Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Stop Cerca Cinta, Cinta atau Nafsukah Ia
1. Stop Cerca Cinta, Cinta atau Nafsukah Ia?
Oleh Teuku Asrul
Jaman ini tidak gaul, jika berstatus Jomblo. Sebagian besar remaja merasa
malu jika tidak punya pacar. Berbagai jalan ditempuh, agar bisa mendapatkan sang
kekasih. Namun, juga tidak sedikit pemuda-pemudi yang tidak ingin lagi punya
pacar. Katanya kecewa karena pasangan selingkuh, tidak bisa diaturlah, cemburuan
bangetlah, tidak perhatianlah, dan banyak sebab lain yang akhirnya cinta yang
menjadi korban hinaan mereka.
Terlebih lagi, wanita beranggapan semua lelaki itu sama dengan lelaki yang
mengecewakannya dan begitu juga dengan lelaki yang menganggap semua wanita itu
sama dengan wanita yang pernah menyakitinya. Toh, akhirnya lahirlah kata ''persetan
dengan cinta, cinta itu bajiangan, cinta itu jahat, cinta itu anjing'' dan masih banyak
lagi kata-kata kotor yang muncul untuk mencerca cinta.
Dari fenomena di atas, Penulis merasa tertarik untuk meluruskan atau
mengupas sedikit permasalahan yang terjadi di dunia remaja. Sebahagian remaja
sudah sangat bosan, jika mendengar kata cinta, dan juga tidak sedikit remaja yang
sedang asyik bercinta, namun, mereka menyalah artikannya. Banyak patokan cinta
yang diposisikan ke hal yang negatif. Misalkan saja, cinta itu diukur dengan ciuman,
pelukan, dan banyak lagi hal-hal yang akhirnya akan membawa kesesatan.
Jaman ini, mungkin pelaku cinta masih sangat awam untuk mengenal yang
namanya cinta. Bagaimana tidak, kecil-kecil sudah pandai mengerdipkan mata. Cara
menggoda dan tutur kata senantiasa menjurus ke hal yang memancing hasrat.
2. Akhirnya terjalinlah sebuah hubungan yang katanya didasarkan oleh rasa cinta.
Hasilnya, keduanya akan mendapatkan kesengsaraan batin diujung hubungan yang
diakhiri dengan permusuhan dan cinta yang dulunya terikral hilanglah sudah.
Sering pula kita baca kasus-kasus khalwat yang ter-ekspos ke media masa.
Bukan satu atau dua kasus, namun sudah tidak terhitung jumlahnya. Belum lagi yang
istilah anak muda sekarang kita dengar dengan ungkapan poh banded atau jadup atau
sese bineh yang biasanya terjadi di pinggir-pinggir pantai yang gubuknya sudah
disediakan. Anehnya, hal itu sudah seperti tidak haram lagi, kalau sudah didasarkan
pada yang mereka anggap adalah cinta. Di sisi lain, begitu banyak pula lelaki yang
hadu jotos untuk memperebutkan cintanya. Bahkan nyawa melayang hanya karena
untuk mempertahankan yang mereka anggap itu cinta.
Hal ini penting direspon, untuk menjaga putra-putri tercinta dari hal yang
mungkin kita semua sepakat untuk tidak terjadi, mungkin semua pihak harus ikut
serta. Terutama orang tua, lembaga pendidikan, dan seterusnya masyarakat. Baik itu
secara moral, maupun tindakan yang mungkin harus dilakukan pada suasana tertentu.
Akan tetapi, peran tersebut sekarang sudah mulai kabur. Banyak orang tua yang telah
mengijinkan anaknya pacaran, bahkan kadang-kadang ada orang tua yang bangga,
kala anaknya pacaran. Ini juga salah satu budaya Aceh yang telah terkontaminasi.
Percaya atau tidak, silahkan kunjungi desa-desa terpencil di Aceh. Kemudian
amatilah, orang tua mereka mengijinkan anaknya pacaran atau tidak. Penulis sendiri
berada pada desa terpencil di Aceh, namun benar orang tua di desa Penulis masih
melarang anaknya pacaran. Jangankan untuk berjumpa dengan lelaki, keluar rumah
pun dilarang, kecuali pada waktu sekolah.
3. Islam sangat dekat dengan cinta. Dijelaskan cinta itu damai, tidak ada
perperangan, tidak ada kekacauan, tentram, aman, dan sejahtera. Bayangkan, jika
cinta tidak ada, mungkin dunia ini sudah menjadi dunia misteri. Bunuh-membunuh,
pertumpahan darah di mana-mana, manusia tidak akan peduli dengan manusia
lainnya. Coba baca sejarah jaman jahiliyah, mungkin hidup dijaman itu sangat
suram.
Oleh karena itu, upayakan cinta yang pertama kepada Allah, kemudian
kepada Nabi, orang tua, dan kepada guru. Insyaallah, jika engkau mencintai yang
lainnya, maka tidak akan melanggar aturan-aturan yang telah ditetapan sang Khalik.
Pemahan yang semacam inilah yang harus tertanam kepada remaja putra-putri Aceh,
agar jauh dari kesesatan dunia.
Kemudian cerna arti cinta itu. Cinta tidak merusak, tetapi cinta itu menjaga.
Cinta butuh pengorbanan, namun tidak mengharap balasan. Cinta itu indah, tidak
membawa kesengsaraan. Cinta itu suci, tidak terkotori dengan pelanggaran-pelanggaran.
Cinta itu kasih sayang, bukan pengumbar nafsu. Cinta itu untuk
memiliki, namun bukan mencampuri. Cinta itu sangat damai.
Tidak dapat dipungkiri, apa divinisi cinta yang sesunguhnya. Sudah pasti lain
orang lain pula mengartikannya, seperti fenomena yang terjadi dikalangan remaja
saat ini, cinta sudah hampir rada-rada sama dengan nafsu. Benarkah cinta itu identik
dengan nafsu? Mungkin benar, jika ia dalam konteks cinta lawan jenis, dan salah,
jika itu dalam konteks umum. Akan tetapi, cinta dikalangan remaja hampir sangat-sangat
dekat dengan zina. Bernarkah itu cinta?
4. Tidak tanggung-tanggung juga Allah menegaskan untuk tidak mendekati
akan zina. Jangankan melakukan, mendekati saja dilarang. Begitulah larangan-Nya,
sebab Allah maha mengetahui akan hamba-Nya yang sangat susah untuk menjaga
nafsu. Tidak ada penjelasan tentang haramnya kata “pacaran” namun, jika ia
mengumbar hasrat, hukum Allah tetap berlaku dan Allah tidak akan sedikit pun lalai
dalam urusan-Nya.
Pemahahaman tentang cinta dikalangan remaja sangat penting untuk putra-putri
tercinta pada masa pubernya. Mungkin masa ini dirasakan oleh setiap manusia
normal, tak terkecuali manusia yang tak normal pun mungkin merasakan hal itu.
Bagaimana tidak, itu kebutuhan biologis. Di sisi lain, kita juga manusia yang
beragama, punya Sang Pencipta, dan sudah pasti memiliki peraturan-peraturan yang
itu juga untuk kebaikan hamba-Nya.
Akhir dari ulasan di atas, penulis memberi kesimpulan, bahwa cinta itu
damai. Ia adalah segala-galanya bagi umat manusia. Pembawa ketentraman hidup.
Jadi, jangan salahkan cinta atas resiko dari kesalahan yang telah terjadi atas ulah
sendiri. Mungkin juga yang dirasakan bukan cinta, tetapi itu nafsu yang menyamar
sebagai wujud dari cinta. Benar tidaknya, jawabannya ada di hati nurani pembaca.
Waspadai cinta yang merusak, sebab cinta tidak merusak, tetapi ia bagaikan pagar
yang menjaga tanaman dari hewan yang ingin merusak.
Penulis Adalah Pengamat Pergaulan Remaja Aceh