Penelitian ini menguji hubungan antara ketidaktoleransian mahasiswa akuntansi terhadap perilaku kecurangan dengan gender, tingkat relativisme dan idealisme. Variabel dependen adalah ketidaktoleransian terhadap kecurangan sedangkan variabel independen adalah gender, relativisme dan idealisme. Hipotesis penelitian menyatakan bahwa ketidaktoleransian berhubungan positif dengan gender perempuan dan idealisme, serta negatif dengan relativisme. Data dikumpulkan mel
1. Nama : Evi Ariskawati NIM : 12030112120007 Kelas : F
1. Judul artikel penelitian
“Determinants of Academic Cheating Behavior: The Future for Accountancy in
Ireland”
2. Variabel penelitian
Variabel Dependent Variabel Independent Variabel Kontrol
Ketidaktoleransian mahasiswa
terhadap perilaku kecurangan
Gender Pre-education
Relativisme Usia
Idealisme Universitas
3. Hipotesis penelitian
H1: Tidak ada hubungan antara ketidaktoleransian mahasiswa S1 akuntansi terhadap
perilaku kecurangan dan jenis kelamin (gender).
H2: Terdapat hubungan negatif antara ketidaktoleransian mahasiswa S1 akuntansi
terhadap perilaku kecurangan dan tingkat relativisme mereka.
H3: Terdapat hubungan positif antara ketidaktoleransian mahasiswa S1 akuntansi
terhadap perilaku kecurangan da tingkat idealisme mereka.
4. Konsep variable dan cara mengukurnya
Variabel :
a. Kecurangan dalam Konteks Akademik (Cheating in Academic Contex)
Kecurangan (cheating) dalam hal ini didefinisikan sebagai perilaku tidak jujur atau
tidak adil untuk menambah keuntungan. Ketika diaplikasikan dalam konteks
lingkungan akademis, definisi ini menjelaskan tentang tingkat kemungkinan pelajar
untuk terlibat atau terikat perilaku kecurangan. Penelitian sebelumnya telah
memperkenalkan beberapa contoh tindak kecurangan, seperti misalnya penggunaan
bahan atau materi yang tidak diperbolehkan ketika ujian; memalsukan informasi,
referensi, atau hasil; plagiarisme; memberikan saksi palsu untuk tidak mengikuti
2. ujian; dan membantu peajar lain untuk melakukan tindak kecurangan.
b. Gender
Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi penilaian etika baik di kelas atau
dalam lingkunagn kerja, geder adalah faktor penentu yang paling umum digunakan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten untuk variabel
ini. Ketidakkonsistenan antar penelitian ini menggambarkan pandangan yang
berbeda anatara dua teori utama yang mendasari hubungan antara gender dan moral
judgment. Kedua teori ini adalah Gender Socialization Theory dan Structural Theory.
Gender Socialization Theory berpendapat bahwa identitas gender, yang baru di
tetapkan baru-baru ini, berakibat membawa nilai etika yang berbeda pada laki-laki
dan perempuan untuk menunjang etika akademis atau lingkuangan kerja mereka, dan
juga sebagai konsekuensinya, mengakibatkan mereka membuat keputusan etis yang
berbeda. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan perspektif gender
adalah hasil dari pendekatan struktural yang mengusulkan bahwa nilai yang berbeda
yang mungkin berbeda antara laki-laki dan perempuan berangsur menghilang seiring
dengan laki-laki dan perempuan tersebut berada dalam pendidikan, progam trainig,
lingkungan kerja, dan dan struktur upah yang sama.
c. Ethical Ideology
Ethical Ideology diidentifikasikan sebagai suatu pendekatan pembuatan keptusan etis
dan dipertimbangkan sebagai faktor penentu penilian etika. Menurut Schelenker dan
Forsyth (1977) satu ideologi etika terdiri dari dua skala yaitu, idealisme dan
relativisme. Idealisme merujuk pada tingkat apakah seseorang benar-benar tulus
memperhatikan kesejahteraan orang-orang di sekitarnya dan hanya akan mengambil
tindakan yang tidak akan melukai orang lain. Sedangkan relativisme merujuk pada
penerimaan kebiasaan moral.
Pengukuran:
1. Mengukur Perilaku Kecurangan (Cheating Behavior)
Hipotesis yang telah dikembangkan diukur menggunakan Logit model untuk memahami
hubungan antara ketidaktoleransian mahasiswa terhadapa prilaku kecurangan, gender,
idealisme, dan relativisme. Kuisioner terdiri dari 3 bagian yang dikembangkan dan
dibagikan di tiga universitas yang berbeda.
Bagian pertama dari kuisioner didesain untuk memperoleh informasi umum dari
3. responden, seperti jenis kelamin dan asal negara atau kota dimana responden menjalani
pendidikan sebelum masuk universitas.
Bagian kedua terdiri dari pernyataan-pernyataan yang membahas mengenai perilaku
tidak etis di dalam kelas yang diadopsi dari Cheating Behaviour Questionnaire (CBQ)
dikembangkan oleh Foreest dan Pritchett (1990). Kuesioner ini terdiri dari tiga wilayah
perilaku yang didentifikasi, yaitu: perilaku yang berhubungan dengan kecurangan saat
ujian, perilaku berhubungan dengan tindakan kecurangan pada aktivitas penilain yang
berkelanjutan, dan aspek umum lainnya dari perilaku kecurangan.
2. Mengukur Jenis Kelamin (Gender)
Jenis kelamin diukur menggunakan variable dummy, 1 untuk mahasiswa berjenis
kelamin perempuan, dan 0 untuk mahasiswa berjenis kelamin pria.
3. Mengukur relativisme dan idealisme
Pengukuran tingkat relativisme dan idealisme mahasiswa menggunakan Ethical Position
Questionneir (EPQ) yang dikembangkan oleh Forsyth (1980). Kuesioner ini terdiri dari
20 pernyataan, 10 pernyataan mengukur relativisme, dan 10 pernyataan lain untuk
mengukur tingkat idealisme.
Hipotesis 1-3 secara empiris diuji menggunakan urutan Logit model berikut:
Model ini juga memasukkan variabel kontrol. Pertama PRE-ED atau pendidikan kota
atau negara asal pendidikan responden, diukur dengan variabel dummy, 1 jika
mahasiswa sebagian besar pendidikannya di luar Ireland, dan 0 jika tidak.
Kemudian AGE untuk mengukur usia mahasiswa. Dan terakhir adalah UNI yaitu
mengukur kergaman universitas responden. Variabel diberi kode 1 untuk universitas 1, 2
untuk universitas 2, dan 3 untuk universitas 3.
5. Alat statistic yang digunakan dalam pengujian
Analisis data dilakukan menggunakan multivariate analisis yang dihitung
menggunakan IBM SPSS.
6. Penjelasan Tabel Hasil
4. Hipotesis 1 : Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa variabel GENDER behubungan secara
positif dan signifikan dengan variabel WBEH dengan tingkat signifikansi 1%. Hasil ini
menjelaskan penolakan terhadap hipotesis 1 dan menyatakan bahwa mahasiswi akuntansi S1
secara signifikan lebih tidak bertoleransi terhadap perilaku kecurangan akademis dari pada
mahasiswa (laki-laki).
Hipotesis 2 : Tidak ada hubungan antara variabel WBEH dan variabel REL
Hipotesis 3 : Idealisme (IDEAL) secara garis besar berhubungan dengan variabel WBEH pada
tingkat thresholds (ambang) yang paling tinggi (4-5). Hasil ini menyatakan bahwa mahasiswa
dengan tingkat ketidaktoleransian terhadap perilaku kecurangan akademik yang paling tinggi
cenderung lebih idealis sementara relativisme tidak mendukung ketidaktoleransian mahasiswa
terhadap perilaku kecurangan.