REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Landasan ilmu pendidikan
1. LANDASAN ILMU PENDIDIKAN
Anguria Yunita
Cindy Sabella
Daniswara Syaibini
Dinda Aulia Syafira
M. Cokro Dipo
Resi Vanis Thissiyana
Konsep Pendidikan
Kelompok 3
2.
3. KONSEP PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar
dan terencana untuk membantu meningkatkan
perkembangan potensi dan kemampuan anak agar
bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang
individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan
memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik
penilaian yang sesuai.
6. Ilmu Pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan
tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset yang
disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.
Konsep-konsep pendidikan tersebut tidak lain
merupakan berdasarkan pengalaman yang ditata secara
sistematis menjadi suatu kesatuan yaitu disebut skema
konseptual.
9. HAL YANG MEMPENGARUHI
DALAM INSTRUMEN PROSES
PROSES BELAJAR
MENGAJAR
FAKTOR
MATERI
FAKTOR
SUBJEK
FAKTOR
LINGKUNGAN
FAKTOR
INSTRUMENT
10. HAL YANG MEMPENGARUHI
DALAM INSTRUMEN OUTPUT
HASIL DARI PROSES
PERUBAHAN PERILAKU/PRESTASI
MUTU YANG DILASILKAN
11.
12. JALUR
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan anak usia dini (TK/RA), pendidikan dasar (SD/MI),
pendidikan menengah (SMP/MTs dan SMA/MA), dan pendidikan tinggi
(Universitas). Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri
dan pendidikan formal berstatus swasta.
Formal
13. JALUR
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal
setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan. Seperti Lembaga Kursus dan Pelatihan, Kelompok Belajar, Sanggar,
dll.
Non Formal
14. JALUR
Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui
sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Seperti : Pendidikan Agama,
Budi Pekerti, Etika, Sopan Santun, Moral dan Sosialisasi.
Informal
15. JENJANG
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang diterapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai
dan kemampuan yang akan dikembangkan.
-pendidikan dasar
-pendidikan menengah
-pendidikan tinggi
16. JENIS
1. Pendidikan Umum
Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Pendidikan Kejuruan
Pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
17. JENIS
3. Pendidikan Akademik
Pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan
dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau
seni tertentu (program sarjana dan pascasarjana).
4. Pendidikan Profesi
Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
18. JENIS
5. Pendidikan Vokasi
Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
program sarjana.
6. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu
pengetahuan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama. Contohnya
: Pesantren, MI, MTS, MA, MAK, Sekolah Tinggi Theologia.
19. JENIS
7. Pendidikan Khusus
Pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif.
Contohnya : Sekolah Luar Biasa.
20.
21. LEARNING TO KNOW
Learning to know bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi
informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-
lamanya dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan petunjuk’petunjuk
yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam memahami
makna di balik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan learning
to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan
pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya
melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transendental,
yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
22. LEARNING TO DO
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know.
Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan
adalah mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang
untuk “berbuat” (praktek). Semangat retorika lebih besar dari action. Yang
dimaksud learn¬ing to do bukanlah kemampuan berbuat mekanis dan
pertukangan tanpa pemikiran. Dengan demikian, peserta didik akan terus
belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga
bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya.
23. LEARNING TO BE
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson
Crussoe berpendapat bahwa manusia itu hidup sendiri tanpa
kerja sama atau saling tergantung dengan manusia lain. Manusia
di era sekarang ini bisa hanyut ditelan masa jika tidak berpegang
teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta
didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan
menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
24. LEARNING TO LIVE TOGETHER
Learning to live together ini merupakan
kelanjutan yang tidak dapat dielakkan dari ketiga
poin di atas. Oleh karena itu, premis ini menuntut
seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi
educated person yang bermanfaat baik bagi diri
dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat
manusia.
25. Learning How to Learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran
dari model belajar “memilih” (menghafal) menjadi model belajar “menjadi”
(mencari/meneliti). Asumsi yang digunakan dalam model belajar “memiliki” adalah
“pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu, pendidik memberi
pelajaran, peserta didik menerima. Yang dipentingkan dalam model belajar
“memiliki” ini adalah penerima pelajaran, yang akan menerima sebanyak-banyaknya,
menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan aslinya serta
menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses belajar “menjadi”,
peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang dihadapinya, sedang pendidik dituntut membimbing, memotivasi,
memfasilitasi, memprovokasi, dan memersuasi.
LEARNING HOW TO LEARN
26. LEARNING THROUGHOUT LEARN
Perubahan dan perkembangan kehidupan berjalan terus
menerus yang semakin keras dan rumit. Oleh karena itu, tidak
ada jalan lain kecuali harus belajar terus menerus sepanjang
hayat. Learning Throughout Life ini menuntun dan memberi
pencerahan pada peserta didik bahwa ilmu bukanlah hasil
buatan manusia, tetapi merupakan hasil temuan atau hasil
pencarian manusia. Karena ilmu adalah ilmu Tuhan yang tidak
terbatas dan harus dicari, maka upaya mencarinya juga tidak
mengenal kata berhenti.