Penelitian ini membahas hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman Yogyakarta. Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap perilaku anak, termasuk bullying. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola asuh orang tua, perilaku bullying siswa, dan hubungan keduanya. Hasilnya diharapkan memberi manfaat untuk meningkatkan pemahaman tentang bullying dan mencegah perilaku tersebut.
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
Bab i
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola asuh orang tua kepada anak dan remaja adalah salah satu faktor
yang turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak tersebut. Anak yang
dibesarkan dengan celaan dan permusuhan dalam keluarga akan membuatnya
sering memaki bahkan berkelahi dengan orang lain. Berbeda dengan anak yang
dididik oleh keluarganya dengan perlakuan baik dan penuh kasih sayang, ia akan
bersikap adil dalam pergaulannya bahkan dapat menumbuhkan rasa cinta dalam
kehidupannya. Hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan
pendidikan yang utama bagi anak, dan pola asuh orang tua merupakan interaksi
sosial awal untuk mengenalkan anak pada peraturan, norma, dan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Pola pengasuhan yang kurang tepat seperti terlalu
membatasi kegiatan anak akan membuatnya susah untuk bersosialisasi dengan
orang lain bahkan jika anak terlalu dibebaskan akan membuat anak bersikap
sesuai keinginannya tanpa terkontrol seperti perilaku negative (Agus, 2012).
Pola asuh merupakan suatu proses mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
dengan norma dalam masyarakat. Santrock (2007), mengklasifikasikan gaya-
gaya pola asuh kedalam gaya yang bersifat otoriter, demokratis, dan permisif.
1
2. 2
Gaya orang tua yang permisif dicirikan oleh sifat menerima dan tidak
menghukum dalam menghadapi perilaku anak-anak. Gaya orang tua yang
otoriter menekankan kepatuhan terhadap aturan-aturan dan otoritas orang tua.
Gaya demokratis menekankan suatu cara yang rasional, berorientasi kepada isu
“memberi dan menerima” (Santrock, 2007).
Setiap pola asuh memberikan dampak yang berbeda- beda. Pola asuh
otoriter sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak seperti anak
akan berkembang menjadi penakut, kurang percaya diri, dan merasa tidak
berharga. Pola asuh permisif akan menumbuhkan sikap ketergantungan dan sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sedangkan pola asuh demokratis
mempunyai kelebihan yaitu orang tua memberikan kebebasan berpendapat
kepada anaknya sehingga akan terjadi keseimbangan antara orang tua dan anak
(Depkes, 2012).
Pola asuh memiliki kaitan yang cukup erat dengan perilaku yang
dimunculkan oleh remaja. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak
dalam interaksi sehari-hari ketika di rumah akan dicontoh oleh anak. Kemudian
ketika anak bersama teman sebaya dilingkungan sekolah akan melakukan
perilaku yang sama seperti yang dilihatnya ketika dirumah. Apabila orang tua
cenderung bersikap keras dan menghukum anak maka, ketika anak berada
dilingkungan sekolah akan mencari teman sebayanya yang dianggap lemah untuk
dijadikan sasaran perilaku negative dan menyakiti termasuk salah satunya adalah
perilaku bullying (Georgiou, 2008 dalam Suparwi, 2013).
3. 3
Menurut data statistic Pacer’s National Bullying Preventing Center,
tingkat bullying bervariasi di berbagai studi (dari 9% hingga 98%). Sebuah meta
analisis dari 80 penelitian yang menganalisis tingkat keterliatan bullying (baik
untuk mengintimidasi orang lain dan ditindas) untuk siswa berusia 12-18 tahun
melaporkan tingkat prevelensi rata-rata 35% untuk keterlibatan bullying
tradisional dan 15% untuk keterlibatan cyberbullying (Modecki, Minchin,
Harbaugh, Guerra, & Runions , 2014).
Menurut National Center For Edicational Statistics (2016), dari para
siswa yang melaporkan ditindas, 13% diolok-olok, dipanggil nama atau dihina,
12% adalah subjek desas-desus, 5% didorong, dijegal, atau diludahi, dan 5%
dikeluarkan dari kegiatan dengan sengaja, 33% siswa yang dilaporkan di bully
disekolah menunjukan bahwa mereka diganggu setidaknya sekali atau dua kali
sebulan selama tahun sekolah (Pusat Nasional Statistik Pendidikan, 2016).
Berdasarkan hasil survey oleh badan pemberdayaan perempuan dan
masyarakat di provinsi Yogyakarta mengenai kekerasan pada anak usia 10-18
tahun terdapat kasus kekerasan seperti perkelahian, tekanan untuk bergabung
dengan gerombolan, disiplin yang keras, pelecehan seksual, dan kekerasan
bersenjata, yang dilakukan oleh teman sebaya sebesar 50,8% (BPPM, 2017).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
menjelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
4. 4
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 26 ayat 1 juga menjelaskan orang tua berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak, menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya serta memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi
pekerti pada anak.
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19
tahun. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut sensus penduduk
2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk, di dunia
diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah
penduduk dunia (WHO, 2014). Fase remaja adalah masa penuh gairah, semangat,
energi, dan pergolakan, seorang anak tidak saja mengalami perubahan fisik tetapi
juga psikis. Semua ini mengakibatkan perubahan status dari anak-anak menjadi
remaja. Ada kebanggaan karena sebagai remaja, status sosial mereka berubah,
keberadaan atau eksistensi mereka harus selalu di perhitungkan (Surbakti, 2008).
Masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak menjadi
dewasa. Masa transisi remaja dimulai dengan menunjukkan jati dirinya yaitu
dengan berperilaku sesuai dengan karekter dan kreativitas masing-masing dalam
hal-hal yang positif meliputi aktraktif dan kreatif. Selain itu selama masa transisi
ini remaja juga menunjukkan perilaku-perilaku yang mengarah pada hal-hal
negative yaitu hura-hura bahkan mengacu pada tindakan kekerasan (King, 2010).
Permasalahan tersebut dapat menimbulkan penyimpangan pada remaja di
5. 5
lingkungan sosialnya. Penyimpangan tersebut seperti, tawuran antar pelajar,
malas sekolah, dan bertindak sesukanya terhadap orang lain. Hal ini dapat
menimbulkan perilaku bullying di sekolah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017), menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku bullying.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2015), menunjukkan bahwa
faktor- faktor penyebab terjadinya bullying adalah harga diri, kepribadian, pola
asuh orang tua, sekolah dan teman sebaya, sedangkan berdasarkan penelitian
camira (2017), menujukkan bahwa perilaku bullying remaja dapat ditinjau dari
pola asuh otoriter orang tua dan jenis kelamin.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP N 3
Depok Sleman Yogyakarta jumlah siswa pada tahun 2018/2019 kelas VIII
sebanyak 126 siswa. Hasil melalui wawancara dengan 10 siswa didapatkan data
bahwa 5 siswa mengatakan orang tua memberikan kebebasan untuk melakukan
sesuatu yang diinginkan dan mengatakan pernah memberikan nama ejekan
temannya saat berada dikelas, 3 siswa mengatakan diberikan kebebasan tetapi
harus sesuai dengan aturan yang berlaku, 2 siswa mengatakan orang tua tidak
memberikan kebebasan dalam melakukan sesuatu yang diinginkan dan
mengatakan pernah diberikan nama ejekan temannya.
Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik melakukan penelitian
Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Bullying Remaja yang
dilakukan Kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman, Yogyakarta.
6. 6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka
peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan
pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja Kelas VIII di SMP N 3
Depok Sleman, Yogyakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying
remaja Kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman, Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pola asuh orang tua yang diterapkan pada remaja Kelas VIII di
SMP N 3 Depok Sleman,Yogyakarta.
b. Mengetahui perilaku bullying remaja Kelas VIII di SMP N 3 Depok
Sleman, Yogyakarta.
c. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying
remaja Kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai bahan
informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang
7. 7
kesehatan khususnya yang berkaitan dengan penerapan pola asuh orang tua
dalam perilaku bullying remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi SMP N 3 Depok, Sleman, Yogyakarta
Menambah pengetahuan bagi Guru dalam mendidik siswa tentang
perilaku bullying pada remaja.
b. Bagi Siswa
Menambah pengetahuan kepada para siswa mengenai perilaku
bullying dan dampaknya sehingga siswa dapat mengendalikan diri dengan
baik dan menghindari perilaku bullying.
c. Bagi Universitas Respati Yogyakarta
Diharaapkam penelitian ini akan memberikan masukan dan
informasi bagi peserta didik serta menambah bahan kepustakaan dan
menjadi umpan balik bagi proses pembelajaran di Universitas Respati
Yogyakarta.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan atau wawasan untuk peneliti selanjunya degan
faktor-faktor lain.
8. 8
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian mencerminkan kemampuan peneliti untuk menelusuri dan
mengidentifiksi penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukannya. Setiap penelitian dilakukan dalamkonteks lingkungan yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sekalipun peneliti tersebut merupakan
replica penelitian sebelumnya. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini
adalah :
9. 9
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Nama,Tahun,
Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
1. Putri, 2017.
Hubungan pola
asuh permisif
dengan perilaku
bullying di SMPN
5 Samarinda
Penelitian kuantitatif
korelasional
Populasi 340 orang,
Sampel 172
responden. Teknik
pengambilan sampel
porposive sampling
Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara pola asuh
hubungan permisif dengan
perilaku bullying dengan
R=0,1285 dan P= 0,000.
Variabel bebas pola
asuh orang tua.
Teknik pengambian
sampel porpoive
sampling
Teknik
pengambilan
pendekatan cross
sectional.
2. Fithria, 2015.
Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan perilaku
bullying di SMPN
3 Meureudu
Kabupaten Pidie
Jaya
Penelitian deskriptif
korelatif dengan
pendekatan cross
sectional.
Populasi 94 siswa,
Sampel 94 responden.
Teknik pengambilan
sampel total sampling
Hasil analisa data secara bivariat
menunjukkan ada hubungan harga
diri dan perilaku bullying
(p=0,014), kepribadian dan
perilaku bullying (p=0,006),
keluarga dan perilaku bullying
(p=0,017), sekolah dan perilaku
bullying (p=0,002) dan teman
sebaya dan perilaku bullying
(p=0,006) dengan perilaku
bullying
Teknik pengambilan
sampel purposive
sampling.
Variabel bebas pola
asuh orang tua dan
variabel terikat
perilaku bullying
remaja.
Pendekatan
menggunakan cross
sectional .
10. 10
No Nama,Tahun,
Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
3. Camira , 2017.
Perilaku bullying
pada remaja
ditinjau dari pola
asuh otoriter
orang tua dan
jenis kelamin di
SMP Swasta
Kota Surakarta
Penelitian kuantitatif
Sampel 89 responden
Teknik pengambilan
sampel cluster
random sampling
Hasil analisis data dengan
korelasi product moment
dipeloleh nilai koefisien korelasi
(rxy)=0,452 dengan taraf
signifikansi =0,000 (p<0.01) yang
berarti ada hubungan positif
antara pola asuh otoriter orang tua
dengan perilaku bullying pada
remaja.
Variabel bebas pola
asuh orang tua dan
variabel terikat
perilaku bullying
remaja.
.
Pendekatan
menggunakan cross
sectional.
Teknik
pengambilan
sampel cluster
random sampling