SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
PERBEDAAN ANTARA PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PENGHASILAN BISNIS

                         (Dengan referensi khusus pada kasus di Indonesia)
                                               oleh
                                        Mohammad Zain
                                      Widyatama Universitas

                                          abstrak
       Penyebab utama dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan pajak dan pelaporan
keuangan, adalah tujuan yang berbeda antara UU Pajak Penghasilan dan Standar Akuntansi
KEUANGAN Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles). Tujuan pajak adalah pendapatan
untuk memenuhi operasional pemerintah, dan pada kesempatan mungkin digunakan untuk
mengatur ekonomi, atau mencapai tujuan sosial lain dan sedikit perhatian dengan pencocokan baik
pendapatan dan beban atau apapun yang spesifik tujuan diluar akuntansi lainnya.

        SPT adalah salah satu jenis laporan akuntansi dan laba (rugi) yang ditampilkan dalam akun
wajib pajak belum tentu laba (atau rugi) untuk tujuan pajak. Ada beberapa kasus di mana mungkin
ada perbedaan antara pajak dan laba berdasarkan akuntansi dengan gambaran rugi, yang secara
langsung disebabkan oleh persyaratan tertentu dalam hukum pajak. Perbedaan lainnya timbul
karena pilihan-pilihan yang dapat membuat wajib pajak, yang dapat menghindari pajak penghasilan,
seperti pergeseran pergeseran keuntungan. Penggunaan dasar kas dapat menyebabkan
kebingungan dalam perhitungan pendapatan, yaitu jumlah pendapatan dapat disesuaikan setiap
tahun dengan mengatur pendapatan tunai dan biaya. Untuk itu, perhitungan pajak penghasilan
menggunakan dasar kas harus mempertimbangkan menggunakan sistem (hibrida) campuran.

       Di mana terjadi perbedaan, pernyataan rekonsiliasi laba bersih atau rugi menurut akuntansi
dengan laba kena pajak atau rugi harus dibuat untuk tujuan pajak. Pernyataan seperti itu diperlukan
pada saat mengajukan pengembalian pajak penghasilan
Kata kunci: perbedaan, rekonsiliasi, hukum pajak penghasilan.

Pendahuluan

        Tujuan mengumpulkan data akuntansi adalah untuk menghasilkan laporan untuk pengguna
Laporan keuangan merupakan produk akhir dari penerapan prinsip dan asumsi untuk transaksi. Jenis
yang berbeda dari laporan akuntansi telah dikembangkan untuk melayani kebutuhan masyarakat
akan informasi ekonomi. Ini dipersiapkan untuk bisnis hampir setiap atau unit ekonomi lainnya,
termasuk lembaga, organisasi kesejahteraan dan pemerintah. Salah satu jenis laporan akuntansi dan
laba (rugi) yang ditampilkan dalam akun wajib pajak belum tentu laba bersih (atau rugi) untuk tujuan
pajak.

       Penyebab utama dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan pajak dan pelaporan
keuangan, adalah tujuan yang berbeda UU Pajak Penghasilan dan Standar Akuntansi Keuangan

                                                 1
Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles). Tujuan pajak adalah pendapatan untuk
memenuhi operasional pemerintah, dan pada kesempatan mungkin digunakan untuk mengatur
ekonomi, atau mencapai tujuan sosial lain dan sedikit perhatian dengan pencocokan baik
pendapatan dan beban atau apapun yang spesifik tujuan diluar akuntansi lainnya.

       Akuntansi pajak didorong oleh tujuan yang berbeda dari akuntansi keuangan. Meskipun
dalam beberapa kasus akuntansi pajak sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku umum, dalam
banyak kasus hal itu berbeda nyata dari GAAP. Itu jelas diartikulasikan alasan mengapa pajak
akuntansi dan akuntansi keuangan tentu harus berbeda.

         Tujuan utama dari akuntansi keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna
untuk manajemen, pemegang saham, kreditur, dan pihak lain yang berkepentingan; tanggung jawab
utama seorang akuntan adalah untuk melindungi pihak-pihak dari yang menyesatkan. Tujuan utama
dari sistem pajak penghasilan, sebaliknya, adalah pungutan yang adil dari pendapatan; tanggung
jawab utama Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pajak Indonesia) adalah untuk melindungi pungutan
pajak umum. Konsisten dengan tujuan dan tanggung jawabnya, akuntansi keuangan memiliki prinsip
konservatisme sebagai landasannya, adalah akibat wajar bahwa dengan "kemungkinan kesalahan
dalam pengukuran (harus) berada dalam arah mengecilkan bukan berlebihan dari laba bersih dan
aktiva bersih.

        selisih antara laba usaha dan penghasilan kena pajak dapat dikategorikan sebagai perbedaan
tetap yang mempengaruhi hanya pada tahun berjalan dan perbedaan temporer yang mempengaruhi
lebih dari satu tahun.

Perbedaan Permanen

Peraturan pajak yang mengatur pengakuan pendapatan atau keuntungan dan dikurangi biaya atau
kerugian dapat menimbulkan perbedaan permanen antara laba usaha dan penghasilan kena pajak.
Dalam banyak kasus, aturan pajak yang menyebabkan perbedaan permanen tidak berlaku untuk
meningkatkan pengukuran penghasilan kena pajak. Sebaliknya itu diberlakukan untuk menerapkan
kebijakan ekonomi atau sosial. Perbedaan ini dapat dibagi menjadi empat sub kategori :

   1. Penghasilan dikecualikan dari penghasilan bruto kena pajak tetapi termasuk dalam
      penghasilan keuangan. Misalnya, pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
      pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
      dwiguna, dan asuransi beasiswa.
   2. Penghasilan termasuk dalam penghasilan bruto kena pajak tetapi tidak termasuk
      penghasilan keuangan Misalnya bunga diperhitungkan atas pinjaman antar perusahaan.
   3. Item tertentu dan kerugian yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak tetapi tidak
      dibebankan dan kerugian. untuk pelaporan keuangan. Misalnya, jika penghasilan bruto
      setelah dikurangi mendapatkan kerugian, kerugian tersebut akan memberikan kompensasi
      terhadap pendapatan.
   4. Biaya dan kerugian tidak dapat dikurangkan untuk tujuan pajak tetapi dibebankan untuk
      pelaporan keuangan Misalnya, kompensasi atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan


                                                2
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau fasilitas tidak boleh dikurangkan dari
       penghasilan.

Perbedaan Temporer

    Aturan akuntansi keuangan dan peraturan akuntansi pajak banyak memiliki inkonsistensi
tentang waktu pengukuran pendapatan. Karena ketidakkonsistenan ini, bagian-bagian penghasilan,
keuntungan, biaya atau kerugian termasuk dalam perhitungan pendapatan usaha untuk satu tahun
dan penghasilan kena pajak untuk tahun lain. Perbedaan bisnis / pajak yang dihasilkan dari
inkonsistensi waktu hanya perbedaan sementara. Kelebihan kena pajak atas laba usaha yang berasal
pada tahun berjalan akan mundur sebagai kelebihan pendapatan usaha kena pajak lebih dalam
beberapa tahun mendatang (dan sebaliknya) Perbedaan ini dapat dibagi menjadi empat sub
kategori:

   1. Pendapatan diakui dalam periode yang lebih awal untuk perpajakan dari pelaporan
      keuangan. Sebagai contoh, jumlah yang diterima di muka untuk jasa yang akan dilakukan
      pada periode berikutnya harus diakui untuk tujuan pajak pada tahun yang diterima.
      Akuntansi keuangan membutuhkan pengakuan hanya sebagai jasa diserahkan
   2. Pendapatan diakui dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan.
      Sebagai contoh, laba pada penjualan angsuran umumnya diakui pada saat penjualan untuk
      pelaporan keuangan. Untuk tujuan pajak, bagaimanapun, keuntungan kadang-kadang dapat
      ditangguhkan dan diakui pada saat diterimanya pembayaran diterima pada kontrak
      angsuran.
   3. Biaya dan kerugian dikurangkan dalam periode sebelumnya untuk perpajakan dari pelaporan
      keuangan. Sebagai contoh, aturan biaya percepatan pemulihan memungkinkan aset menjadi
      disusutkan selama periode yang lebih pendek dan pada lebih dan pada tingkat yang lebih
      dipercepat untuk tujuan pajak dari itu diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi keuangan.
   4. Biaya dan kerugian dikurangkan dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan
      keuangan. Sebagai contoh, prinsip akuntansi keuangan mengharuskan bisnis, dalam keadaan
      normal, mereka memperkirakan tidak tertagihnya rekening dan biaya taksiran jumlah pada
      tahun penjualan. Peraturan pajak, bagaimanapun, melarang metode penyisihan atau
      cadangan dan memungkinkan pemotongan utang buruk hanya sebagai tagihan rekening
      individual menjadi tidak berharga

Kontras Perspektif Pengukuran Pendapatan

        Persoalan yang jauh lebih praktis dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan
pajak dan untuk laporan keuangan, bahwa terutama disebabkan oleh perbedaan hasil yang
ditentukan dalam Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles)
dan yang dihitung untuk tujuan pajak. Perbedaan ini dibuat oleh banyak faktor yang masuk ke dalam
dan mempengaruhi struktur pajak.

        Kendala utama dari faktor-faktor ini adalah filsafat hukum Bangsa (Pancasila), yang (tepat
dan tidak tepat) contoh kekuasaan oleh kelompok dan lobi dengan kepentingan pribadi. Pengadilan
juga membuat variasi dengan interpretasi mereka terhadap hukum dan peraturan. Meningkatnya

                                                3
penggunaan kebijakan pajak sebagai instrumen perencanaan ekonomi dan pengendalian
kemungkinan akan membuat perbedaan-perbedaan masalah yang terus berlanjut.
Manajer bisnis memiliki satu sikap terhadap pengukuran pendapatan untuk tujuan laporan
keuangan dan sikap yang berbeda terhadap hasil pengukuran dari pendapatan untuk tujuan pajak.
Manajer biasanya memiliki insentif untuk melaporkan sebagai pendapatan bisnis sebanyak mungkin.
Kompensasi mereka dan bahkan keamanan kerja mereka mungkin tergantung pada tingkat laba
yang dilaporkan kepada investor yang ada dan potensial dalam perusahaan. Namun GAAP
didasarkan pada prinsip konservatisme. Jika ragu, laporan keuangan harus menunda realisasi
pendapatan dan mempercepat realisasi kerugian. Secara teori paling tidak, pembatasan GAAP
setiap kecenderungan pada bagian dari manajemen untuk menggelembungkan pendapatan bisnis
dengan melebih-lebihkan pendapatan atau mengecilkan pengeluaran. Berbeda dengan sikap
ekspansif mereka terhadap pendapatan usaha, manajer biasanya ingin menurunkan penghasilan
kena pajak (dan kewajiban pajak resultan) melaporkan kepada pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak
sangat menyadari bias pengukuran. Akibatnya, UU Pajak juga mencakup prinsip konservatisme, tapi
satu yang beroperasi untuk mencegah manajer dari mengecilkan pendapatan kotor dan melebih-
lebihkan pemotongan. Ketegangan alami antara pengukuran penghasilan berdasarkan PSAK dan
pengukuran pendapatan sesuai dengan UU Pajak hanya untuk perusahaan yang menyusun laporan
keuangan untuk pengguna eksternal dan kembali pajak penghasilan bagi pemerintah.
         Tujuan kami bukan untuk mengidentifikasi semua faktor yang mempengaruhi struktur pajak,
tetapi untuk mengembangkan pemahaman tentang beberapa prinsip dasar yang mendasari tubuh
undang-undang pajak dan mengarah pada konflik besar antara pengukuran pendapatan untuk
tujuan pajak dan perhitungan laba untuk tujuan umum akuntansi. Dalam rangka mempersiapkan
laporan keuangan untuk tujuan pajak dengan benar, beberapa prinsip dasar yang akan kita bicarakan
di sini adalah:
(1) Metode akuntansi
(2) Perbedaan permanen
(3) Perbedaan temporer

Selain itu, tanpa pengetahuan yang baik tentang bagaimana menghitung pendapatan untuk tujuan
pajak laporan keuangan untuk tujuan pajak dapat disiapkan secara tidak benar. Penghasilan Hukum
Pajak bervariasi dari satu negara ke negara, saya kemudian akan menguraikan beberapa rincian yang
berlaku di Indonesia. Mereka memberikan informasi khusus untuk Indonesia dan jenis contoh untuk
kasus-kasus yang lebih umum.

Metode Akuntansi
         Sebuah perusahaan harus menghitung penghasilan kena pajak setiap tahun dan membayar
pajak setiap tahun. Perusahaan memiliki keleluasaan yang cukup besar sehubungan dengan periode
12-bulan di mana untuk menilai pendapatan. Tahun pajak suatu perusahaan biasanya berhubungan
dengan periode akuntansi tahunan untuk tujuan laporan keuangan, Pemilihan kalender atau tahun
fiskal biasanya ditentukan oleh siklus operasi perusahaan; perusahaan ingin menutup buku mereka
dan menghitung keuntungan mereka pada akhir siklus alami kegiatan usaha.

      Setelah menetapkan tahun pajak, suatu perusahaan harus menetapkan item pendapatan
dan pengurang transaksi untuk suatu tahun tertentu. Untuk melakukan ini, perusahaan harus
mengadopsi metode akuntansi: sebuah sistem yang konsisten untuk menentukan titik waktu di

                                               4
mana unsur-unsur pendapatan dan pengurangan diakui (diperhitungkan) untuk keperluan pajak.
Untuk memberikan kerangka kerja untuk metode akuntansi, pertama kita menguraikan persyaratan
umum untuk semua metode akuntansi pajak sebagai berikut:
   1. Metode akuntansi harus sesuai dengan yang digunakan untuk tujuan pencatatan
   2. Metode akuntansi jelas harus mencerminkan pendapatan
   3. Sesuai dengan persyaratan 2 dan 3, Wajib Pajak dapat menggunakan salah satu metode
       berikut akuntansi
       a. Penerimaan kas dan metode disburments (metode kas)
       b. Metode akrual
       c. Setiap metode lain diperbolehkan (misalnya metode persentase penyelesaian)
       d. Setiap kombinasi dari metode ini diperbolehkan menurut peraturan (metode hibrid)
   4. Wajib pajak yang terlibat dalam lebih dari satu perdagangan atau bisnis dapat menggunakan
       metode yang berbeda

    Aturan-aturan ini tampaknya memberikan banyak kelonggaran semua wajib pajak dalam
memilih metode akuntansi, tetapi perusahaan mengadopsi metode akuntansi, mungkin tidak
berubah kecuali secara resmi meminta dan menerima izin untuk melakukannya dari Direktorat
Jenderal Pajak. Permohonan tersebut harus mencantumkan alasan mengapa perusahaan ingin
mengubah dan memberikan penjelasan rinci tentang metode saat ini dan yang diusulkan akuntansi,
Direktorat Jenderal Pajak tidak asal stempel atas permintaan ini. Ketika Direktorat Jenderal Pajak
tidak memberikan ijin, dengan hati-hati memonitor perubahan untuk memastikan bahwa
perusahaan tidak menghilangkan pendapatan atau menggandakan pemotongan pada tahun konversi
ke metode baru akuntansi.

    Hukum mengakui bahwa tidak ada metode akuntansi yang seragam dapat diterapkan untuk
pembayar pajak dan mereka mengharapkan para pembayar pajak untuk mengadopsi bentuk-bentuk
dan metode akuntansi yang sesuai untuk tujuan mereka. Pasal 28 ayat (1), (2), (5), (6), (7) Undang-
undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983, Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007,
antara lainnya mengatakan:

Pasal 28
(1) Wajib Pajak individu yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan di Indonesia wajib memelihara pembukuan
(2) Wajib Pajak dibebaskan dari kewajiban memelihara pembukuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), tetapi wajib mempertahankan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi terlibat dalam
bisnis atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan hukum pajak diijinkan untuk menghitung
laba bersih dengan menggunakan norma penghitungan bersih dan Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak terlibat dalam usaha atau pekerjaan bebas
(4) pembukuan atau pencatatan dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, mata uang Rupiah, dan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan
oleh Menteri Keuangan.
(5) Pembukuan harus dipelihara dengan prinsip konsistensi dan menggunakan metode akrual atau
uang tunai


                                                5
(6) Setiap perubahan dalam metode pembukuan dan atau periode tahun anggaran harus
persetujuan aman dari Direktorat Jenderal Pajak.
(7) Pembukuan harus setidaknya terdiri dari catatan aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan
biaya, penjualan dan pembelian, sehingga jumlah pajak yang terutang dapat dihitung.
Anda dapat menemukan norma penghitungan Bersih dalam Pasal 14 Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. sebagai berikut:
(1) Norma Penghitungan untuk menentukan laba bersih akan dirumuskan dan disesuaikan terus
menerus, dan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pendapatan kotor Wajib Pajak orang pribadi dari kegiatan bisnis atau layanan independen dalam
pada tahun kurang dari Rp 4.800. 000. 000, 00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dapat
menghitung penghasilan netto-nya dengan menerapkan Norma Penghitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), asalkan dikomunikasikan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam tiga bulan
pertama kena pajak tahun yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak yang menghitung laba bersih dengan menggunakan norma penghitungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyimpan catatan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(4) Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih dianggap
keuntungan dimaksud dalam ayat (2) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan
(5)Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau catatan, termasuk Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (4), tapi gagal untuk menjaga atau benar-benar
menyimpan catatan atau pembukuan, atau gagal. Untuk mengungkapkan catatan atau buku dari
rekening atau bukti pendukung, dalam hal demikian laba bersih. akan dihitung dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan bruto dan akan dihitung di dasar lain yang
ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(6). Cukup jelas.
(7) Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
         Metode kas akuntansi sederhana dan objektif karena pengukuran penghasilan kena pajak
didasarkan pada penerimaan kas (bank deposito) dan pengeluaran (cek tertulis). Metode kas juga
menyediakan beberapa kontrol atas waktu pengakuan pendapatan. Karena metode kas dapat
dimanipulasi untuk menunda pendapatan dan mempercepat pemotongan, hukum pajak membatasi
itu digunakan oleh perusahaan besar.
Penjelasan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983, Mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, antara lain mengatakan:
Basis kas adalah metode perhitungan yang didasarkan pada pendapatan yang diterima dan biaya
yang dibayar. Dalam basis kas, pendapatan diakui ketika diterima secara tunai dalam jangka waktu
tertentu, dan beban diakui pada saat itu dibayar tunai dalam jangka waktu tertentu.
Basis kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil, individu, atau perusahaan jasa seperti
transportasi, hiburan, dan bisnis restoran, di mana jangka waktu antara pelayanan dan pendapatan
tunai tidak boleh terlalu lama. Dalam basis kas murni, penghasilan dari barang atau pengiriman jasa
diakui pada saat pembayaran dari pelanggan diterima, dan beban diakui pada saat barang, jasa, dan
biaya operasional lainnya dibayar.


                                                6
Dengan cara ini, penggunaan basis kas dapat menyebabkan kebingungan dalam perhitungan
pendapatan dimana jumlah pendapatan dapat disesuaikan setiap tahun dengan mengatur
pendapatan tunai dan biaya. Untuk itu, perhitungan pajak penghasilan menggunakan dasar kas
harus mempertimbangkan antara lain:
(1) Perhitungan Penjualan dalam jangka waktu sebaiknya mencakup kas dan non tunai penjualan.
Semua pembelian dan persediaan harus dipertimbangkan dalam perhitungan harga pokok
penjualan.
(2) Dalam memperoleh penyusutan assets dan hak amortisasi, biaya dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
(3)Penggunaan dasar kas harus dioperasikan secara konsisten.

Oleh karena itu, penggunaan basis kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan sebagai
sistem campuran

Perbedaan permanen (tetap)
Banyak perbedaan antara laba kotor yang dilaporkan pada SPT dan pada hasil laporan keuangan dari
ketentuan yang ditetapkan dalam hukum pajak yang relevan, yang mengecualikan dari perkiraan
pajak basa spesifik pendapatan dan beban usaha tertentu yang dianggap tidak dapat dikurangkan
untuk tujuan pajak atau jumlah dikurangkan dalam SPT terbatas. Selain itu, sejumlah pemotongan
pajak yang berlaku tidak dianggap beban untuk tujuan akuntansi.
Ada tiga jenis perbedaan tetap:
    1. Pendapatan diakui untuk tujuan pelaporan akuntansi keuangan tetapi tidak pernah kena
        pajak
    2. Beban diakui untuk tujuan pelaporan akuntansi keuangan yang tidak dapat dikurangkan
    3. pemotongan pajak penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai beban
        berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum

Perbedaan permanen dapat mempengaruhi baik laba akuntansi keuangan atau penghasilan kena
pajak, tetapi tidak keduanya. Sebuah perusahaan yang memiliki penghasilan tidak kena pajak atau
pengurangan tambahan untuk tujuan pajak penghasilan akan melaporkan penghasilan kena pajak
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan laba akuntansi sebelum pajak dari itu akan ada jika
barang-barang ini tidak hadir sedangkan suatu korporasi dengan biaya yang tidak dikurangkan dari
pajak akan melaporkan penghasilan kena pajak relatif lebih tinggi.

Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan yang menyebabkan perbedaan tetap adalah:
(A) Batasan pemotongan
Tidak berarti termasuk perkiraan dari pendapatan kotor, dalam arti praktis, bahwa barang itu bukan
bagian dari penghasilan bruto yang merupakan titik awal dalam menghitung pajak penghasilan.
Anda dapat mengecualikan perkiraan dari penghasilan bruto untuk salah satu alasan berikut:
        1. Hal ini tidak dapat dikurangkan berdasarkan UU Pajak Penghasilan.
        2. Itu tidak datang dalam definisi "penghasilan"
        3. Hal ini secara tegas dikecualikan oleh undang-undang.

Produk yang kelas 1 dan 2 tidak dapat dikurangkan dan Anda dapat menemukan barang-barang
yang menyebabkan perbedaan tetap, dalam ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan dalam pasal 9

                                                7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. sebagai berikut:

1. Dalam menentukan penghasilan kena pajak dari Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, berikut ini adalah tidak dapat dikurangkan
    a. pembagian laba dalam nama atau bentuk apa pun, seperti dividen, termasuk dividen yang
        dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan distribusi surplus oleh
        koperasi;
    b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, mitra
        atau anggota;
    c. formasi atau akumulasi cadangan, kecuali.
        1. cadangan untuk kredit macet bank dan bisnis lain yang melakukan bisnis sebagai
            kreditur, perusahaan sewa guna usaha keuangan, perusahaan pembiayaan konsumen
            dan perusahaan anjak piutang;
        2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dilakukan oleh
            Badan Jaminan Sosial;
        3. menjamin cadangan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
        4. cadangan biaya reklamasi di bidang pertambangan umum,
        5. cadangan untuk biaya reboisasi dalam bisnis kehutanan;
        6. cadangan untuk menutup dan memelihara situs limbah industri yang dilakukan oleh
            Bisnis pengolahan limbah industri;

Syarat dan kondisi yang akan ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;.
    d. premi asuransi untuk kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi pendidikan yang
        dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali yang dibayarkan oleh majikan di mana premi
        diperlakukan sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak;
    e. pertimbangan atau remunerasi terkait dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
        bentuk jenis manfaat , kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi karyawan atau
        pertimbangan atau imbalan yang diberikan dalam bentuk jenis manfaat di daerah tertentu
        dan sehubungan dengan pekerjaan yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan
        Menteri Keuangan;
    f. berlebihan kompensasi yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak terkait lainnya
        sebagai pertimbangan untuk pekerjaan yang dilakukan;
    g. hadiah, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
        (3) sub-ayat a dan b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) sub
        ayat i , zakat diterima oleh sebuah lembaga amil Zakat atau lembaga zakat lainnya landasan
        ditetapkan atau disetujui oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan wajib bagi para
        pengikut agama-agama yang diakui oleh Pemerintah, membentuk lembaga keagamaan yang
        diterima dan disetujui oleh Pemerintah, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
        Pemerintah.
    h. pajak penghasilan;
    i. biaya dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya
    j. gaji yang dibayarkan kepada anggota asosiasi, perusahaan, atau kemitraan terbatas yang
        modalnya tidak terbagi atas saham;


                                                8
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan biaya tambahan, serta ancaman pidana
      berupa denda yang diberikan sesuai dengan undang-undang pajak.

2. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang memiliki masa
manfaat lebih dari satu tahun, tidak akan dibebankan pada pendapatan tetapi harus dikurangkan
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A.

(B) Pengecualian
Produk kelas 3 adalah sepenuhnya dibebaskan (dikecualikan) dan Anda dapat menemukan
pernyataan tersebut dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008, mengatakan sebagai berikut:
Ada yang dikecualikan dari Objek Pajak:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh amil zakat atau lembaga amil
zakat ditetapkan atau disetujui oleh Pemerintah dan diterima oleh penerima zakat yang berhak.
sumbangan keagamaan wajib bagi para pengikut agama-agama yang diakui oleh Pemerintah, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang didirikan dan disetujui oleh Pemerintah yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. hadiah yang diterima oleh kerabat dalam satu derajat dari garis keturunan langsung, dan badan
keagamaan, badan pendidikan atau sosial lainnya termasuk yayasan, koperasi, atau kepada individu
yang melakukan kegiatan usaha mikro dan kecil yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan,
ketentuan bahwa pihak tersebut tidak memiliki bisnis, pekerjaan, kepemilikan atau melakukan
pengendalianhubungan, dan
b. warisan;
c. aset termasuk kas yang diterima oleh entitas dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dengan
imbalan saham atau kontribusi modal;
d. pertimbangan atau remunerasi dalam bentuk tunjangan dalam hal pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh Wajib Pajak luar,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak final atau Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, kecelakaan, kehidupan atau pendidikan;
f dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh penduduk oleh sebuah perusahaan terbatas,
koperasi, BUMN, atau pemerintah daerah milik perusahaan melalui kepemilikan di perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan:
         1.dividen dibayarkan dari laba ditahan;
         2. perusahaan terbatas dan perusahaan milik negara dan perusahaan daerah menerima
         dividen harus memiliki paling tidak 25% dari total modal disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disetujui oleh Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh majikan atau pegawai;
h. penghasilan dari investasi modal dari dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam sub ayat
g, di sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota kemitraan terbatas, yang modalnya tidak berupa
saham, kemitraan, asosiasi, firma, kongsi dan, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi

                                                9
kolektif;
j. Cukup jelas;
k.penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
perusahaan joint venture yang didirikan dan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, dengan ketentuan:
1. perusahaan asosiasi adalah usaha mikro (kecil), perusahaan menengah, atau melakukan kegiatan
di sektor usaha yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. Investasi saham tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
m. surplus yang diterima atau diperoleh lembaga atau organisasi nirlaba yang bergerak di bidang
pendidikan dan / atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar di lembaga-lembaga yang
sesuai, yang ditanamkan kembali dalam bentuk infrastruktur pendidikan dan / atau penelitian dan
pengembangan, dalam tidak lebih dari 4 (empat) tahun periode waktu karena diterima atau
diperoleh, sebagaimana diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan.
n. bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh Badan Jaminan Sosial Wajib Pajak tertentu, yang
ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

(C) Penilaian Persediaan
Hukum Pajak Penghasilan hanya mengizinkan dengan menggunakan dua cara untuk menilai
persediaan:
(1) rata-rata
(2) pertama masuk-pertama keluar (FIFO). Setelah metode yang diadopsi, mungkin tidak ada
perubahan tanpa izin Direktorat Jenderal Pajak. Metode yang diadopsi harus digunakan untuk
seluruh persediaan. Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan mengenai penilaian persediaan tersebut
adalah pasal 10 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
mengatakan sebagai berikut:
Persediaan dan penggunaan persediaan untuk perhitungan harga pokok penjualan tersebut dinilai
berdasarkan harga perolehan rata-rata atau dengan menggunakan metode masukpertama-i keluar
pertama
Perbedaan sementara (Temporer)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pajak dan variasi akuntansi keuangan yang dihasilkan dari
perbedaan temporer dapat dibagi lagi menjadi empat kategori
1. Pendapatan diakui dalam periode yang lebih awal untuk perpajakan dari pelaporan keuangan.
Sebagai contoh, jumlah yang diterima di muka untuk jasa yang akan dilakukan pada periode
berikutnya harus diakui untuk tujuan pajak pada tahun yang diterima. Akuntansi keuangan hanya
membutuhkan pengakuan sebagai jasa diserahkan
2. Pendapatan diakui dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai
contoh, laba pada penjualan angsuran umumnya diakui pada saat penjualan untuk pelaporan
keuangan. Untuk tujuan pajak, bagaimanapun, keuntungan kadang-kadang dapat ditangguhkan dan
diakui pada saat diterimanya pembayaran diterima pada kontrak angsuran.

3. Beban dan kerugian dikurangkan dalam periode pelaporan keuangan sebelumnya untuk
perpajakan . Sebagai contoh, aturan biaya percepatan pemulihan memungkinkan aset menjadi

                                              10
disusutkan selama periode yang lebih pendek dan pada lebih dan pada tingkat yang lebih dipercepat
untuk tujuan pajak dari itu diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi keuangan.
4. Beban dan kerugian dikurangkan dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan
keuangan. Sebagai contoh, prinsip akuntansi keuangan mengharuskan bisnis, dalam keadaan
normal, mereka memperkirakan tidak tertagihnya rekening dan jumlah biaya taksiran pada tahun
penjualan. Peraturan pajak, bagaimanapun, melarang metode penyisihan atau cadangan dan
memungkinkan pemotongan utang buruk hanya sebagai tagihan rekening individual menjadi tidak
berharga
Perbedaan sementara umumnya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap total pendapatan
atau pada kewajiban pajak keseluruhan yang akhirnya harus dibayar, oleh wajib pajak apapun.
Perbedaan temporer terjadi baik karena pendapatan diakui dalam satu periode untuk tujuan pajak
penghasilan dan dalam waktu yang berbeda untuk tujuan akuntansi atau karena beban diakui baik
awal atau lebih lambat untuk tujuan akuntansi selain untuk keperluan pajak. Perlakuan akuntansi
atas perbedaan tersebut disebut alokasi pajak antar periode.

Masing-masing perbedaan waktu seperti yang ditunjukkan di atas mengharuskan penggunaan
prosedur alokasi pajak penghasilan untuk antar periode benar cocok dengan beban pajak
penghasilan dengan laba akuntansi, untuk hutang pajak dengan laba kena pajak benar cocok, dan
untuk benar mengenali pajak penghasilan tangguhan.
Perbedaan sementara dapat disebabkan oleh faktor lain di samping yang disebabkan oleh tujuan
yang berbeda dari pajak penghasilan dan pelaporan keuangan. Seperti yang saya sebutkan
sebelumnya, tujuan hukum pajak adalah untuk meningkatkan pendapatan bagi pemerintah dan
belum tentu untuk mencapai kebenaran pendapatan terbaik dan beban atau apapun yang spesifik
tujuan akuntansi eksternal lainnya.
Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan yang menyebabkan perbedaan sementara adalah
penyusutan dan amortisasi. Menurut UU Pajak Penghasilan, penyusutan untuk aset ditentukan di
bawah Sistem Pemulihan Modifikasi Biaya Dipercepat (MACRS) Hal itu dimaksudkan untuk
menyederhanakan proses penyusutan dan sebagai cara untuk merangsang ekspansi ekonomi
dengan memungkinkan pemulihan dari biaya perolehan aset tetap atas periode waktu yang lebih
singkat dan juga mengganti penyusutan dipercepat, investasi tunjangan dan tax holiday yang
digunakan sebagai insentif untuk investasi di Indonesia sebelum tahun 1984 . MACRS diganti konsep
hidup yang berguna dengan periode pemulihan dari 4,8, 10 atau 20 tahun, tergantung pada jenis
properti dan memiliki persentase penyusutan hukum. Aturan khusus berlaku bila aset menjadi
usang, atau jika dijual, dipertukarkan, ditinggalkan, atau pensiun tanpa disposisi.

Perbedaan antara penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak tidak begitu jelas karena
biasanya berada di bawah aturan akuntansi. Biasanya kami terdepresiasi assets tetap dan amortisasi
assets tidak berwujud dan amortisasi biasanya disediakan untuk situasi khusus yang tidak tercakup
oleh aturan penyusutan, seperti beberapa jenis belanja modal dapat diamortisasi sebagai pengganti
biaya yang dapat dikurangkan sekaligus. Periode amortisasi adalah sama dengan metode
penyusutan.

Undang-undang pajak Penghasilan tidak menggunakan "penipisan" istilah untuk pengurangan
bertahap dari jumlah awal dengan penghilangan untuk penggunaan mineral, minyak dan gas,
cadangan alam lainnya dan kayu yang dikenal sebagai wasting aset. Daripada deplesi, Undang-
Undang Pajak Penghasilan menggunakan "metode unit produksi", yang dengan jelas dapat

                                                11
didefinisikan sebagai persentase dari produksi pada tahun yang bersangkutan dari total produksi
diperkirakan. Namun, untuk pertambangan selain minyak dan gas, dan kehutanan, pengurangan
tidak dapat melebihi 20% per tahun, sedangkan untuk minyak dan gas bumi, tidak ada pembatasan
sama sekali.

Dampak Konvergensi IFRS untuk Pajak pada perusahaan di Indonesia

Akuntansi adalah bahasa universal bisnis. Diperkirakan bahwa pada tahun 2013, sebanyak 310 dari
500 perusahaan global terbesar akan menggunakan standar akuntansi internasional. Namun profesi
menghadapi banyak tantangan dalam menetapkan standar pelaporan internasional, seperti
mengembangkan kerangka konseptual , penggunaan pengukuran nilai wajar, konsolidasi yang tepat
dari hasil keuangan, off-balance-sheet, dan akuntansi yang tepat untuk sewa dan pensiun.
Rencana Konvergensi IFRS di Indonesia menggunakan strategi bertahap. Adopsi parsial hingga 2010,
dan implementasi penuh dimulai pada tahun 2012. Kebanyakan PSAK (Standar Akuntansi Indonesia)
akan direvisi untuk mengikuti IFRS, tetapi kondisi dan peraturan setempat akan tetap dianggap.
PSAK untuk industri tertentu, yang secara substansi sudah termasuk dalam IFRS, akan dihapus dan
PSAK yang tidak termasuk dalam IFRS akan ditingkatkan

Beberapa prinsip dasar akuntansi yang berbeda antara undang-undang Perpajakan / Peraturan dan
berbasis IFRS adalah sebagai berikut:

Undang-undang atau peraturan Perpajakan           Berbasis IFRS
                                                     1. Peningkatan penggunaan nilai wajar
   1. Aktiva & kewajiban diukur berdasarkan              pada pendapatan, biaya, aktiva &
      prinsip harga perolehan                            kewajiban
   2. Akuisisi harga / harga beli / harga jual       2. Pertimbangan dan estimasi
      yang jumlahnya benar-benar dibayarkan              diperbolehkan
      dan yang diterima untuk jenis tertentu         3. Revaluasi aset dapat dilakukan setiap
   3. Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak            tahun oleh manajemen dalam bentuk
      yang memiliki khusus hubungan dengan               revaluasi surplus dan penurunan
      wajib pajak lainnya sesuai dengan              4. IFRS adalah lebih didasarkan prinsip.
      keadilan dan dalam praktik bisnis umum             Artinya, standar menyediakan pedoman
      yang tidak dipengaruhi dengan                      lebih umum dengan memulai tujuan
      hubungan khusus, menggunakan                       yang luas, hasil, dan prinsip tanpa
      metode perbandingan Harga tidak                    memberikan pedoman rinci
      terkendali, metode harga jual kembali,         5. Pembukuan menggunaan mata uang
      metode biaya ditambah, atau metode                 fungsional
      lain
   4. Revaluasi dapat dilakukan oleh Wajib
      Pajak setelah mendapat izin dari
      Direktorat Jenderal Pajak dengan
      menggunakan penilaian independen.
      revaluasi aset berwujud dapat dilakukan
      setiap 5 (lima) tahun dan membebankan
      pajak 10% penilaian surplus.
   5. Pembukuan kembali setidaknya terdiri
      dari catatan mengenai aset, kewajiban,
      modal, pendapatan dan biaya, serta
      penjualan dan Oleh karena itu
      pembelian dapat dihitung jumlah pajak

                                                 12
yang terutang
   6. Pembukuan dengan menggunakan
      bahasa asing dan selain Rupiah dapat
      dirubah oleh wajib pajak setelah
      mendapat izin dari Menteri Keuangan



Mengenai perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan IFRS berdasarkan
klasifikasi & biaya transaksi adalah sebagai berikut:

Undang-undang atau peraturan Perpajakan        Berbasis IFRS
   1. Tidak mengatur klasifikasi instrumen         1. Salah satu yang merupakan aset
      keuangan                                        keuangan diklasifikasikan sebagai
   2. khususnya mengatur pungutan pajak               Nilai Wajar Melalui P & L. (FVPTL)
      penghasilan atas penghasilan dari               dan Tersedia Untuk Dijual (AFS) atau
      jenis instrumen keuangan,seperti                kewajiban keuangan yang
      ditandai saham diperdagangkan di                diklasifikasikan sebagai FVTPL
      bursa, obligasi, atau sertifikat bank           diukur dengan metode nilai wajar
      sentral                                      2. Perubahan nilai wajar pada asets
   3. instrumen keuangan lainnya seperti              keuangan dan kewajiban yang
      saham yang tidak diperdagangkan di              diklasifikasikan sebagai FVTPL yang
      pasar modal                                     diakui pada P / L.
      dikenakan atas pajak penghasilan             3. Perubahan nilai wajar pada asset
      umum (Pasal 17)                                 keuangan. AFS diakui ekuitas
   4. Biaya yang berhubungan dengan                   (Pendapatan Komprehensif lainnya)
      pajak penghasilan final adalah biaya         4. Biaya perolehan aset keuangan atau
      tidak dikurangkan                               kewajiban (yaitu biaya Broker) pada
   5. Aset keuangan dan kewajiban yang                kategori FVTPL yang mengakui sebagai
      dicatat pada biaya historis.                    biaya.
                                                   5. Selanjutnya. Biaya perolehan aset
                                                      keuangan atau kewajiban di AFS, Tunggu
                                                      hingga jatuh tempo (HTM), dan kategori
                                                      Piutang dengan jaminan (LR) diakui
                                                      sebagai bagian dari biaya perolehan
                                                   6. Dengan demikian, entitas mencatat
                                                      biaya perolehan sehubungan dengan
                                                      kategori (yaitu FVTPL, AFS, HTM, atau
                                                      LR)




Mengenai perbedaan antara Undang-undang atau peraturan Perpajakan dan IFRS berdasarkan
struktur bunga adalah sebagai berikut:

Undang-undang atau peraturan Perpajakan    Berbasis IFRS
   1. UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1     1. Saat ini, entitas memberikan utang
      menyatakan bahwa objek pajak adalah         dengan berbagai struktur bunga (efektif,
      penghasilan, yaitu setiap tambahan          flat atau anuitas)
      kemampuan ekonomi yang diterima atau    2. Para kreditur yang terdiri dari perbankan

                                              13
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal            dan non perbankan
      dari Indonesia atau luar Indonesia yang          3. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
      dapat digunakan untuk mengkonsumsi                  (PSAK) 55 (2006) menyatakan bahwa
      atau untuk menambah kekayaan wajib                  suatu entitas harus mengakui
      pajak, dengan nama dan dalam bentuk                 pendapatan bunga berdasarkan Bunga
      apa pun,                                            Efektif Rate (EIR) meskipun secara
   2. Perbedaan pengakuan pendapatan                      eksplisit dalam kontrak Pendapatan
      bunga antara pajak dan akuntansi akan               bunga diakui berdasarkan rata atau
      direkonsiliasi dan ditampilkan pada P / L           anuitas
                                                       4. Dalam kasus tertentu, akan ada
                                                          perbedaan yang signifikan pengakuan
                                                          pendapatan bunga antara akuntansi dan
                                                          kontrak


Perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan berbasis IFRS tentang bunga
pasar adalah sebagai berikut:

Undang-undang atau peraturan Perpajakan            Berbasis IFRS
   1. Kepentingan bunga Pasar, referensi DGT          1. Pengukuran nilai wajar dalam
      Surat Edaran No. 16 tahun 1999                      pengukuran awal instrumen keuangan.
   2. Pendapatan provisi diakui berdasarkan           2. Jika entitas memberikan utang kepada
      akrual atau cash basis (pasal 4 ayat 1)             pihak lain, seperti pinjaman karyawan,
   3. Hukum Perpajakan tidak mengakui                     dengan tingkat bunga , misalnya, tarif
      amortisasi pendapatan                               yang lebih rendah dari suku bunga pasar
   4. Ada perbedaan sementara antara pajak                , entitas harus mencatat pendapatan
      dan akuntansi dan akan rekonsiliasi dan             bunga dengan suku pasar bunga.
      ditampilkan pada P / L.                             Perbedaan antara kontrak dan tingkat
                                                          bunga pasar yang dicatat sebagai beban
                                                          pada transaksi waktu.
                                                      3. Amortisasi beban keuangan entitas pada
                                                          periode kredit
                                                      4. Ketentuan ini merupakan salah satu jenis
                                                          biaya transaksi yang dapat dikaitkan
                                                          secara langsung sebagai biaya
                                                          perolehan.
                                                      5. Penyediaan penghasilan yang diperoleh
                                                          ini di amortisasi dengan metode EIR
                                                          (PSAK 55 (rev 2006) par.47)



Perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan berbasis IFRS mengenai
cadangan kerugian penurunan nilai & bunga majemuk adalah sebagai berikut:

Undang-undang atau peraturan Perpajakan            Berbasis IFRS
   1. Lihat Keputusan Menteri Nomor 81                1. PSAK 55 (rev.2006) paragraph 55
      Tahun 2009 cadangan kerugian                        menyatakan bahwa entitas
      penurunan nilai adalah biaya yang dapat             mengevaluasi asset keuangan setiap
      dikurangkan hanya untuk industri                    tanggal neraca apakah ada tujuan bukti

                                                  14
khusus, seperti perbankan, leasing,               penurunan nilai atau tidak
      perusahaan pembiayaan, anjak                   2. Metode evaluasi aset keuangan bisa
      perusahaan, dll.                                  secara individual maupun kolektif pada
   2. Namun, ada perbedaan pendekatan                   data historis
      dalam menghitung cadangan antara
      pajak dan akuntansi, dimana peraturan
      perpajakan mengacu pada peraturan
      Bank central.
   3. Rekonsiliasi dan ditampilkan di P / L




Rekonsiliasi Penghasilan Bisnis dan Penghasilan Kena Pajak
Seperti saya jelaskan sebelumnya, laba bersih (atau rugi) ditunjukkan dalam rekening wajib pajak
belum tentu laba (atau rugi) untuk tujuan pajak, karena perbedaan antara pengukuran pendapatan
untuk tujuan pajak dan pengukuran pendapatan umumnya di bawah prinsip akuntansi (GAAP) Jika
ketidaksesuaian terjadi, perusahaan harus melakukan rekonsiliasi pada Lampiran - Surat
Pemberitahuan Tahunan untuk perusahaan 1771-I, Perhitungan Laba Fiskal, dalam bentuk
Penyesuaian Positif dan Penyesuaian Fiskal Negatif, sebagai berikut:
URAIAN
Laba Bersih Komersial Domestik
a. Pendapatan Kotor
b. Harga Pokok Penjualan
c. beban lain-lain
d. Laba dari Bisnis (1a-1b-1c)
e. Laba dari aktivitas Non Bisnis
f. Beban dari aktivitas Non Bisnis
g. Laba Bersih dari aktivitas Non Bisnis
h. Jumlah (Id + Ig)
Laba Bersih Komersial luar negeri
(Dari Lampiran khusus 7A kolom 5)
Total Laba Bersih Komersial (lh + 2)

Penghasilan kena Pajak Final dan Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penyesuaian Positif
a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, kemitraan atau anggota
b. Pembentukan atau akumulasi tunjangan
c. Pertimbangan atau remunerasi terkait dengan pekerjaan atau
pelayanan yang diberikan dalam bentuk manfaat
d. kompensasi yang dibayarkan Berlebihan kepada pemegang
saham atau pihak terkait sebagai pertimbangan pekerjaan yang
dilakukan
e. Hadiah, bantuan atau sumbangan
f. pajak penghasilan
g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota asosiasi Firma, atau
Kemitraan terbatas dimana modal tidak terdiri dari atas saham
h. Denda administrasi
i. Kurang penyusutan komersial atas komersial fiskal
j. Kurang amortisasi komersial atas amortisasi fiskal

                                               15
k. biaya yang ditangguhkan
1. penyesuaian fiskal positif lainnya
m. Jumlah 5a sampai 5i

Penyesuaian Fiskal Negatif
a. Kurang penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal
b. Kurang amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal
c. penghasilan tangguhan
d.penyesuaian fiskal negatif lainnya
e. Jumlah 6a sampai 6d

LABA FISKAL (3-4+5m-6e-7b)



Kesimpulan
Ketika jumlah penghasilan ditentukan untuk tujuan pajak penghasilan berbeda dari jumlah yang
dilaporkan untuk tujuan akuntansi keuangan, sudut pandang yang berlaku adalah bahwa pajak
penghasilan yang dilaporkan harus didasarkan atas penghasilan yang dilaporkan untuk tujuan
akuntansi keuangan. Perbedaan antara laba usaha dan laba kena pajak baik permanen atau
sementara. Penyebab utama dari perbedaan dalam cara penghasilan ditentukan untuk tujuan pajak
penghasilan dan tujuan akuntansi keuangan, adalah tujuan yang berbeda dari hukum pajak dan
pelaporan keuangan. Tujuan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum (dan laporan keuangan
disajikan sesuai dengan GAAP) adalah untuk memberikan informasi yang berguna dan berhubungan
dengan manajemen, pemegang saham, kreditur, dan pembuat keputusan bisnis lainnya. Sebaliknya,
tujuan (tetapi tentu tidak saja) utama dari hukum pajak (dan tanggung jawab Direktorat Jenderal
Pajak) adalah untuk menghasilkan dan melindungi pendapatan pajak pemerintah dan tidak perlu
untuk mencapai kecocokan yang terbaik atas pendapatan dan beban atau salah satu yang lain dari
tujuan khusus akuntansi eksternal.
Perbedaan bisnis / pajak permanen hanya mempengaruhi tahun di mana terjadi, karena itu, beban
pajak penghasilan untuk tujuan laporan keuangan didasarkan atas penghasilan bisnis disesuaikan
untuk semua perbedaan permanen, sementara perbedaan temporer terjadi ketika jenis pendapatan,
keuntungan, biaya atau kerugian yang diperhitungkan pada tahun yang berbeda (atau tahun) untuk
tujuan buku selain untuk keperluan pajak. Selisih lebih antara penghasilan kena pajak atas laba buku
dari perbedaan temporer berbalik menjadi kelebihan pendapatan buku atas penghasilan kena pajak
dalam beberapa tahun mendatang, dan sebaliknya.
Kami telah belajar bahwa perusahaan harus memilih metode akuntansi untuk membagi terus aliran
pendapatan ke dalam bagian 12 bulan. Pemilihan metode akuntansi memiliki sedikit sekali
hubungannya dengan pengukuran penghasilan kena pajak selama umur perusahaan, tetapi
semuanya harus dilakukan dengan pengukuran pendapatan untuk setiap tahun pajak, atau dengan
kata lain, perhitungan usaha / penghasilan kena pajak tergantung pada tahun pajak dan metode
akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan sering menggunakan metode keseluruhan
yang sama untuk kedua pelaporan komersial dan pajak. Meskipun demikian, ada banyak perbedaan
antara perhitungan bisnis dan penghasilan kena pajak. Untuk itu, perusahaan harus melakukan
rekonsiliasi dalam bentuk Positif.



                                                16
Penyesuaian dan Penyesuaian Fiskal Negatif, pada Lampiran 1 Penghasilan Surat Pemberitahuan
Tahunan untuk perusahaan 1771-I,
Referensi:
       Brooks Neil (2001) "Challenges of Tax Administration and Compliance" Asian
       Development Tax Conference
       Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)
       Hukum Pembaruan Pajak Indonesia;
       (1) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
       (2) Pajak Penghasilan
       Jones Sally M. (2004), "Principles of Taxation- For Business and Investment Planning" The
       McGraw-Hill Companies.,Inc. 1221 Avenue of the Americas, New York.N.Y.10020
       Jones Sally M. and Rhoades-Catanach Shelley C., (2004) "Principles of Taxation-
       Advance Strategies" The McGraw -Hill Companies.,Inc. 1221 Avenue of the
       Americas, New York.N.Y.10020


       Kieso, Weygandt, Warfield (2011)"Intermediate Accounting – IFRS edition" John Wiley &
       Sons, Inc. River Street, Hoboken, NJ 07030-5774




                                              17

More Related Content

What's hot

AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI TangerangAKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI TangerangHabibie Reza
 
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46TANTO CHANDRA
 
Motivasi tax planning
Motivasi tax planningMotivasi tax planning
Motivasi tax planningfredi_umby
 
Tugas softskill Standar Akuntansi Singapura
Tugas softskill Standar Akuntansi SingapuraTugas softskill Standar Akuntansi Singapura
Tugas softskill Standar Akuntansi Singapurariosaputraa
 
Adm pajak kelas xii bab ii
Adm pajak kelas xii bab iiAdm pajak kelas xii bab ii
Adm pajak kelas xii bab iiheri baskoro
 
Manajemen Perpajakan
Manajemen PerpajakanManajemen Perpajakan
Manajemen Perpajakanfredi_umby
 
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangAKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangEva Hadi Yanii
 
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestik
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestikPerencanaan pajak berdasarkan uu domestik
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestikAyuni Annisah
 
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3Emilia Wati
 
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...Jiantari Marthen
 
Perencanaan pajak internasional
Perencanaan pajak internasionalPerencanaan pajak internasional
Perencanaan pajak internasional20ianpratama
 
Makalah Pajak Tax Planing Orang Prinadi
Makalah Pajak Tax Planing Orang PrinadiMakalah Pajak Tax Planing Orang Prinadi
Makalah Pajak Tax Planing Orang PrinadiGudang Makalah
 
Pemilihan Bentuk Usaha Modify
Pemilihan Bentuk Usaha ModifyPemilihan Bentuk Usaha Modify
Pemilihan Bentuk Usaha Modifypuspa
 
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan AkuntansiKebijakan Akuntansi
Kebijakan Akuntansimas ijup
 

What's hot (18)

AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI TangerangAKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Muhtaromi,Suryanih,TentangPSAK46,STIAMI Tangerang
 
Ai 12
Ai 12Ai 12
Ai 12
 
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK 46
 
Motivasi tax planning
Motivasi tax planningMotivasi tax planning
Motivasi tax planning
 
Tugas softskill Standar Akuntansi Singapura
Tugas softskill Standar Akuntansi SingapuraTugas softskill Standar Akuntansi Singapura
Tugas softskill Standar Akuntansi Singapura
 
Adm pajak kelas xii bab ii
Adm pajak kelas xii bab iiAdm pajak kelas xii bab ii
Adm pajak kelas xii bab ii
 
Pendahuluan tujuan
Pendahuluan tujuanPendahuluan tujuan
Pendahuluan tujuan
 
Manajemen Perpajakan
Manajemen PerpajakanManajemen Perpajakan
Manajemen Perpajakan
 
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangAKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
 
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestik
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestikPerencanaan pajak berdasarkan uu domestik
Perencanaan pajak berdasarkan uu domestik
 
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3
Bab 9 Perencanaan Pajak Berdasarkan UU Domestik - Kelompok 3
 
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...
Makalah seminar akuntansi dan perpajakan tax planning alternatif manajemen da...
 
Perencanaan pajak internasional
Perencanaan pajak internasionalPerencanaan pajak internasional
Perencanaan pajak internasional
 
Makalah Pajak Tax Planing Orang Prinadi
Makalah Pajak Tax Planing Orang PrinadiMakalah Pajak Tax Planing Orang Prinadi
Makalah Pajak Tax Planing Orang Prinadi
 
Ppt ak. internasional
Ppt ak. internasionalPpt ak. internasional
Ppt ak. internasional
 
02 160717125822
02 16071712582202 160717125822
02 160717125822
 
Pemilihan Bentuk Usaha Modify
Pemilihan Bentuk Usaha ModifyPemilihan Bentuk Usaha Modify
Pemilihan Bentuk Usaha Modify
 
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan AkuntansiKebijakan Akuntansi
Kebijakan Akuntansi
 

Similar to Pajak translate

Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangAkuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangEva Hadi Yanii
 
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46TANTO CHANDRA
 
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANG
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANGAKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANG
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANGmuhtaromi muhtaromi
 
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptx
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptxPPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptx
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptxDewiYuniari
 
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus Tangerang
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus TangerangAKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus Tangerang
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus TangerangIndri Yanti
 
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMI
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMIIndri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMI
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMIIndri Yanti
 
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMI
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMIIndri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMI
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMIIndri Yanti
 
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerang
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota TangerangRahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerang
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerangrahmadina_745
 
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerang
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota TangerangAkt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerang
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerangrahmadina_745
 
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANG
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANGRAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANG
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANGrahmadina_745
 
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIH
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIHRAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIH
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIHrahmadina_745
 
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMIAkuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMIChristine Aprilya
 
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMI
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMIAkuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMI
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMIChristine Aprilya
 
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...ChastulusSaguruwjuw
 
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Futurum2
 
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptx
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptxPerencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptx
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptxAbdMuhaeminNabir
 
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaSlide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaNovrinKartikaTumbade
 

Similar to Pajak translate (20)

Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI TangerangAkuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
Akuntansi Pajak, Eva Hadi Yani, Suryanih, PSAK 46, STIAMI Tangerang
 
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46
AKT_PAJAK, TANTO CHANDRA, SURYANIH, STIAMI, PSAK46
 
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANG
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANGAKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANG
AKT_Pajak, PSAK 46, Muhtaromi, Suryanih, STIAMI TANGERANG
 
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptx
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptxPPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptx
PPT AKUNTANSI PAJAK - KLP 1 (1).pptx
 
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus Tangerang
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus TangerangAKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus Tangerang
AKT_Pajak,indri,suryani,PSAK46,STIAMI Kampus Tangerang
 
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMI
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMIIndri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMI
Indri Yanti-Akuntansi Pajak,PSAK 46,CA417121085,SURYANI,STIAMI
 
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMI
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMIIndri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMI
Indri,yanti,Psak 46 tentang pajak penangguhan-Suryani,STIAMI
 
Akuntansi pajak
Akuntansi pajakAkuntansi pajak
Akuntansi pajak
 
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerang
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota TangerangRahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerang
Rahmadina(Rahma),Akt_Pajak,PSAK 46,Suryanih,Stiami Kota Tangerang
 
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerang
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota TangerangAkt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerang
Akt_pajak,Rahmadina,PSAK 46,Suryanih,STIAMI Kota Tangerang
 
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANG
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANGRAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANG
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, Suryanih, STIAMI KOTA TANGERANG
 
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIH
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIHRAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIH
RAHMADINA, PSAK 46, Akuntansi Pajak, STIAMI_SURYANIH
 
DASAR-DASAR TAX PLANNING
DASAR-DASAR TAX PLANNINGDASAR-DASAR TAX PLANNING
DASAR-DASAR TAX PLANNING
 
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMIAkuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Christine Aprilya, PSAK 46, Suryanih, Institut STIAMI
 
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMI
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMIAkuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMI
Akuntansi_Pajak, Christine_Aprilya, PSAK46, Suryanih, Institut_STIAMI
 
Psak 46-pajak-penghasilan
Psak 46-pajak-penghasilanPsak 46-pajak-penghasilan
Psak 46-pajak-penghasilan
 
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...
Chastulus saguruwjuw 191600153 rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan fi...
 
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
 
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptx
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptxPerencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptx
Perencanaan-Perpajakan-Pertemuan-1.pptx
 
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaSlide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
 

Pajak translate

  • 1. PERBEDAAN ANTARA PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PENGHASILAN BISNIS (Dengan referensi khusus pada kasus di Indonesia) oleh Mohammad Zain Widyatama Universitas abstrak Penyebab utama dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan pajak dan pelaporan keuangan, adalah tujuan yang berbeda antara UU Pajak Penghasilan dan Standar Akuntansi KEUANGAN Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles). Tujuan pajak adalah pendapatan untuk memenuhi operasional pemerintah, dan pada kesempatan mungkin digunakan untuk mengatur ekonomi, atau mencapai tujuan sosial lain dan sedikit perhatian dengan pencocokan baik pendapatan dan beban atau apapun yang spesifik tujuan diluar akuntansi lainnya. SPT adalah salah satu jenis laporan akuntansi dan laba (rugi) yang ditampilkan dalam akun wajib pajak belum tentu laba (atau rugi) untuk tujuan pajak. Ada beberapa kasus di mana mungkin ada perbedaan antara pajak dan laba berdasarkan akuntansi dengan gambaran rugi, yang secara langsung disebabkan oleh persyaratan tertentu dalam hukum pajak. Perbedaan lainnya timbul karena pilihan-pilihan yang dapat membuat wajib pajak, yang dapat menghindari pajak penghasilan, seperti pergeseran pergeseran keuntungan. Penggunaan dasar kas dapat menyebabkan kebingungan dalam perhitungan pendapatan, yaitu jumlah pendapatan dapat disesuaikan setiap tahun dengan mengatur pendapatan tunai dan biaya. Untuk itu, perhitungan pajak penghasilan menggunakan dasar kas harus mempertimbangkan menggunakan sistem (hibrida) campuran. Di mana terjadi perbedaan, pernyataan rekonsiliasi laba bersih atau rugi menurut akuntansi dengan laba kena pajak atau rugi harus dibuat untuk tujuan pajak. Pernyataan seperti itu diperlukan pada saat mengajukan pengembalian pajak penghasilan Kata kunci: perbedaan, rekonsiliasi, hukum pajak penghasilan. Pendahuluan Tujuan mengumpulkan data akuntansi adalah untuk menghasilkan laporan untuk pengguna Laporan keuangan merupakan produk akhir dari penerapan prinsip dan asumsi untuk transaksi. Jenis yang berbeda dari laporan akuntansi telah dikembangkan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan informasi ekonomi. Ini dipersiapkan untuk bisnis hampir setiap atau unit ekonomi lainnya, termasuk lembaga, organisasi kesejahteraan dan pemerintah. Salah satu jenis laporan akuntansi dan laba (rugi) yang ditampilkan dalam akun wajib pajak belum tentu laba bersih (atau rugi) untuk tujuan pajak. Penyebab utama dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan pajak dan pelaporan keuangan, adalah tujuan yang berbeda UU Pajak Penghasilan dan Standar Akuntansi Keuangan 1
  • 2. Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles). Tujuan pajak adalah pendapatan untuk memenuhi operasional pemerintah, dan pada kesempatan mungkin digunakan untuk mengatur ekonomi, atau mencapai tujuan sosial lain dan sedikit perhatian dengan pencocokan baik pendapatan dan beban atau apapun yang spesifik tujuan diluar akuntansi lainnya. Akuntansi pajak didorong oleh tujuan yang berbeda dari akuntansi keuangan. Meskipun dalam beberapa kasus akuntansi pajak sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku umum, dalam banyak kasus hal itu berbeda nyata dari GAAP. Itu jelas diartikulasikan alasan mengapa pajak akuntansi dan akuntansi keuangan tentu harus berbeda. Tujuan utama dari akuntansi keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna untuk manajemen, pemegang saham, kreditur, dan pihak lain yang berkepentingan; tanggung jawab utama seorang akuntan adalah untuk melindungi pihak-pihak dari yang menyesatkan. Tujuan utama dari sistem pajak penghasilan, sebaliknya, adalah pungutan yang adil dari pendapatan; tanggung jawab utama Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pajak Indonesia) adalah untuk melindungi pungutan pajak umum. Konsisten dengan tujuan dan tanggung jawabnya, akuntansi keuangan memiliki prinsip konservatisme sebagai landasannya, adalah akibat wajar bahwa dengan "kemungkinan kesalahan dalam pengukuran (harus) berada dalam arah mengecilkan bukan berlebihan dari laba bersih dan aktiva bersih. selisih antara laba usaha dan penghasilan kena pajak dapat dikategorikan sebagai perbedaan tetap yang mempengaruhi hanya pada tahun berjalan dan perbedaan temporer yang mempengaruhi lebih dari satu tahun. Perbedaan Permanen Peraturan pajak yang mengatur pengakuan pendapatan atau keuntungan dan dikurangi biaya atau kerugian dapat menimbulkan perbedaan permanen antara laba usaha dan penghasilan kena pajak. Dalam banyak kasus, aturan pajak yang menyebabkan perbedaan permanen tidak berlaku untuk meningkatkan pengukuran penghasilan kena pajak. Sebaliknya itu diberlakukan untuk menerapkan kebijakan ekonomi atau sosial. Perbedaan ini dapat dibagi menjadi empat sub kategori : 1. Penghasilan dikecualikan dari penghasilan bruto kena pajak tetapi termasuk dalam penghasilan keuangan. Misalnya, pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 2. Penghasilan termasuk dalam penghasilan bruto kena pajak tetapi tidak termasuk penghasilan keuangan Misalnya bunga diperhitungkan atas pinjaman antar perusahaan. 3. Item tertentu dan kerugian yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak tetapi tidak dibebankan dan kerugian. untuk pelaporan keuangan. Misalnya, jika penghasilan bruto setelah dikurangi mendapatkan kerugian, kerugian tersebut akan memberikan kompensasi terhadap pendapatan. 4. Biaya dan kerugian tidak dapat dikurangkan untuk tujuan pajak tetapi dibebankan untuk pelaporan keuangan Misalnya, kompensasi atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan 2
  • 3. atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau fasilitas tidak boleh dikurangkan dari penghasilan. Perbedaan Temporer Aturan akuntansi keuangan dan peraturan akuntansi pajak banyak memiliki inkonsistensi tentang waktu pengukuran pendapatan. Karena ketidakkonsistenan ini, bagian-bagian penghasilan, keuntungan, biaya atau kerugian termasuk dalam perhitungan pendapatan usaha untuk satu tahun dan penghasilan kena pajak untuk tahun lain. Perbedaan bisnis / pajak yang dihasilkan dari inkonsistensi waktu hanya perbedaan sementara. Kelebihan kena pajak atas laba usaha yang berasal pada tahun berjalan akan mundur sebagai kelebihan pendapatan usaha kena pajak lebih dalam beberapa tahun mendatang (dan sebaliknya) Perbedaan ini dapat dibagi menjadi empat sub kategori: 1. Pendapatan diakui dalam periode yang lebih awal untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, jumlah yang diterima di muka untuk jasa yang akan dilakukan pada periode berikutnya harus diakui untuk tujuan pajak pada tahun yang diterima. Akuntansi keuangan membutuhkan pengakuan hanya sebagai jasa diserahkan 2. Pendapatan diakui dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, laba pada penjualan angsuran umumnya diakui pada saat penjualan untuk pelaporan keuangan. Untuk tujuan pajak, bagaimanapun, keuntungan kadang-kadang dapat ditangguhkan dan diakui pada saat diterimanya pembayaran diterima pada kontrak angsuran. 3. Biaya dan kerugian dikurangkan dalam periode sebelumnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, aturan biaya percepatan pemulihan memungkinkan aset menjadi disusutkan selama periode yang lebih pendek dan pada lebih dan pada tingkat yang lebih dipercepat untuk tujuan pajak dari itu diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi keuangan. 4. Biaya dan kerugian dikurangkan dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, prinsip akuntansi keuangan mengharuskan bisnis, dalam keadaan normal, mereka memperkirakan tidak tertagihnya rekening dan biaya taksiran jumlah pada tahun penjualan. Peraturan pajak, bagaimanapun, melarang metode penyisihan atau cadangan dan memungkinkan pemotongan utang buruk hanya sebagai tagihan rekening individual menjadi tidak berharga Kontras Perspektif Pengukuran Pendapatan Persoalan yang jauh lebih praktis dari perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan pajak dan untuk laporan keuangan, bahwa terutama disebabkan oleh perbedaan hasil yang ditentukan dalam Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (Generally Accepted Accounting Principles) dan yang dihitung untuk tujuan pajak. Perbedaan ini dibuat oleh banyak faktor yang masuk ke dalam dan mempengaruhi struktur pajak. Kendala utama dari faktor-faktor ini adalah filsafat hukum Bangsa (Pancasila), yang (tepat dan tidak tepat) contoh kekuasaan oleh kelompok dan lobi dengan kepentingan pribadi. Pengadilan juga membuat variasi dengan interpretasi mereka terhadap hukum dan peraturan. Meningkatnya 3
  • 4. penggunaan kebijakan pajak sebagai instrumen perencanaan ekonomi dan pengendalian kemungkinan akan membuat perbedaan-perbedaan masalah yang terus berlanjut. Manajer bisnis memiliki satu sikap terhadap pengukuran pendapatan untuk tujuan laporan keuangan dan sikap yang berbeda terhadap hasil pengukuran dari pendapatan untuk tujuan pajak. Manajer biasanya memiliki insentif untuk melaporkan sebagai pendapatan bisnis sebanyak mungkin. Kompensasi mereka dan bahkan keamanan kerja mereka mungkin tergantung pada tingkat laba yang dilaporkan kepada investor yang ada dan potensial dalam perusahaan. Namun GAAP didasarkan pada prinsip konservatisme. Jika ragu, laporan keuangan harus menunda realisasi pendapatan dan mempercepat realisasi kerugian. Secara teori paling tidak, pembatasan GAAP setiap kecenderungan pada bagian dari manajemen untuk menggelembungkan pendapatan bisnis dengan melebih-lebihkan pendapatan atau mengecilkan pengeluaran. Berbeda dengan sikap ekspansif mereka terhadap pendapatan usaha, manajer biasanya ingin menurunkan penghasilan kena pajak (dan kewajiban pajak resultan) melaporkan kepada pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak sangat menyadari bias pengukuran. Akibatnya, UU Pajak juga mencakup prinsip konservatisme, tapi satu yang beroperasi untuk mencegah manajer dari mengecilkan pendapatan kotor dan melebih- lebihkan pemotongan. Ketegangan alami antara pengukuran penghasilan berdasarkan PSAK dan pengukuran pendapatan sesuai dengan UU Pajak hanya untuk perusahaan yang menyusun laporan keuangan untuk pengguna eksternal dan kembali pajak penghasilan bagi pemerintah. Tujuan kami bukan untuk mengidentifikasi semua faktor yang mempengaruhi struktur pajak, tetapi untuk mengembangkan pemahaman tentang beberapa prinsip dasar yang mendasari tubuh undang-undang pajak dan mengarah pada konflik besar antara pengukuran pendapatan untuk tujuan pajak dan perhitungan laba untuk tujuan umum akuntansi. Dalam rangka mempersiapkan laporan keuangan untuk tujuan pajak dengan benar, beberapa prinsip dasar yang akan kita bicarakan di sini adalah: (1) Metode akuntansi (2) Perbedaan permanen (3) Perbedaan temporer Selain itu, tanpa pengetahuan yang baik tentang bagaimana menghitung pendapatan untuk tujuan pajak laporan keuangan untuk tujuan pajak dapat disiapkan secara tidak benar. Penghasilan Hukum Pajak bervariasi dari satu negara ke negara, saya kemudian akan menguraikan beberapa rincian yang berlaku di Indonesia. Mereka memberikan informasi khusus untuk Indonesia dan jenis contoh untuk kasus-kasus yang lebih umum. Metode Akuntansi Sebuah perusahaan harus menghitung penghasilan kena pajak setiap tahun dan membayar pajak setiap tahun. Perusahaan memiliki keleluasaan yang cukup besar sehubungan dengan periode 12-bulan di mana untuk menilai pendapatan. Tahun pajak suatu perusahaan biasanya berhubungan dengan periode akuntansi tahunan untuk tujuan laporan keuangan, Pemilihan kalender atau tahun fiskal biasanya ditentukan oleh siklus operasi perusahaan; perusahaan ingin menutup buku mereka dan menghitung keuntungan mereka pada akhir siklus alami kegiatan usaha. Setelah menetapkan tahun pajak, suatu perusahaan harus menetapkan item pendapatan dan pengurang transaksi untuk suatu tahun tertentu. Untuk melakukan ini, perusahaan harus mengadopsi metode akuntansi: sebuah sistem yang konsisten untuk menentukan titik waktu di 4
  • 5. mana unsur-unsur pendapatan dan pengurangan diakui (diperhitungkan) untuk keperluan pajak. Untuk memberikan kerangka kerja untuk metode akuntansi, pertama kita menguraikan persyaratan umum untuk semua metode akuntansi pajak sebagai berikut: 1. Metode akuntansi harus sesuai dengan yang digunakan untuk tujuan pencatatan 2. Metode akuntansi jelas harus mencerminkan pendapatan 3. Sesuai dengan persyaratan 2 dan 3, Wajib Pajak dapat menggunakan salah satu metode berikut akuntansi a. Penerimaan kas dan metode disburments (metode kas) b. Metode akrual c. Setiap metode lain diperbolehkan (misalnya metode persentase penyelesaian) d. Setiap kombinasi dari metode ini diperbolehkan menurut peraturan (metode hibrid) 4. Wajib pajak yang terlibat dalam lebih dari satu perdagangan atau bisnis dapat menggunakan metode yang berbeda Aturan-aturan ini tampaknya memberikan banyak kelonggaran semua wajib pajak dalam memilih metode akuntansi, tetapi perusahaan mengadopsi metode akuntansi, mungkin tidak berubah kecuali secara resmi meminta dan menerima izin untuk melakukannya dari Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan tersebut harus mencantumkan alasan mengapa perusahaan ingin mengubah dan memberikan penjelasan rinci tentang metode saat ini dan yang diusulkan akuntansi, Direktorat Jenderal Pajak tidak asal stempel atas permintaan ini. Ketika Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan ijin, dengan hati-hati memonitor perubahan untuk memastikan bahwa perusahaan tidak menghilangkan pendapatan atau menggandakan pemotongan pada tahun konversi ke metode baru akuntansi. Hukum mengakui bahwa tidak ada metode akuntansi yang seragam dapat diterapkan untuk pembayar pajak dan mereka mengharapkan para pembayar pajak untuk mengadopsi bentuk-bentuk dan metode akuntansi yang sesuai untuk tujuan mereka. Pasal 28 ayat (1), (2), (5), (6), (7) Undang- undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983, Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, antara lainnya mengatakan: Pasal 28 (1) Wajib Pajak individu yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib memelihara pembukuan (2) Wajib Pajak dibebaskan dari kewajiban memelihara pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tetapi wajib mempertahankan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi terlibat dalam bisnis atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan hukum pajak diijinkan untuk menghitung laba bersih dengan menggunakan norma penghitungan bersih dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak terlibat dalam usaha atau pekerjaan bebas (4) pembukuan atau pencatatan dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, mata uang Rupiah, dan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (5) Pembukuan harus dipelihara dengan prinsip konsistensi dan menggunakan metode akrual atau uang tunai 5
  • 6. (6) Setiap perubahan dalam metode pembukuan dan atau periode tahun anggaran harus persetujuan aman dari Direktorat Jenderal Pajak. (7) Pembukuan harus setidaknya terdiri dari catatan aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan biaya, penjualan dan pembelian, sehingga jumlah pajak yang terutang dapat dihitung. Anda dapat menemukan norma penghitungan Bersih dalam Pasal 14 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. sebagai berikut: (1) Norma Penghitungan untuk menentukan laba bersih akan dirumuskan dan disesuaikan terus menerus, dan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (2) Pendapatan kotor Wajib Pajak orang pribadi dari kegiatan bisnis atau layanan independen dalam pada tahun kurang dari Rp 4.800. 000. 000, 00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan netto-nya dengan menerapkan Norma Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), asalkan dikomunikasikan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam tiga bulan pertama kena pajak tahun yang bersangkutan. (3) Wajib Pajak yang menghitung laba bersih dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyimpan catatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (4) Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih dianggap keuntungan dimaksud dalam ayat (2) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan (5)Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau catatan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (4), tapi gagal untuk menjaga atau benar-benar menyimpan catatan atau pembukuan, atau gagal. Untuk mengungkapkan catatan atau buku dari rekening atau bukti pendukung, dalam hal demikian laba bersih. akan dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan bruto dan akan dihitung di dasar lain yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (6). Cukup jelas. (7) Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Metode kas akuntansi sederhana dan objektif karena pengukuran penghasilan kena pajak didasarkan pada penerimaan kas (bank deposito) dan pengeluaran (cek tertulis). Metode kas juga menyediakan beberapa kontrol atas waktu pengakuan pendapatan. Karena metode kas dapat dimanipulasi untuk menunda pendapatan dan mempercepat pemotongan, hukum pajak membatasi itu digunakan oleh perusahaan besar. Penjelasan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983, Mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007, antara lain mengatakan: Basis kas adalah metode perhitungan yang didasarkan pada pendapatan yang diterima dan biaya yang dibayar. Dalam basis kas, pendapatan diakui ketika diterima secara tunai dalam jangka waktu tertentu, dan beban diakui pada saat itu dibayar tunai dalam jangka waktu tertentu. Basis kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil, individu, atau perusahaan jasa seperti transportasi, hiburan, dan bisnis restoran, di mana jangka waktu antara pelayanan dan pendapatan tunai tidak boleh terlalu lama. Dalam basis kas murni, penghasilan dari barang atau pengiriman jasa diakui pada saat pembayaran dari pelanggan diterima, dan beban diakui pada saat barang, jasa, dan biaya operasional lainnya dibayar. 6
  • 7. Dengan cara ini, penggunaan basis kas dapat menyebabkan kebingungan dalam perhitungan pendapatan dimana jumlah pendapatan dapat disesuaikan setiap tahun dengan mengatur pendapatan tunai dan biaya. Untuk itu, perhitungan pajak penghasilan menggunakan dasar kas harus mempertimbangkan antara lain: (1) Perhitungan Penjualan dalam jangka waktu sebaiknya mencakup kas dan non tunai penjualan. Semua pembelian dan persediaan harus dipertimbangkan dalam perhitungan harga pokok penjualan. (2) Dalam memperoleh penyusutan assets dan hak amortisasi, biaya dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. (3)Penggunaan dasar kas harus dioperasikan secara konsisten. Oleh karena itu, penggunaan basis kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan sebagai sistem campuran Perbedaan permanen (tetap) Banyak perbedaan antara laba kotor yang dilaporkan pada SPT dan pada hasil laporan keuangan dari ketentuan yang ditetapkan dalam hukum pajak yang relevan, yang mengecualikan dari perkiraan pajak basa spesifik pendapatan dan beban usaha tertentu yang dianggap tidak dapat dikurangkan untuk tujuan pajak atau jumlah dikurangkan dalam SPT terbatas. Selain itu, sejumlah pemotongan pajak yang berlaku tidak dianggap beban untuk tujuan akuntansi. Ada tiga jenis perbedaan tetap: 1. Pendapatan diakui untuk tujuan pelaporan akuntansi keuangan tetapi tidak pernah kena pajak 2. Beban diakui untuk tujuan pelaporan akuntansi keuangan yang tidak dapat dikurangkan 3. pemotongan pajak penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai beban berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum Perbedaan permanen dapat mempengaruhi baik laba akuntansi keuangan atau penghasilan kena pajak, tetapi tidak keduanya. Sebuah perusahaan yang memiliki penghasilan tidak kena pajak atau pengurangan tambahan untuk tujuan pajak penghasilan akan melaporkan penghasilan kena pajak yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan laba akuntansi sebelum pajak dari itu akan ada jika barang-barang ini tidak hadir sedangkan suatu korporasi dengan biaya yang tidak dikurangkan dari pajak akan melaporkan penghasilan kena pajak relatif lebih tinggi. Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan yang menyebabkan perbedaan tetap adalah: (A) Batasan pemotongan Tidak berarti termasuk perkiraan dari pendapatan kotor, dalam arti praktis, bahwa barang itu bukan bagian dari penghasilan bruto yang merupakan titik awal dalam menghitung pajak penghasilan. Anda dapat mengecualikan perkiraan dari penghasilan bruto untuk salah satu alasan berikut: 1. Hal ini tidak dapat dikurangkan berdasarkan UU Pajak Penghasilan. 2. Itu tidak datang dalam definisi "penghasilan" 3. Hal ini secara tegas dikecualikan oleh undang-undang. Produk yang kelas 1 dan 2 tidak dapat dikurangkan dan Anda dapat menemukan barang-barang yang menyebabkan perbedaan tetap, dalam ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan dalam pasal 9 7
  • 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. sebagai berikut: 1. Dalam menentukan penghasilan kena pajak dari Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berikut ini adalah tidak dapat dikurangkan a. pembagian laba dalam nama atau bentuk apa pun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan distribusi surplus oleh koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, mitra atau anggota; c. formasi atau akumulasi cadangan, kecuali. 1. cadangan untuk kredit macet bank dan bisnis lain yang melakukan bisnis sebagai kreditur, perusahaan sewa guna usaha keuangan, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dilakukan oleh Badan Jaminan Sosial; 3. menjamin cadangan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. 4. cadangan biaya reklamasi di bidang pertambangan umum, 5. cadangan untuk biaya reboisasi dalam bisnis kehutanan; 6. cadangan untuk menutup dan memelihara situs limbah industri yang dilakukan oleh Bisnis pengolahan limbah industri; Syarat dan kondisi yang akan ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;. d. premi asuransi untuk kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi pendidikan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali yang dibayarkan oleh majikan di mana premi diperlakukan sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak; e. pertimbangan atau remunerasi terkait dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk jenis manfaat , kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi karyawan atau pertimbangan atau imbalan yang diberikan dalam bentuk jenis manfaat di daerah tertentu dan sehubungan dengan pekerjaan yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. berlebihan kompensasi yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak terkait lainnya sebagai pertimbangan untuk pekerjaan yang dilakukan; g. hadiah, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) sub-ayat a dan b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) sub ayat i , zakat diterima oleh sebuah lembaga amil Zakat atau lembaga zakat lainnya landasan ditetapkan atau disetujui oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan wajib bagi para pengikut agama-agama yang diakui oleh Pemerintah, membentuk lembaga keagamaan yang diterima dan disetujui oleh Pemerintah, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. h. pajak penghasilan; i. biaya dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya j. gaji yang dibayarkan kepada anggota asosiasi, perusahaan, atau kemitraan terbatas yang modalnya tidak terbagi atas saham; 8
  • 9. k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan biaya tambahan, serta ancaman pidana berupa denda yang diberikan sesuai dengan undang-undang pajak. 2. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, tidak akan dibebankan pada pendapatan tetapi harus dikurangkan penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A. (B) Pengecualian Produk kelas 3 adalah sepenuhnya dibebaskan (dikecualikan) dan Anda dapat menemukan pernyataan tersebut dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, mengatakan sebagai berikut: Ada yang dikecualikan dari Objek Pajak: a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh amil zakat atau lembaga amil zakat ditetapkan atau disetujui oleh Pemerintah dan diterima oleh penerima zakat yang berhak. sumbangan keagamaan wajib bagi para pengikut agama-agama yang diakui oleh Pemerintah, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang didirikan dan disetujui oleh Pemerintah yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. hadiah yang diterima oleh kerabat dalam satu derajat dari garis keturunan langsung, dan badan keagamaan, badan pendidikan atau sosial lainnya termasuk yayasan, koperasi, atau kepada individu yang melakukan kegiatan usaha mikro dan kecil yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, ketentuan bahwa pihak tersebut tidak memiliki bisnis, pekerjaan, kepemilikan atau melakukan pengendalianhubungan, dan b. warisan; c. aset termasuk kas yang diterima oleh entitas dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dengan imbalan saham atau kontribusi modal; d. pertimbangan atau remunerasi dalam bentuk tunjangan dalam hal pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh Wajib Pajak luar, Wajib Pajak yang dikenakan pajak final atau Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, kecelakaan, kehidupan atau pendidikan; f dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh penduduk oleh sebuah perusahaan terbatas, koperasi, BUMN, atau pemerintah daerah milik perusahaan melalui kepemilikan di perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan: 1.dividen dibayarkan dari laba ditahan; 2. perusahaan terbatas dan perusahaan milik negara dan perusahaan daerah menerima dividen harus memiliki paling tidak 25% dari total modal disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disetujui oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh majikan atau pegawai; h. penghasilan dari investasi modal dari dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam sub ayat g, di sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota kemitraan terbatas, yang modalnya tidak berupa saham, kemitraan, asosiasi, firma, kongsi dan, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi 9
  • 10. kolektif; j. Cukup jelas; k.penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari perusahaan joint venture yang didirikan dan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, dengan ketentuan: 1. perusahaan asosiasi adalah usaha mikro (kecil), perusahaan menengah, atau melakukan kegiatan di sektor usaha yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. Investasi saham tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. surplus yang diterima atau diperoleh lembaga atau organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan / atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar di lembaga-lembaga yang sesuai, yang ditanamkan kembali dalam bentuk infrastruktur pendidikan dan / atau penelitian dan pengembangan, dalam tidak lebih dari 4 (empat) tahun periode waktu karena diterima atau diperoleh, sebagaimana diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan. n. bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh Badan Jaminan Sosial Wajib Pajak tertentu, yang ditetapkan oleh atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (C) Penilaian Persediaan Hukum Pajak Penghasilan hanya mengizinkan dengan menggunakan dua cara untuk menilai persediaan: (1) rata-rata (2) pertama masuk-pertama keluar (FIFO). Setelah metode yang diadopsi, mungkin tidak ada perubahan tanpa izin Direktorat Jenderal Pajak. Metode yang diadopsi harus digunakan untuk seluruh persediaan. Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan mengenai penilaian persediaan tersebut adalah pasal 10 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, mengatakan sebagai berikut: Persediaan dan penggunaan persediaan untuk perhitungan harga pokok penjualan tersebut dinilai berdasarkan harga perolehan rata-rata atau dengan menggunakan metode masukpertama-i keluar pertama Perbedaan sementara (Temporer) Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pajak dan variasi akuntansi keuangan yang dihasilkan dari perbedaan temporer dapat dibagi lagi menjadi empat kategori 1. Pendapatan diakui dalam periode yang lebih awal untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, jumlah yang diterima di muka untuk jasa yang akan dilakukan pada periode berikutnya harus diakui untuk tujuan pajak pada tahun yang diterima. Akuntansi keuangan hanya membutuhkan pengakuan sebagai jasa diserahkan 2. Pendapatan diakui dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, laba pada penjualan angsuran umumnya diakui pada saat penjualan untuk pelaporan keuangan. Untuk tujuan pajak, bagaimanapun, keuntungan kadang-kadang dapat ditangguhkan dan diakui pada saat diterimanya pembayaran diterima pada kontrak angsuran. 3. Beban dan kerugian dikurangkan dalam periode pelaporan keuangan sebelumnya untuk perpajakan . Sebagai contoh, aturan biaya percepatan pemulihan memungkinkan aset menjadi 10
  • 11. disusutkan selama periode yang lebih pendek dan pada lebih dan pada tingkat yang lebih dipercepat untuk tujuan pajak dari itu diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi keuangan. 4. Beban dan kerugian dikurangkan dalam periode selanjutnya untuk perpajakan dari pelaporan keuangan. Sebagai contoh, prinsip akuntansi keuangan mengharuskan bisnis, dalam keadaan normal, mereka memperkirakan tidak tertagihnya rekening dan jumlah biaya taksiran pada tahun penjualan. Peraturan pajak, bagaimanapun, melarang metode penyisihan atau cadangan dan memungkinkan pemotongan utang buruk hanya sebagai tagihan rekening individual menjadi tidak berharga Perbedaan sementara umumnya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap total pendapatan atau pada kewajiban pajak keseluruhan yang akhirnya harus dibayar, oleh wajib pajak apapun. Perbedaan temporer terjadi baik karena pendapatan diakui dalam satu periode untuk tujuan pajak penghasilan dan dalam waktu yang berbeda untuk tujuan akuntansi atau karena beban diakui baik awal atau lebih lambat untuk tujuan akuntansi selain untuk keperluan pajak. Perlakuan akuntansi atas perbedaan tersebut disebut alokasi pajak antar periode. Masing-masing perbedaan waktu seperti yang ditunjukkan di atas mengharuskan penggunaan prosedur alokasi pajak penghasilan untuk antar periode benar cocok dengan beban pajak penghasilan dengan laba akuntansi, untuk hutang pajak dengan laba kena pajak benar cocok, dan untuk benar mengenali pajak penghasilan tangguhan. Perbedaan sementara dapat disebabkan oleh faktor lain di samping yang disebabkan oleh tujuan yang berbeda dari pajak penghasilan dan pelaporan keuangan. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, tujuan hukum pajak adalah untuk meningkatkan pendapatan bagi pemerintah dan belum tentu untuk mencapai kebenaran pendapatan terbaik dan beban atau apapun yang spesifik tujuan akuntansi eksternal lainnya. Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan yang menyebabkan perbedaan sementara adalah penyusutan dan amortisasi. Menurut UU Pajak Penghasilan, penyusutan untuk aset ditentukan di bawah Sistem Pemulihan Modifikasi Biaya Dipercepat (MACRS) Hal itu dimaksudkan untuk menyederhanakan proses penyusutan dan sebagai cara untuk merangsang ekspansi ekonomi dengan memungkinkan pemulihan dari biaya perolehan aset tetap atas periode waktu yang lebih singkat dan juga mengganti penyusutan dipercepat, investasi tunjangan dan tax holiday yang digunakan sebagai insentif untuk investasi di Indonesia sebelum tahun 1984 . MACRS diganti konsep hidup yang berguna dengan periode pemulihan dari 4,8, 10 atau 20 tahun, tergantung pada jenis properti dan memiliki persentase penyusutan hukum. Aturan khusus berlaku bila aset menjadi usang, atau jika dijual, dipertukarkan, ditinggalkan, atau pensiun tanpa disposisi. Perbedaan antara penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak tidak begitu jelas karena biasanya berada di bawah aturan akuntansi. Biasanya kami terdepresiasi assets tetap dan amortisasi assets tidak berwujud dan amortisasi biasanya disediakan untuk situasi khusus yang tidak tercakup oleh aturan penyusutan, seperti beberapa jenis belanja modal dapat diamortisasi sebagai pengganti biaya yang dapat dikurangkan sekaligus. Periode amortisasi adalah sama dengan metode penyusutan. Undang-undang pajak Penghasilan tidak menggunakan "penipisan" istilah untuk pengurangan bertahap dari jumlah awal dengan penghilangan untuk penggunaan mineral, minyak dan gas, cadangan alam lainnya dan kayu yang dikenal sebagai wasting aset. Daripada deplesi, Undang- Undang Pajak Penghasilan menggunakan "metode unit produksi", yang dengan jelas dapat 11
  • 12. didefinisikan sebagai persentase dari produksi pada tahun yang bersangkutan dari total produksi diperkirakan. Namun, untuk pertambangan selain minyak dan gas, dan kehutanan, pengurangan tidak dapat melebihi 20% per tahun, sedangkan untuk minyak dan gas bumi, tidak ada pembatasan sama sekali. Dampak Konvergensi IFRS untuk Pajak pada perusahaan di Indonesia Akuntansi adalah bahasa universal bisnis. Diperkirakan bahwa pada tahun 2013, sebanyak 310 dari 500 perusahaan global terbesar akan menggunakan standar akuntansi internasional. Namun profesi menghadapi banyak tantangan dalam menetapkan standar pelaporan internasional, seperti mengembangkan kerangka konseptual , penggunaan pengukuran nilai wajar, konsolidasi yang tepat dari hasil keuangan, off-balance-sheet, dan akuntansi yang tepat untuk sewa dan pensiun. Rencana Konvergensi IFRS di Indonesia menggunakan strategi bertahap. Adopsi parsial hingga 2010, dan implementasi penuh dimulai pada tahun 2012. Kebanyakan PSAK (Standar Akuntansi Indonesia) akan direvisi untuk mengikuti IFRS, tetapi kondisi dan peraturan setempat akan tetap dianggap. PSAK untuk industri tertentu, yang secara substansi sudah termasuk dalam IFRS, akan dihapus dan PSAK yang tidak termasuk dalam IFRS akan ditingkatkan Beberapa prinsip dasar akuntansi yang berbeda antara undang-undang Perpajakan / Peraturan dan berbasis IFRS adalah sebagai berikut: Undang-undang atau peraturan Perpajakan Berbasis IFRS 1. Peningkatan penggunaan nilai wajar 1. Aktiva & kewajiban diukur berdasarkan pada pendapatan, biaya, aktiva & prinsip harga perolehan kewajiban 2. Akuisisi harga / harga beli / harga jual 2. Pertimbangan dan estimasi yang jumlahnya benar-benar dibayarkan diperbolehkan dan yang diterima untuk jenis tertentu 3. Revaluasi aset dapat dilakukan setiap 3. Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak tahun oleh manajemen dalam bentuk yang memiliki khusus hubungan dengan revaluasi surplus dan penurunan wajib pajak lainnya sesuai dengan 4. IFRS adalah lebih didasarkan prinsip. keadilan dan dalam praktik bisnis umum Artinya, standar menyediakan pedoman yang tidak dipengaruhi dengan lebih umum dengan memulai tujuan hubungan khusus, menggunakan yang luas, hasil, dan prinsip tanpa metode perbandingan Harga tidak memberikan pedoman rinci terkendali, metode harga jual kembali, 5. Pembukuan menggunaan mata uang metode biaya ditambah, atau metode fungsional lain 4. Revaluasi dapat dilakukan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan penilaian independen. revaluasi aset berwujud dapat dilakukan setiap 5 (lima) tahun dan membebankan pajak 10% penilaian surplus. 5. Pembukuan kembali setidaknya terdiri dari catatan mengenai aset, kewajiban, modal, pendapatan dan biaya, serta penjualan dan Oleh karena itu pembelian dapat dihitung jumlah pajak 12
  • 13. yang terutang 6. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan selain Rupiah dapat dirubah oleh wajib pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan Mengenai perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan IFRS berdasarkan klasifikasi & biaya transaksi adalah sebagai berikut: Undang-undang atau peraturan Perpajakan Berbasis IFRS 1. Tidak mengatur klasifikasi instrumen 1. Salah satu yang merupakan aset keuangan keuangan diklasifikasikan sebagai 2. khususnya mengatur pungutan pajak Nilai Wajar Melalui P & L. (FVPTL) penghasilan atas penghasilan dari dan Tersedia Untuk Dijual (AFS) atau jenis instrumen keuangan,seperti kewajiban keuangan yang ditandai saham diperdagangkan di diklasifikasikan sebagai FVTPL bursa, obligasi, atau sertifikat bank diukur dengan metode nilai wajar sentral 2. Perubahan nilai wajar pada asets 3. instrumen keuangan lainnya seperti keuangan dan kewajiban yang saham yang tidak diperdagangkan di diklasifikasikan sebagai FVTPL yang pasar modal diakui pada P / L. dikenakan atas pajak penghasilan 3. Perubahan nilai wajar pada asset umum (Pasal 17) keuangan. AFS diakui ekuitas 4. Biaya yang berhubungan dengan (Pendapatan Komprehensif lainnya) pajak penghasilan final adalah biaya 4. Biaya perolehan aset keuangan atau tidak dikurangkan kewajiban (yaitu biaya Broker) pada 5. Aset keuangan dan kewajiban yang kategori FVTPL yang mengakui sebagai dicatat pada biaya historis. biaya. 5. Selanjutnya. Biaya perolehan aset keuangan atau kewajiban di AFS, Tunggu hingga jatuh tempo (HTM), dan kategori Piutang dengan jaminan (LR) diakui sebagai bagian dari biaya perolehan 6. Dengan demikian, entitas mencatat biaya perolehan sehubungan dengan kategori (yaitu FVTPL, AFS, HTM, atau LR) Mengenai perbedaan antara Undang-undang atau peraturan Perpajakan dan IFRS berdasarkan struktur bunga adalah sebagai berikut: Undang-undang atau peraturan Perpajakan Berbasis IFRS 1. UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1 1. Saat ini, entitas memberikan utang menyatakan bahwa objek pajak adalah dengan berbagai struktur bunga (efektif, penghasilan, yaitu setiap tambahan flat atau anuitas) kemampuan ekonomi yang diterima atau 2. Para kreditur yang terdiri dari perbankan 13
  • 14. diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dan non perbankan dari Indonesia atau luar Indonesia yang 3. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dapat digunakan untuk mengkonsumsi (PSAK) 55 (2006) menyatakan bahwa atau untuk menambah kekayaan wajib suatu entitas harus mengakui pajak, dengan nama dan dalam bentuk pendapatan bunga berdasarkan Bunga apa pun, Efektif Rate (EIR) meskipun secara 2. Perbedaan pengakuan pendapatan eksplisit dalam kontrak Pendapatan bunga antara pajak dan akuntansi akan bunga diakui berdasarkan rata atau direkonsiliasi dan ditampilkan pada P / L anuitas 4. Dalam kasus tertentu, akan ada perbedaan yang signifikan pengakuan pendapatan bunga antara akuntansi dan kontrak Perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan berbasis IFRS tentang bunga pasar adalah sebagai berikut: Undang-undang atau peraturan Perpajakan Berbasis IFRS 1. Kepentingan bunga Pasar, referensi DGT 1. Pengukuran nilai wajar dalam Surat Edaran No. 16 tahun 1999 pengukuran awal instrumen keuangan. 2. Pendapatan provisi diakui berdasarkan 2. Jika entitas memberikan utang kepada akrual atau cash basis (pasal 4 ayat 1) pihak lain, seperti pinjaman karyawan, 3. Hukum Perpajakan tidak mengakui dengan tingkat bunga , misalnya, tarif amortisasi pendapatan yang lebih rendah dari suku bunga pasar 4. Ada perbedaan sementara antara pajak , entitas harus mencatat pendapatan dan akuntansi dan akan rekonsiliasi dan bunga dengan suku pasar bunga. ditampilkan pada P / L. Perbedaan antara kontrak dan tingkat bunga pasar yang dicatat sebagai beban pada transaksi waktu. 3. Amortisasi beban keuangan entitas pada periode kredit 4. Ketentuan ini merupakan salah satu jenis biaya transaksi yang dapat dikaitkan secara langsung sebagai biaya perolehan. 5. Penyediaan penghasilan yang diperoleh ini di amortisasi dengan metode EIR (PSAK 55 (rev 2006) par.47) Perbedaan antara Undang-undang atau peraturan perpajakan dan berbasis IFRS mengenai cadangan kerugian penurunan nilai & bunga majemuk adalah sebagai berikut: Undang-undang atau peraturan Perpajakan Berbasis IFRS 1. Lihat Keputusan Menteri Nomor 81 1. PSAK 55 (rev.2006) paragraph 55 Tahun 2009 cadangan kerugian menyatakan bahwa entitas penurunan nilai adalah biaya yang dapat mengevaluasi asset keuangan setiap dikurangkan hanya untuk industri tanggal neraca apakah ada tujuan bukti 14
  • 15. khusus, seperti perbankan, leasing, penurunan nilai atau tidak perusahaan pembiayaan, anjak 2. Metode evaluasi aset keuangan bisa perusahaan, dll. secara individual maupun kolektif pada 2. Namun, ada perbedaan pendekatan data historis dalam menghitung cadangan antara pajak dan akuntansi, dimana peraturan perpajakan mengacu pada peraturan Bank central. 3. Rekonsiliasi dan ditampilkan di P / L Rekonsiliasi Penghasilan Bisnis dan Penghasilan Kena Pajak Seperti saya jelaskan sebelumnya, laba bersih (atau rugi) ditunjukkan dalam rekening wajib pajak belum tentu laba (atau rugi) untuk tujuan pajak, karena perbedaan antara pengukuran pendapatan untuk tujuan pajak dan pengukuran pendapatan umumnya di bawah prinsip akuntansi (GAAP) Jika ketidaksesuaian terjadi, perusahaan harus melakukan rekonsiliasi pada Lampiran - Surat Pemberitahuan Tahunan untuk perusahaan 1771-I, Perhitungan Laba Fiskal, dalam bentuk Penyesuaian Positif dan Penyesuaian Fiskal Negatif, sebagai berikut: URAIAN Laba Bersih Komersial Domestik a. Pendapatan Kotor b. Harga Pokok Penjualan c. beban lain-lain d. Laba dari Bisnis (1a-1b-1c) e. Laba dari aktivitas Non Bisnis f. Beban dari aktivitas Non Bisnis g. Laba Bersih dari aktivitas Non Bisnis h. Jumlah (Id + Ig) Laba Bersih Komersial luar negeri (Dari Lampiran khusus 7A kolom 5) Total Laba Bersih Komersial (lh + 2) Penghasilan kena Pajak Final dan Penghasilan Tidak Kena Pajak Penyesuaian Positif a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, kemitraan atau anggota b. Pembentukan atau akumulasi tunjangan c. Pertimbangan atau remunerasi terkait dengan pekerjaan atau pelayanan yang diberikan dalam bentuk manfaat d. kompensasi yang dibayarkan Berlebihan kepada pemegang saham atau pihak terkait sebagai pertimbangan pekerjaan yang dilakukan e. Hadiah, bantuan atau sumbangan f. pajak penghasilan g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota asosiasi Firma, atau Kemitraan terbatas dimana modal tidak terdiri dari atas saham h. Denda administrasi i. Kurang penyusutan komersial atas komersial fiskal j. Kurang amortisasi komersial atas amortisasi fiskal 15
  • 16. k. biaya yang ditangguhkan 1. penyesuaian fiskal positif lainnya m. Jumlah 5a sampai 5i Penyesuaian Fiskal Negatif a. Kurang penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal b. Kurang amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal c. penghasilan tangguhan d.penyesuaian fiskal negatif lainnya e. Jumlah 6a sampai 6d LABA FISKAL (3-4+5m-6e-7b) Kesimpulan Ketika jumlah penghasilan ditentukan untuk tujuan pajak penghasilan berbeda dari jumlah yang dilaporkan untuk tujuan akuntansi keuangan, sudut pandang yang berlaku adalah bahwa pajak penghasilan yang dilaporkan harus didasarkan atas penghasilan yang dilaporkan untuk tujuan akuntansi keuangan. Perbedaan antara laba usaha dan laba kena pajak baik permanen atau sementara. Penyebab utama dari perbedaan dalam cara penghasilan ditentukan untuk tujuan pajak penghasilan dan tujuan akuntansi keuangan, adalah tujuan yang berbeda dari hukum pajak dan pelaporan keuangan. Tujuan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum (dan laporan keuangan disajikan sesuai dengan GAAP) adalah untuk memberikan informasi yang berguna dan berhubungan dengan manajemen, pemegang saham, kreditur, dan pembuat keputusan bisnis lainnya. Sebaliknya, tujuan (tetapi tentu tidak saja) utama dari hukum pajak (dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak) adalah untuk menghasilkan dan melindungi pendapatan pajak pemerintah dan tidak perlu untuk mencapai kecocokan yang terbaik atas pendapatan dan beban atau salah satu yang lain dari tujuan khusus akuntansi eksternal. Perbedaan bisnis / pajak permanen hanya mempengaruhi tahun di mana terjadi, karena itu, beban pajak penghasilan untuk tujuan laporan keuangan didasarkan atas penghasilan bisnis disesuaikan untuk semua perbedaan permanen, sementara perbedaan temporer terjadi ketika jenis pendapatan, keuntungan, biaya atau kerugian yang diperhitungkan pada tahun yang berbeda (atau tahun) untuk tujuan buku selain untuk keperluan pajak. Selisih lebih antara penghasilan kena pajak atas laba buku dari perbedaan temporer berbalik menjadi kelebihan pendapatan buku atas penghasilan kena pajak dalam beberapa tahun mendatang, dan sebaliknya. Kami telah belajar bahwa perusahaan harus memilih metode akuntansi untuk membagi terus aliran pendapatan ke dalam bagian 12 bulan. Pemilihan metode akuntansi memiliki sedikit sekali hubungannya dengan pengukuran penghasilan kena pajak selama umur perusahaan, tetapi semuanya harus dilakukan dengan pengukuran pendapatan untuk setiap tahun pajak, atau dengan kata lain, perhitungan usaha / penghasilan kena pajak tergantung pada tahun pajak dan metode akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan sering menggunakan metode keseluruhan yang sama untuk kedua pelaporan komersial dan pajak. Meskipun demikian, ada banyak perbedaan antara perhitungan bisnis dan penghasilan kena pajak. Untuk itu, perusahaan harus melakukan rekonsiliasi dalam bentuk Positif. 16
  • 17. Penyesuaian dan Penyesuaian Fiskal Negatif, pada Lampiran 1 Penghasilan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk perusahaan 1771-I, Referensi: Brooks Neil (2001) "Challenges of Tax Administration and Compliance" Asian Development Tax Conference Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) Hukum Pembaruan Pajak Indonesia; (1) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (2) Pajak Penghasilan Jones Sally M. (2004), "Principles of Taxation- For Business and Investment Planning" The McGraw-Hill Companies.,Inc. 1221 Avenue of the Americas, New York.N.Y.10020 Jones Sally M. and Rhoades-Catanach Shelley C., (2004) "Principles of Taxation- Advance Strategies" The McGraw -Hill Companies.,Inc. 1221 Avenue of the Americas, New York.N.Y.10020 Kieso, Weygandt, Warfield (2011)"Intermediate Accounting – IFRS edition" John Wiley & Sons, Inc. River Street, Hoboken, NJ 07030-5774 17