3. Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
4. Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis.KRITERIA DIAGNOSIS<br />Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada seseorang, yakni:<br />Kehadiran dua atau lebih kepribadian. <br />Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku. <br />Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya.<br />Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.<br />TANDA DAN GEJALA<br />Depersonalisasi dan derealisasi <br />Penderita mengalami perasaan tidak nyata,merasa terpisah dari diri sendiri,baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film.<br />Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri&menganggap diri sebagai orang yang asing/tidak nyata.<br />Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu<br />Penderita sering mengalami kehilangan waktu, dimana terkadang mereka menemukan sesuatu yeng tidak diketahuinya,/tersadar disuatu Tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak sadar kapan pergi ke Tempat itu.<br />Sakit kepala dan keinginan bunuh diri<br />Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.<br />Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri<br />Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. <br />Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.<br />DIAGNOSIS<br />Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama. Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.<br />WAWANCARA KLINIS TERSTRUKTUR<br />Metode wawancaranya telah memiliki panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur untuk Penderita Gangguan Identitas Disosiatif.<br />Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis yang dinamakan Pengukuran Kejadian Disosiatif pada Penderita.<br />Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat. <br />Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif kerap kali mirip dan atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panik.<br />Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia. <br />Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban <br />TEORI PSIKOANALISA<br />Menurut Teori Psikoanalisa,Sigmund Freud >trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kpribadian seseorang. Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk. Saat terjdi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan ditekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.<br />Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa. Kepribadian- kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi. Munculnya kepribadian- kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi. Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yg diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.<br />PENGOBATAN<br />Terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.<br />Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.Pada saat terhipnosis dan individu masuk kedalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil atau bertemu dengan kepribadian- kepribadian lainnya.<br />Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian. Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk jadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan. Setelah mengetahui, memahami dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya. Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya. Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli. Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil danKaren. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya. Proses ini tidak berjalan dengan mudah,karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti,dilecehkan dan juga percobaan bunuh diri. <br />Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu dan membutuhkan penanganan lainnya. Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus. Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan. Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan untuk mengendalikan pikiran-pikiran perasaan individu agar tetap pada kondsi normal. <br />PROGNOSIS<br />Penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk. Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya. Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami. Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan dan gangguan sangat baik untuk anak-anak. Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif. <br />Walaupun dikembalikn lagi pada faktor pasien dan terapisnya. Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya. Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan. Stres atau penyalah-gunaan zat juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan ini.<br />