Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS). RDS disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi prematur. Tanda dan gejalanya meliputi pernafasan cepat, pernafasan parodoks, dan sianosis. Pengobatan yang diberikan meliputi antibiotik, surfaktan, dan ventilasi mekanik. Diagnosa keperawatan yang muncul termasuk gangguan pertukaran gas dan
1. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN RDS
(Respiratory Distress Simdrome)
Kelompok 4:
1. Arihta Ginting
2. Dedek Riahna Purba
3. Dian Esvani Manurung
2. A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom
Distres Pernapasan adalah sindrom gawat napas
yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada
bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang
(Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah
perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan
dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin
membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
3. B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang
paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
4. C. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), Patoflow dari RDS yaitu :
Surfaktan menurun
Complianse (distensibilitas) PO2 menurun
Atelektatis
Usaha nafas meningkat Metabolisme anaerob
Menurunya ventilasi
CO2 meningkat Asidosis
Tekanan darah arteri menurun Vasokonstriksi perifer dan pulmonal
Aliran darah paru menurun
Surfaktan menurun Tekanan arteri pulmonal meningkat
5. D. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas
sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat
opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
6. E. Tanda dan gejala
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat
7. F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni
(2006) komplikasi yang
kemungkinan terjadi pada
RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka
pendek
1. Kebocoran alveoli
2. jangkitan penyakit
3. Perdarahan intrakranial
dan leukomalacia
periventrikular:
b. Komplikasi
jangka panjang
1. Bronchopul
monary
Dysplasia
(BPD)
2. Retinopathy
prematur
8. G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
9. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea
dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi
mekanik.
h. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima
penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian
surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
10. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
a) Frekuensi nafas
b) Mekanika usaha pernafasan
c) Warna kulit/ membran mukosa
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
c) Tes fungsi paru
11. b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan
Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya
secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas
bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan
penyerapan.
12. c. Perencanaan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah
cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
a) Jalan nafas bersih
b) Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c) Pernapasan 40-60 x/menit
d) Takipneu atau apneu tidak ada
e) Sianosis tidak
13. Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal;
tempatkan pada posisi telentang dengan leher
sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap
dalam posisi ’mengendus’.
b) Hindari hiperekstensi leher.
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang
diinginkan, kenali tanda-tanda distres misalnya:
mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
d) Lakukan penghisapan mukus.
e) Penghisapan selang endotrakeal sebelum
pemberian surfaktan.