1. ADAPTASI YANG PERLU DI LAKUKAN OLEH MASYARAKAT PESISIR TERKAIT
PERUBAHAN IKLIM
Menurut definisinya sendiri adaptasi merupakan pengaturan terhadap berbagai sistem
dimana sebagai contoh adalah sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik, dan juga sistem
iklim pada lingkungan sekitar. Adaptasi akan dilakukan oleh seseorang jika mereka dalam
keadaan tertekan yang biasanya keadaan tertekan akan muncul saat terjadinya perubahan yang
tidak biasa terhadap individu dan membuat tidak nyaman. Pada kali ini akan terfokus pada
adaptasi terhadap perubahan iklim dimana berkaitan dengan perubahan iklim yang seperti apa
yang terjadi dan akibat dari perubahan iklim tersebut. Terkait juga dengan perubahan iklim
yang terjadi dan dampak terhadap lingkungan sekitar, terutama manusia akan dikaji mengenai
apa saja yang dilakukan manusia dalam proses adaptasi atau singkatnya proses-proses adaptasi
manusia terhadap perubahan iklim yang di alaminya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dimana rentan terhadap perubahan iklim
dan lebihnya lagi negara Indonesia dapat mengalami dampak dari perubahan iklim secara
ganda. Dampak yang diperkirakan akan terjadi antara lain adalah kenaikan temperatur yang
tidak terlalu tinggi yakni sekitar 0.30 selsius, terjadinya curah hujan yang lebih tinggi sekitar 2
persen hingga tiga persen tiap tahunnya, kenaikan permukaan air laut, ketahanan pangan, dan
pengaruh terhadap keanekaragaman hayati yang hidup di Indonesia. Terkait dengan
kerentanan negara Indonesia yang rentan mengalami dampak buruk dari perubahan iklim,
terdapat satu fokus bagian di negara Indonesia yang mengalami cukup banyak dari dampak
perubahan iklim tersebut, yakni daerah pesisir yang dimana di daerah pesisir memiliki
mayoritas mata pencaharian adalah nelayan.
Pada kali ini, wilayah yang diambil sebagai contoh adalah desa Mojo di kota Pemalang,
Jawa Tengah.
2. Desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah merupakan wilayah di sebuah tempat di
pulau Jawa dimana pada wilayah tersebut merupakan kawasan pesisir atau berada di pinggir
pantai. Karena wilayanya yang berada di pinggir pantai, maka wilayah tersebut rentan terhadap
banjir akibat ombak dan disaat musim penghujan pun sering terjadi banjir. Namun bukan
masalah itu saja yang terdapat pada desa Mojo, kecamatan Ulujami, Pemalang, Jawa Tengah
ini. Melainkan terdapat permasalahan lain yang cukup ekstrim yang diakibatkan oleh
perubahan iklim.
Pada desa ini memiliki masalah yang cukup berpengaruh yang diakibatkan oleh
perubahan iklim dan prakiraan cuaca yang sulit diprediksikan di Indonesia pada saat ini.
Menurut pekerja sebagai nelayan di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah ini pada tahun sebelum
1985 musim penghujan berada pada periode bulan Oktober hingga bulan Mei, namun sejak
beberapa tahun terakhir curah hujan tinggi hanya berkisar pada periode bulan Desember
hingga bulan April. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa pada saat ini pasang surut air
tidak beraturan dimana pada dahulu pasang air laut dimulai pada sekitar tanggal 21 tiap
bulannya dan sekarang tidak dapat diprediksikan, serta air pasang berlangsung lebih lama dari
biasanya dengan pergeseran angin barat dan angin timur yang juga tidak dapat diprediksikan.
Dikarenakan perubahan iklim dan cuaca yang cukup ekstrim ini memberikan tekanan terdadap
3. masyarakat yang tinggal dan bermatapencaharian yang bergantung di desa Mojo, Pemalang,
Jawa Tengah yang mengharuskan masyarakat tersebut beradaptasi dengan keadaan iklim
dengan tingkat kerentanan, kapasitas adaptasi, dan kemampuan resiliensi dari manusia dan
lingkungan di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah.
Vunerabillity
Vunerabillity atau tingkat kerentanan merupakan konsep penting dalam adaptasi yang
memiliki beberapa definisi dari tiap pendapat para ahli. Menurut pendapat ahli dalam ilmu
geografi sosial dan ekologi politik mendefinisikan bahwa tingkat kerentanan merupakan suatu
kondisi yang dijadikan sebagai prioritas dari rumah tangga atau masyarakat yang ditentukan
oleh faktor sosio-ekonomi politik. Terkadan tingkat kerentanan juga dapat didefinisikan sebagai
tingkat sensitivitas yang memiliki maksud tingkat pengaruh suatu sistem akibat adanya
keragaman dan perubahan iklim dimana pengaruh tersebut dapat secara positif atau negatif,
langsung maupun tidak langsung atau berupa dampak turunan serta dapat memengaruhi
individu maupun kelompok (Frankel-Reed ., 2011;Sylviani & Sakuntaladewi, 2010)
Pada kasus yang terjadi di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah yang merupakan fokus
wilayah pesisir, terdapat beberapa wilayah yang menjadi subfokus yakni di wilayah tambak ikan
dan udang, wilayah kebun melati, serta masyarakat pesisirnya sendiri. Pada wilayah tambak
ikan dan udang dimana karena wilayah ini merupakan wilayah pesisir, rentan terhadap banjir
rob. Banjir rob sendiri adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut dan biasanya
melanda kota-kota yang ada di pesisir laut disaat air laut pasang tersebut menahan air sungai
yang sudah menumpuk, pada akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan
(Yunita, 2013). Pada wilayah kebun melati terkait usaha masyarakat di ekonomi yaitu kebun
teh, mengalami penurunan penjualan dikarenakan tanaman teh yang cukup rentan terhadap
perubahan iklim yaitu berupa pembusukan tanaman akibat banjr. Hal tersebut membuat
penurunan penjualan dan pemasukan bagi petani dari kebun melati tersebut. Untuk
masyarakat pesisisrnya sendiri yang di asumsikan tidak bekerja sebagai petani kebun melati
atau nelayan, tidak terlalu rentan terhadap perubahan iklim ini yang dapat dinyatakan
kerentanan dari masyarakat sendiri berkisar sekitar 37% (tiga puluh tujuh persen) dimana angka
4. ini menunjukkan kategori kerentanan yang sedang. Hal ini dapat ditunjukkan dari table dibawah
ini.
Melihat deskripsi sebelumnya yang terkait pada jurnal KERENTANAN DAN UPAYA
ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM yang menyatakan bahwa
tingkat kerentanan di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah tergolong sedang.
Kapasitas Adaptasi
Menurut definisinya sendiri kapasitas adaptasi merupakan atau dimaksudkan sebagai
kemampuan suatu masyarakat atau sebuah sistem yang diperuntukkan menyesuaikan pada
perubahan iklim beserta variabilitasnya dengan tujuan untuk mengurangi maupun melunakkan
potensi dari kerusakan, mendapatkan keuntungan dari atau menanggulangi dampak dari
perubahan iklim (Frankel-Reed ., 2011). Dengan kata lain kapasitas adaptasi merupakan
kemampuan sekelompok masyarakat dan alam terhadap suatu sistem untuk merespon dengan
baik terhadap perubahan yang mencakup kapasitas adaptasi terhadap iklim, perilaku,
sumberdaya dan teknologi.
Pada wilayah pesisir yang bertempat di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah, yang
dimana dalam menanggapi tekanan atau masalah yang berupa perubahan iklim yang cukup
ekstrim, secara langsung menyebabkan penurunan pada penghasilan mereka yang kemudian
berpengaruh juga terhadap siklus ekonomi. Di desa ini telah melakukakn beberapa tindakan
kapasitas adaptasi yang akan di jelaskan sebagai berikut:
1. Perbaikan Lingkungan Biofisik
5. Tindakan pertama yakni seputar perbaikan lingkungan biofisik dimana pada kali
ini di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah memiliki sebuah komunitas tani yang bernama
‘Pelita Bahari’ dimana komunitas tersebut melakukan perbaikan dengan cara menanami
tumbuhan mangrove di kawasan pantai dan menjadikan hutan mangrove tersebut
sebagai ekowisata. Kapasitas adaptasi ini tidak dimiliki sendiri secara murni dari
masyarakat di desa tersebut, melainkan terdapat bantuan dari pemerintah berupa satu
perahu dengan kapasitas dua puluh orang dalam rangka mengembangkan ekowisata
dan menunjang perekonomian di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah.
Pada kapasitas adaptasi ini dapat dikatakan bahwa kapasitas adaptasi masih
dipengaruhi oleh pihak lain yaitu pemerintah di daerah setempat.
2. Diversivikasi Sumber Penghasilan
Menurut definisinya sendiri diversivikasi merupakan penganekaragaman. Atau
dalam ekonomi diversifikasi merupakan penganekaragaman usaha untuk menghindari
kebergantungan terhadap ketunggalan kegiatan, produk, jasa, maupun investasi
(menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI).
Tindakan kedua yakni berupa diversivikasi sumber penghasilan atau memiliki
sumber penghasilan lebih dari satu dimana cara ini merupakan salah satu cara dalam
menanggulangi resiko kegagalan terhadap kegagalan suatu mata pencaharian. Menurut
data, masyarakat di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah dengan menunjukkan angka
sebesar 55% sudah menjalani diversifikasi sumber penghasilan yang dapat dilihat pada
table dibawah ini.
Dari angka sebesar 55% ini memiliki keragaman atau variasi yang di masukkan
kedalam empat kelompok yakni pertanian dengan cadangan usaha berupa pertanian,
6. pertanian dengan cadangan usaha berupa kelautan, pertanian dengan cadangan usaha
non pertanian, kelautan dengan cadangan usaha non pertanian.
Pada kapasitas adaptasi ini dapat dikatakan bahwa masyarakat di desa Mojo,
Pemalang, Jawa Tengah secara murni dapat memiliki kapasitas adaptasi sendiri dengan cukup
baik.
3. Penerapan Teknologi Perikanan dan Lahan Pertanian.
Tindakan ketiga yakni berupa penerapan teknologi perikanan dan lahan
pertanian yang kali ini masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan atau pemilik tambak
melakukan penguatan terhadap pematang tambak mereka sehingga dapat mengurangi
sensitivitas terhadap perubahan iklim yang cukup signifikan.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dimana di desa Mojo, Pemalang, Jawa
Tengah yang merupakan daerah pesisir rawan akan bencana banjir akibat gelombang
atau ombak yang berasal dari laut dan curah hujan di musim penghujan. Terlebih lagi
terkait dengan perubahan iklim yang sedang menjadi fokus pada tulisan ini dimana
curah hujan yang tidak dapat di prediksi dan intensitas hujan yang tinggi membuat
sensitivitas terhadap banjir semakin tinggi serta arah angin barat-timur yang juga sulit
bahkan tidak dapat di prediksikan lagi membuat ombak atau gelombang air laut yang
bergerak terkadang surut terkadang sangat besar yang membuat banjir rob yang
biasanya hanya dalam hitungan jam, namun pada saat perubahan iklim yang cukup
signifikan terjadi juga memengaruhi banjir rob yang lebih lama.
Pada kali ini teknologi perikanan yang digunakan adalah tambak dimana hal ini
juga melalui pengarahan dari lembaga swadaya masyarakat OISCA dimana sejak tahun
1985 diarahkan membuat tambak ikan bandeng disbanding dengan praktik ternak
udang windu. Sehingga pada kapasitas adaptasi ini dpaat dikatakan bahwa desa Mojo,
Pemalang, Jawa Tengah belum secara utuh memiliki kapasitas adaptasi karena masih
membutuhkan bantuan atau campur tangan dari pihak lain.
4. Penyesuaian Jadwal Kegiatan Usaha dengan Prakiraan Musim
7. Tindakan yang ke empat dari desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah berupa
penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan prakiraan musim dimana pada periode
bulan Oktober hingga bulan November di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah memiliki
musim ikan tongkol dan pada periode ini pedagang ikan atau nelayan di desa ini
memfokuskan sistem ekonomi dengan cara berdagang ikan tongkol serta menurunkan
penjualan ikan bandeng karena saat musim ikan tongkol terjadi, harga ikan bandeng
menurun.
Hal ini tidak lepas dari hukum ekonomi dimana jika permintaan semakin tinggi
maka nilai akan semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya jika permintaan semakin
rendah maka nilai juga akan semakin rendah.
Pada kapasitas adaptasi ini dianggap desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah
menguasai secara utuh untuk hal penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan prakiraan
musim beserta masyarakat pun tahu mengenai hukum ekonominya dan tahu bagaimana
cara bertindak.
5. Pendampingan
Tindakan yang ke lima merupakan pendampingan yang dilakukan oleh pihak
yang ahli dimana pada kali ini pendampingan dilakukan oleh LSM OISCA atau Lembaga
Swadaya Masyarakat Organization for Industrial Spiritual & Cultural Advancement dari
Jepang dikarenakan pada awalnya para petambah di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah
melakukan praktik ternak udang windu yang menggunakan berbagai jenis bahan kimia
untuk mengahsilkan ternak yang maksimal namun memiliki dampak yang buruk
terhadap lingkungan sekitar yang berupa hutan mangrove dan ikan, sehingga diarahkan
untuk kembali kepada praktik ternak bandeng.
Pada kali ini di desa Mojo, Pemalang Jawa Tengah dapat dianggap masih
membutuhkan pihak lain dalam memiliki sebuah kapasitas adaptasi.
Dengan mengetahui terdapat lima buah kapasitas adaptasi yang telah dilalukan oleh
penduduk dan pekerja di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah, maka dapat dikatakan bahwa di
desa ini memiliki kapasitas adaptasi yang cukup tinggi karena dapat memiliki kapasitas adaptasi
8. secara mandiri tanpa terlalu banyak membutuhkan bantuan dari pihak luar (pihak luar yang
dimaksud adalah seperti LSM OISCA dari Jepang).
Resiliensi
Resiliensi atau tingkat kelentingan suatu wilayah yang dimana merupakan kemampuan
manusia atau suatu wilayah untuk dapat kembali ke sistem yang seimbang seperti pada awal
sebelum mengalami tekanan setelah dilakukannya adaptasi. Resiliensi dapat terjadi pada saat
manusia mengalami tekanan dan menuju kembali ke keadaan seperti semula yang di pengaruhi
oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Pada kasus yang terkait di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah yang memiliki masalah
terkait perubahan iklim yang ekstrim dan memengaruhi sistem ekonomi di dalamnya, terdapat
daya lenting atau resiliensi. Daya lenting yang terdapat disini tidak lepas seperti pemaparan
pada bagian kapasitas adaptasi dimana masyarakat desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah
berusaha kembali ke keadaan seperti awal yang seimbang dengan berbagai cara yaitu
melakukan perbaikan lingkungan biofisik, diversivikasi sumber penghasilan, penerapan
teknologi perikanan dan lahan pertanian, penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan prakiraan
musim, dan pendampingan oleh lebaga yang memiliki keahlian di bidang tersebut.
Di desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah memiliki daya lenting yang dapat dikatakan baik
karena kapasitas adaptasi yang dilakukan dari masyarakat-masyarakatnya cukup berhasi. Dapat
di ambil contoh misalnya pada kapasitas adaptasi berupa pendampingan oleh lembaga yang
mengerti di bidangnya yaitu LSM OISCA dari Jepang yang pada awalnya di desa Mojo,
Pemalang, Jawa Tengah memiliki usaha yang berupa tambak udang windu yang membutuhkan
bahan kimia untuk mendapatkan hasil dari praktik ternak yang sesuai dengan criteria petani,
maka lingkungan biofisik terabaikka, seperti misalnya ikan disekitar lingkungan tersebut mati
dan tidak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbunhan mangrove. Pada akhirnya
kembali kepada praktik ternak bandeng dan lingkungan disekitarnya seperti hutan mangrove
kembali baik.