Dan pesan yang dikonotasikan, Foto dalam sistem konotasi media cetak. Dari kutipan
Barthes percaya bahwa surat kabar (juga periklanan) menciptakan autonomous
signifying system baru yang sebelumnya tidak ada. Untuk itu kita harus meneliti
tanpa harus melakukan hipotesis-hipotesis.Yang merupakan cara di mana
masyarakat sampai batas tertentu berkomunikasi dengan apa yang dianggapnya.
Kode dalam foto.Tanda-tanda dalam foto dipisahkan dari foto secara keseluruhan
pengalaman melihat foto secara keseluruhan.Dalam melihat foto, pengalaman itu
“belum ada isinya”.Apa isi dari “itu”?Apa yang membuat saya tertarik pada suatu
gambar?Pertanyaan ini mengantar kita untuk memeriksa secara rinci berbagai unsur
yang mewujudkan foto tersebut seperti bentuk, gerak-gerik, warna, lighting, dan
sebagainya.
4. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
Singkatnya, dua pesan yang dilambangkan dalam photgraphy
1. denotasi
: pandangan pertama yang kita lihat bahwa ada pesan dalam foto
tanpa adanya kode.
2. konotasi
: merupakan cara di mana masyarakat
sampai batas tertentu
berkomunikasi dengan apa yang dianggapnya.
Prosedur Konotasi
Barthes menjabarkan enam "prosedur konotasi" atau proses dimana sebuah foto
mengambil makna dikonotasikan. Ini adalah: efek trik, pose, benda yang indeks halhal tertentu, photogenia, estetika, dan sintaksis, di mana foto-foto yang ada di seri.
1. Efek trik.
Kepentingan metodologis efek trik adalah bahwa mereka melakukan
intervensi tanpa peringatan di bidang denotasi, mereka memanfaatkan
kredibilitas foto khusus - ini, seperti yang terlihat, karena hanya kekuatan
denotasi yang luar biasa - dalam rangka hanya untuk pesan yang
dilambangkan dalam kenyataannya sangat dikonotasikan; tidak ada
perbaikan lain yang tidak menganggap konotasi sehingga benar-benar yang
'obyektif' adalah topeng denotasi. Tentu, signifikansi hanya mungkin terjadi
apabila ada stok tanda-tanda, awal dari kode. Penanda disini adalah
percakapan sikap kedua tokoh dan akan dicatat bahwa sikap ini menjadi
tanda
hanya
untuk
masyarakat
tertentu,
hanya
diberikan nilai-nilai tertentu.
2. Pose.
Cara kedua ialah melalui gaya atau posisi (pose). Dalam mengambil foto
berita seseorang, seorang wartawan foto akan memilih posisi objek yang
sedang diambil. (Dalam perkembangan pemikiran Barthes tentang fotografi,
5. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
konseppose menduduki posisi amat penting!) Foto berita Habibie yang
sedang meneguk air putih di tengah-tengah pidatonya dalam Sidang MPR
yang khidmat, misalnya, memberikan pesan konotatif: presiden kami adalah
seorang presiden yang “humanis”, tidak angker, jauh dari kekakuan
militeristik. Pesan semacam ini dapat muncul karena ada kode presiden kami
selama ini adalah presiden yang formal.
3. Objek.
Pesan konotatif juga dapat dilakukan lewat pemilihan objek-objek di
sekitarnya.Objek-objek ini ibarat “perbendaharaan kata” yang siap
dimasukkan ke dalam sebuah kalimat.Dari sisi ini, pemilihan objek dapat
membantu menciptakan imajinasi sintagmatik. Dari sisi lain, objek juga dapat
dipakai untuk membangun imajinasi paradigmatik sejauh aspek yang
ditonjolkan dari objek tersebut adalah kekuatan untuk menunjuk objek lain.
Kepentingan khusus harus diberikan kepadaapa yang bisa disebut benda
berpose, di mana maknaberasal dari obyek yang difoto (baik karena
benda, jika fotografer punya waktu, telah diatur artifisialdi depan kamera
atau karena orang tersebutbertanggung jawab untuk memilih lay-out foto ini
atau ituobject). Obyek tidak mungkin lagi memiliki kekuatan, tapi mereka
pasti memiliki makna.
4. Photogenia.
Teori photogenia sudah dikembangkan (oleh Edgar Morin di Le Cinema ou
l'homme imaginaire1) dan ini bukan tempat untuk mengambil lagi arti subyek
dalam prosedur yang umum itu, melainkan akan cukup untuk menetapkan
photogenia dalam hal informasi struktur. Di photogenia pesan yang
dikonotasikan adalah gambar sendiri, 'menghiasi' (yang berarti secara umum
disublimasikan) dengan teknik pencahayaan, paparan dan pencetakan.
Persediaan yang akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk
6. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
membedakan estetika Efek dari menandakan efek - kecuali mungkin diakui
bahwa dalam fotografi, bertentangan dengan niat fotografer pameran, tidak
pernah ada seni tapi selalu makna, yang justru pada akhirnya akan
memberikan kriteria yang tepat untuk pertentangan antara lukisan yang baik,
bahkan jika sangat representasional, dan fotografi.
5. Estetika.
Jika seseorang dapat berbicara estetika di fotografi, itu tampaknya dalam
mode ambigu: ketika fotografi ternyata lukisan, substansi komposisi maupun
visual diperbaiki dengan musyawarah bahan yang sangat 'Tekstur', itu adalah
baik sehingga menandakan dirinya sebagai 'seni' (yang kasus dengan
'pictorialism' dari awal abad) atau memberlakukan lebih halus dan kompleks
yang ditandai dengan prosedur konotasi lain. Satu perbedaan yang bisa
dilihat di sini antara foto dan lukisan: dalam gambar oleh Primitif,
'Spiritualitas' bukan menandakan tetapi, itu sangat menjadi gambar. Tentu
saja mungkin ada unsur-unsur kode di beberapa lukisan, tokoh retoris, simbol
periode, tetapi ada unit menandakan yang mengacu pada spiritualitas, yang
merupakan modus dan bukan obyek pesan yang terstruktur.
6. Sintaks.
Kami telah dianggap sebagai diskursif membaca obyek-tanda dalam satu
foto. Tentu, beberapa foto dapat datang bersama-sama untuk membentuk
urutan (ini umumnya terjadi di majalah ilustrasi); penanda konotasi
kemudian tidak lagi ditemukan pada tingkat salah satu fragmen dari urutan
tapi pada saat itu - apa yang ahli bahasa sebut Tingkat suprasegmental Rangkaian tersebut. Pertimbangkan misalnya empat bentak menembak
presiden di Rambouillet: di masing-masing, olahragawan terkenal (Vincent
Auriol) menunjuk nya senapan di beberapa arah tidak mungkin, dengan
bahaya besar dari penjaga yang lari atau melemparkan diri ke tanah. Urutan
menawarkan efek komedi yang muncul, menurut prosedur yang akrab, dari
7. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
pengulangan dan variasi sikap. Hal ini dapat mencatat dalam hubungan ini
bahwa foto tunggal, sebaliknya pada gambar, sangat jarang (yaitu, hanya
dengan banyak kesulitan) komik, komik membutuhkan pergerakan yang
mengatakan pengulangan (mudah dalam film) atau pemberian tipe (mungkin
dalam menggambar), kedua 'konotasi' yang dilarang untuk foto.
Teks dan Gambar
Barthes memisahkan totalitas representasi menjadi dua struktur : visual dan tekstual
yang berdekatan tetapi tidak homogen, dan mengenyampingkan pertanyaan
pemaknaan tekstual, berfokus pada mengelaborasi sebuah analisis struktur pesan
fotografi dan kemudian memproyeksikan beberapa metode dimana gambar
fotografi dan teks dapat berhubungan.
Dalam pembahasannya tentang keterkaitan antara teks dan gambar, Barthes
memaparkan dua bentuk paradigma interaksi: di babak pertama, "citra
menggambarkan teks" dan di babak kedua, "teks beban gambar, membebani itu
dengan budaya, moral, imajinasi. Bahkan, ia menyatakan, karena kata-kata tidak bisa
menjadi duplikat gambar, ada ruang baru signifikasi yang diciptakan dalam gerakan
dari satu struktur ke yang lain di mana tanda sekunder pasti dikembangkan.
Teks dalam iklan:retorika. Pada prinsipnya, fungsi teks dalam iklan sama dengan
fungsi teks dalam berita. Hanya saja, dalam iklan fungsi teks harus dilihat dari fungsi
sistem iklan secara keseluruhan, yaitu sebuah komunikasi untuk persuasi.Dalam
iklan, kedudukan teks lebih rumit dan bervariasi. Ada teks yang berfungsi sebagai
caption seperti dalam koran, ada juga teks yang menjadi bagian dari gambar itu
sendiri.
8. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
Jadi, fungsi teks dalam foto membatasi dan mempercepat pesan.Teks tidak dapat
dan tidak pernah dapat keluar dari makna denotatif, teks adalah metabahasa dan
pemaknaannya bersifat parasit terhadap foto.
Rhetoric Of The Image
"Retorika Gambar" berfokus pada iklan karena mengandung citra yang sangat kental
yang bertujuan untuk efisiensi maksimum dalam mentransfer pesannya.Iklan harus
mendapatkan seluruh pesan mereka dalam 30 detik dan karena itu mereka
menggunakan gambar sangat dituntut dan intensif untuk meyakinkan kita untuk
membeli produk ini atau itu.Oleh karena itu, untuk Barthes, iklan adalah media yang
sangat nyaman di mana untuk mengeksplorasi cara ideologi tercermin dalam gambar
visual.Iklan harus mampu berbicara dalam bahasa konvensional, menggunakan
istilah konvensional dan mengirimkan pesan yang sangat cepat, dan karena itu
mereka menyediakan akses ke ideologi konvensional waktu mereka.
Dalam "Retorika dari Gambar" Barthes bekerja sepanjang baris dua perbedaan
teoritis: konotasi dan denotasi, dan hubungan internal tanda antara signifier dan
signified.
3 Pesan
Barthes membagi sistem penandaan menjadi tiga bagian, yaitu
1. pesan linguistik
2. pesan ikonik kode
3. pesan ikonik noncoded
9. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
1. PESAN LINGUISTIK
Fungsi pesan linguistik adalah dua kali lipat, Barthes menunjukkan:
1. Anchorage (mengarahkan pembaca)
2. Relay, atau DIEGESIS (bergerak maju ide)
Barthes berhati-hati untuk mengatur sisa argumentasinya dengan mengingatkan kita
bahwa kata-kata (atau pesan linguistik) memiliki kedua denotasi dan konotasi. Dia
mendirikan membelah nya gambar menjadi "dilambangkan" dan "dikonotasikan"
dengan menunjukkan perpecahan yang sama dalam kata. Dengan demikian, ada
benar-benar tidak tiga pesan, melainkan baik empat (dilambangkan linguistik,
linguistik dikonotasikan, gambar dilambangkan, dan citra dikonotasikan) atau dua
(linguistik dan gambar). Bagaimanapun, setelah mengatasi pesan linguistik, ia
membuat kepindahannya ke arah gambar, membelah pesannya menjadi dua helai
cukup sengaja untuk kemudian menunjukkan bagaimana mereka terkait dijalin
bersama.
Dalam sistem relay, gambar berdiri dalam hubungan yang saling melengkapi dan
kesatuan pesan tersebut direalisasikan di tingkat cerita, anekdot, diegesis tersebut.
Kebanyakan sistem sebenarnya merupakan kombinasi dari pelabuhan dan relay
dan dominasi satu atau yang lain adalah konsekuensi bagi perekonomian umum
pekerjaan. Selain mode analisis, Barthes berpendapat bahwa perhatian harus
dibayarkan kepada komposisi gambar sebagai kompleks menandakan dan peran
naturalizing dimainkan dalam fotografi, dimana replikasi tepat dari realitas
naturalizes pesan simbolik kecerdasan semantik konotasi bersalah.
2. PESAN IKONIK KODE, DILAMBANGKAN GAMBAR (ALIAS GAMBAR LITERAL,
PESAN BERKODE ATAU IKON)
10. KELOMPOK 3
KAJIAN IKLAN
Barthes cepat untuk menunjukkan bahwa "pesan literal" murni tidak bisa ada
dengan sendirinya. Makna "diadakan" dalam gambar dilambangkan berasal dari
koneksi untuk hal-hal lain (ide, kata-kata, emosi, dll). Namun, Barthes memisahkan
konsep gambar literal untuk menyoroti berapa banyak kita cenderung untuk
membeli ke gagasan bahwa gambar memiliki makna dalam dirinya sendiri.Barthes
terutama berkaitan dengan photgraphs, yang katanya berpura-pura untuk meniru
realitas dan begitu seterusnya menipu kita untuk berpikir bahwa itu adalah
representasi satu-ke-satu dari hal yang di foto (bahkan jenis bahasa yang kita
gunakan untuk berbicara tentang subjek foto menyiratkan bahwa hal ini adalah
"dalam" foto). Dengan demikian, ia menekankan pada pentingnya memahami
bagaimana gambaran simbolis berhubungan dengan apa yang kita bayangkan adalah
gambar literal.
3. PESAN IKONIK NONCODED, DIKONOTASIKAN GAMBAR (ALIAS GAMBAR
SIMBOLIS, PESAN UNCODED)
Sementara itu, jika pesan literal gambar tergantung pada sesuatu (semuanya?) Yang
lain, pesan simbolik juga bermasalah dalam unit yang membuat itu dapat berarti hal
yang berbeda untuk orang yang berbeda. Juga bermasalah adalah bahwa bahkan
cara kita berbicara tentang signifikansi adalah melalui penanda linguistik, yang telah
kita lihat sendiri adalah penuh selip dan ambiguitas. Barthes menunjukkan bahwa
"konotasi hanya sistem, hanya bisa didefinisikan dalam istilah paradigmatik, denotasi
ikonik hanya SINTAGMA , unsur asosiasi tanpa sistem apapun: connotators terputus
terhubung, diaktualisasikan, "berbicara" melalui Sintagma dari denotasi "(p 162)..
Jadi, kita dibiarkan dengan untuk merenungkan kedua koneksi dan disjunctions
antara sistem dan syntagms, antara dikonotasikan dan dilambangkan.