1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Social Mapping
Pemetaan Sosial (social mapping) adalah kegiatan sistematis mengumpulkan data dan
informasi skala mikro atau tingkat desa dengan tingkat detail yang tinggi. Tujuan umum kegiatan
adalah untuk memahami profil dan karakteristik suatu desa, potensi dan permasalahan, upaya
penanggulangan masalah yang telah dilakukan, dan rencana tindakan. Output kegiatan, -
termasuk peta pemukiman, peta wilayah dan peta sosial-, diharapkan memberi gambaran konkrit
situasi desa.
Hasil pemetaan sosial dapat menjadi input dan bahan perencanaan pembangunan dan
program pemberdayaan masyarakat (community development) bagi berbagai pihak termasuk
pemerintah daerah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat, secara lebih komprehensif.
Meskipun membutuhkan penelitian lebih mendalam terhadap karaktersistik suatu desa dan
masyarakatnya, hasil dari kegiatan ini secara cepat memetakan masalah masyarakat dan sektor
mana saja yang harus ditingkatkan oleh perusahaan.
Hasil pemetaan sosial diharapkan berguna sebagai bahan untuk penyusunan rencana
strategis pengembangan meliputi: program pengembangan infrastruktur penunjang; program
peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya serta kesehatan (sosekbudkesmas) masyarakat;
dan program pengembangan potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM)
di masing-masing desa yang telah disurvei.
2.2 Pengertian MasalahSosial
Ada beberapa pandangan para tokoh sosilogi tentang masalah sosial, antara lain:
Arnold Rose: masalah sosial dapat didefinisikan sebagai situasi yang telah memengaruhi
sebagian besar masyarakat sehingga mereka percaya bahwa situasi itu adalah sebab dari
kesulitan mereka. Situasi itu dapat diubah.
Richard dan Richard: masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi yang tidak diinginkan dan
tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Soerjono Soekanto: masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan
atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan sosial.
2. Masalah sosial sendiri dapat dilihat dari teori fungsionalis, teori konflik dan teori
interaksi simbolis. Teori Fungsionalis yaitu semua bagian seperti keluarga, ekonomi, dan
sekolah, mempunyai fungsinya masing-masing dalam masyarakat. Keluarga membesarkan anak,
sekolah mengajarkan pengetahuan dan lembaga ekonomi menyediakan pekerjaan. Semua bagian
dari masyarakat ini saling bekerja sama untuk membangunan tatanan sosial yang stabil. Jika
salah satunya tida menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan terjadi ketidakteraturan sosial
dalam bentuk masalah sosial.
Menurut teori konflik, masalah sosial timbul dari berbagai macam konflik sosial. Hal
yang paling penting dan umum adalah konflik kelas rasa tau kelas etnis, dan konflik gender.
Setiap koflik muncul dari ketimpangan antara yang kuat dan lemah.
Teori Interaksi Simbolis, teori ini melihat masalah sosial sebagai interaksi simbolis antara
individu yang tidak mempunyai masalah sosial dan individu yang mempunyai masalah sosial
yang mengarahkan individu yang tanpa masalah berperilaku seperti individu yang bermasalah.
Dalam teori ini ada dua pandangan yang berbeda tentang masalah sosial. Pertama adalah teori
pelabelan (labeling theory). Suatu kondisi sosial kelompok atau masyarakat tertentu dianggap
bermasalah, karena kondisi itu sudah dicap bermasalah. Kedua yaitu konstruksionisme sosial,
melihat bahwa individu yang menginterpretasikan dunia sekitarnya secara universal.
DAFTAR PUSTAKA
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2014. Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Esis Erlangga
Meilantina, Mayang. 2013. Pemetaan Sosial (Social Mapping): Studi Wilayah Kabupaten
Kapuas-Provinsi Kalimantan Tengah. Palangkaraya: J-SEA (Journal Socio Economics
Agricultural)