Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
BantuanHukumMasyarakat
1. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum dan masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab dimana ada
masyarakat pastilah ada hukum juga. Dalam hal ini negara Indonesia dalam Pasal 3 UUD 1945
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai konsekuensinya bahwa
setiap hal maupun tindakan yang mengatas namakan pemerintah haruslah memiliki dasar
hukum, begitu juga terkait hal-hal untuk penyelenggaraan pemerintahan haruslah memiliki
dasar hukum atau payung hukum sebagai landasan yuridisnya.
Indonesia sebagai negara yang memiliki lebih dari enam belas ribu pulau, tentu saja
membutuhkan hukum yang sesuai untuk menyelenggarakan pemerintahan untuk daerah seluas
itu. Masyarakat Indonesia juga terdiri dari banyak suku dan Bahasa yang mana mereka
memiliki hukum adat yang berbeda-beda tiap daerah yang mengharuskan hukum di negara ini
juga harus mampu mengakomodir setiap perbedaan-perbedaan tersebut demi keutuhan negara
ini. Kebutuhan masyarakat akan hukum sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala, dan hal
itu tidak berubah sampai pada masa sekarang ini, malahan kebutuhan masyarakat akan hukum
semakin beragam karena perkembangan kehidupan masyarakat menimbulkan perubahan dan
perkembangan masalah yang muncul yang harus disesuaikan dengan hukum sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Perubahan masyarakat yang semakin hari semakin kompleks dan cepat, kita sebagai
negara hukum yang menganut aliran hukum positif, yang mana setiap aturan ataupun hukum
haruslah tertulis tentu saja harus mampu mengimbangi perkembangan masyarakat tersebut.
Hukum yang dibuat sekarang harus mampu memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan
walaupun tidak seakurat mungkin.
Hal yang sering kita temui disekitar kita, ataupun yang sering kita lihat di media massa
adalah kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum baik itu secara professional (legal service)
atapun bantuan hukum Cuma-Cuma (legal aid). Kenyataan yang kita hadapi adalah masih
banyak masyarakat yang tidak mendapatkan perhatian dan tidak mendapatkan bantuan hukum
dari pemerintah terkait kasus hukum yang dihadapi, padahal adalah tanggung jawab dari
pemerintah untuk memberikan bantuan hukum kepada warga negaranya. Pada Pasal 27 ayat
(1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
2. hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.” Konsekuensi logisnya adalah tidak ada perbedaan bagi siapa aja selama ini
adalah sebagai warga negara Indonesia dia berhak mendapatkan bantuan hukum dan
kedudukannya sama di depan hukum, terlepas dari dimana ia tinggal hal itu pun tidak
mempengaruhi. Karena bantuan hukum biasanya hanya diberikan kepada masyarakat yang
dekat dengan kota atau tidak menjangkau hingga ke pelosok-pelosok negeri ini, padahal
mereka tetaplah warga negara Indonesia namun tidak mendapatkan haknya sebagai warga
negara.
Negara dalam menjalankan amanat konstitusi belumlah sepenuh hati, sebab masih
banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan hukum. Masih banyak warga negara kita
yang terabaikan hak-haknya dan seolah pemerintah merasa sudah menunaikan tugasnya
dengan baik. Namun bukan lah pemerintah tidak berbuat juga dalam menjalankan amanat
konstitusi, pemerintah bersama DPR membentuk UU NO 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum sebagai payung hukum dalam memberikan bantuan hukum.
2. Rumusan Masalah
Adapun dalam makalah ini kami ingin membahas beberapa masalah terkait bantuan hukum,
yaitu :
1. Apakah bantuan hukum merupakah hal yang urgen bagi masyarakat saat ini?
2. Bagaimana peranan advokat dalam memberikan bantuan hukum?
3. Bagimana pandangan advokat terhadap bantuan hukum Cuma-Cuma (prodeo)?
3. Tujuan observasi
1. Untuk memahami bagaimana urgensi bantuan hukum bagi masyarakat pada saat
sekarang ini
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana peranan advokat dalam memberikan
bantuan hukum kepada klien nya
3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pandangan advokat terhadap bantuan
hukum Cuma-Cuma (prodeo) dalam menjalankan profesinya
3. BAB II
PEMBAHASAN
1. Urgensi Bantuan Hukum dalam masyarakat
Amanat Konstitusi mengenai hak warga negara terhadap Bantuan Hukum dapat kita lihat
dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.” Pada pasal 28 D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Pada pasal 28 G ayat (1) “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.” Serta pada Pasal 28H ayat (2) “Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan.
Bantuan hukum sendiri menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada penerima bantuan hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau sekelompok
orang miskin yang mana adalam hal ini bantuan hukum dibedakan menjadi dua:
1. Legal aid
2. Legal service
Adapun yang dapat memberikan bantuan hukum sesuai dengan UU No 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan
yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam hal ini
bantuan hukum diberikan tidak hanya kepada masyarakat yang tidak mampu saja, namun juga
kepada masyarakat yang mampu membayar jasa bantuan hukum tersebut.
Urgensi bantuan hukum pada masa sekarang ini dapat kita pahami dengan melihat
bagaimana keadaan masyarakat disekitar kita yang menghadapi permasalahan hukum. Dalam
kehidupan kita sehari-hari tidak dapat kita pungkiri bahwa kita selalu bersentuhan dengan yang
namanya aturan ataupun hukum, artinya hukum adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
4. kehidupan kita. Faktanya adalah tidak semua warga negara memahami hukum dengan baik,
bahkan tidak semua warga negara mengetahui hak dan kewajibannya di bidang hukum. Jadi,
bila seorang atau sekelompok warga mengahadapi permasalahan hukum belum tentu mereka
dapat menyelesaikannya sendiri tanpa mendapatkan bantuan hukum dari negara.
Warga negara dalam kehidupannya adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam sebuah
negara, namun hak-hak mereka di hadapan hukum belum tentu sudah dipenuhi dengan baik.
Dalam kemajemukan masyarakat Indonesia, tentu saja menghadapi masalah yang majemuk
juga dan dibutuhkan orang-orang yang mampu memahami hukum dengan baik dan benar,
peranan pemerintah adalah mencerdaskan warga negaranya agar dapat memahami dan
menjalankan hukum dengan baik. Ketidaktahuan masyarakat akan hukum menjadi salah satu
sebab tidak maksimalnya hukum dijalankan, walaupun kita mengenal asas fictie hukum atau
semua orang dianggap mengetahui hukum tidaklah dengan demikian semua warga negara
memahami hukum yang berlaku. Oleh karena itu, warga negara yang menghadapi
permasalahan dibidang hukum perlu lah diberikan pendampingan atau bantuan hukum demi
tegaknya hukum di negara ini.
Negara kita sebagai negara dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa dan lebh dari
16.000 pulau, dan apakah kita masih mempertanyakan urgensi bantuan hukum terhadap warga
negara yang begitu majemuk dengan berbagai permasalahan yang dihadapainya? Tentu saja
urgensi bantuan hukum terhadap warga negara menjadi sebuah prioritas utama demi tegaknya
hukum di negara ini dan untuk menjaga agar hak-hak warga negara tidak diabaikan.
2. Peranan advokat dalam memberikan bantuan hukum, dan pandangannya terhadap
bantuan hukum prodeo
Dalam PP No 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum
dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum pada Pasal 13 ayat (1) Pemberian Bantuan Hukum
secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan
Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum dan ayat (2) Dalam
hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak
memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum
dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. Dalam hal ini pembahasan
mengenai pemberian bantuan hukum adalah kepada Advokat.
5. Istilah advokat menurut Luhut M.P Pangaribuan adalah sebagai nama resmi profesi
dalam sidang peradilan kita. Pertama-tama ditemukan dalam Bab IV ketentuan Susunan
Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat merupakah padanan dari kata
Advocaar (Belanda) yakni yang seorang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya
setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Akar kata Advokat berasal dari Bahasa
latin yang berarti membela. (Supriadi, 2008: 57)
Advokat sebagai sebuah profesi hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjalankan amanat Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Dimana dalam menjalankan profesinya,
advokat berhadapan langsung dengan orang-orang yang membutuhkan bantuan hukum baik
legal service maupun legal aid. Oleh karena sebegitu pentingnya profesi advokat dalam
memberikan bantuan hukum di negara ini maka haruslah memiliki payung hukum untuk
menjadi dasar mereka melaksanakan profesinya yaitu UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam hal memberikan bantuan hukum, adalah hal yang diwajibkan kepada orang-orang yang
berprofesi sebagai advokat sebagaimana kita temukan dalam Pasal 1 poin 1 UU No 18 Tahun
2003 tentang Advokat bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik
di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini. Dalam memberikan bantuan hukum baik itu secara professional atau
berbayar maupun secara prodeo seorang advokat tidak boleh membeda-bedakan kliennya yang
berdampak terhadap kesungguhan hatinya dalam mendampingi klien nya tersebut, hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat bahwa
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap
Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial
dan budaya.
Dalam hal ini jelaslah kita lihat bagaimana seorang advokat dalam menjalankan
profesinya terikat kepada undang-undang dan kode etik advokat, hal ini untuk menjaga ke-
terhormat-an profesi advokat. Advokat dapatlah kita nyatakan sebagai ujung tombak dalam
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, profesi yang mulia ini tentu saja menjadi
sebuah harapan bagi penegakan dan pengawasan hak-hak masyarakat atas hukum dapat
terpenuhi.
Dari hasil wawancara kami dengan seorang advokat bernama Farina Retnaningrum, SH
menyatakan bahwa advokat dalam memberikan bantuan hukum haruslah dengan motif social
bukan dengan motif uang, sehingga betul –betul murni untuk menolong masyarakat yang
6. membutuhkan bantuan hukum. Bantuan hukum wajib diberikan kepada semua orang yang
membutuhkannya, dan dalam hal seorang diancam hukuman 5 tahun penjara adalah mutlak
baginya untuk diberikan pendampingan walaupun ia menolak hal tersebut. Dalam hal ini
peranan seorang advokat adalah menjaga agar hak-hak orang tersebut tetap terpenuhi. Dari
hasil wawancara kami juga mengetahui bahwa dalam menjalankan profesinya tidak ada sanksi
bagi seorang advokat bila menolak memberikan bantuan hukum. Namun hal yang sering
ditemui menurut narasumber adalah menolak memberikan bantuan hukum secara prodeo, hal
tersebut tidaklah ada sanksinya diatur didalam undang-undang atau peraturan lainnya,
walaupun sebenarnya telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat pada Pasal
Pasal 22 ayat (1) menyatakan Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Menurutnya, seorang advokat dalam memberikan bantuan hukum prodeo haruslah
dengan sepenuh hati. Kasus-kasus yang sering ditangani narasumber terkait pemberian bantuan
hukum prodeo adalah kasus-kasus perdata, dalam hal ini narasumber tidak membedakan
perlakuan nya walaupun tidak dibayar karena narasumber menjalankan profesinya dengan
motif social dan dengan dorongan moral. Tidak juga menjadi rahasia lagi bahwa profesi
advokat bukan lagi menjadi profesi yang terhormat lagi, karena sudah banyak advokat yang
menjalankan profesinya dengan melanggar hukum, bahkan profesi advokat sekarang seperti
menjadi keranjang sampah dimana menampung orang-orang yang hanya membutuhkan uang.
Dalam artian, mereka yang tidak memiliki pekerjaan, atau pensiunan dari PNS dan Polisi
menjadi seorang advokat karena kebutuhan mereka terhadap uang. Profesi advokat menjadi
tidak terhormat lagi karena motif orang yang menjadi advokat sudah lebih kepada motif uang.
Terkait bantuan hukum secara prodeo juga menjadi dilema bagi mereka yang menjadi
advokat, factor-faktor yang memiliki peranan besar bagi mereka untuk menolak memberikan
bantuan hukum secara prodeo adalah tidak adanya uang yang diperoleh dari mendampingi
kasus tersebut, dan nama mereka tidak akan terkenal karena mereka hanya menangani kasus
yang tidak mendapat sorotan media, serta adanya anggapan bahwa dia adalah advokat kelas
atas sehingga harus menjaga nama baiknya. Hal itu tentu saja menjadi sebuah hal yang
memilukan, sebab masyarakat membutuhkan bantuan hukum dalam menghadapi permasalahan
hukum yang sering dirasa tidak memihak kepada masyarakat, namun kenyataan yang kita
hadapi di negara kita adalah, krisis kepercayaan kepada para penegak hukum kita karena
menerima perlakuan yang tidak seharusnya. Masyarakat banyak yang mengeluh dan
mengumpat tentang hukum, komunitas internasional pun berkata tentang buruknya system
7. hukum Indonesia, namun secara garis besar hukum masih dicari orang. (Satjipto Raharjo, 2007:
103)
Dalam mensosialiasikan kepada masyarakat mengenai bantuan hukum secara prodeo
juga dirasa belum maksimal, karena sosialisai hanya dilakukan didaerah-daerah yang dekat
dengan pusat kota. Namun untuk daerah-daerah yang jauh di pelosok tidak mendapatkan
sosialisasi mengenai bantuan hukum secara prodeo, oleh karena itu menjadi sebuah
keprihatinan kita bersama karena selama mereka tinggal di Indonesia mereka memiliki hak
untuk mendapatkan bantuan hukum secara prodeo. Seorang advokat haruslah aktif dalam
memberikan bantuan hukum, haruslah ia turun kelapangan sampai kepada pelosok-pelosok
daerah untuk mensosialisaikan bantuan hukum secara prodeo walaupun tidak dibiayai oleh
negara, sebab itu adalah tanggung jawab moral seorang advokat selain membela di dalam
persidangan.
Advokat mempunyai tugas dan kewenangan untuk menegakkan hukum dan keadilan
yang pada akhirnya dapat mendorong terwujudnya keadilan social (Frans H Winarta, 2009: 6).
Tanggung jawab seorang advokat begitu besar dan begitu mulia, namun bagaimana kita
memahami tanggung jawab tersebut adalah kembali kepada pribadi kita masing-masing,
dimana masyarakat sekarang banyak menghadapi kasus hukum yang membutuhkan
pendampingan apakah harus diabaikan atau diberikan bantuan hukum dengan sepenuh hati.
Negara ini sedang menghadapi krisis kepercayaan dan krisis moral tehadap pemerintah oleh
masyarakat, sehingga aturan atau hukum yang dibuat pun tidak lagi pro rakyat. Masyarakat
tentu saja tidak dapat dibiarkan menghadapi masalah ini sendirian, artinya para penegak hukum
yang masih memiliki hati nurani jangan sampai menutup mata terhadap pelanggaran-
pelanggaran hukum. Para advokat hendaklah tidak pandang bulu dalam memberikan bantuan
hukum, walaupun itu bantuan hukum prodeo haruslah diberikan, karena memang masyarakat
Indonesia bukanlah masyarakat yang sejahtera secara umum, masih terjadi ketimpangan-
ketimpangan social, masih banyak kemiskinan di sekeliling kita, perekonomian belum baik
sehingga menjadikan mereka sangat membutuhkan bantuan hukum prodeo.
Bila para advokat mengabaikan tanggung jawab moralnya untuk memberikan bantuan
hukum prodeo niscaya akan menjadikan penegakan hukum di negara ini semakin memburuk.
Seorang tokoh public pernah mengatakan, hukum harus dipisahkan dari moral. Bila kita bicara
mengenai hukum, maka hanya hukum yang dibicarakan. Soal moral harus dibuang jauh. Inilah
pukulan mematikan. Inilah awal bencana bagi negara hukum Indonesia (Satjipto Raharjo, 2009
8. : 103). Dalam memberikan bantuan hukum secara prodeo haruslah dengan motif social, dan
menganggap hal tersebut adalah sebagai tanggung jawab moral sebagai penegakan hukum di
negara ini untuk menjaga hak-hak warga negara tetap terpenuhi tanpa ada yang diabaikan.
Menjalankan negara hukum janganlah dianggap sebagai rutinitas menjalankan undang-
undangan belaka. Ia adalah kerja besar yang menguras energy, juga membutuhkan komitmen,
dedikasi, empati, serta perilaku inovatif dan kreatif. Mungkin cara visioner boleh ditambahkan
disini. Jika diperlukan demi kebahagiaan bagsa kita, dibikinlah teori sendiri, diciptakan asas
dan doktrin yang sesuai dengan kebutuhan bangsa sendiri. Itu berarti, diatas segalanya kita
perlu menegaskan suatu cara pandang, bahwa negara hukum itu adalah untuk kesejahteraan
dan kebahagiaan bangsa Indonesia (Satjipto Raharjo, 2007: 53). Advokat adalah bagian tidak
terpisahkan yang diperlukan untuk menjalankan negara hukum ini dalam peranannya
memberikan bantuan hukum.
9. BAB III
PENUTUP
Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjadikan negara ini negara yang
berkeadilan, menjadikan negara ini negara hukum yang pro rakyat menjadikan negara ini
negara yang sejahtera dan hukum dijadikan sebagai panglima. Hukum haruslah diatas politik,
dan kepentingan politik jangan sampai menciderai tegaknya hukum di negara ini. Hukum
dibuat untuk menjadikan kehidupan masyarakat lebih mudah, bukan untuk mempersulit
kehidupan masyarakat. Demikian juga bantuan hukum, janganlah kiranya dijadikan sebagai
hal yang mustahil didapatkan oleh orang-orang yang tidak memahami hukum dan tidak
memiliki kemampuan finansial untuk mendapatkannya. Bantuan hukum secara prodeo oleh
para advokat haruslah diberikan dengan motif social dan sebagai tanggung jawab moral
seorang advokat dalam menjalankan profesinya.
Adalah hak dari setiap warga negara untuk mendapatkan bantuan hukum, baik itu
secara professional atau berbayar maupun secara Cuma-Cuma atau prodeo. Ketidaktahuan
masyarakat akan hukum bukan dianggap sebagai lahan untuk mendapatkan keuntungan secara
materil, namun haruslah dijadikan alasan untuk memberikan bantuan hukum lebih sungguh-
sungguh lagi. Peranan advokat sebagai ujung tombak dalam memberikan bantuan hukum
haruslah secara maksimal dan tanpa pandang bulu, sebab negara ini akan semakin rusak bila
para penegak hukum melakukan pembiaran-pembiara sebuah tindakan yang tidak sesuai
dengan amanat konstitusi kita terlebih lagi tidak sesuai dengan ideology negara kita Pancasila.
Profesi yang terhormat haruslah dijalankan dengan terhormat pula, jangan melakukan
hal yang menodai ke-terhormat-an profesi advokat. Sebab negara kita saat ini sedang
mengalami krisis kepercayaan dan krisis moral, oleh karena itu bantuan hukum dibutuhkan
untuk menjaga tegaknya hukum di negara ini. Bantuan hukum khususnya bantuan hukum
prodeo adalah sebuah tugas mulia, yang mana kita tidak mengejar keuntungan duniawi, namun
lebih kepada keuntungan akhirat. Memberikan bantuan hukum juga merupakan salah satu
bentuk transfer of knowledge mengenai hukum kepada masyarakat yang belum memahami
hukum, dengan demikian semakin banyak masyarakat yang paham hukum semakin baik pula
hukum dapat dijalankan.
10. Sumber Referensi
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
PP No 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan
Penyaluran Dana Bantuan Hukum
Buku
Rahardjo Satjipto.2007. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas
Supriadi.2008.Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika
Winarta H. Frans.2009. Suara Rakyat Hukum Tertinggi. Jakarta: Kompas
11. Laporan Hasil Observasi
Bantuan Hukum
Oleh:
Arif Sharon Simanjuntak 8111411255
Dani Saputra 8111411269
A`la Syahrizal Fauzi 8111411262
Erwin Aditya Wibowo 8111411253
Barata Waskito Adi 8111411256