1. B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terdapat Di Dalam Al-Qur’an Surat An-
Nisa Ayat 58 Dan Surat Ali Imron Ayat 159
1. Menunaikan amanah
Kata amanat yang menjadi fokus pembahasan di atas adalah bentuk jamak dari kata amanah.
Kata ini terulang sebanyak 9 kali; pengertian amanah, amanah harus ditunaikan, memikul
amanah, mengkhianati amanah, amanah jin, amanah dalam memerintah, amanah dalam
pekerjaan,amanah dalam menjalankan nasihat kepada orang lain, a manah malaikat, dalam
konteks kepemimpinan yaitu amanah dalam kekuasaan.19( Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam
Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik , (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran,
2009 ),hlm.206)
Secara bahasa, amanat adalah bentuk masdar dari kata – أم نا – أمان ة أمن – ی أمن atau dengan
mengikuti wazan/struktur اف عل menjadi amanah yang berarti jujur atau dapat dipercaya.
Maksudnya segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak
dirinya, hak orang lain, maupun hak Allah SWT. Amanat juga bisa diartikan sebagai sesuatu
yang diberikan kepada seseorang yang dinilai memiliki kemampuan untuk mengembannya.
Namun, dengan kemampuannya itu ia juga bisa menyalahgunakan amanat tersebut. Arti
sesungguhnya dari penyerahan amanat kepada manusia adalah Allah ta’ala percaya bahwa
manusia mampu mengemban amanat tersebut sesuai dengan kehendak Allah.
Amanat terbagi atas tiga macam, yaitu :
a. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya :
melaksanakan perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh anggota
badan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
b. Amanat yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Contohnya : seseorang tidak melakukan
perbuatan kecuali apa yang bermanfaat baginya, baik dalam urusan agama, duinia maupun
akhirat.
c. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak menyebarkan kejelekan dan
aib diantara sesama, berjihad, saling nasihat-menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam
muamalah.
2. Menetapkan hukum dengan adil
“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil.” Kata dasar adil berasal dari ع ین, دال , dan لا م, عدل berarti persamaan, lurus, tidak
berat sebelah, kepatutan, kandungan yang sama.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, adil diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak,
berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran dan sepatutnya tidak sewenang-wenang.
29(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka,1990),hlm.6)
2. Jadi keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau
memberikan seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
Seorang pemimpin harus bersikap tegas dan adil dalam melaksanakan tuganya, menjunjung
supremasi hukum, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, membela kebenaran dan
menegakkan keadilan terhadap rakyatnya tanpa pandang bulu walaupun terhadap keluarganya
sendiri.31 Jadi ada dua syarat kepemimpinan pendidikan. Yang pertama adalah komitmen kepada
cita-cita pendidikan, khususnya kesejahteraan dan kesentosaan anggota yang merupakan
amanah, dan yang kedua adalah pengetahuan yang dalam dan luas yang memungkinkan lembaga
pendidikan menghasilkan aturan-aturan yang adil.32(Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika
Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.212)
3. Pemaaf
Pemaaf adalah sifat suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa
benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahasa arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan
ال ع فو yang secara etimologi berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 219 :
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan."
Dari pengertian mengeluarkan yang berlebih itu, kata ال ع فو kemudian berkembang maknanya
menjadi menghapus. Dalam konteks bahasa ini memaafkan berarti menghapus luka atau bekas-bekas
luka yang ada di dalam hati.33(M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996), hlm.247)
Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus
menunggu permohonan maaf dari yang bersalah. Sekalipun orang yang bersalah telah menyadari
kesalahannya dan berniat untuk meminta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami hambatan
psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Apalagi bagi orang-orang yang meras status
sosialnya lebih tinggi dari pada orang yang akan dimintainya maaf itu. Misalnya seorang
pemimpin kepada rakyatnya, seorang bapak kepada anaknya, seorang manajer kepada
karyawannya, atau yang lebih tua kepada yang lebih muda. Barangkali itulah salah satu
hikmahnya, kenapa Allah memerintahkan kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf.34
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.140-142.
1. Lemah lembut dalam bertutur kata
Kandungan dari ayat di atas salah satunya adalah sifat lemah lembut di dalam bertutur kata dan
tidak menyakiti orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan
ketentraman kepada masyarakat. Sifat ini merupakan faktor subjektif yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam
musyawarah. Redaksi di atas, yang disusul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya
seakan-akan ayat ini berkata : sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad adalah perangai
yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf, dan
bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah kepadamu
yang telah mendidikmu, sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi kepribadianmu
disingkirkan-Nya.
Firman-Nya : sekiranya engkau bersikap keras lagi kasar…,
3. mengandung makna bahwa engkau Muhammad bukanlah seorang yang berhati keras. Ini
dipahami dari kata law yang diterjemahkan sekiranya. Kata ini digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat tersebut tidak dapat wujud. Seperti jika seorang yang
ayahnya telah meninggal kemudian berkata “sekiranya ayah saya hidup, maka saya akan
menamatkan kuliah.” Karena ayahnya telah wafat, maka kehidupan yang diandaikan pada
hakikatnya tidak ada, dan dengan demikian tamat yang diharapkannya pun tidak mungkin
terwujud. Jika demikian, ketika ayat ini menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka itu sikap keras lagi
berhati kasar, tidak ada wujudnya dan karena tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi.
4. Musyawarah
“Bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.”
Istilah musyawarah berasal dari kata musyawarat. Ia adalah bentuk masdar kata kerja -ی شاور
شاور yakni dengan akar kata ش ین, واو dan رأ dalam pola ف اعل . Struktur kata tersebut
bermakna pokok “menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu”. 35
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna
menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara
maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan
kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang musyawarah ini. Islam
menamakan salah satu surat al-qur’an dengan asy-syura, di dalamnya
dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa
kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan
mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal
yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa ayat
tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan
menjauhi perbuatan keji. Allah swt berfirman :
.
4. “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi
maaf.
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami berikan kepada mereka.”
Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi
masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan sholat.36 Sudah seharusnya
seorang pemimpin selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil sikap
dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua
permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena
35 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik , hlm.220
36 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm. 229-230
57
dengan cara ini disamping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga akan
menghasilkan keputusan yang bijaksana.37
37 Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, hlm.391
4. Tawakkal
Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada
selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya.
Seorang muslim hanya boleh bertawakkal kepada Allah semata-mata.
Allah swt berfirman :
36 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.233
76
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah
Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai
dari apa yang kamu kerjakan.”37
Seorang pemimpin juga harus mempunyai konsep tawakal di
samping sifat-sifat yang telah disebutkan di atas. Hal ini dikarenakan
apabila seorang pemimpin mempunyai konsep tawakal dan kemudian
mengalami suatu kegagalan, setelah semuanya direncanakan dengan
baik, maka dia tidak akan berputus asa. Dia menerimanya sebagai
musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar.
Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada Allah swt,
tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua
usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan
demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal
bersabar, bila berhasil bersyukur.