Dokumen ini membahas tentang peran agama dalam membentuk karakter remaja. Agama dapat menginspirasi remaja melalui bahasa mulianya dan menjadi teladan bagi remaja. Sayangnya, remaja kurang mendapatkan teladan yang baik dari pemimpin yang terlibat korupsi. Oleh karena itu perlu ditanamkan nilai-nilai kemanusiaan universal kepada remaja agar menjadi agen perubahan yang baik.
1. REMAJA, AGAMA DAN NILAI
Oleh : Agus Gunawan, S.Pd.
POTENSI REMAJA DAN PERAN AGAMA
Jumlah remaja yang terdapat di Jawa Barat sekitar 30 % dari jumlah
seluruh warga. Dari sekitar sepertiga jumlah masyarakat Jawa Barat, remaja erat
kaitannya dengan agresivitas. Masalah agresifitas ini menimbulkan
permasalahan sosial di masyarakat. Diantara masalah yang ditimbulkan adalah
kawin muda, nafza (narkotika dan zat adiktif), tawuran, berandalan bermotor
dan resiko terkena HIV. Permasalahan sosial ini dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Hal ini tentu mengkhawatirkan seluruh pihak karena remaja
merupakan potensi bagi masa depan bangsa. Oleh karena itu, maka sudah
seharusnya pemerintah menuntaskan permasalahan remaja. Salah satunya
dengan tersedianya tempat-tempat penyaluran kegiatan para remaja sehingga
dapat mengalihkan kelebihan energi yang dimiliki kepada hal-hal yang lebih
bermanfaat.
Berkaitan dengan wahana penyaluran kegiatan remaja, peran agama
tidak dapat ditinggalkan. Karena agama berperan penting dalam pembentukan
karakter. Maka tidak boleh terjadi remaja kita memiliki agama hanya sebatas
simbolisasi.
Agama yang menjadi anutan bagi umat manusia, ternyata tidak terkikis
dengan adanya kemajuan. Bahkan kemajuan terkait dengan tingginya
pertumbuhan manusia tidak mengurangi minat mereka untuk beragama.
Dengan urutan pertama dengan jumlah pemeluk terbanyak diduduki oleh agama
Kristen dengan penganut sebanyak 2,1 miliar jiwa. Urutan kedua adalah agama
Islam dengan 1,5 miliar jiwa, agama Hindu sebanyak 900 juta jiwa, agama Budha
sebanyak 376 juta jiwa dan selebihnya menganut kepercayaan dan agama yang
lain. Adapula penduduk yang tidak memiliki agama atau atheis ada sebanyak 500
juta jiwa.
2. Adapun remaja adalah bagian dari masyarakat yang menjadi pemeluk
salah satu dari agama tersebut. Tetapi dari sekian agama atau kepercayaan,
mampukah agama berperan merubah karakter remaja di atas muka bumi ini.
REMAJA DAN BAHASA MULIA AGAMA
Oleh karena itu, Agama dengan bahasa mulia yang terkandung di
dalamnya perlu menginspirasi para remaja agar memiliki arah sehingga tidak
bermasalah. Dan mampu menjadi barometer agar tiap remaja memiliki karakter.
Bahasa agama mengandung eufemisme atau bahasa penghalusan.
Sehingga dengan ini diharapkan mampu mempengaruhi kekerasan hati dan
keinginan yang kuat para remaja saat mengekspos segala hasrat dan penat yang
dirasakan. Selain itu, diharapkan pula memiliki dampak terhadap perkembangan
perilaku remaja menjadi semakin halus, bukan sarkasme atau kekasaran yang
muncul sehingga remaja terkurung dalam karakter disfemisme.
Ungkapan yang baik dari bahasa Agama yang mulia akan mencegah
kebahasaan para remaja untuk berbahasa dengan gaya peyoratif atau buruk.
Karena agama akan mendegradasi ungkapan mereka yang bernada buruk
menjadi bahasa yang sesuai dengan kesopanan dan kemuliaan.
REMAJA DAN KRISIS KETELADANAN
Selain berkaitan dengan ungkapan atau ucapan yang baik, para remaja
membutuhkan pedoman dan panduan. Bahasa mulia yang berasal dari agama
salah satu pedoman yang utama. Selain dari bahasa agama, pedoman dapat
muncul dari balik sebuah keteladanan.
Dan saat ini, remaja masih gamang dan bingung, disebabkan mereka
“krisis” dan “kekeringan” sosok teladan. Sosok teladan ideal yang mampu
memenuhi pikiran dan harapan remaja masih belum muncul ke permukaan.
Situasi saat ini, apabila remaja melihat kepada para tetinggi. Disana ada
para pejabat publik sebagai para pemimpin yang seharusnya bisa dijadikan
teladan. Hanya bagi remaja dengan segala perhatian dan perasaannya, “jurang
pemisah” antara pemimpin dan masyarakat ternyata lebar dan terjal. Perbedaan
3. ekonomi, kesejahteraan dan kemapanan pemimpin dibandingkan masyarakat
begitu jelas sehingga remaja semakin bersikap apriori terhadap para pemimpin.
Para pejabat publik dengan segala pedoman dalam menjalankan
tanggungjawabnya seharusnya menjadi teladan yang ideal. Akan tetapi tidak
bagi para remaja karena mereka menghendaki bukti nyata dibandingkan
retorika belaka. Semakin jauh remaja dari keteladanan para pemimpin setelah
banyaknya kasus korupsi. Dan kasus korupsi yang marak terjadi ternyata tidak
sedikit yang berasal dari kebijaksanaan yang mereka para ‘petinggi’ buat.
Ternyata para pejabat tersebut membuat sebuah kebijaksanaan yang tidak
memiliki kebajikan bahkan menyalahi kebaikan.
NILAI KEMANUSIAAN BAGI REMAJA
Beberapa hal di atas mengakibatkan kegalauan. Hal Ini mengakibatkan
kebingungan remaja dalam menentukan pilihan. Bagaimana seharusnya para
remaja bersikap, berkomunikasi dan beraktivitas sehingga membentuk kondisi
psikis yang labil. Dengan psikilogis yang baik, tidak ada remaja yang tidak
memiliki prinsip dan mudah tertiup angin. Tidak ada remaja yang apabila terjadi
sedikit perubahan lalu mengapresiasinya dengan sikap berlebihan. Demikian,
sehingga tidak ada lagi budaya yang terbentuk dengan melihat remaja sebagai
generasi yang banyak dikhawatirkan arah masa depannya.
Nilai-nilai kemanusiaan (human values) yang berakar dari nilai universal
dan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi merupakan objek wajib
untuk tertanam dalam hati sanubari para remaja. Terutama bagi remaja Jawa
Barat yang hampir menguasai jumlah terbesar penghuni di dalamnya. Maka nilai
universal yang terdiri dari kebenaran (truth), kasih sayang (love), perdamaian
(peace), perilaku yang benar (right conduct) dan anti kekerasan (non-violence)
harus tertanam dalam setiap kurikulum kehidupan di sekolah maupun di
masyarakat.
Oleh karena itu, hendaknya kita upayakan kemajuan bangsa ini dengan
memajukan remaja sebagai pengisi peradaban bangsa, “agen of change” dimana
remaja harus menjadi cikal bakal perubahan. Merubah dirinya, lingkungannya,
bangsanya bahkan menjadi contoh untuk generasi selanjutnya.