Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membentuk dan mengembangkan potensi kemanusiaan sehingga menghasilkan generasi yang kompeten dan berwatak (berakhlak) mulia. Upaya ini dimulai pertama kali dari keluarga, karena keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam memperoleh pendidikan hidup.
Usaha pendidikan karakter melalui lingkungan keluarga dapat dilakukan setidaknya melalui 4 cara yaitu:keteladanan, pembiasaan, nasehat dan hukuman serta motivasi terhadap anak. Cara-cara tersebut dilaksanakan dengan pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan berlangsung secara konsisten. Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga merupakan amanah dan tugas serta kewajiban bagi kita semua. Pemahaman dan penyelarasan serta penyesuaiantentang lingkungan pendidikan keluarga serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan wujud tanggung jawab kita.
Tercapainya proses pendidikan karakter di dalam lingkungan keluarga bergantung pada keserasian antara orang tua, anak, cara yang digunakan serta lingkungan yang mendukung terjadinya proses pendidikan. Dengan demikian pelaksanaan proses pendidikan karakter dalam keluarga merupakan keterpaduan antara keteladanan, pembiasaan, nasehat dan motivasi serta kebersamaan yang berorientasi pada terciptanya keselarasan karakter untuk semua anggota keluarga.
2. 2
“PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN
KARAKTER PESERTA DIDIK DI SEKOLAH”
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan terdekat dari setiap individu, utamanya bagi seorang anak.
Pengetahuan, pemahaman dan interaksi yang mereka dapatkan pertama kali adalah dari lingkungan
keluarga, sekaligus seiring waktu yang akan mengiringi perkembangan mereka. Sedangkan
lingkungan kedua yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak adalah lingkungan
sekolah, dan lingkungan ketiga adalah masyarakat.
Perkembangan karakter seorang anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya.
Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh.
“Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Bagi setiap orang keluarga
(suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati
budaya yang berlaku dalam masyarakatnya.” (Mudjijono, et al., 1995)
Pendidikan dalam keluarga sangatlah penting dan merupakan pilar pokok pembangunan
karakter seorang anak. Pendidikan dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi
juga masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih
dihormati karena dianggap berada strata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari
bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam berbagai situasi.
B. Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai
wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam suasana
cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI hlm.
471) disebutkan bahwa “Keluarga merupakan ibu bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan
yang sangat mendasar di masyarakat”.
Persamaan Heckman yang menemukan cara baru pengembangan potensi manusia seutuhnya,
dimana ketika keterampilan sosial pada usia dini digabungkan dengan keterampilan kognitif dapat
membantu menciptakan warga negara yang lebih cakap dan produktif, demikian juga penemuan
para ahli perkembangan otak yang menyatakan bahwa arsitektur otak dibangun setiap saat sejak
janin, dan bahwa kekuatan atau kelemahan fondasi belajar dan karakter bergantung pada kualitas
arsitektur otak, menjadi dasar penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan keluarga.
3. 3
Isi Kurikulum Pendidikan Keluarga terdiri dari tiga tingkat informasi: (Kemdikbud Paud dan
Masyarakat, 2015)
1. Dimensi:
a. Pembinaan Orang tua
b. Hubungan Orang tua dan Anak
c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
d. Pembinaan Keluarga
e. Masyarakat dan Budaya
2. Materi:
a. Area pembelajaran pada masing-masing dimensi
b. Kandungan pembelajaran yang lebih spesifik pada masing-masing area pembelajaran
3. Indikator yang merupakan tujuan jangka panjang pembelajaran pada masing-masing
kandungan pembelajaran
Kompetensi, Materi dan Indikator
Adapun kompetensi, materi, dan indikator masing-masing adalah sebagai berikut :
a. Dimensi Pembinaan Orang tua
Pembinaan Orang tua
Kompetensi
Orang tua mampu mendampingi dan mendukung tahap-tahap perkembangan anak
Materi Indikator
Peran Orang tua
• Perantransisi
• Menerima peran transisi dari individu menjadi orang tua dan bertanggung jawab
untuk membesarkan anak
• Menerima peran sebagai orang tua tunggal/wali/ pengasuh dan
bertanggungjawab untuk membesarkan anak
• Multi peran • Memahami dan melaksanakan multiperan dalam membesarkan anak
termasuk merawat, mengasuh, membimbing, mendidik dan memotivasi anak
untuk kreatif dan inovatif atau menjadi penemu atau pencipta sesuatu
• Menyenangi perannya sebagai orang tua
• Tradisi keluarga • Memahami akibat tradisi pengasuhan terhadap perilaku anak.
• Sengaja menentukan atau mengidentifikasi pola pengasuhan jangka
panjang
• Mengidentifikasi tujuan pengasuhan jangka pendek konsisten dengan
pola pengasuhan tujuan pengasuhan jangka panjang.
• Menerapkan pola pengasuhan jangka panjang dan jangka pendek
Perubahan peran • Mengakui bahwa mereka berkembang sebagai individu dan orang tua saat
4. 4
• Tahap
keorangtuaan
mereka berinteraksi dengan anak-anak mereka dari waktu kewaktu.
• Menyesuaikan keyakinan dan tindakan mereka dari waktu ke waktu, seiring
dengan pertumbuhan dan perubahan perkembangan anak-anak
• Bertindak positip dalam memperlakukan semua anak ketika saudara kandung
atau
anggota keluarga bertambah.
• Nilai-nilai
keluarga
• memahami tradisi keluarga besar/inti yang berpengaruh baik untuk diterapkan
dan melakukan pola perubahan dalam pengasuhan sesuai keperluan tanpa
menimbulkan
pertentangan
• Perimbangan
kebutuhan orang
tua dan anak
• Menjaga kesehatan fisik, mental dan spiritual secara keseluruhan dan mengelola
stres.
• Menyeimbangkan kebutuhan pribadi dengan kepentingan anak dan anggota
keluarga lainnya.
• Menyeimbangkan hubungan orang tua dan anak perlu dalam konteks
hubungan
dengan anggota keluarga lainnya termasuk anak lainnya yang ada dalam
keluarga.
• Profesi Orang tua • Memahami Profesi Orang tua:
• Menyadari bahwa orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam
kehidupan anak
• Menyadari bahwa menjadi orang tua adalah profesi sepanjang masa
• Mewujudkan peran orang tua yang baik dan mampu mendidik anak-anaknya
menjadi orang hebat, cerdas sukses, bahagia dan bermasa depan cerah
b. Dimensi Hubungan Orang Tua dan anak
Hubungan Orang tua dan anak
Kompetensi
Orang tua mampu menciptakan dan memelihara hubungan orang tua dan anak
Materi Indikator
Pentingnya memeli-
hara hubungan
orang tua dan anak
• Kualitashubungan
• Memahami dan meningkatkan intensitas dan kualitas hubungan baik dengan
anak.
• Menyadari bahwa hubungan orang tua anak berpengaruh pada kedisiplinandiri
anak.
• Menyadari bahwa pemberian contoh kepada anak dapat membentuk kepribadian
anak.
• Keikhlasan • Menyadari pentingnya keikhlasan sebagai dasar hubungan dengan anak.
• Menyadari bahwa hubungan dengan anak yang berlandaskan cinta dan kasih
sayang akan dapat menjaga dan menguatkan hubungan orang tua dan anak dan
keharmonisan keluarga
5. 5
Ikatan/keterhubungan
• Kepercayaan
• Memahami dan menyadari pentingnya orang tua memberi kepercayaan kepada
anak
• Menyadari bahwa responsif dan memberikan perhatian anak dapat membangun
rasa aman pada anak dan menjadikan anak dapat mengeksplorasi dunia dan
hubungan yang lebih luas
• Perkembangan
otak
• Memahami perkembangan otak anak dan melaksanakan hubungan dengan anak
berdasarkan perkembangan otak anak tersebut
• Memahami hubungan dan pengalaman antara orang tua-anak yang dilakukan
sejak dini dapat memberi pengaruh pada perkembangan /arsitek otak anak.
Keterampilan
membina hubungan
• Keterampilan
pengamatan
• Memiliki keterampilan pengamatan terhadap perkembangan anak, kecenderungan,
kompetensi yang dimiliki, dan perbedaan individu (bila memiliki lebih dari satu
anak)
• Memahami dan merespon kecenderungan dan kesenangan anak dengan
mendegarkan dan memperhatikan anak.
• Kepekaan dan
ketanggapan
• Memiliki dan meningkatkan kepekaan dan ketanggapan terhadap kebutuhan anak
• Merespon secara tepat terhadap perilaku anak
• Menyadari bahwa apa yang orang tua katakan dan lakukan memepengaruhi
persepsi anak
• Membiarkananakuntukberinisaatif ataumelakukanaktivitas yangtepattanpa
menginterfensi.
• Keseimbangan • Memahami dan menyadari perlunya keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan
anak; kebutuhan belajar dan kebutuhan bermain, bersosialisasi, dan antara kebutuhan
fisik, rohani, dan mental
• Kecepatan • Memahami perbedaan kecepatan pertumbuhananak
• Menyesuaikan kecepatan hubungan dengan anak untuk memberikan stiulasi pada
anak secara maksimal.
• Temperamen • Memahami dan menghargai temperamen anak
• Memiliki kemahiran dalam mengelola temperamen dan emosi dalam
berinteraksi dengan anak ketika harus berhadapan dengan masalah.
Pengasuhan
• Perawatan fisik
• Memahami dan memberikan perawatan fisik untuk kesahatan fisik anak sesuai
dengan kebutuhan.
• Menyediakannutrisi,pakaian,tempattinggal,kesehatandankeselamatanyang
diperlukan anak.
• Afirmasi • Menyadari pentingnya dan dapat memberikan afirmasi kepada anak
terutama di saat-saat membutuhkan
• Afeksi • Menyadari pentinya dan menunjukkan sikap afeksi atau kasih sayang
pada anak.
• Bersikap hangat dengan anak dengan sentuhan dan suara.
Empati • Memiliki sikap empati terhadap anak dengan ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh anak dan berusaha dapat membantu
• Bersikap dan mengajarkan sikap empati dan kebaikan pada anak dan pada
6. 6
anggota keluarga lain yang berkebutuhan khusus
Menghargai • Menghargai keunikan anak/anak berkebutuhan khusus, hak-hak
anak, memberikan pujian ketika berprestasi, dan mendukung apa
yang menjadi kesukaan anak.
• Mendorong kepercayaan diri dan kemandirian anak dengan
memberikan rasa aman, dan kepastian, mengembangkan tanggung
jawab, dan memberi kepercayaan untuk mengelola diri
Pola Pengasuhan
Positif
• Menyadari bahwa ikatan sejati dalam keluarga bukanlah karena
hubungan darah melainkan rasa hormat dan sukacita, yang dibangun di
dalam keluarga; memahami bahwa pola-pola mengasuh anak
(bagaimana anak dibesarkan, bagaimana aturan yang dipakai di rumah,
apakah anak bisa melakukan apa saja atau dengan banyak batasan,
apakah anak takut melakukan kesalahan, apakah orang tua penuh kasih
sayang dan menyenangkan)
c. Dimensi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan Anak
Kompetensi
Orang tua mampu memahami pertumbuhan dan perkembangan anak
Materi Indikator
Perkembangan Umum
• Pertumbuhandan
perkembangan
• Memahami cara merawat kehamilan sampai pada kelahiran
• Memahami Pertumbuhan dan Perkembangan Anak; dapat mengarahkan
dan mendidik anak berpijakan pada pengetahuan tentang tahapan pertumbuhan
anak (ukuran dan badan anak seperti berat badan, tinggi badan, gigi dan
lain-lain), serta perkembangan anak (kemampuan anak, seperti bisa bicara,
tumbuh pintar, tumbuh dewasa, makin cepat lari, dll.)
•
• Proses
perkembangan
• Memahami bahwa perkembangan anak adalah proses sistemik yang:
» dijelaskan dan diselenggarakan oleh domain yang saling terkait,
» berlangsung secara bertahap,
» universal,
» individual,
» terjadi dalam pola yang dapat diprediksi,
» mencakup berbagai keterampilan dan kompetensi dalam setiap domain,
7. 7
• Konsep Diri
• Ketaatan terhadap
aturan
• Kompetensi sosial
• Memahami bahwa konsep diri berkembang sejak bayi sampai dewasa dan bahwa
konsep diri yang positip dapat membantu rasa percaya diri; memilki konsep diri
yang positif kepercayaan diri di dalam mendidik anak.
• Memahami pentingnya bagi anak untuk memperdalam pengenalan diri dan
kesadaran dirinya.
• Memberikan ruangagaranak mampumelakukanbanyak hal sesuai dengan
kemampuannya untuk melatih raca percaya diri dan menghargai kebebasan.
• Menghormati anak lain dan orang dewasa.
• Mendorong anak untuk memahami pertumbuhan dirinya seuai dengan jenis
kelamin dan identitas budaya.
• Memberikan peluang agar anak mampu mengelola emosi dan mengatur
perilaku
yang sesuai.
• Membantu anak untuk berlatih berinteraksi dengan anak lain dan orang dewasa
dalam kesantunan dan saling menghormati.
• Membantu anak untuk memahami dan menghargai persamaan dan perbedaan
antar sesama
• Membantu anak-anak mereka mengembangkan empati melalui pemahaman
perasaan, ide-ide,dan tindakan orang lain.
• Menumbuhkanrasa kepedulian untuk saling membantu dan kebersamaan.
• Menumbuhkan persahabatan dengan anak dan orang dewasa.
dan
» dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
• Memahami bahwa anak-anak belajar,tumbuh, dan berkembang dengan bermain.
• Perkembangan yang
diharapkan
• Memiliki harapan yang masuk akal untuk kemampuan dan perilaku anak-
anak mereka berdasarkan pengetahuan tentang tahap perkembangan
anak.
Perkembangan • Merespon kebutuhan emosi dan fisik anak dengan kehangatan, penuh
perhatian, dan keterlibatan dalam berbagai cara.
• Membantu anak agar mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan
memahami emosinya dan emosi orang lain.
• Melibatkan anak untuk memahami sebab-akibat dan solusi untuk
mengantisipasi
dan mengatasi konsekuensi yang berhubungan dengan perilaku dan
emosinya.
Emosi dan Sosial
• Perkembangan
Emosi
8. 8
Pendekatan belajar
• Rasa ingin tahu
• Berani ambil
resiko
• Kreatif
• Mengindentifikasi minat dan kemampuan anak untuk menjelajah, bereksperimendan
melakukan percobaan atau penemuan untuk mencari penyelesaian yang bermakna
• Mencari informasi yang diperlukan
• Mampu mengambil risiko
• Belajar dari kesalahan
• Mencari solusi secara kreatif
• Menggunakan imajinasi untuk menemukan solusi dengan cara-cara baru
Keterampilan Belajar
• Hak dan
kewajiban
• Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa menyadari bahwa setiap orang
mempunyai hak untuk dihargai dan merasa aman. Dalam kaitan ini anak
memahami hak-hak dan kewajibannya serta menjalankannya secara
bertanggung jawab.
• Anak dapat menggunakan bahasa yang komunikatif untuk memahami,
mengembangkan, dan mengomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk
berinteraksi dengan orang lain.
• anak mampu memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep dan teknik-
teknik numerik dan spasial, serta mampu mencari dan menyusun pola, struktur, dan
hubungan.
• Anak menyadari kapan/ apa teknologi dan informasi yang diperlukan,
ditemukan, dan diperolehnya dari berbagai sumber, dan mampu menilai,
menggunakan, dan berbagi informasi dengan yang lain.
• Anak dapat memahami dan menghargai dunia fisik, makhluk hidup, dan
teknologi, disamping mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk mengambil keputusan yang tepat.
• Anakdapatmemahami konteksbudaya,geografi dansejarah,sertamemilikipenge-
tahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk berpartisipasi aktif dalam
kehidupannya, serta berinteraksi dan berkontribusi dalam masyarakat dan
budayaglobal.
• Anak dapat memahami dan berpartisipasi dalam kegiatan kreatif di
lingkungannya untuk saling menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual,
serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju
masyarakat beradab.
• Anak dapat menunjukkan kemampuan berpikir secara terarah, berpikir lateral, memper-
hitungkan peluang dan potensi,serta siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
• Anak mampu menunjukkan motivasi dan percaya diri dalam belajar, serta
mampu bekerja mandiri sekaligus dapat bekerja sama.
d. Dimensi Masyrakat dan Budaya
Masyarakat dan Budaya
Kompetensi
Orang tua mampu memahami dan melaksanakan pemahamannya tentang masyarakat dan budaya yang
berkaitan dengan perkembangan anak
9. 9
Materi Indikator
Peran keluarga di
masyarakat lokal
• Jejaring kemitraan
• Membangun Jejaringkemitraandengansekolah,keluargayanglain,tetangga
dan kelompok-kelompok masyarakat sekitar
• Memberikan dukungan kepada orang tua lain dan keluarga lain
• Meminta dukungan parenting dan bantuan bila memerlukan
• Keterlibatan dalam
perubahan sosial
• Berperandanterlibat dalam perubahansosial;terlibatdengankegiatan
sosial/ agama /akademik di lingkungan RT/ RW/ kelurahan/
kecamatan/kabupaten/ kota/ tingkat provinsi / tingkat nasional;
• Menyumbangkan ilmu dan kecakapan yang dimiliki untuk kepentingan
lingkungan sekitar.
• Terlibat dalam berbagai diskusi tentang isu-isu sosial.
Peran masyarakat global
• Media
• Cerdas dalam mengakses, memilih dan memanfaatkan Media elektronik
dan nonelektronik;
• Memahami dampak dan pengaruh konten media bagi anak;
• Membatasi dan memonitor anak dalam akses kepada media;
• Ikut partisipasi dalam pengembangan progam-program media.
• Kesehatan dan
kebugaran
• Memahami makna dan mengetahui serta melaksanakan tahapan-tahapan yang
harus dilakukan untuk memperoleh Kesehatan dan kebugaran, sehingga
memiliki tubuh yang sehat dan tahan terhadap segala penyakit.
• Lingkungan • Aktif menciptakan dan memelihara Lingkungan sekitar; abiotik (segala yang
tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi),
dan biotik (adalahsegalasesuatuyangbernyawasepertitumbuhan,hewan,
manusiadan mikro-organisme).
• Menyiapkan tempat tinggal yang aman dan selamat untuk anak.
• Memahami dampak dari pengrusakan lingkungan seperti asap rokok, narkotik,
dll.
• Menyiapkan ruangan luar rumah bagi anak.
• Mendukung untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi kebaikan anak
dan keluarga.
• Keamanan dan
ancaman
• Berperan menciptakan dan memelihara keamanan keluarga dan masyarakat
sekitar dan melindungi mereka dari ancaman. Masing-masing keluarga dan
masyarakat dapat memberikan perlindungan hak anak dan pencegahan
terjadinya kecelakaan, kekerasan/bullying,penelantaran,eksploitasianak,
danperilakumenyimpang lainnya dan dapat melindungi diri dari ancaman
terorisme dan ideologi sesat yang dapatmengancam keutuhan NKRI,
bencana sosialseperti prostitusi dan tindak pidana perdagangan orang.
Kesadaran teknologi
digital
• Mendidik dan
Membimbing
anak di era digital
• Menyadari bahwa teknologi digital adalah kebutuhan yang tidk bisa
dilepaskan dari kehidupan generasi kita dan anak-anak kita; mampu hadir
membimbing anak dan melindungi anak dari pengaruh buruk teknologi era
digital.
10. 10
Sekolah dan
masyarakat
• Keterlibatan orang tua
• Meningkatkan Keterlibatan orang tua dalam program-program yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan; aktif membangun komunikasi
dengan satuan pendidikan untuk menanyakan perkembangan dan
menyelesaikan persoalan-persoalan anak di sekolah; aktif mengadiri undangan
acara/ kegiatan-kegiatan di satuan pendidikan; ikut membantu sekolah moril
dan materiil sesuai dengan kemampuan.
• Keberhasilan
sekolah
• Berperan aktif dalam Keberhasilan sekolah, dengan; ikut menciptakan
suasana belajar yang kondusif di keluarga; memberi dukungan kepada anak/
peserta didik yang sedang mengikuti suatu kegiatan di satuan pendidikan; ikut
memonitoring belajar dan perkembangannya ketika di luar lingkungan satuan
pendidikan; serta- merta berkonsultasi dengan satuan pendidikan ketika
menemukan kejanggalan anak dalam belajar;
• Membantu anak untuk mengembangkan hobi yang dapat mendukung
kusuksesan di sekolah;
• Mengajar anak keterampilan yang diperlukan agar dapat bertanggungjawab
di sekolah dan masyarakat.
Kebhinekaan
• Keragaman
budaya
• Memahami realitas keragaman budaya dan mengembangkan sikap;
membanggakan budaya daerah dan nasional, melestarikan nilai-nilai budaya
yang berbeda-beda, dan menghormati kebudayaan yang ada, berusaha
mempelajari dan menikmati kebudayaan daerah lain.
• Keberterimaan
terhadap perbedaan
• Mengembangkan sikap keberterimaan terhadap perbedaan dengan;
menyadari bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan perbedaan (fisik,
agama, bangsa, suku, bahasa, cara berfikir, tingkat ekonomi, dll.) dan
bahwa perbedaan adalah hal yang unik; menghargai dan toleransi terhadap
keberbedaan yang ada; dan bersikap positif terhadap orang lain.
e. Dimensi Pembinaan Keluarga
Pembinaan Keluarga
Kompetensi
Orang tua mampu memahami dan menerapkan pembinaan keluarga
Materi Indikator
Nilai-nilai keluarga
• Jadwal rutin
Nilai-nilai keluarga
• Menyadari pentingnya membuat jadwal rutin kegiatan-kegiatan yang
direncanakan dan komitmen terhadap jadwal tersebut.
• Menghargai dan membuat jadwal waktu bersama keluarga setiap hari.
• Tradisi dan
perayaan
• Memahami pentingnya makna tradisi dan perayaan (menyambut kelahiran,
khitanan, pernikahandll.)dalampengembangansikapspiritualdanpenguatan
jalinansosal, dan berusaha mengamalkannya.
• Memberikan kesempatan anak untuk merasakan terhubung dengan sejarah keluarga
11. 11
dan tradisi yang dimiliki.
• Tanggung jawab
keluarga
• Menyadari tanggung jawab keluarga dalam menciptakan keluarga yang harmonis,
penuh cinta dan kasih sayang, menjadikan rumah sebagai surga yang
memberikan keamanan dan kebahagiaan.
• Nilai-nilai
keluarga
• Menyadarikeharusanmenanamkannilai-nilailuhurdalamkeluargayang
meliputi; hormat orang tua, keadilan, kejujuran, keikhasan, kesabaran,
tanggung jawab, kemandirian, percaya diri, disiplin, bersungguh-sungguh
dalam belajar, saling menyayangianggotakeluarga,empati,rendahdiri(tidak
sombong), toleransi,cinta tanahair,menghargaitemandantetangga,sikap
salingmenasihatiuntukkebaikan.
Dinamika keterikatan
keluarga
• Keterhubungan
• Komunikasi
• Mampu mengembangkan dan mengeratkan keterhubungan tali silaturahmi
yang positif dan membangun antar anggota keluarga inti dan keluarga
besar;
• Memiliki keterampilan Komunikasi verbal dan nonverbal yang efektif
sehingga dapat memberi perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam
komunikasi.
• Membangun
komunikasipositif
• Pengelolaan
rumahtangga
• Mampu membangun komunikasi positif
• CerdasmelakukanPengelolaanrumahtangga;merencanakanekonomi/ keuangan
pribadi dan keluarga; memahami kebutuhan saat sekarang dan yang akan
datang; cerdas memanfaatkanharta /uang; mampu mengumpulkan /investasi
harta yangtepat.
• Pekerjaan
keluarga
• Mengembangkan pekerjaankeluarga yangmeliputi;memahamibahwa
orang tua/ wali bertangung jawab terhadap ekonomi keluarga; mensyukuri
pekerjaan yang telah dimiliki; meningkatkan kompetensi diri dan keterampilan
yang dapat meningkatkan ekonmi melalui pekerjaan yang telah dimiliki;
memahami dan memastikan bahwa sumber-sumber ekonomi keluarga yang
dimiliki adalah legal/
halal; dan memiliki kecakapan hidup yang dengan keluarga serta dapat
mengakses pekerjaan (bagi yang belum memiliki pekerjaan)
C. Pendidikan Karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010, hlm. 3) “Karakter adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
(virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
12. 12
bertindak”. Dimiyati (2006, hlm. 110) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “Sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada
lingkungannya”. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010, hlm. 4), “pendidikan karakter
dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif”.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga
sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini
mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pendidikan karakter mengajarkan
kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama
sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik
berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami.
Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan,
yaitu:
1. Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu tuhan
(konservasi moral).
2. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila,
apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa.
3. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).
4. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran
pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi
humanis) (Yahya Khan, 2010, hlm. 2).
13. 13
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010, hlm. 7) fungsi pendidikan karakter adalah :
1. Pengembangan, merupakan pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi
berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2. Perbaikan, dengan memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
3. Penyaring, untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Tujuan pendidikan karakter adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara
yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-
nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,
penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan (dignity). (ibid, 2010)
D. Perkembangan Karakter Peserta didik di Sekolah
Pada bagian ini akan menguraikan platform (visi, misi, tujuan, dan sasaran) pendidikan
karakter.
1. Visi dan Misi Pendidikan Karakter
Visi pendidikan karakter dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memandang arah
pendidikan karakter ke depan dengan berpijak pada permasalahan saat ini untuk disusun
perencanaan secara bijak. Visi pendidikan budi pekerti/karakter adalah mewujudkan
pendidikan budi pekerti/karakter sebagai bentuk pendidikan nilai, moral, etika yang berfungsi
menumbuhkembangkan individu warga negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam pikir,
sikap, dan perbuatannya sehari-hari, yang secara kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai
14. 14
semua mata pelajaran yang relevan serta sistem sosial-kultural dunia pendidikan sehingga dari
dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur, jenjang pendidikan terpancar akhlak mulia.
Adapun misi pendidikan budi pekerti/karakter adalah sebagai berikut :
a. Membantu siswa memahami kecenderungan masyarakat yang terbuka dalam era globalisasi,
tuntutan kualitas dalam segala bidang, dan kehidupan yang demokratis dengan tetap
berlandaskan norma budi pekerti warga Indonesia.
b. Membantu siswa memahami disiplin ilmu yang berperan mengembangkan budi
pekerti/karakter sehingga diperoleh wawasan keilmuan yang berguna untuk
mengembangkan penggunaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
c. Membantu siswa memahami arti demokrasi dengan cara belajar dalam suasana demokratis
bagi upaya mewujudkan masyarakat yang lebih demokratis.
2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter
a. Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Nurul Zuriah (2008, hlm. 67) tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut :
1) Siswa memahami nilai-nilai karakter di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan
internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antarbangsa.
2) Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil
keputuan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.
3) Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi
pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan
norma budi pekerti/karakter.
4) Siswa mampu menggunakan pengalaman karakter/budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggunga jawab atas
tindakannya.
b. Sasaran Pendidikan Karakter
“Pendidikan karakter mempunyai sasaran kepribadian siswa, khusunya unsur karakter atau
watak yang mengandung hati nurani (conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness)
untuk berbuat kebijakan (virtue)” (Nurul Zuriah, 2008, hlm. 68).
Penanaman Nilai/Karakter di Sekolah Menengah Pertama, Usia 12 tahun merupakan “Period
Of Formal Operation”. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berpikir
15. 15
secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan
objek yang konkret, bahkan objek visual (Nurul Zuriah, 2008, hlm. 89).
Kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner terdiri dari:
1. Kecerdasan linguistis,
2. Kecerdasan logis matematis (kemampuan berpikir runtut),
3. Kecerdasan musical (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama),
4. Kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imajinasi mental tentang realitas),
5. Kecerdasan kinestetikrogawi (kecerdasan menghasilkan gerakan motorik yang halus),
6. Kecerdasan intra-pribadi (kemampuan mengenal dir sendiri dan mengembangkan rasa jati
diri),
7. Kecerdasan antar pribadi (kemampuan memahami orang lain) (Nurul Zuriah, 2008, hlm. 90).
Pada jenjang SMP semakin terbuka kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup agar
menjadi karakter manusia melalui segala kemungkinan kegiatan, tidak hanya pada unsur akademis
semata.
1. Religiutas
Siswa diajak untuk mengenal bahwa dalam masyarakat ada berbagai macam agama. Setiap
agama ada tokoh (Nabi dan Rasul) yang mendasarinya. Anak diperkenalkan pada tokoh
pemberi dasar agama dengan nilai-nilai dasar yang diajarkannya.
2. Sosialitas
Pada jenjang SMP, anak sudah mulai mempunyai lingkungan pergaulan yang lebih luas
dibanding jenjang pendidikan sebelumnya. Anak pada usia ini membutuhkan kedekatan dengan
teman-teman sebaya. Kedekatan dan persahabatan ini perlu dikontrol dan diarahkan secara
positif dan konstruktif.
3. Gender
Pada usia SMP, mulai berkembang sikap sauvinisme laki-laki. Sekolah perlu merancang
kegiatan bersama yang mengarah pada sikap menghargai antarmanusia tanpa memandang jenis
kelamin. Harus ditanamkan pada diri anak bahwa, “laki-laki dan perempuan memang beda, tapi
tidak boleh dibeda-bedakan”.
4. Keadilan
Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar, dengan mengembalikan kertas
ulangan siswa pada waktunya merupakan contoh nyata tentang keadilan. Masing-masing pihak
melakukan kewajibannya dan setiap pihak juga mendapatkan haknya. Dengan demikian, sikap
16. 16
saling menghargai benar-benar terjalin dan sikap saling menghargai hak orang lain juga
terlaksana.
5. Demokratis
Di sekolah anak dapat diajak untuk belajar sikap demokratis, yaitu dalam pemilihan pengurus
kelas dan pemilihan ketua OSIS. Sikap demokratis berarti merupakan sikap yang menghargai
kepemimpinan dan sikap siap dipimpin.
6. Kejujuran
Kegiatan olahraga di sekolah dapat menjadi sarana yang tepat untuk menumbuhkan sikap
kejujuran peserta didik. Sikap fair play dalam sebuah pertandingan olah raga perlu dijunjung
tinggi.
7. Kemandirian
Kegiatan kelompok di luar sekolah merupakan sarana yang tepat untuk menumbuhkan sikap
kemandirian siswa. Kegiatan di luar sekolah perlu didukung oleh seluruh civitas sekolah dan
orang tua serta masyarakat sekitarnya.
8. Daya Juang
Daya juang tidak hanya dilihat dari kemampuan fisik semata tetapi juga bisa dilihat dari unsur
semangat dan kemampuan psikis. Mengerjakan tugas yang membutuhkan ketekunan dan
ketelitian dalam waktu yang cukup lama merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkan
sikap daya juang siswa.
9. Tanggung Jawab
Kegiatan class meeting merupakan cara yang tepat untuk melatih tanggung jawab anak didik.
Anak didik diajak untuk bersikap tekun dari mulai persiapan sampai selesai kegiatan evaluasi.
10. Penghargaan terhadap Lingkungan Alam
Kegiatan kepramukaan dengan mengembangkan kesadaran akan lingkungan sangat terbuka.
Melalui kegiatan pramuka peserta didik diajak untuk mencintai lingkungan.
E. Hubungan Pendidikan Keluarga dengan Pendidikan Karakter di Sekolah
Anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki-
laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah
melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu
generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi
17. 17
pembangunan Nasional. Anak adalah asset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang
akan datang berada ditangan anak sekarang.
Karakter anak dalam keluarga memang memahaminya terkadang begitu sulit bahkan kita
seringkali tidak mampu melakukannya. Kebanyakan kita bahkan dibuat bingung oleh anak sehingga
mereka enggan membagi banyak hal misalnya cerita di sekolah, masalah mereka, hingga cerita-
cerita yang biasa kepada kita sebagai orang tua. Ketika anak mulai tidak nyaman berbicara dengan
kita, mungkin itu berarti kita belum mampu mendapatkan kepercayaan dan memahami karakter anak
itu sendiri.Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai- nilai kebijakan pada anak sangat
tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Dalam keluarga, seorang
anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala aspek kehidupan yang
tercermin dalam kebudayaan.
Adapun pengaruh pendidikan keluarga terhadap pembentukan karakter anak berdasarkan
indikator-indikator dalam penelitian akan dideskripsikan penjelasannya sebagai berikut:
1. Indikator Dasar Pendidikan Moril
Pendidikan moril merupakan nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Pengertian dari dasar pendidikan moril ini adalah
nilai-nilai yang termasuk domain afektif. Nilai-nilai afektif tersebut antara lain, perasaan, sikap,
emosi, kemauan, keyakinan, dan kesadaran. Dasar dari pendidikan moril yang dimaksudkan
disini yaitu mengenai tingkat keseringan responden atau keluarga dalam memberi contoh moril
pada anak, serta berapa seringkah keluargakhususnya orang tua dalam menanamkan nilai moril
pada anak.
Upaya nyata yang harus dilakukan sehingga keluarga mampu menanamkan dasar
pendidikan moril lebih baik lagi yaitu di dalam keluarga harus mempunyai sifat personal,
seperti jujur, adil dan bertanggung jawab. Tetapi di samping itu harus ada kesadaran masing-
masing pribadi akan nilai moralitas dan memahami cara berinteraksi pada anak dengan
baik.Berdasarkan hal tersebut bentuk dan cara interaksi keluarga dan masyarakat, anak akan
memperoleh suasana kehidupan yang lebih baik, atau sebaliknya, akan memperoleh efek yang
lebih baik lagi dari keluarganya.
2. Indikator Dasar Pendidikan Sosial
Dasar sosial merupakan suatu rumpun masalah pendidikan. Dasar pemikiran tersebut
seperti aspek-aspek sosial dan pendidikan, lingkungan sosial pendidikan, sekolah sebagai
sistem sosial, dan peranan sosial pendidikan. Bimbingan orang dewasa terhadap anak dengan
memberikan pelatihan untuk pertumbuhan kehidupan sosial dan memberikan macam-macam
18. 18
pendidikan mengenai perilaku sosial dari sejak dini, agar hal itu menjadi elemen penting dalam
pembentukan sosial yang sehat.
Upaya yang dilakukan agar memiliki dasar pendidikan sosial yang proporsional adalah
keluarga mampu menanamkan dasar pendidikan sosial lebih baik lagi yaitu pada orang tua atau
keluarga harus dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka dikenalkan
dengan dunia luar. Pengaruh keluarga sangat besar dalam pertumbuhan seorang anak, karena
keluarga dan anak mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal dalam satu atap
atau satu rumah. Untuk mendapatkan kuliatas pendidikan sosial yang lebih baik lagi keluarga
harus terus mengingatkan bahwa anak termasuk masih memerlukan orang lain, bersosialisasi
dengan orang lain sangat penting dalam menjaga silaturahmi di dalam lingkungan agar menjadi
lebih baik.
Hubungan dalam pengaruh pendidikan keluarga terhadap pembentukan karakter anak
dalam hal dasar pendidikan sosial adalah keluarga sebagai orang yang mampu mempengaruhi
sikap anak di lingkungannya. Di lingkungan anak sangat mempengaruhi pembentukan
karakternya dalam hal dasar pendidikan sosial, di dalam musyawarah juga keluarga sebagai
penengah dalam pemecah masalah.
3. Indikator Kehidupan Emosional Anak
Emosi merupakan perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi
adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian yang dapat ditunjukkan ketika merasa senang
mengenai sesuatu, marah kepada seseorang,ataupun takut terhadap sesuatu. Peristiwa-
peristiwayang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang
bersifat interpersonal, yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam
mengelola emosi negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugastugas perkembangan dan
berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial.
Upaya yang dilakukan agar memiliki kehidupan emosional anak yang lebih baik lagi adalah
meningkatkan kemampuan sosial emosional anak agar dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, dimana keseimbangan emosi dapat diperoleh dengan dua cara yaitu dengan
pengendalian lingkungan dengan tujuan apabila emosi yang tidak menyenangkan itu timbul
maka cepat– cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan. Sedangkan cara yang kedua
adalah membantu anak mengembangkan toleransi terhadap emosi yakni dengan menghambat
pengaruh emosi yang tidak menyenangkan jadi keluarga lebih menekankan emosi pada anak
agar memberikan pendidikan lebih baik lagi.
19. 19
Hubungan dalam pengaruh pendidikan keluarga terhadap pembentukan karakter anak
dalam hal kehidupan emosional anak, dalam hal ini keluarga harus menjadi tempat nyaman
terlebih dahulu untuk anak. Keluarga harus menunjukkan di depan anak bahwa di dalam
keluarga mereka harmonis, lingkungan keluarga juga dapat menerima anak dengan baik.
Sebagai anak dalam hal kehidupan emosionalnya sangat mempengaruhi pembentukan karakter
mereka, dan berawal dari keluarga anak dapat merasakan kenyamanan keluarga yang harmonis.
Dari itu anak jauh dari sikap dan pikiran emosional yang negatif.
F. Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan Karakter Peserta Didik di Sekolah
Isi pendidikan yang perlu dikembangkan dalam keluarga, adalah sebagai berikut :
1. Menanamkan Pendidikan Agama
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar dasar hidup
beragama. Bagi keluarga-keluarga beragama islam, anak-anak dibiasakan ikut serta ke mesjid
bersama sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khotbah atau ceramahceramah
keagamaan, menghadiri atau mengikuti kegiatan keagamaan, dan kegiatan seperti ini besar
pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Bagi keluarga yang beragama selain Islam pelibatan
anak pada spritual keagamaan dan penghayatan hidup beragama menjadi hal perlu terdasain
pula dengan baik, bukan sekedar mengikuti kelaziman. Kehidupan dalam keluarga hendaknya
mampu memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.
Dalam bidang spiritual, peran orang tua sangat vital. Taat beragama atau tidaknya seorang
anak banyak dipengaruhi oleh contoh dan cara orang tua mereka menjalankan ibadahnya. Orang
tua tidak dapat menyerahkan pendidikan agama ke sekolah, walaupun sekolah tersebut berbasis
agama. Di dunai modern ini banyak sekolah yang tidak berbasis agama, dimana pelajaran
agama diberikan menurut kepercayaan masing-masing. Komunitas sekolah yang beragam ini
mempunyai nilai positif karena komunitas seperti ini mencerminkan keadaan di masyarakat
global pada saat ini dimana anak-anak kita tidak mungkin hanya bergaul dengan orang-orang
yang satu iman saja, anakanak diajarkan untuk terbiasa bersikap toleran dan hormat terhadap
agama lain, sehingga mereka dapat berperan dalam terciptanya perdamaian dunia. Keluarga
berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainya kepada
kehidupan beragama. Tujuanya bukan sekedar untuk mengetahui kaidah agama, melainkan
untuk menjadi insan beragama, sebagai abdi yang sadar akan kedudukanya sebagai makhluk
yang di ciptakan dan di limpahi nikmat tanpa henti sehingga menggugahnya untuk mengisi dan
mengarahkan hidupnya untuk mengabdi Tuhan. Yang diharapkan adalah bukan sekedar orang
20. 20
yang serba tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan yang benar-
benar merealisasikan dengan penuh kesungguhan.
Pendidikan keagamaan dalam keluarga itu diantaranya berlangsung melalui identifikasi
anak kepada orang tua. Pada tahapan pertama, identifikasi anak kepada orangtua itu
berlangsung scara pribadi, artinya mereka langsung melihat dan meniru apa yang dilakuka
orang tua atau pendidiknya seperti yang disinggung diatas. Pada tahapan pembiasaan kehidupan
keberagamaan memang sangat penting, karena anak belum dapat langsung menangkap esensi
norma, khususnya norma keagamaan. Sejalan dengan tahapan perkembangan mereka
perkenalan dengan nilai keagamaan dapat dilaksanakan melalui cerita-cerita yang berkaitan
dengan kehidupan yang beragama, cerita tentang keteladanan, khususnya berkenaan dengan
kehidupan beragama. Perkenalan dengan kaidah dan kehidupan beragama melalui cerita-cerita
ini (metode pisah) bagi anak tersebutlebih mudah ditangkap dan dijiwai karena bagi mereka
yang berada dalam masa perkembangan yang peka terhadap fantasi dan imajinasi, penampilan
nilai agama pada tokoh cerita tersebut lebih hidup dan mengundang mereka, dibanding dengan
berbagai rumusan dan nilainilai keberagamaan yang nampak lebih abstrak. Mereka memang
belum matang untuk berfikir abstrak.
Baru pada tahapan lebih lanjut identifikasi anak kepada orang tua dapat langsung
menyangkut nilai yang diakui oleh orang tua dan pendidiknya. Saat anak dapat mengamati
kehidupan secara kritis, ia menyaksikan bahwa orangtua pun kadang-kadang berbuat salah,
namun sekaligus juga ia menyaksikan bahwa mereka itu memang berupaya untuk berbuat
selaras dengan yang dianjurkanya. Berarti bahwa perbuatan orangtua atau pendidik itu
dikaitkan dengan perangkat peraturan atau nilai yang yang dianutnya. Maka orang tua itu
sendiri dihayatinya bukan sebagai sumber nilai, melainkan sebagai yang berupaya
merealisasikan dan mentaati sistem nilai yang sembernya adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai contoh, ketika anak ditinggal jauh dari orangtua, bukan karena takut kepada orang tua,
melainkan karena sadar bahwa ajaran dan system nilai yang dianjurkan dan didikan oleh orang
tua itu benar dan harus dilaksanakan.Ia tetap melaksanakan kewajiban beragama seperti yang
dilakukan orang tua, bukan karena takut kepada orang tua, melainkan sadar bahwa ajaran dan
system nilai yang diajarkan dan didikkan oleh orang tua itu benar dan harus dilaksanakan.
2. Menanamkan Pendidikan Moral
Penanaman moral bagi anak tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan
yang dapat di contoh oleh anak dan segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-
21. 21
orang yang disenangi dan dikaguminya, dan melalui inilah salah satu proses yang ditempuh
anak dalam mengenal nilai-nilai etis dalam kehidupan. Perilaku etis mencerminkan keluhuran
dan kemuliaan kemanusiaan yang bersumber dari filsafat, kearifan lokal, nilai-nilai agama, dan
kebudayaan. Cara yang bisa dilakukan antara lain melalui keteladaanan, petuah-petuah,
penyediaan buku-buku bacaan, penyediaan film-film, dan lingkungan hidup yang merangsang
tumbuhnya moralitas yang baik. Isi pendidikan moral itu bermacam-macam, tentang ketuhanan,
kasih sayang, kesetiaan, nasionalisme, patriotisme, charity (kebaik dan kelembutan hati),
kejujuran, keadilan, kebenaran, kebijakan, keindahan, dan sebagainya. Dengan kepemilikan
moral yang baik manusia akan memiliki perilaku yang sinkron dengan sifat-sifat kemanusiaan
yang luhur dan beradab mulia. Keluarga adalah tempat paling baik penyemaian sifat dan
karakter moral yang baik.
Kepemilikan moral yang baik dapat dilakukan melalui proses sosialisasi, yaitu proses
menjadikan seseorang dalam hal ini anak, tumbuh kembang sebagai warga masyarakat yang
memahami, menghayati dengan tingkah laku yang sesuai dengan kebiasaan dan adat istiadat
pada masyarakat setempat, yang melipiti nilai-nilai dan norma-norma. Nilai-nilai yang
diinginkan antara lain: (a) nilai tatakrama, (b) nlai sopan-santun, (c) nilai kebersamaan dan
gotong royong, (d) nilai teloransi, (e) nilai ketelitian, kerapian, kedisiplinan dan kesempurnaan,
dan (f) nilai kesabaran dan keuletan.
3. Menanamkan Nilai-nilai Sosial
Keluarga bagi kepentingan pendidikan merupakan lembaga sosial yang minimal terdiri dari
ayah, ibu dan anak. Kelembagaan keluarga menuntut adanya peran dan fungsi tertentu, yaitu
peran sebagai suami dan bapak, peran sebagai istri dan ibu, dan peran sebagai anak dan anak-
anak. Di antara peran dan fungsi tersebut harus hadir dalam sebuah keluarga secara nyata.
Interaksi antara ketiga peran tersebut terikat oleh norma berumah tangga, dituntun oleh norma
agama yang dianut, norma sosial, dan norma-norma yang lain. Mereka berbagi peran agar
kehidupan rumah tangganya dapat berjalan dengan baik. Walaupun di antara mereka ada yang
hidup berpisah jarak, namun peran-peran mereka bersifat permanen melekat pada status sebagai
bapak dan suami, istri dan ibu, dan anak.
Keluarga merupakan lembaga internalisasi nilai-nilai sosial, yaitu nilai-nilai yang
mewarnai harmonis tidaknya kehidupan bersama antara manusia. Dalam keluarga anak belajar
berbagi peran, berbagi kepentingan, berbagi hak dan kewajiban, membentuk kesepakatan
sosial, dan belajar menyusun struktur sosial sebagaimana kehidupan di masyarakat.
22. 22
Perkembangan kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat
kehidupan keluarga yang penuh dengan rasa tolong-menolong, gotong-royong, teleransi, saling
asah-asih-asuh, dan saling melengkapi. Dalam keluarga anak-anak dibiasakan untuk
mengambil peran dan tanggung jawab sosial dalam kelaurga, yang pada lahirnya akan
mengambil peran di masyarakat.
G. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membentuk dan mengembangkan potensi
kemanusiaan sehingga menghasilkan generasi yang kompeten dan berwatak (berakhlak) mulia.
Upaya ini dimulai pertama kali dari keluarga, karena keluarga merupakan tempat pertama bagi anak
dalam memperoleh pendidikan hidup.
Usaha pendidikan karakter melalui lingkungan keluarga dapat dilakukan setidaknya melalui 4
cara yaitu:keteladanan, pembiasaan, nasehat dan hukuman serta motivasi terhadap anak. Cara-cara
tersebut dilaksanakan dengan pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan berlangsung
secara konsisten. Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga merupakan amanah dan tugas
serta kewajiban bagi kita semua. Pemahaman dan penyelarasan serta penyesuaiantentang
lingkungan pendidikan keluarga serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan wujud
tanggung jawab kita.
Tercapainya proses pendidikan karakter di dalam lingkungan keluarga bergantung pada
keserasian antara orang tua, anak, cara yang digunakan serta lingkungan yang mendukung terjadinya
proses pendidikan. Dengan demikian pelaksanaan proses pendidikan karakter dalam keluarga
merupakan keterpaduan antara keteladanan, pembiasaan, nasehat dan motivasi serta kebersamaan
yang berorientasi pada terciptanya keselarasan karakter untuk semua anggota keluarga.
23. 23
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin. (2011) Akhlak Tasawuf. Bandung: PT Raja grafindo persada.
Alim. (2011). Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian
Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Burhanudin S. (2010). Etika Individual. Pola Dasar Filsafat Etika. Rineka Cipta
Daryono, Y. (2008). Raden Dewi Sartika Sang Perintis Cetakan II. Bandung : Yayasan AWIKA &
PT. Grafitri Budi Utami
Daradjat, Z. (2010). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Darwis. (2007). Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia. Jakarta: Erlangga.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosdakarya
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung PT Remaja Rosdakarya
Departemen Pendidikan Nasional. (2010). Pendidikan Karakter Teori & Aplikasi,
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dan Menengah Penelitian. Malang:
UMM Press. Hal 14-16
Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Fathurrahman. (2015). Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Yogyakarta:
Kalimedia.
Hartati, S. (2012). Pola Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai (Glycine max [L.]
Merril) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis X B3570. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hakam, K. A. (2011). Membina Kecerdasan dan Perilaku Sosial Dalam Membangun Karakter
Anak.Dalam Dasim Budimansyah & Kokom Komalasari (Penyunting). Pendidikan
Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (hlm. 379 – 397).
Bandung: Maulana Media Grafika.
Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan
Hariyanto. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasbulloh. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hurlock, EB. (1998). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan SepanjangRentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Istighfarotur Rahmaniyah. (2009). Pendidikan Etika. Aditya Media. Malang.
Jalaludin, Rakhmat. (2007). Persepsi Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
24. 24
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Roadmap Pandidikan Keluarga. Jakarta:
Kemdikbud PAUD dan Masyarakat.
Keraf, A. Sonny. (1991). Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur.
Jakarta: Kanisius
Mubah, A, S. (2011). Strategi meningkatkaan daya tahan budaya lokal dalam
menghadapi arus globalisasi. Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas
Airlangga, Surabaya. Volume 24, nomer 4 hal 302-308.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurul Zuriah. (2008). Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Notoadmodjo, S. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Poedjawiyatna. (1987). Pengetahun : Pengantar Ilmu dan Filsafat. Jakarta : Bina Aksara.
Rahmatika, Afifah. Dkk. (2018). Peranan Dewi Sartika Terkait Pendirian Pendidikan Sekolah Istri
(1904). Malang: Universitas Negeri Malang.
Sadulloh, uyoh. (2003). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sadulloh, Uyoh. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Sarwono. (1976). PengantarPsikologiUmum. Jakarta: Bulan Bintang
Suhartono. (2009). Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sunarto dan Hartono, B. Agung. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.
Susanto, dkk. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.
Suriasumantri, J.S. (2007). Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tim Museum Kebangkitan Nasional. (2015). K.H. Ahmad Dahlan. Jakarta : Museum Kebangkitan
Nasional Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
25. 25
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT
Imperial Bhakti Utama.
Tirtarahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Usman, Husaini. (2008). Manajemen Teori praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Yahya Khan. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri Mendongkrak Kualitas
Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publishing.
Yusuf. (2003). Studi Agama Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.