Critical Review Jurnal Variance Analysis and Performance Evaluation
1. Critical Review Terhadap Jurnal “Application of Variance Analysis for
Performance Evaluation.”
Citra Dewi Wulansari_reguler 36
Universitas Gajah Mada, Jakarta, Indonesia
Introduction
Pada makalah ini akan membahas mengenai crticial review dari jurnal
“Application of Variance Analysis for Performance Evaluation : A Cost/Benefit
Approach by Jude Aruomoaghe Sunny Agbo (2013)”. Argumen akan dikembangkan
melalui tinjauan kritis berdasarkan teori variance analysis dan performance evaluation.
Abstract
Jurnal yang ditulis oleh Jude Agbo (2013) membahas mengenai hubungan antara
penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan variance analysis. Dimana penilaian
kinerja dibahas dengan menggunakan pendekatan teori Management By Objective.
Penilaian kinerja atau performance evaluation juga dilihat hanya berdasarkan financial
performance. Pada bagian variance analysis pendekatan hanya dilakukan dengan
menggunakan teori standard costing dikarenakan variance analysis berdasarkan Jude
Agbo (2013) dilihat hanya dari perbandingan antara budgeted standard dan actual
budget, biaya yang dianggap sebagai “unfavorable” dapat dianggap sebagai evaluasi
kinerja yang kurang baik, hal tersebut berdampak pada penilaian kinerja pada suatu divisi
dilihat dari sisi cost dan benefit yang mengarah kepada pencapaian tujuan perusahaan
(goal congruence).
Literature Review
Standard cost atau biaya standard adalah biaya yang telah ditetapkan diawal untuk
memproduksi sebuah atau beberapa unit produksi di dalam kurun waktu tertentu. Biaya
ini adalah suatu biaya yang sudah direncanakan dan diharapkan akan terjadi di waktu
tersebut. Meskipun pada kenyataanya sering berbeda dengan biaya aktual yang terjadi.
Dimana perbedaan itu nantinya akan dikenal sebagai variance (Horngren et al 2007).
Standard cost umumnya digunakan pada biaya pengeluaran yang meliputi direct cost,
overhead cost. Seperti biaya tenaga kerja, bahan baku (Ch. 10). Terdapat dua metode
2. yang digunakan dalam management control system antara lain, standard budgeting dan
full-cost system. Predetermined-budget dibentuk berdasarkan kumpulan historical data
sebelumnya yang dikumpulkan menjadi suatu standard dan dijadikan acuan atau batasan
dalam perhitungan biaya. Predetermined-budget juga digunakan untuk membandingkan
dengan anggaran dana pada perusahaan lain atau benchmarking. Sementara full-Cost
system memasukan variable cost dan fixed overhead cost dalam perhitungan standard
cost per unit.
Berdasarkan (Random House, 2008) variance analysis tidak hanya dilihat
berdasarkan perbandingan antara actual budget dan standard budgeted. Akan tetapi
terdapat faktor “numeraire”, yaitu suatu standard di mana nilai atau value tersebut diukur.
Ketika standard costing sales volume variance dihitung maka diperlukan suatu numeraire:
nilai yang akan ditempatkan pada perubahan volume untuk mengukur dampaknya.
Horngren et al (2009), salah satu bentuk “numeraire” atau nilai tolak ukur pada sales
volume dapat dilihat berdasarkan contribution margin atau dollar contribution per unit,
harga jual per unit dikurangi dengan variable cost per unit. Variable cost adalah biaya
yang berubah sesuai dengan barang atau jasa yang dihasilkan. Gabungan antara fixed cost
dan variable cost membentuk dua komponen yang disebut sebagai total cost (Ch.10).
Menurut Hilton et al (2006) memiliki sudut pandang yang lebih luas, selain
menggunakan contribution margin juga menggunakan sales revenue untuk mengukur
sales volume variances. Sales variances dihitung berdasarkan sales revenue yang
kemudian dikombinasikan dengan contribution margin hal tersebut untuk melihat
kemungkinan bahwa sales variance juga dapat dihitung dengan melihat berdasarkan gross
margin (Hilton 2001). Ketiga hal tersebut, contribution margin, sales revenue, gross
margin mengarah kepada break-even-point.
Critical Review
Pada jurnal Jude Agbo (2013) variance analysis tidak disebutkan faktor numeraire
yaitu, contribution margin, sales revenue dan gross margin. Hubungan tiga faktor tersebut
dengan performance evaluation adalah dalam pengunaan dana pada tiap-tiap divisi akan
terdapat biaya “unfavorable” antara selisih actual budget dan standard budget akan tetapi,
hal tersebut dapat ditutupi dengan contribution margin yang tinggi dari divisi lain. Hal
tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seorang manager untuk mengukur
pertumbuhan profit suatu divisi atau business unit dari expenses yang dikeluarkan dan
break-even-point yang dihasilkan (financial performance). Evaluasi kinerja suatu
manager dalam organisasi juga dilihat berdasarkan penggunaan jumlah sumber daya atau
resources (dana, materials, sdm) yang tepat untuk mencapai target tertentu (output).
3. Pada jurnal Jude Agbo (2013) variance analysis hanya dilakukan dengan
pendekatan standard budgeting atau predetermined-budget. Perhitungan anggaran dengan
menggunakan metode predetermined-budget maupun full-cost system memiliki
kekurangan dan kelebihannya tersendiri.
a. Predetermined-budget
Contra Pro
Predetermined-budget cenderung
memakan waktu dalam penetapan
anggarannya. Untuk penetapan anggaran
juga dibutuhkan keputusan dari pihak
yang memiliki wewenang untuk kebijakan
anggaran.
Predetermined-budget dapat digunakan
sebagai tolak ukur kinerja suatu manager.
karena predetermined-budget cenderung
statis dan repetitive.
Predetermined-budget dengan
membandingkan variances analysis tidak
melihat faktor non – financial. Customer
satisfaction, dll…
Pendeketan predetermined-budget dengan
menggunakan cost variance analysis sangat
menghemat waktu untuk analisa financial
performance. Hanya dengan melihat favorable
& unfavorable pada akhir perhitungan.
Variance yang dikalkulasi menggunakan
predetermined-budget sering terlambat
dari waktu yang ditentukan. Kurangnya
fleksibilitas untuk mengikuti
perkembangan lingkungan/ market.
Di bawah predetermined-budget, tiap-tiap
divisi memiliki wewenang yang berbeda
sebagai expense center, profit center,
investment center sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan. Budget tersebut
didelegasikan ke bawah.
Penetapan predetermined-budget dengan
partisipasi penuh dan keterlibatan
menciptakan positif, sikap biaya efektif melalui
semua tingkat manajemen.
Predetermined-budget membuat seluruh
organisasi sadar akan biaya karena
memberikan fokus untuk standar biaya dan
varians analisis.
Predetermined-budget menyederhanakan
prosedur pada bagian profit center.
4. b. Full-Cost System
Pro Contra
Full-cost system mengakui fixed overhead
cost dan variable cost. Metode ini cocok
untuk menetapkan harga pada suatu produk
karena full-cost system memastikan semua
biaya tercover dengan baik.
Metode full-cost system tidak akan
membantu untuk decision-making.
Karena semua biaya harus dihitung (fixed
dan variable cost) maka akan
meningkatkan kecenderungan bahwa
ouput akan menjadi unfavorable. Akan
terjadi tidak efisien dalam penetapan
harga suatu produk.
Full-cost system memiliki akurasi
perhitungan yang lebih baik dalam
penilaian profitabilitas.
Beberapa biaya yang kurang signifikan
dan dapat melebihi kapasitas, dapat
langsung dikeluarkan dari perhitungan
anggaran (temporarily) untuk
meningkatkan favorable biaya yang ada.
Ex; inventory cost.
Dengan diikutsertakannya variable cost,
full-cost system cenderung lebih flexible
untuk memprediksi production cost dan
sales revenue di masa depan. Terlebih
lagi untuk salaes yang bersifat seasonal.
Kurang efisien dalam hal waktu.
Penetapan anggaran dengan
menggunakan Full-cost system terlalu
lama.
Full-cost system memberikan kesadaran
akan sikap efektif biaya pada bagian cost
center.
Kurang bermanfaat bila digunakan
sebagai alat pengendalian anggaran atau
controlling cost. Karena memaksa
manager untuk dapat bertanggung jawab
terhadap biaya yang tidak dapat
dikontrol.
c. Management by Objectives
(Peter Drucker, 1954) MBO merupakan penilaian kinerja yang bersifat result-
based oriented. Hal ini umumnya digunakan untuk manager, tetapi dapat digunakan
untuk karyawan lain juga. Hal ini membutuhkan bahwa baik karyawan dan manager
menyetujui target tertentu dalam bentuk standard kinerja yang terukur. MBO
dimaksudkan untuk memotivasi kinerja yang kuat pada bagian dari manajer dan
karyawan. pendekatan MBO cenderung bersifat participative di mana karyawan dapat
menetapkan target mereka sendiri dan ikut serta pada pengambilan keputusan yang
mempengaruhi tujuan organisasi. Pendekatan dengan menggunakan MBO tidak dapat
dikatakan sebagai pendekatan yang mengarah pada continues improvement dan goal
congruance. Karena dapat terjadinya kecenderungan kinerja individu dibandingkan
5. teamwork dan dapat menambah pekerjaan administrative karyawan (Dakota 2010). Pada
organisasi yang cederung decentralisasi antara divisi satu dengan yang lain, walaupun
financial performance pada suatu divisi dikatakan favorable akan ada divisi lain yang
memiliki status underperformed dan hal tersebut tidak selaras dengan pencapaian tujuan
perusahaan. Sehingga, berdasarkan jurnal Jude Agbo (2013) yang tertulis bahwa
pendekatan performance evaluation hanya dengan menggunakan teori MBO tidak dapat
dikatakan efektif.
d. Balanced Scorecard
Performance evaluation atau penilaian kinerja pada jurnal Jude Agbo (2013) dapat
ditambahkan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard
mengintegrasikan intangible maupun tangible asset yang dimiliki oleh organisasi (Kaplan
& Norton, 1992) dengan tujuan untuk menciptakan continues improvement yang dinilai
berdasarkan financial performance maupun non-financial performance pada suatu
organisasi. (Lewis, 1995) Balanced scorecard membagi pengukuran kinerja organisasi
menjadi 1 financial performance dan 7 non-financial performance :
1. Profitabilitas (diukur berdasarkan income)
2. Market share
3. Productivity
4. Product leadership
5. Public responsibility (legal and ethical behavior, and responsibility to
stakeholders termasuk shareholders, vendors, dealers, distributors, and
communities)
6. Personnel development
7. Karyawan attitudes
8. Balance between short-range and long-range objectives (target jangka
pendek dan jangka panjang)
Nilai dari intangible asset pada suatu organisasi memiliki sifat indirect. (Ch. 11) Aset
seperti knowladge, skill, technology tidak memiliki dampak secara langsung pada
revenue dan profit organisasi. Akan tetapi, peningkatan intangible asset memiliki
hubungan dengan financial outcome dan akan berdampak pada financial performance
organisasi. Salah satu contohnya adalah hubungan service management dengan profit
chain berdasarkan (Heskett et al, 1994; Heskett, Sasser and Schlesinger, 1997) yang
konsisten juga dengan teori pendekatan balanced scorecard :
investments pada training karyawan berdampak kepada peningkatan service
quality
better service quality berdampak kepada higher customer satisfaction
higher customer satisfaction berdampak kepada peningkatan customer loyalty
peningkatan customer loyalty menghasilkan peningkatan revenues and margins.
6. Conclusion
Penilaian variance analysis hanya dengan menggunakan satu teori yaitu
predetermined-budget demi efektivitas kecepatan analisis financial performance pada
suatu divisi tanpa melihat faktor non-financial pada jurnal Jude Agbo (2013) tidak dapat
dikatakan efektif. Selain menggunakan metode predetermined-budget dapat juga
digunakan metode full-cost system walaupun cenderung akan memakan waktu lebih lama
pada pengumpulan data dan dalam analisa financial performance, serta decision making
seorang manager. Akan tetapi, full-cost system cenderung memiliki akurasi yang lebih
baik. Pendeketan financial performance hanya dengan menggunakan teori MBO saja
dianggap kurang, akan jauh lebih baik bila ditambahkan melalui pendekatan Balanced
Scorecard untuk dapat menutupi financial performance maupun non-financial
performance suatu organisasi sehingga, dapat terjadi goal congruence pada semua divisi
demi pencapaian tujuan organisasi.
7. References
Aruomogahe Judo & Sunny Agbo, 2013, “Application of Variance Analysis for
Performance Evaluation: A Cost/Benefit Approach.” Research Journal of Finance and
Accounting. Volume 4, No. 13,
http://www.iiste.org/Journals/index.php/RJFA/article/viewFile/7790/7935, diakses 9 July
2015
Reis Ricardo & Mark W. Watson, May 2007, “Measuring Changes In The Value of
Numeraire.” Journal of Woodrow Wilson School and Department of Economics
http://www.columbia.edu/~rr2572/papers/07-npi.pdf, diakses 12 July 2015
Parkinson John, 2007, “Sales and Production Volume Variances in Standard Costing“.
Research and Business Economic Journal http://www.aabri.com/manuscripts/08057.pdf,
diakses 12 July 2015
Kaplan, Robert S., 2010, “Conceptual Foundations of The Balanced Scorecard”. Harvard
Business School Journal. http://www.hbs.edu/faculty/Publication%20Files/10-074.pdf,
diakses 12 July 2015.
Anthony, R.N & V.Govindarajan (1995). Management Control Systems, 8th
Edition,
R.D.Irwin.
Anthony, R.N& V.Govindarajan (2007). Management Control Systems, 12th
Edition,
R.D.Irwin.