Teks tersebut membahas tentang peran penting pemuda dalam kebangkitan bangsa namun kondisi pemuda Indonesia saat ini jauh dari potensi mereka. Teks tersebut menganalisis bahwa akar masalahnya adalah pandangan hidup sekuler yang diadopsi Indonesia yang telah merusak pemahaman dan perilaku pemuda. Oleh karena itu, diperlukan sistem Islam secara menyeluruh untuk menyelesaikan masalah secara fundamental dan membangkitkan umat.
1. Sang Pionir Kebangkitan
Semangat merekaterbakar meletup-letupmenyandang kekuatan yang menjadi tumpuan
harapan bangsa. Mereka adalah tonggak perubahan. Mereka adalah agent of change, guardian
value, iron stock dan social control bagi masyarakat. Berstatus pengawal pergerakan, mereka
terkenal dengan perannya sebagai magnet kebangkitan dan bahan bakar revolusi. Itulah
alamiahnya mereka, mereka yang dianugerahi gelarsebagai ‘pemuda’.
Pemuda menempati peran vital dan menanggung beban tanggung jawab yang begitu sarat bagi
keberlangsungan generasi suatu bangsa. Seperti halnya dengan apa yang diucapkan Imam
Syafi’i, “Para pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.” Maka nasib suatu
bangsa, baik-buruknya, terpatridalam langkah kaki mereka. Karena pemuda, benar-benar
memiliki potensi luar biasa. Dalam segi intelektualitas, semangat bahkan kemampan fisik
mereka sedang berkembang meroket. Potensi dahsyat itu mampu menghantarkan pada dua
akibat, yaitu pergerakan menuju kebangkitan, atau pergerakan menuju pintu keruntuhan.
Kemampuan suatu bangsa untuk mengeksplorasi potensi-potensi itulah yang menjadi tolok
ukur bangkit tidaknya bangsa tersebut kemudian. Goresan pena sejarah pun berandil
membuktikannya.
Namun,berkaca pada kondisi pemuda Indonesia kini, sungguh melangit untuk layak dikatakan
mereka adalah jantung pergerakan dan perubahan. Padahal saatini kondisi bernuansa bahaya
yang mengancam jiwa, kehormatan bahkan hartanya setiap hari. Pengindraan pemuda
seharusnya lebih peka atas bau‘harum’ krisis ini. Tapi, jangankan untuk bergerak semakin masif
merubah kondisi, pemuda kini lebih nyaman disibukkan dengan urusan pribadi, tidak
mengindahkan permasalahan umat meski mereka mengindranya. Mata mereka tertutup,
telinga mereka tuli atas kondisi yang lagi-lagi, bukan hanya masalah khayali.
Terlepas dari potensi alamiahnya pemuda, kita tidak bisa menyalahkan jika sekarang ketika
disodorkan kata yang sama, muncul juga ungkapan ‘anarkis, tawuran, free sex dan narkotika’.
Karena bisa jadi, ciri khas pemuda memang sudah tergeser ke arah yang negatif. Coba sidik data
hasil baseline survei oleh 25 Messenger Jawa Barat pada Agustus 2012 yang menyebutkan,
sedikitnya 56 persen remaja Kota Bandung pada rentang usia 15 hingga 24 tahun sudah pernah
berhubungan seks di luar nikah. Diikuti aborsi oleh remaja mencapai 800ribu kasus pertahun.
Dalam survei BNN pada tahun 2011, prevalensi penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi
2,8 persen atau sekitar 5 juta orang. Tak tertinggal tawuran, Komnas PA mencatat selama tahun
2012 telah terjadi 147 kasus tawuran yang memakan korban jiwa sebanyak 82 anak. Itulah
potret pemuda kini. Tak hanya rusak moral, akal pun menjaditumpul. Tak hanya goyah mental,
juga tidak bisa disebut kaum intelektual. Seperti ini kah Indonesia mengurusi para pemudanya?
Bagaimana kelak kebangkitan yang diidam-idamkan mampu teraih.Sangat miris saat mengingat
bahwa Indonesia adalah negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun perilaku
pemudanya tidak mencerminkan kepribadian Islam.
Mari kita ambil sedikit saja contoh pemuda, yang dengan ke-Islaman mereka, nama mereka
masih harum hingga kini. Sebut Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Kindi, Jabir Ibnu Hayyan, ar-Razi,
2. dll. Mereka menggenggam Islam dalam diri mereka dan merealisasikannya dalam
kehidupan.Lewat pengetahuannya, mereka mampu berjalan beriringan untuk merubah kondisi
yang rusak dan bahu-membahu menyelesaikan permasalahan umat. Mereka tidak memisahkan
perkara keduniaan dengan Islam, justru setiap aktivitasnya disandarkan pada Islam. Karena
Islam memang memiliki aturan yang menyeluruh dan risalahya pun bersifat praktis. Dengan
Islam yang sama, dengan kitab yang sama, dengan Rasul yang sama bahkan dengan Tuhan yang
sama, mengapa pemuda kini jauh berbeda dengan mereka?
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyebutkan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
pemahamannya. Itulah yang akhirnya membentuk kepribadian. Ketika perilaku pemuda saat ini
jauh menyimpang dari potensi alamiahnya pemuda, jauh meninggalkan Islam, pasti dalam
dirinya ada pemahaman-pemahaman yang keliru. Sedangkan kita tahu, pemahaman itu
terbentuk dari pemikiran yang menyeluruh. Keluarga, lingkungan masyarakat dan sekolah,
mereka lah yang berperan aktif menyampaikan pemikiran dan pemahaman. Sekarang ketika
ketiga instansi tersebut jauh dari Islam, wajar jika pemahaman para pemuda tak tersentuh
dengan Islam dan membuahkan perilaku yang tidak sesuai dengan kepribadian Islam.
Ekonomi kapitalis, pendidikan materialis, politik oportunistik, masyarakat individual, hukum
diskriminatif dan budaya hedonis yang terbingkai rapi menyokong situasi Indonesia kini, nyata
berhasil membungkam pergerakannya. Kalaulah ada prestasi yang dicapai oleh anak-anak emas
negeri yang dikaruniai SDA melimpah ini, itu hanya bernilai seperti debu yang berterbangan.
Karena seluruh prestasi membanggakan itu, tak lebih dahsyat dan malah tertutupi oleh sederet
daftar panjang krisis multidimensi yang meluluh lantakkan Indonesia.
Pengindraan permasalahan ini akan selalu ada padamereka yang sadar dan tergerak untuk
merubah kondisi menuju arah positif. Kemudian mereka pun bergerak, mencoba mengobati
penyakit yang menjangkiti hampir seluruh tubuh negeri ini.
Sayangnya, arah perubahan dari berbagai pergerakan yang diusung ternyata malah berkutat
pada masalah-masalah yang merupakan gejala atau dampak dari satu akar permasalahnya.
Dengan demikian, untuk melakukan perubahan dan pergerakan yang membangkitkan, kita
harus jeli menganalisis apa akar masalahnya. Seperti mereka yang mengira bahwa akar dari
setiap permasalahan Indonesia ada pada moral pemimpinnya. Maka mereka akan fokus
melakukan perubahan moral. Atau menganggap lemahnya ekonomi Indonesia sebagai akar
masalahnya, maka akan berusaha memperbaiki keadaan ekonomi saja. Atau seperti para
mahasiswa yang malah menjadi ‘pemadam kebakaran’, mereka berinovasi menemukan
berbagai teknologi untuk menyelesaikan mulai dari masalah sampah sampai masalah lumpur
lapindo, yang notabene itu adalah tugas Negara dan tak menyentuh seujung kuku pun akar
permasalahannya. Mereka hanya mengobati dampak dari akar masalahnya. Padahal sampai
kapan pun, penyakit tidak akan sembuh jika hanya diobati gejala atau dampaknya saja dan
bukan sumbernya.
Sesungguhnya, akar masalah atas krisis multidimensi ini adalah pada pandangan hidup sekuler
yang diemban Indonesia. Pandangan hidup ini yang melahirkan aturan persisteman rusak nan
merusak. Politik demokrasi, ekonomi pasar bebas, gaya hidup liberal, pendidikan materialis,
3. semua berawal dari sekulerisme, asas yang memisahkan agama dan kehidupan. Sekulerisme
inilah penentu pemahaman pembentuk kepribadian. Ia lah yang melarutkan kepribadian Islam.
Wajar perilaku rusak nan merusak pun tersemat pada pemuda yang tercelup dalam
kubangannya.
Tentu dalam setiap permasalahan kita selalu ingin menemukan solusi tuntas, bukannya solusi
pragmatis yang bahkan tidak menyentuh masalah dasar dan menimbulkan rentetan masalah
lain. Tentu saja yang kita harapkan adalah kebangkitan hakiki, kebangkitan penuh-menyeluruh
dalam setiap aspek kehidupan. Bukan kebangkitan semu yang menjemukan.Karena akar
masalahnya ada dalam ranah sistem, maka solusinya pun harus sistemik pula.
Sebagai seorang muslim, tentu kita yakin bahwa Islam adalah benar rahmatan lil ‘alamin, dan
mampu menyelesaikan setiap masalah kehidupan. Tentunya dengan berkaca pada al-Qur’an
dan Sunnah Rasul. Islam memfasilitasi para pemuda, mengurus mereka, dan mengarahkan
potensi mereka, menyiapkan mereka untuk melanjutkan estafet penjagaan umat, penyelesaian
masalah umat, semua selaras menuju kebangkitan.
OlehKarenaitu, untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas, tak ada solusi lain selain dengan
menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Kerusakan akidah
dan akhlak yang melanda umat manusia di dunia ini tidak akan selesai hanya dengan diratapi
dan ditonton. Ayo pemuda, jangan puaskan diri sebatas pemadam kebakaran, jangan sia-siakan
potensimu hanya untuk itu. Mari sama-sama berjuang memanasi masyarakat, menjadi pionir
kebangkitan. Menjadi mereka yang berjuang untuk mencampakkan sistem yang terbukti gagal
membangkitkan umat apalagi menyelesaikan permasalahannya. Menjadi barisan terdepan
untuk menegakkan risalah Allah kembali di bumi.
WalLahu a’lam bi ash-shawab.