1. Pertanian Konvensional
Upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia dengan peningkatan pemanfaatan potensi alam dalam
sektor pertanian telah menimbulkan masalah baru bagi kelestarian alam. Untuk meningkatkan
produktivitas serta ‘mengamankan’ tanaman dan ternak, manusia cenderung menggunakan bahan-
bahan kimia buatan. Sehingga perkembangan sistem pertanian yang didominasi oleh sistem
pertanian dengan input luar yang tinggi tersebut telah membawa dampak negatif pada lingkungan
ekosistem pertanian maupun di luar ekosistem pertanian.
Dampak di dalam ekosistem pertanian terdiri dari:
a) Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis),
b) Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma,
c) Berkurangnya keanekaragaman hayati, serta
d) Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.
Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem
a) meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran bahan-bahan
pangan yang diproduksi di dalam ekosistem pertanian,
b) terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan saran
produksi pertanian,
c) Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.
Sadar atau tidak manusia sudah terlalu jauh dalam merambah dan “memperkosa” kelestarian alam
untuk memenuhi nafsu kehidupannya. Manusia tidak hanya menerima manfaat dari alam namun
harus pula sebaliknya memberikan manfaat bagi alam. Atau paling tidak manusia harus mampu
mempertahankan kondisi tersebut sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
alam(lingkungan). Hal inilah yang telah dilupakan atau diabaikan oleh sebagian besar manusia yang
sedang intens dalam mengembangkan pertanian konvensional.
Para kapitalis berlomba dalam menciptakan senjata pamungkas yang dapat meningkatkan produksi
tanaman/ternak serta menekan serangan hama dan penyakit. Tetapi semua yang diciptakan itu
merusak kepada alam dan lingkungan sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti alam akan rusak dan
hancur serta tidak bersahabat lagi dengan manusia. Anak cucu manusia suatu saat nanti akan
mengalami kondisi dimana alam akan tidak bisa memberikan apa yang mereka butuhkan.
Secara ilmiah maupun secara religius semua manusia memahami akan kondisi tersebut. Tetapi
desakan ekonomi, desakan hidup mewah, dan desakan nafsu keserakahan telah menjadikan
sebagian manusia menjadi makhluk penghancur dan makhluk perusak alam. Mereka asyik
mengumpulkan rupiah dari hasl produk yang mereka ciptakan. Sementara perkembangan tersebut
juga secara perlahan dan pasti telah merubah pemahan dan perilaku para petani, rakyat kecil yang
hanya mengharapkan hasil dari upaya yang dilakukannnya dengan alam (pertanian). Petani yang
telah biasa dan telah diracuni dengan bahan kimia buatan seperti pupuk dan pestisida telah
mempunyai pemahaman yang sangat tidak tepat. Mereka merasa bahwa tanaman tdak akan
tumbuh baik kalau tidak dipupuk begitu juga dengan penggunaan pestisida. Tanaman tidak akan
sehat kalau hama dan penyakit tidak dibasmi dengan pestisida.
2. Disamping pemahaman yang keliru tersebut, perilaku petani juga sudah berubah menjadi pekerja
yang malas dan lebih suka bekerja ringan dan mudah. Istilah yang sekarang mengatakan bahwa
petani lebih suka dengan yang “instant”, atau barang jadi. Bila ingin menyuburkan tanaman tinggal
beli pupuk dan tinggal sebar, maka pekerjaan selesai, tunggu waktu panen untuk mendapatkan
uang. Buda ya inilah yang sekarang menjadi salah satu faktor penghambat terbesar dalam peralihan
ke pertanian alami atau lebih populer disebut sebagai “pertanian organik”.