Rumah Sakit Umum Bireuen didirikan pada 1929 oleh pemerintah kolonial Belanda. Statusnya berubah menjadi rumah sakit umum daerah pada 1992 dan diberi nama Rumah Sakit dr. Fauziah Bireuen pada 2001 untuk mengenang jasa dr. Fauziah yang gugur dalam kontak tembak dengan kelompok separatis saat menolong korban tembak pada 1999.
1. SEJARAH RUMAH SAKIT DR.FAUZIAH BIREUEN
Rumah Sakit Umum Bireuen mulai dibangun sejak tahun 1929 ( pada masa Kolonial
Belanda ) di Kewedanaan Bireuen. Pada tanggal 1 Desember 1971 sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan RI bahwa setiap Kecamatan seluruh Indonesia harus memiliki 1 ( satu ) Puskesmas
Induk, maka berubah status menjadi Puskesmas Jeumpa, yaitu pada masa kepemimpinan Dr. Ali
Yazir Hasibuan.
Berkat terobosan-terobosan yang dilakukan baik oleh Bupati Aceh Utara (pada saat itu
Bireuen masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara), maupun Kepala Puskesmas Jeumpa
berserta stafnya, maka status Puskesmas Jeumpa berubah menjadi Rumah Sakit umum Daerah
Bireuen sesuai dengan Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor 69 Tahun 1992
dan Persetujuan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor 283 YANMED / RS.UMDIK
/YANKES / II / 1992 tanggal 1 Maret 1992 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Bupati
Aceh Utara Nomor II Tahun 1994 tanggal 16 Mei 1994 dengan status kelas D serta telah
mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri RI dengan Teleknya Nomor 061 / 1575 / SJ /
tanggal 4 Mei 1995 dan Persetujuan Menpan RI Nomor 310 / I / 1996 tanggal 29 Maret 1996
serta surat Keputusan Menkes RI Nomor 514 / Menkes / SK / IV / 1996 tanggal 5 Juni 1996
tentang peningkatan kelas RSUD Bireuen dari kelas D menjadi kelas C dan telah diperdakan
dengan Nomor 12 Tahun 1996. Kemudian sesuai dengan UU Nomor 48 Tahun 1999
tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Simeulu, maka RSUD Bireuen yangselama ini
merupakan milik Pemda Aceh Utara menjadi milik Pemda Bireuen dan telah dikeluarkan Surat
Keputusan Bupati Bireuen Nomor 44 Tahun 2000 tanggal 2 Mei 2000 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Bireuen.
Pada tanggal 11 Juni 2001 RSUD Bireuen diresmikan namanya menjadi RSUD dr.
Fauziah Bireuen sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 017Tahun 2001 Tanggal
27 Januari 2001 Tentang Pemberian / Pengukuhan Nama RSUD Bireuen menjadi RSUD dr.
Fauziah Bireuen.
Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 28 Tahun 2004memberikan perubahan kepada RSUD
dr. Fauziah Bireuen, dari sebuah organisasi UPT Dinas Kabupaten Bireuen menjadi sebuah
organisasi berbentuk Badan dengan nama BLU RSD dr. Fauziah Bireuen.
2. Sejarah Meninggalnya dr.Fauziah dan Pemberian Nama Rumah Sakit
Kisah perjuangan dr Fauziah sang dokter perempuan dari Kemukiman Bugak Kecamatan Jangka,
dalam menyelamatkan nyawa orang lain, sampai membuat nyawa sendiri melayang dengan
peluru tajam, patut diberi apresiasi dan dikenang. Sebagai sebuah dedikasi yang totalitas.
Sang dokter yang merupakan perempuan asli kelahiran Bugak Krueng Mate, 24 Juli 1967. Ia
meninggal dunia dalam peristiwa kontak senjata antara GAM dan PPRM di Gampong Cot Kruet
perbatasan Alue Gandai pada tanggal 25 Mei 1999 silam. Jenazah dr.Fauziah di kebumikan di
Gampong Bugak Krueng Mate di komplek perkuburan keluarga.
Dalam rangka mengenang hari meninggalnya dr.Fauziah yang tinggal menghitung hari di bulan
Mei 2015 ini, wartawan juangnews.com menulis kisah sang dokter yang namanya sudah
dinobatkan untuk nama Rumah Sakit Umum Daerah Bireuen (RSUD dr. Fauziah Bireuen)
melalui Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 017 Tahun 2001 Tanggal 27 Januari 2001.
Pada malam itu Senin, 24 Mei 1999 Pukul 02.00 Malam. Jul yang merupakan Intel TNI dari
Aceh Utara ditembak orang tak di kenal. Pak Jul begitu pria itu kerap disapa, tinggal di kawasan
transmigrasi Gampong Alue Kuta, Kecamatan Peudada, Kabupaten Aceh Utara (sekarang
Kabupaten Bireuen). Ia saat itu ditugaskan untuk memata-matai kegiatan GAM di kawasan
Transmigrasi Gampong Alue Kuta.
Padahal sembelumnya, pada tahun 1990 pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) beberapa
warga sudah sering melihat Pak Jul tinggal di Pos TNI Gampong Dayah Mon Ara, Kemukiman
Pintoe Batee, Kecamatan Peudada.
3. “Ketika tahun 1999 ia diterima warga untuk tinggal di kawasan Transmigrasi Gampong Alue
Kuta. Pak Jul bilang sama warga bahwa ia sudah dipecat dari TNI, makanya warga mengizinkan
Pak Jul untuk tinggal di kawasan transmigrasi saat itu,”ujar Abdullah A.Jalil saksi mata yang
masih hidup dalam peristiwa meningganya dr Fauziah menjawab juangnews.com Sabtu,
(9/5/2015) kemarin, saat di temui di Gampong Cot Kruet perbatasan Alue Gandai
Abdullah melanjutkan kisahnya, pada tahun 1999, Pak Jul masih aktif sebagai TNI, ia saat itu
ditugaskan untuk memantau kegiatan GAM di kawasan Trasmigrasi Gampong Alue Kuta
Kecamatan Peudada.
Setelah beberapa bulan tinggal di kawasan trasmigrasi, Pak Jul pada Senin, 24 Mei 1999 sekira
pukul 02.00 wib dini hari, ditembak oleh orang tak dikenal di tempat tinggalnya di kawasan
trasmigrasi itu.
Kata Abdullah, malam itu setelah mendengar suara letusan senjata api, warga tidak berani keluar
rumah. Pada Selasa paginya, 25 Mei 1999 masyarakat transmigrasi baru menjenguk ke rumah
yang ditempati Pak Jul.
“Ternyata Pak Jul dan seorang pemuda yang menemaninya sudah tidak bernyawa lagi. Setelah
melihat jenazah Pak Jul, kepala desa memberitahukan informasi itu pos Koramil Peudada.
Geuchik Transmigrasi dan sekretarisnya berangkat ke kantor Polsek/Koramil Peudada untuk
melaporkan kejadian tersebut pada Komandan Koramil Pak Ngadimin,” kisah Abdullah A.Jalil
Atas laporan tersebut, Koramil Peudada meminta bantuan Pasukan Penindak Rusuh Massa
(PPRM) (Pasukan di bawah TNI) di Bireuen, untuk menjembut jenazah di Alue Kuta. Namun,
pada saat sebelum berangkat menuju lokasi, pasukan PPRM mengajak dokter Fauziah Cs untuk
ikut bersama rombongan PPRM dengan menumpang truk reo yang mereka tumpangi.
dr. Fauziah pada saat itu, menjabat sebagai Kepala Pukesmas Peudada. Saat itu dr. Fauziah tidak
pergi sendiri, ia ditemani Mustafa dan beberapa perawat di Puskesmas Peudada.
Karena dalam kondisi hamil muda, pada awalnya dr. Fauziah keberatan untuk pergi bersama
PPRM. dr. Fauziah meminta pergi menggunakan mobil dinasnya, tetapi pihak PPRM di Bireuen
tidak memberikan izin.
4. “Pada saat itu dr Fauziah tidak diizinkan untuk pergi dengan menggunakan mobil dinasnya,
mereka beralasan nanti jika dihadang di jalan tifak ada yang bertanggung jawab,” jelas
Abdullah.
Abdullah menceritakan lagi, sembelum berangkat dr.Fauziah sempat tetap bersikukuh ingin
membawa mobil dinasnya, karena kurang enak badan karena sedang hamil, tetapi pihak RPPM
tetap tidak memberikan izin.
“Setelah itu dr. Fauziah beranjak naik ke truk PPRM dan disuruh duduk di depan, sebelah kiri
sopir diapit pegawainya Mustafa di sebelahnya, sementara di luar pintu kiri berdiri salah satu
anggota Polsek Peudada bergantung pada gagang spion karena tidak muat di dalam terpaksa
bergantung di depan sebelah kiri,” cerita pria akrab di sapa Abu Nek Peudada.
Abdullah melanjutkan kisahnya, ketika sampai perbatasan antara Gampong Cot Kruet-Alue
Gandai, Kemukiman Pintoe Batee, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, tepatnya pukul
10.15 pagi. Pada Selasa, 25 Mei 1999, truk PPRM dihadang oleh beberapa Personil anggota
GAM Sagoe Tgk di Lancok.
Dalam peristiwa penghadangan tersebut, terjadilah kontak senjata lebih kurang empat jam.
Tembakan peluru dari arah bukit semak belukar yang berjarak sekitar lima meter lebih membuat
pasukan PPRM tak bisa mengelak. Letusan peluru dalam kontak tembak tersebut membuat dr.
Fauziah dan Mustafa meninggal dalam kontak senjata tersebut, sedangkan sejumlah aparat
keamanan menderita luka tembak.
“Pada waktu itu sepertinya dr. Fauziah tertembak di bagian dadanya dan perutnya yang sedang
hamil, sehingga menghembuskan nafas terakhir,” cerita Abdullah di dampingi beberapa warga
lainnya.
Kini nama dr. Fauziah sudah dinobatkan untuk nama Rumah Sakit Umum Daerah Bireuen.
Pengukuhan nama dr. Fauziah ini, tertuang melalui Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 017
Tahun 2001, tanggal, 27 Januari 2001.
dr. Fauziah dilahirkan di Desa Bugak Krueng Mate, pada 24 Juli 1967, meninggal 25 Mei 1999.
Untuk mengenang tragedi yang mengharukan itu, warga Peudada pada tahun 2015 ini akan
5. membangun sebuah monumen tempat meninggalnya dr. Fauziah di Gampong Cot Kruet,
perbatasan Alue Gandai.
Hal ini dilakukan oleh warga, supaya sejarah meninggalnya dr.Fauziah diketahui oleh generasi
Bireuen mendatang. Masyarakat Kecamatan Peudada akan membangun monumen meninggalnya
sang dokter ketika menyelamatkan nyawa manusia, sampai membuat nyawanya pun ikut
melayang.
Ketua Panitia Pembangunan Monumen dr. Fauziah, yang diketuai Abdullah A.Jalil dalam tahap
awal ini mereka sudah membangun balai ukuran 4x 9 meter.
“Recananya kami mau membangun monumen. Tetapi, karena belum ada dana maka kami
bangun dulu balai,” ujar pria yang akrab di sapa Abu Nek Peudada. Mudah-mudahan Pemerintah
Kabupaten Bireuen dan DPRK Bireuen tergerak hatinya untuk mengalokasikan dana untuk niat
suci ini