SlideShare a Scribd company logo
1 of 136
Download to read offline
1. PENDAHULUAN
ampak dari globalisasi dan perdagangan bebas yang mau tidak mau
harus dihadapi Indonesia adalah persaingan yang makin ketat di dalam
dunia usaha perdagangan dan industri. Untuk meningkatkan daya
saing, segala upaya harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi.
PLN sebagai pemasok utama energi listrik di Indonesia, pasti akan
menghadapi tuntutan peningkatan keandalan yang terus menerus,
karena peningkatan keandalan akan berarti penekanan kerugian-
kerugian yang tidak perlu terjadi, yang berarti peningkatan efisiensi.
Indikator keandalan terpenting suplai tenaga listrik adalah lama
padam/konsumen/ tahun dan kali padam/konsumen/tahun. Kedua
angka itu harus ditekan terus menerus. Pada konsumen PLN angka
lama padam itu relatif masih tinggi dibandingkan dengan negara maju.
2. MACAM-MACAM GANGGUAN, PENYEBAB, DAN AKIBATNYA
a. Gangguan Beban Lebih
Beban lebih mungkin tidak tepat disebut sebagai gangguan. Namun
karena beban lebih adalah suatu keadaan abnormal yang apabila
dibiarkan terus berlangsung dapat membahayakan peralatan, jadi harus
diamankan, maka beban lebih harus ikut ditinjau.
Beban lebih dapat terjadi pada trafo atau pada saluran karena
konsumen yang dipasoknya memang terus meningkat, atau karena
adanya manuver atau perubahan aliran beban di jaringan setelah
adanya gangguan.
Beban lebih dapat mengakibatkan pemanasan yang berlebihan yang
selanjutnya panas yang berlebihan itu dapat mempercepat proses
penuaan atau memperpendek umur.
Pada trafo tenaga, percepatan proses penuaan itu secara pendekatan
dapat dinyatakan dengan rumus Mountsinger sebagai berikut :
7)
6/)98(
0
2
98tan
−
== ϑϑ
ζ
CsuhupadapenuaanKecepa
suhupadapenuaannKecepata
Dimana :
ζ = Kecepatan penuaan relatif.
ϑ = Suhu belitan bagian terpanas (hot spot).
98
o
C = adalah suhu sebagai dasar disain untuk umur yang wajar (20 –
30 tahun).
Rumus Mountsinger tersebut berlaku sampai suhu 140
o
C.
Tabel berikut menggambarkan hubungan kecepatan penuaan relatif (ζ)
dengan suhu belitan.
ϑ (
o
C) ζ
80
86
92
0,125
0,25
0,5
98 1
104
110
116
122
128
134
140
2,0
4,0
8,0
16,0
32,0
64,0
128,0
Jadi trafo yang seumur hidupnya dibebani sedemikian sehingga suhu
kerjanya (hot spot) 6
o
di atas 98
o
C, maka proses penuaannya
dipercepat dua kali atau umurnya diperpendek menjadi separuhnya dari
umur yang wajar. Atau suatu trafo yang dalam suatu perioda (misalnya
10 jam) dibebani sedemikian sehingga suhu kerjanya 6
0
diatas 98
0
C,
maka umurnya akan berkurang dua kali lebih banyak (ekivalen dengan
dibebani pada suhu 98
0
C selama dua kali 10 jam). Sebaliknya jika
suhunya 6
o
di bawah 98
o
C, proses penuaannya diperlambat menjadi
setengahnya.
Trafo dapat dibebani lebih untuk sementara tanpa menyebabkan
kenaikan suhu melampaui 98
o
C (jadi tidak mengakibatkan perpendekan
umur) jika beban sebelumnya cukup rendah (suhu hot spot di bawah
98
o
C). Untuk hal ini telah ada petunjuk dari SPLN 17A (IEC 354)
“Loading guide for oil-immersed transformer”.
Gangguan pada sistem pendingin (misalnya matinya fan pada
radiatornya) dapat menyebabkan kenaikan suhu yang berlebihan
meskipun bebannya masih di bawah nominalnya. Dalam hal demikian
trafo juga akan mengalami perpendekan umur.
Panas yang berlebihan pada beberapa kabel yang terpasang paralel
dapat terjadi karena jaraknya satu sama lain terlalu dekat meskipun
bebannya di bawah nominal. Akibatnya sama yaitu perpendekan umur
atau cepat rusak.
b. Gangguan Hubung-Singkat
Hubung-singkat dapat terjadi antar fasa (tiga fasa atau dua fasa) atau
antara satu fasa ke tanah, dan dapat bersifat temporair (non persistant)
atau permanen (persistant).
Gangguan yang permanen misalnya hubung singkat yang terjadi pada
kabel, belitan trafo atau belitan generator karena tembusnya (break
down nya) isolasi padat.
Di sini pada titik gangguan memang terjadi kerusakan yang permanen.
Peralatan yang terganggu tersebut baru bisa dioperasikan kembali
setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Penyebab gangguan
permanen antara lain penuaan isolasi, kerusakan mekanis isolasi,
tegangan-lebih dsb.
Pada gangguan yang temporair, tidak ada kerusakan yang permanen
di titik gangguan. Gangguan ini misalnya berupa flashover antara
penghantar fasa dan tanah atau tiang, travers atau kawat tanah pada
SUTT atau SUTM karena sambaran petir, atau flashover dengan
pohon-pohon yang tertiup angin, atau burung / binatang lain yang
terbang / merayap mendekati konduktor fasa dan sebagainya.
Pada gangguan ini yang tembus (break down) adalah isolasi udaranya,
oleh karena itu tidak ada kerusakan yang permanen. Setelah arus
gangguannya terputus, misalnya karena terbukanya circuit breaker oleh
relay pengamannya, peralatan atau saluran yang terganggu tersebut
siap dioperasikan kembali.
Arus hubung singkat dua fasa lebih kecil daripada arus hubung singkat
tiga fasa. Jika tahanan gangguan diabaikan arus hubung singkat dua
fasa kira-kira : ½ 3 (=0,866) kali arus hubung singkat tiga fasa.
Arus gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil daripada
arus hubung singkat tiga fasa, bahkan mungkin lebih kecil dari arus
beban nominalnya, sebab gangguan tanah hampir selalu melalui
tahanan gangguan, misalnya beberapa ohm, yaitu tahanan pembumian
kaki tiang, dalam hal flashover dengan tiang atau kawat tanah, atau
beberapa puluh atau ratusan ohm dalam hal flashover dengan pohon.
Di samping itu untuk sistem dengan pembumian melalui tahanan,
tahanan pembumian netral sistem itu juga akan membatasi arus
gangguan satu fasa ke tanah.
Arus gangguan satu fasa ke tanah pada sistem dengan pembumian
langsung pada umumnya juga sedikit lebih kecil dari pada arus hubung-
singkat tiga fasa sebab impedans urutan nol saluran pada umumnya
lebih besar (empat kalinya) dari pada impedans urutan positifnya,
kecuali jika lokasi gangguannya dekat dengan pusat pembangit, dimana
yang dominan impedansi generatornya yang reaktansi urutan nolnya
tidak termasuk kedalam rangkaian urutan nolnya.
Peralatan yang terganggu dan peralatan yang dilalui arus hubung-
singkat dapat menjadi rusak dengan 2 cara :
• secara thermis
• secara mekanis
Rusak secara Thermis
Panas yang timbul tergantung pada besarnya arus gangguan dan
lamanya arus gangguan itu berlangsung, yaitu sebesar :
o
t
I
2
R.dt
Dimana: t = waktu lamanya arus gangguan
R = tahanan konduktor
I = arus gangguan
Panas ini akan menaikkan suhu konduktor yang dilalui arus gangguan
itu. Jika terlalu lama (clearing time-nya lambat) suhu konduktor akan
terlalu tinggi sehingga merusak isolasinya atau mempercepat
penuaannya.
Jadi setiap peralatan mempunyai batas termis tertentu terhadap arus
hubung singkat. “Ketahanan thermis terhadap arus hubung-singkat
dalam waktu singkat” atau disingkat “Arus ketahanan waktu singkat”
(“Short time withstand current”) dari peralatan biasanya dinyatakan
dalam arus (kA) dan waktu 1 detik, 2 detik atau 3 detik. Batas thermis
peralatan bisa juga dinyatakan dalam kurva waktu-arus (damage curve)
dalam diagram Waktu-Arus. Jika batas itu tidak dilampaui maka tidak
ada panas yang berlebihan, peralatan yang dilalui arus gangguan tidak
rusak dan tidak mengalami percepatan penuaan.
Secara Mekanis
Arus gangguan menimbulkan gaya tarik menarik atau tolak menolak
pada konduktor yang dilalui arus gangguan. Busbar pada cubicle atau
switchgear misalnya, harus memiliki isolator yang cukup kuat secara
mekanis sehingga tahan terhadap gaya-gaya tersebut. Demikian pula
belitan trafo juga harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup
sehingga tidak rusak oleh arus hubung singkat (through fault current)
yang melaluinya. Gaya mekanis (dynamic force) tertinggi terjadi pada
puncak arus (peak current) pertama dari arus hubung singkat itu yang
nilai maximumnya, dengan maximum DC offset, bisa mencapai 2½ kali
nilai rms (root mean square) dari arus hubung singkat simetrisnya.
Contoh :
Suatu Switchgear mempunyai :
Arus ketahanan waktu singkat pengenal 20 kA/1 sec.
Arus ketahanan puncak pengenal 50 kA.
Dari hasil penelitian kerusakan trafo tenaga di Jawa menunjukkan
bahwa kerusakan trafo akibat through fault current ternyata merupakan
kerusakan yang dominan (lihat tabel kerusakan trafo di Jawa untuk
kurun waktu dari tahun 1988 – 1994).
5)
Dengan disain peralatan/ sistem yang baik serta pengamanan sistem
yang baik, gangguan hubung singkat pada umumnya tidak
mengakibatkan kerusakan peralatan, paling hanya mengakibatkan
terlepasnya bagian sistem yang terganggu yang selanjutnya mungkin
dapat mengakibatkan pemadaman.
c. Gangguan Tegangan-Lebih
Tegangan lebih dapat dibedakan sebagai berikut :
• Tegangan lebih dengan power frequency (di Indonesia 50 Hz)
• Tegangan lebih transient
Selanjutnya tegangan lebih transient dapat dibedakan :
• Surja Petir (lightning surge)
• Surja Hubung (switching surge)
Tegangan lebih dengan power frequency terjadi misalnya karena :
• Kehilangan beban atau penurunan beban di jaringan akibat
switching karena gangguan atau karena manuver.
• Gangguan pada AVR (Automatic Voltage Regulator) pada
generator atau pada sadapan berbeban (on-load tap changer)
dari trafo tenaga.
• Kecepatan-lebih (Over speed) pada generator karena
kehilangan beban.
Tegangan lebih dengan power frequency ini biasanya tidak begitu tinggi
namun bisa berlangsung lama. Peralatan seperti kabel, trafo dan
generator didesain sedemikian sehingga tegangan kerja maksimumnya
masih di bawah “corona inception voltage” isolasinya sehingga
peralatan itu tahan lama. “Corona inception voltage” adalah tegangan di
mana internal corona discharge mulai timbul di dalam isolasinya.
Jika tegangan kerja maksimum dilampaui maka internal corona
discharge akan terjadi yang secara kumulatif merusak isolasi.
Selanjutnya peralatan dapat langsung rusak karena insulation break
down (hubung singkat) atau setidak-tidaknya terjadi percepatan
penuaan (perpendekan umur). Jadi tegangan lebih dengan power
frequency akhirnya dapat berakibat hubung-singkat (insulation break
down) atau sekedar perpendekan umur.
Surja Petir
Petir dapat menyambar langsung ke konduktor fasa, atau menyambar
kawat tanah atau tiang SUTT yang selanjutnya menyebabkan back
flashover, atau menyambar tanah atau obyek lain di dekat SUTM atau
SUTT (induced lightning) yang semuanya dapat mengakibatkan
hubung- singkat atau gangguan tanah.
Oleh karena itu kawat tanah pada SUTT yang berfungsi sebagai
pelindung kawat fasa harus mempunyai tahanan pembumian serendah
mungkin, dan isolatornya harus mempunyai tingkat isolasi (basic
insulation level) yang cukup sehingga sambaran petir pada kawat tanah
atau tiang tidak menyebabkan gangguan (back flashover) kecuali petir
yang arusnya (discharge current) terlalu besar yang kemungkinan
terjadinya (probability) lebih kecil.
Surja Hubung
Hubung-singkat atau bekerjanya Pemutus Tenaga (circuit breaker)
dapat menimbulkan tegangan transient yang tinggi, namun biasanya
tidak setinggi surja petir untuk sistem tegangan menengah atau tinggi.
Untuk sistem tegangan ekstra tinggi, surja hubung bisa lebih dominan
sebagai penyebab gangguan daripada surja petir.
d. Gangguan kekurangan daya
Kekurangan daya dapat terjadi karena tripnya unit pembangkit akibat
gangguan di prime movernya, di generator, atau karena gangguan
hubung-singkat di jaringan yang menyebabkan bekerjanya relay dan
circuit breakernya yang berakibat terlepasnya suatu pusat pembangkit
dari sistem. Jika tingkat pembebanan pusat/ unit pembangkit yang
hilang/ terlepas tersebut melampaui cadangan putar (spinning reserve)
sistem, maka pusat-pusat pembangkit yang masih kerja akan
mengalami pembebanan yang berkelebihan sehingga frequency akan
merosot terus. Jika hal ini tidak diamankan akan mengakibatkan tripnya
pusat-pusat pembangkit itu secara beruntun (cascading) yang
selanjutnya dapat berakibat runtuhnya (collapse) system yang dapat
berarti pemadaman total.
e. Gangguan ketakstabilan (Instability).
Gangguan hubung singkat atau kehilangan pembangkit dapat
menimbulkan ayunan daya (power swing) atau, yang lebih parah lagi,
dapat menyebabkan unit-unit pembangkit lepas singkron (pull out of
synchronism). Ayunan daya dapat mengakibatkan relay pengaman
salah kerja yang selanjutnya menyebabkan gangguan yang lebih luas.
Lepas sinkron dapat mengakibatkan berkurangnya pembangkit karena
tripnya unit pembangkit ybs. atau terpisahnya sistem, yang selanjutnya
dapat menyebabkan gangguan yang lebih luas bahkan keruntuhan
sistem (collapse).
5)
Penyebab
I
1Hubungsingkatexternal
2KelemahanIsolasi(Hubungsingkatinternal)
3Petir
Proteksigagal4
KelemahanOLTC5
Pemeliharaankurang6
Salahoperasi7
Lain-lain8
Rusak%MVA
Angkakerusakan
K1%K2%K3%
IIIIIIVVVIVIIVIII
5
4
1
1
7
6
1
21
10
8
2
2
15
13
2
46
170
116
133.3
112
242
343
30
696
1.0
1.3
0.8
0.2
0.2
1.1
4.0
0.2
0.11
0.08
0.02
0.02
0.15
0.13
0.02
0.45
0.5
0.4
0.1
0.1
0.7
0.6
0.1
2.0
JUMLAHTOTAL4618421008.80.984.3
JumlahTerpasang
JumlahUmur(transf-years)
542
4708
Keterangan:
K1=
=K2RatioantarajumlahTraforusakterhadapjumlahumurTrafoterpasang(transf-years)darikelompok
penyebabdinyatakandalamprosen
dalamprosen
RatioantaranilaikerugianakibatTraforusakterhadapnilaiTrafoterpasangketikabarudari
kelompokpenyebab
K3=
FILOSOFI,STRATEGIDANANALISANYAUNTUKPENINGKATANKEANDALANDIPLN
PROTEKSISISTEMTENAGALISTRIK
KERUSAKANTRAFOMENURUTPENYEBAB
DALAMKURUNWAKTU6TAHUN(1988-1994)
No.
3. CARA MENGATASI GANGGUAN
Usaha-usaha untuk mengatasi gangguan dapat dikelompokkan ke
dalam 2 golongan sebagai berikut :
• mengurangi terjadinya gangguan
• mengurangi akibatnya
3.1. Mengurangi Terjadinya Gangguan
Gangguan tidak dapat dicegah sama sekali, tapi dapat dikurangi
kemungkinan terjadinya dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Dengan hanya menggunakan peralatan yang dapat
diandalkan. Peralatan yang dapat diandalkan adalah
peralatan yang minimum memenuhi persyaratan standar
yang dibuktikan dengan uji jenis (type test), dan/ atau yang
telah terbukti keandalannya dari pengalaman
penggunaannya. Penggunaan peralatan di bawah mutu
standar akan merupakan sumber gangguan
b. Penentuan spesifikasi yang tepat dan desain yang baik
sehingga baik dalam kondisi kerja normal maupun dalam
keadaan gangguan yang wajar, semua peralatan tahan baik
secara elektris, thermis maupun mekanis. Ini berarti semua
peralatan tidak akan mengalami overstress secara elektris,
thermis ataupun mekanis yang bisa merusak atau
memperpendek umur.
c. Pemasangan yang benar sesuai dengan disain, spesifikasi
dan petunjuk dari pabriknya.
d. Penggunaan kawat tanah pada SUTT/ SUTET (Saluran
Udara Tegangan Tinggi/ Ekstra Tinggi) dengan tahanan
pembumian kaki tiang yang rendah untuk menghindari atau
mengurangi terjadinya gangguan akibat sambaran petir.
Untuk pemeriksaan tahanan pembumian dalam
pemeliharaan rutin, hubungan konduktor pembumiannya
harus bisa dilepas dari kaki tiangnya.
e. Penebangan / pemangkasan pohon-pohon yang berdekatan
dengan kawat fasa pada SUTM dan SUTT. Dalam hal ini
yang perlu diperhatikan tidak hanya jaraknya dalam keadaan
tidak ada angin melainkan juga dalam keadaan ditiup angin
pohon itu harus tetap mempunyai jarak yang cukup terhadap
kawat fasa.
f. Penggunaan kawat / kabel udara berisolasi untuk SUTM
secara selektif.
g. Operasi dan pemeliharaan yang baik.
h. Menghilangkan/mengurangi penyebab gangguan/kerusakan
melalui penyelidikan.
3.2 Mengurangi Akibat Gangguan
Karena gangguan tidak bisa dicegah sama sekali maka usaha
untuk mengurangi akibatnya juga sangat penting :
a. Mengurangi besarnya arus gangguan dengan cara :
• Menghindari konsentrasi pembangkitan (mengurangi
short circuit level)
• Menggunakan reaktor
• Menggunakan tahanan untuk pembumian netralnya
untuk jaringan tegangan menengah.
b. Penggunaan lightning arrester dan penentuan tingkat dasar
isolasi (Basic Insulation Level) peralatan dengan koordinasi
isolasi yang tepat.
c. Melepaskan bagian sistem yang terganggu dengan
menggunakan circuit breaker dan relay proteksi (proteksi
sistem tenaga liatrik).
d. Menghindari atau mengurangi luasnya / lamanya pemadaman
atau kerusakan akibat pelepasan bagian sistem yang
terganggu dengan cara :
• Penggunaan jenis relay yang tepat dan penyetelan relay
yang selektif agar bagian yang terlepas sekecil mungkin.
• Penggunaan saluran double dengan proteksi yang
selektif sehingga jika terjadi gangguan pada salah satu
saluran, tidak terjadi pemadaman karena saluran yang
lain masih tetap befungsi.
• Penggunaan loop dengan proteksi yang selektif sehingga
jika terjadi gangguan pada salah satu seksi tidak terjadi
pemadaman karena hanya seksi itu saja yang terlepas
dan konsumen masih terhubung dengan sumbernya dari
salah satu arah.
• Penggunaan Penutup-Balik Otomatis (PBO) yang cepat
sehingga pemadaman dapat dihindari atau hanya
berlangsung dalam waktu yang sangat singkat.
• Penggunaan Saklar Seksi Otomatis (automatic
sectionalizer) pada JTM untuk mempercepat pemulihan
dan mempersempit daerah yang padam.
• Penggunaan spindle pada JTM atau setidak-tidaknya ada
titik pertemuan antar saluran (sehingga terbentuk loop
terbuka) sehingga dalam hal ada gangguan, kerusakan
atau pemeliharaan tersedia alternatif supply dari arah lain.
• Penggunaan dua saluran pemasok dari sumber (gardu
induk) yang berbeda dan dilengkapi dengan Saklar
Pindah Otomatis (Automatic Change Over Switch) pada
konsumen yang memerlukan keandalan yang tinggi
• Penggunaan peralatan cadangan (biasa dengan kriteria
N-1).
e. Penggunaan program Pelepasan-Beban (Load Shedding),
Pemisahan Sistem (System Splitting) dan Pembentukan
Pulau (Islanding) untuk mengurangi luasnya pemadaman
dan mempercepat pemulihan sistem setelah gangguan.
f. Penggunaan relay dan circuit breaker yang cepat dan AVR
dengan response yang cepat pula untuk menghindari atau
mengurangi kemungkinan gangguan instability (lepas
sinkron) akibat gangguan hubung-singkat atau jatuhnya unit
pembangkit.
4. PENGERTIAN DASAR PROTEKSI.
4.1 Fungsi Proteksi
Fungsi Proteksi adalah memisahkan bagian sistem yang
terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi
dengan cara sbb :
a. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal
lainnya pada bagian sistem yang diamankannya (fault
detection).
b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing).
c. Memberitahu operator adanya gangguan dan lokasinya
(announciation).
Pengaman-lebur (fuse) adalah contoh alat pengaman yang
paling sederhana yang jika dipilih dengan tepat dapat memenuhi
fungsi tersebut.
Untuk pengamanan bagian sistem yang lebih penting, digunakan
sistem proteksi yang terdiri dari seperangkat peralatan proteksi
yang komponen-komponen terpenting nya adalah :
• Relay Proteksi : sebagai elemen perasa yang
mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal
lainnya (fault detection).
• Pemutus Tenaga (PMT) : sebagai pemutus arus
gangguan di dalam sirkit tenaga untuk melepaskan
bagian sistem yang terganggu. Dengan perkataan lain
“membebaskan sistem dari gangguan” (fault clearing).
PMT menerima perintah (sinyal trip) dari relay proteksi
untuk membuka.
• Trafo Arus dan/atau Trafo Tegangan untuk
meneruskan arus dan/atau tegangan dengan
perbandingan tertentu dari sirkit primer (sirkit tenaga) ke
sirkit sekunder (sirkit relay) dan memisahkan sirkit
sekunder dari sirkit primernya.
• Battery (aki) : sebagai sumber tenaga untuk mengetrip
PMT dan catu daya untuk relay (relay digital/ relay statik)
dan relay bantu (auxiliary relay).
Hubungan antara komponen-komponen proteksi sebagai suatu
sistem proteksi yang sederhana dapat dilihat pada Gbr. 4.1.a
untuk sistem tegangan menengah (TM) atau tegangan tinggi
(TT), dan Gbr.4.1.b , untuk sistem tegangan ekstra tinggi (TET)
yang menggunakan proteksi dobel (duplicate).
Trafo Tegangan
CT2
CT1
DS
CB
RelayR :
LINE
:
:
:
:
:
B
F
TC
VT
CT
Battery
Fuse
Trip Coil
Trafo Arus
CT
DS
CB
:CB
VT F
PMT
TC
B
R
LINE
B2B1
VT F1 F2
TC1
TC2
R1
R2
4.2. Kawasan Pengamanan (Zone of Protection)
Sistem Tenaga Listrik terbagi ke dalam seksi-seksi yang satu
sama lain bisa dihubungkan atau dipisahkan melalui pemutus
tenaga (PMT).
Setiap seksi diamankan oleh suatu relay proteksi (disingkat relay)
dan setiap relay mempunyai kawasan pengamanan. Kawasan
pengamanan suatu relay proteksi adalah bagian dari sistem yang
menjadi tanggung jawab relay proteksi itu untuk mendeteksi
gangguan yang terjadi di dalamnya, dan dengan bantuan PMT
memisahkan seksi yang terganggu itu dari bagian sistem lainnya.
Sebagai contoh relay dan kawasan pengamanannya di dalam
suatu sistem tenaga listrik dapat dilihat pada Gbr. 4.2.a dan
Gbr. 4.2.b.
Gbr. 4.1.a Gbr. 4.1.b
(1)(2)(3)(4)(5)(7)(6)(8)(9)(10)(11)
11kV150kV20kV
Contoh:JenisRelay,fungsinyadanKawasanPengamanannya
FILOSOFI,STRATEGIDANANALISAUNTUKPENINGKATANKEANDALAN
PROTEKSISISTEMTENAGALISTRIK
Gbr.4.2.a
Keterangan:
A
12
B
21
C
21
DE
(1)=OverallDifferentialRelay
PengamanUtamaGen.-Trafo
PengamanCadanganLokalGen.-Trafo
OverCurrentRelay=(2)
PengamanCadangan-jauhBusA
PengamanUtamaBusA
=(3)PengamanBus
=(4)
PengamanUtamaSaluranAB
DistanceRelayZoneI&PLCdiA1
PengamanUtamaTrafo
DifferentialRelayTrafo
PengamanUtamaBusB
DistanceRelayZoneIIdiA1=(5)
=
=
(7)
(6)
PengamanCadangan-jauhTrafodiB
DistanceRelayZoneIIIdiA1
PengamanCadangan-jauhsebagianTrafodiB
sampaidiBusC
OverCurrentRelayTrafosisi150kV(8)=
PengamanCadangan-jauhBusC
PengamanCadanganLokalTrafo
OverCurentRelayTrafosisi20kV(9)=
PengamanCadangan-jauhsaluranCD
PengamanUtamasaluranDE
OverCurrentRelaydiD
PengamanCadangan-jauhsaluranDE
OverCurrentRelaydiC1
PengamanUtamaBusC
PengamanUtamasaluranCD
=
(10)
(11)
=
PengamanCadangan-jauhseksiberikutnya
UtamaBusbasA
KawasanPengaman
UtamaSaluranA-B
KawasanPengamanKawasanPengaman
UtamaBusbarB
Cadangan-jauhseksiDE
Saluran20kVCDdan
KawasanPengaman
AB
CDE
KawasanPengaman
UtamaGen-Trafo
OverlappingKawasanPengaman
CadanganLokal
SaluranA-Byang
Cadangan-jauhbagi
Berfungsipulasebagai
Bus150kVB
KawasanPengaman
Utama(Diferensial)Trafo
KawasanPengamanCadangan-lokalTrafoyang
berfungsipulasebagaiCadangan-jauhBusC
KawasanPengaman
jauhsaluran20kVCD
pengamancadangan-
UtamaBus20kVyang
berfungsipulasebagai
PROTEKSISISTEMTENAGALISTRIK
FILOSOFI,STRATEGIDANANALISAUNTUKPENINGKATANKEANDALAN
Gbr.4.2.b
Contoh:KawasanPengamananUtamadanKawasanPengamananCadangan
(2)(3)(5)
(9)
(8)
(7)
(6)(4)(1)
Karena dengan terpisahnya bagian sistem yang terganggu,
bagian sistem lainnya dapat selamat tidak rusak dan terus
beroperasi, maka suatu relay proteksi dengan mengamankan
kawasannya sendiri pada hakekatnya menyelamatkan seluruh
sistem.
4.3 Pengaman Utama dan Pengaman Cadangan
Ada kemungkinan suatu sistem proteksi gagal bekerja karena
kegagalan komponennya. Misalnya kegagalan/ kelemahan
battery, terputusnya rangkaian trip, gangguan mekanis pada
PMT, kerusakan relay, dsb. Oleh karena itu sistem dilengkapi
dengan pengaman cadangan di samping pengaman utamanya.
Karena pengaman cadangan baru diharapkan bekerja jika
pengaman utamanya gagal bekerja maka pengaman-pengaman
cadangan disertai dengan waktu tunda (time delay) untuk
memberi kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih
dahulu, atau fungsinya sebagai pengaman cadangan diblok
untuk mencegah trip jika pengaman utamanya start.
Cara memberikan pengaman cadangan sebagai berikut :
• Pengaman cadangan-lokal (local back up)
• Pengaman cadangan-jauh (remote back up)
• Pengaman kegagalan PMT
Pengaman cadangan-lokal terletak di tempat yang sama dan
mengetrip PMT yang sama dengan pengaman utamanya,
sedangkan pengaman cadangan-jauh terletak di seksi sebelah
hulunya, jadi PMT yang ditrip juga PMT disebelah hulunya. Suatu
relay (misalnya relay arus-lebih atau relay impedans) dapat
berfungsi rangkap, sebagai pengaman utama bagi seksinya
sendiri sekaligus sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi
berikutnya. Sudah barang tentu terjadi tumpang tindih (over
lapping) antara kawasan pengaman utama dan kawasan
pengaman cadangannya, baik cadangan-lokal maupun
cadangan-jauh (lihat Gbr.4.2.b). Ini berarti gangguan yang
terjadi pada kawasan pengaman utama akan dideteksi baik oleh
pengaman utama maupun pengaman cadangan-lokal ataupun
pengaman cadangan-jauhnya. Untuk menghindari terlepasnya
dua seksi sekaligus (seksi kawasan pengaman utama oleh relay
pengaman utama dan seksi sebelah hulunya oleh relay
pengaman cadangan-jauh), maka relay pengaman cadangan-
jauh diberi waktu tunda, atau diblok pencegah trip {lihat contoh
(2) pada butir 4.4.d.} jika pengaman utamanya berhasil bekerja.
PMT dapat gagal bekerja, misalnya karena lemahnya battery,
terputusnya rangkain trip, gangguan mekanis pada PMT, atau
kegagalan dalam memutuskan arus meskipun kontaknya sudah
bergerak kearah membuka.
Pengaman kegagalan PMT (CB Failure Protection)
mendeteksi arus gangguan pada PMT yang seharusnya sudah
terbuka. Jika arus masih ada, yang berarti terjadi kegagalan
PMT, pengaman kegagalan PMT ini akan mengetrip semua PMT
terdekat di sebelah hulunya yang mensuplai arus gangguan.
Cara mendeteksi kegagalan PMT dilakukan oleh relay arus lebih
yang mendeteksi masih adanya arus setelah PMT itu ditrip oleh
relay proteksi nya. Jadi pengaman kegagalan PMT ini baru bisa
bekerja setelah menerima sinyal trip dari relay proteksinya untuk
start. Jika relay proteksi utama dan juga cadangan-lokal nya
gagal, pengaman-kegagalan-PMT ini juga akan lumpuh karena
sinyal trip dari relay proteksinya sebagai persyaratan untuk start,
tidak diterimanya, maka dalam hal ini menjadi tugas relay
pengaman cadangan-jauh untuk mengamankannya
Contoh : .(lihat Gbr. 4.2.b.)
Jika terjadi gangguan di trafo tenaga 150/20kV, maka relay
proteksinya akan mengetrip PMT 150 kV trafo itu. Jika terjadi
kegagalan pada PMT, maka pengaman kegagalan PMT akan
bekerja dan mengirim sinyal trip ke kedua PMT saluran150 kV
itu.
4.4 Persyaratan Terpenting Pengamanan
a. Kepekaan (Sensitivity)
Pada prinsipnya relay harus cukup peka sehingga dapat
mendeteksi gangguan di kawasan pengamanannya,
termasuk kawasan pengamanan cadangan-jauhnya,
meskipun dalam kondisi yang memberikan deviasi yang
minimum.
Untuk relay arus-lebih hubung-singkat yang bertugas pula
sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi berikutnya,
relay itu harus dapat mendeteksi arus gangguan hubung
singkat dua fasa yang terjadi diujung akhir seksi berikutnya
dalam kondisi pembangkitan minimum.
Sebagai pengaman peralatan seperti motor, generator atau
trafo, relay yang peka dapat mendeteksi gangguan pada
tingkatan yang masih dini sehingga dapat membatasi
kerusakan. Bagi peralatan seperti tsb. diatas hal ini sangat
penting karena jika gangguan itu sampai merusak besi
laminasi stator atau inti trafo, maka perbaikannya akan
sangat sukar dan mahal.
Sebagai pengaman gangguan tanah pada SUTM, relay yang
kurang peka menyebabkan banyak gangguan tanah, dalam
bentuk sentuhan dengan pohon yang tertiup angin, yang
tidak bisa terdeteksi. Akibatnya, busur apinya berlangsung
lama dan dapat menyambar ke fasa lain, maka relay
hubung-singkat yang akan bekerja. Gangguan sedemikian
bisa terjadi berulang kali ditempat yang sama yang dapat
mengakibatkan kawat cepat putus. Sebaliknya, jika terlalu
peka, relay akan terlalu sering trip untuk gangguan yang
sangat kecil yang mungkin bisa hilang sendiri atau risikonya
dapat diabaikan atau dapat diterima.
b. Keandalan (Reliability)
Ada 3 aspek :
b.1 Dependability
Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan
kemampuan bekerjanya).
Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan
bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian
yang terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan
lain perkataan dependability-nya harus tinggi.
b.2. Security
Yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja
(keandalan untuk tidak salah kerja).
Salah kerja adalah kerja yang semestinya tidak harus
kerja, misalnya karena lokasi gangguan di luar kawasan
pengamanannya atau sama sekali tidak ada gangguan,
atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Salah
kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya
tidak perlu terjadi. Jadi pada prinsipnya pengaman tidak
boleh salah kerja, dengan lain perkataan securitynya
harus tinggi.
b.3 Availability
Yaitu perbandingan antara waktu di mana pengaman
dalam keadaan berfungsi/siap kerja dan waktu total
dalam operasinya.
Dengan relay eletromekanis, jika rusak/tak berfungsi, tak
diketahui segera. Baru diketahui pada saat uji rutin/periodik
berikutnya,atau ketika terjadinya kegagalan atau salah kerja
dalam gangguan yang sesungguhnya.
Dengan relay digital, karena dilengkapi dengan kemampuan
memeriksa diri sendiri, jika ada kerusakan didalam, akan
muncul alarm, sehingga bisa segera diketahui dan diperbaiki
atau diganti. Disamping itu, sistem proteksi yang baik juga
dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi terputusnya sirkit
trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit sekunder tegangan serta
hilangnya tegangan searah (DC voltage), dan memberikan
alarm sehingga bisa segera diperbaiki, sebelum kegagalan
proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya, benar-benar
terjadi. Jadi availability dan keandalannya tinggi.
c. Selektifitas (Selectivity)
Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang
terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan
yang terganggu saja yang termasuk dalam kawasan
pengamanan utamanya. Pengamanan sedemikian disebut
pengamanan yang selektif.
Jadi relay harus dapat membedakan apakah:
• Gangguan terletak di kawasan pengamanan utamanya
dimana ia harus bekerja cepat, atau
• Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus
bekerja dengan waktu tunda (sebagai pengaman
cadangan-jauh), atau menahan diri untuk tidak trip, atau
• Gangguannya diluar daerah pengamanannya, atau sama
sekali tidak ada gangguan, dimana ia harus tidak bekerja
sama sekali.
Untuk itu relay-relay, yang didalam sistem terletak secara
seri, di koordinir dengan mengatur peningkatan waktu (time
grading) atau peningkatan setting arus (current grading),
atau gabungan dari keduanya.
Untuk itulah relay dibuat dengan bermacam-macam jenis
dan karakteristik nya. Dengan pemilihan jenis dan
karakteristik relay yang tepat, spesifikasi trafo arus yang
benar, serta penentuan setting relay yang terkoordinir
dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh.
Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan
kecepatan yang tinggi, seperti pengamanan generator, trafo
tenaga dan busbar pada system Tegangan Ekstra Tinggi
(TET) dibuat berdasarkan prinsip kerja yang mempunyai
kawasan pengamanan yang batasnya sangat jelas dan
pasti, dan tidak sensitive terhadap gangguan diluar
kawasannya, sehingga sangat selektif, tapi tidak bisa
memberikan pengamanan cadangan bagi seksi berikutnya.
Contoh: pengamanan differensial (lihat butir 5.2.)
d. Kecepatan (speed)
Untuk memperkecil kerugian/ kerusakan akibat gangguan,
maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat
mungkin dari bagian sistem lainnya.
Waktu total pembebasan sistem dari gangguan, atau
disingkat waktu total pembebasan gangguan (total fault
clearing time), adalah waktu sejak munculnya gangguan,
sampai bagian yang terganggu benar-benar terpisah dari
bagian sistem lainnya.
ttotal= tstart+ td+ tPMT
Dimana,
ttotal = waktu total pembebasan gangguan
tstart = waktu start relay (waktu kerja tanpa waktu tunda)
td = waktu tunda relay untuk koordinasi
tPMT = waktu pemutusan arus gangguan PMT.
Dengan peralatan proteksi sekarang, yang mempunyai tstart
sekitar 20-30 milidetik, tPMT = 2–3 cycle (40-60 milidetik),
maka ttotal pengaman utama tanpa waktu tunda bisa kurang
dari 0.1 detik. Sistem Tegangan Ekstra Tinggi memerlukan
ttotal pengaman utama 80-90 milidetik, sedangkan pengaman
arus lebih pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) bisa
mencapai beberapa detik, karena harus dikoordinir dengan
pengaman disebelah hilirnya.
Kecepatan itu penting untuk:
• menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan
yang dilalui arus gangguan serta membatasi kerusakan
pada alat yang terganggu.
• mempertahankan kestabilan sistem
• membatasi ionisasi (busur api) pada gangguan disaluran
udara yang akan berarti memperbesar kemungkinan
berhasilnya penutupan-balik PMT (reclosing) dan
mempersingkat dead time nya (interval waktu antara buka
dan tutup).
Untuk menciptakan selektifitas yang baik, mungkin saja suatu
pengaman terpaksa diberi waktu tunda (td) namun waktu
tunda itu harus sesingkat mungkin (seperlunya saja) dengan
memperhitungkan risikonya. Jika risikonya terlalu besar
maka perlu diusahakan cara pengamanan lain yang lebih
cepat.
Misalnya, sebagai contoh:
(1) Bus 150 kV (bus B) suatu GI yang hanya diamankan
oleh pengaman cadangan jauh (distance relay zone II)
pada SUTT di GI disebelah hulunya (lihat Gbr.4.2.a),
yang tentu saja dengan waktu tunda yang biasanya 0.3
detik. Ini berarti bahwa jika terjadi gangguan di bus tsb,
gangguan itu baru dibebaskan dalam waktu
tstart+0.3+tPMT ≈≈≈≈ 0.4 detik (lihat butir 5.7). Jika waktu total
pembebasan gangguan sebesar 0.4 detik ini, yang
karena lokasinya didekat pusat pembangkit yang besar
misalnya, dianggap membahayakan stabilitas sistem,
maka digunakan pengaman-bus (lihat Kawasan
“Pengamanan Busbar 150kV”, bus B, pada Gbr. 4.2.b.)
yang mampu membebaskan gangguan di bus dalam
waktu 0.1 detik.
(2) Relay arus-lebih pada incoming sebagai pengaman
utama bus 20kV (bus C pada Gbr. 4.2.b), yang
berfungsi pula sebagai pengaman cadangan penyulang
20kV, karena perlu dikoordinir dengan relay dipangkal
penyulang (outgoing), diberi waktu tunda. Jika waktu
tunda itu dianggap terlalu besar risikonya dalam hal
gangguan di bus, maka relay incoming itu dapat dibuat
cepat tanpa merusak selektivitasnya, dengan meman-
faatkan sinyal blocking pencegah trip dari relay dipangkal
penyulang. Jadi jika terjadi gangguan dipenyulang, relay
penyulang akan start dan mengirim sinyal blocking
(sebelum dia sendiri trip) ke relay incoming (yang juga
start) untuk mencegah trip. Relay dipenyulang itu sendiri
akan trip dengan waktu tunda.
Namun jika gangguannya di bus, relay penyulang tidak
start, jadi tidak mengirim sinyal blocking. Relay incoming
akan trip dengan sedikit waktu tunda (beberapa milidetik)
sekedar untuk memastikan bahwa tidak ada sinyal
blocking dari relay penyulang.
5. KRITERIA DETEKSI GANGGUAN
5.1. Arus lebih
Arus-lebih adalah arus yang melampaui arus beban maximum yang
dibolehkan.
Arus-lebih bisa dipakai untuk mendeteksi adanya beban-lebih,
gangguan hubung-singkat (dua fasa atau tiga fasa) atau gangguan
satu fasa ketanah dengan menggunakan relay arus lebih (Over
Current Relay). Pengamanan ini disebut proteksi arus-lebih.
Ada 3 macam proteksi arus-lebih:
• Proteksi beban-lebih
• Proteksi hubung-singkat
• Proteksi gangguan-tanah
Relay hubung-singkat terhubung di kawat fasa yang juga dialiri arus
beban, oleh karena itu nilai setting nya harus lebih besar dari arus
beban maximum, demikian pula relay beban-lebih. Gbr. 5.1a
memperlihatkan hubungan antara relay dan Trafo arusnya untuk
relay hubung singkat, relay beban lebih dan relay gangguan tanah
Karena arus beban pada umumnya seimbang, maka relay beban-
lebih sebenarnya cukup dipasang di salah satu fasanya. Namun
banyak pula yang dipasang di ketiga fasanya. Arus hubung-singkat
bisa mencapai sampai 10-20 kali arus nominalnya atau lebih tinggi
lagi, sedangkan arus beban-lebih biasanya hanya 1.05 - 2.0 kali
nominalnya. Oleh karena itu daerah kerja dan karakteristik relay
beban-lebih sangat berbeda dengan relay hubung-singkat.
Relay hubung-singkat tidak dapat berfungsi sebagai pengaman
beban-lebih dengan akurat, yaitu tidak bisa mendeteksi beban-lebih
yang masih rendah, (kurang dari 1,5 kali nilai setting nya), tapi
biasanya akan trip terlalu cepat untuk beban-lebih yang lebih tinggi.
Relay beban-lebih harus dapat menghindari panas yang
berkelebihan pada alat yang diamankannya. Namun harus dapat
memberi kesempatan bekerja dengan beban-lebih selama suhunya
belum berkelebihan. Oleh karena itu karakteristik relay beban-lebih
mengikuti fungsi exponensial sesuai dengan karakteristik
pemanasan dan pendinginan dari alat yang diamankan. Nilai
konstanta thermalnya harus dipilih sesuai dengan konstanta thermal
dari alat yang diamankan. Sebagai alternatif untuk proteksi beban-
lebih dapat dipakai relay suhu.
CT
> Relay hubung-singkat>th
0>
>
> =
Relay gangguan tanah=>0
th> Relay beban lebih=
Trafo arus=CT
Relay beban-lebih juga dipakai oleh PLN sebagai relay pembatas
untuk membatasi arus beban pelanggan sesuai dengan daya
tersambungnya. Tarif Dasar Listrik 2001 PLN selain mengharuskan
digunakannya relay beban-lebih sebagai relay pembatas, juga
memberikan karakteristiknya dalam kondisi dingin dalam bentuk
tabel waktu trip sebagai fungsi arus. Dari tabel waktu trip tsb. dapat
disimpulkan bahwa sebagai relay pembatas, relay beban-lebih itu
harus disetel pada konstanta waktu thermal kurang lebih 14 menit.
Relay hubung-singkat, meskipun memiliki karakteristik yang
mendekati karakteristik dalam Tarif Dasar Listrik PLN, tidak dapat
dipakai sebagai relay pembatas karena tidak memiliki memori
terhadap pemanasan akibat pembebanan sebelumnya sebagai-
mana relay beban-lebih .
Relay hubung-singkat pada umumnya mempunyai 2 tingkat,
bahkan ada yang 3 tingkat, yaitu:
• tingkat-rendah (low set)
• tingkat-tinggi (high set).
• tingkat seketika (instantanous)
Relay tingkat-rendah digunakan sebagai relay hubung-singkat
yang sekaligus dapat berfungsi pula sebagai pengaman cadangan-
jauh bagi seksi berikutnya. Karakteristik nya adalah inverse time
Gbr. 5.1.a
dan/atau definite time yang harus sesuai dengan karakteristik relay
seksi lainnya dalam seri, supaya bisa dikoordinir dengan mudah.
Karakteristik Inverse Time yang banyak dipakai dan telah dibakukan
dalam IEC Standard 255 adalah Normal Inverse, Very Inverse,
Extreemely Inverse dan Long Time Inverse.
Kriteria penentuan setting arus relay arus-lebih pada umumnya:
IF min > Ipick-up > IL max / κ
dimana:
IL max = arus beban maximum yang diizinkan
IF min = arus gangguan minimum dilokasi relay untuk gangguan
pada batas kawasan pengamanan
Ipick-up = arus pick-up pada harga setting nya
κκκκ = perbanding nilai reset ke pick-up
Untuk motor induksi, nilai setting relay tingkat-rendah ini harus lebih
besar dari pada arus startnya yang biasanya antara 3 sampai 6 kali
arus nominalnya.
Pada relay di jaringan distribusi, yang ditugasi pula untuk
memberikan pengamanan cadangan-jauh (remote back up) bagi
seksi berikutnya, dalam hal ini IF min (lihat rumus kriteria penentuan
setting diatas) adalah arus gangguan minimum (hubung-singkat 2-
fasa) di ujung akhir seksi berikutnya dalam kondisi pembangkitan
minimum.
Dengan demikian terjadi tumpang tindih antara kawasan
pengamanan utama relay diseksi berikutnya dan kawasan
pengamanan cadangan jauh tsb. Maka supaya selektif, waktu kerja
relay sebagai pengaman cadangan jauh harus lebih lambat dari
pada relay pengaman utama di seksi berikutnya dengan beda
waktu (time margin) yang cukup.
Sedangkan Relay tingkat-tinggi digunakan untuk mengamankan
gangguan dihulu yang memerlukan waktu yang cepat karena
besarnya arus gangguan. Supaya tidak salah kerja untuk
gangguan di seksi berikutnya, setting arusnya dibuat lebih besar
dari pada arus gangguan maximum di awal seksi berikutnya.
Biasanya:
Ipick-up (high set) ≥ 1.3 x I’F max .
Dimana
I’F max adalah arus gangguan maximum diawal seksi
berikutnya. (lihat Gbr.5.1.b)
Jadi relay tingkat tinggi ini tidak memberi pengamanan cadangan-
jauh bagi seksi berikutnya. Karakteristik relay tingkat tinggi biasanya
definite time atau instantaneous.
A B C
IF
1.3*I'F.max
I' F.max
t
tA>>
t
t
Bt >
>tA
>t C
Jadi relay tingkat tinggi ini tidak memberi pengamanan cadangan
Untuk mencegah relay trip akibat arus inrush, misalnya ketika
memasukkan trafo tenaga atau start motor, ada relay yang
dilengkapi dengan kemampuan mendua-kalikan nilai pick-up nya
secara otomatis ketika ada arus inrush. Untuk ini relay dilengkapi
dengan kemampuan mendeteksi arus harmonics kedua (yang
tA>> = Waktu kerja relay A, tingkat tinggi, definite
tA> = Karakteristik waktu kerja relay A, tingkat
rendah, inverse
tB> = Karakteristik waktu kerja relay B, tingkat
rendah, inverse
tC> = Karakteristik waktu kerja relay C, tingkat
rendah, inverse
∆t = Beda waktu (granding time) untuk koordinasi
supaya selektif
Gbr. 5.1.b
Koordinasi waktu kerja relay A,B & C,
tingkat rendah,inverse, dan penggua-
an relay tingkat tinggi, definite,pada,
relay A.
banyak terkandung dalam arus inrush), atau sekedar mendeteksi
munculnya arus tiba-tiba dari kecil sampai lebih dari 1.5 x
nominalnya. Jika tidak dilengkapi dengan kemampuan pendua-
kalian itu maka nilai setting relay tingkat tinggi ini perlu diberi sedikit
waktu tunda atau dengan nilai setting diatas arus inrush tsb.
Relay gangguan tanah terletak di kawat netral dari sirkit sekunder
trafo arusnya. Jadi arus yang diukur adalah perjumlahan dari arus
ketiga-fasanya. Arus ini disebut “arus sisa” (residual current), atau
“arus urutan nol” (3I0), yang memang baru muncul kalau ada
gangguan tanah.
Karena letaknya yang sedemikian itu, relay gangguan tanah tidak
dilalui oleh arus beban, baik yang seimbang ataupun tak seimbang,
juga tidak dilalui arus hubung-singkat antar fasa, 2-fasa atau 3-fasa,
karena perjumlahan arus-arus itu di titik pertemuan ketiga-fasanya
sama dengan nol. Jadi relay gangguan tanah tidak sensitif terhadap
arus beban maupun arus hubung singkat antar fasa. Oleh karena
itu nilai setting nya bisa lebih kecil dari pada arus beban. Nilai
setting yang kecil ini memang diperlukan karena arus gangguan 1-
fasa ketanah bisa lebih kecil dari arus beban. Ini disebabkan karena
2 hal:
• gangguan 1-fasa ketanah hampir selalu melalui tahanan
gangguan.
• titik netral sistem mungkin di bumikan melalui tahanan.
Relay hubung-singkat, yang settingnya diatas arus beban
maximum, kurang atau tidak sensitif terhadap gangguan tanah.
Gangguan tanah sebagai akibat putusnya konduktor 1-fasa dan
menyentuh tanah, biasanya mempunyai tahanan gangguan yang
sangat tinggi sehingga tidak bisa dideteksi oleh relay gangguan
tanah. Gangguan sedemikian bisa dideteksi oleh relay
ketakseimbangan arus fasa atau relay urutan negatif dari arus
beban.
Relay gangguan tanah bisa salah kerja akibat arus hubung-singkat
yang besar jika setting nya terlalu kecil karena adanya kesalahan
trafo arus di ketiga-fasanya. Oleh karena itu jika diperlukan relay
gangguan tanah yang sangat sensitif (setting arusnya sangat kecil),
misalnya untuk proteksi motor, maka untuk memperoleh arus sisa
tsb. lebih baik digunakan trafo arus toroida (zero sequence CT)
yang inti (core) nya melingkari ketiga konduktor fasa yang arusnya
hendak diukur.
5.2. Arus differensial
Disini arus disebelah hulu nya dibandingkan dengan arus disebelah
hilir nya dari alat yang diamankan. Jika tidak ada gangguan didalam
kawasan pengamanannya, selisihnya sama dengan nol.
Jika selisih nya tidak lagi sama dengan nol, berarti ada gangguan
didalam. Selisih arus ini disebut “arus diferensial” ∆I. Arus inilah
yang menjadi dasar bekerjanya relay. Oleh karena itu proteksi yang
bekerjanya berdasarkan prinsip ini disebut proteksi differensial.
PD
A B
CT1
F1A
2F
CT2
1BF
Bll
Al Bl
Al
Kawasan-pengamanan
Dalam keadaan normal, tidak ada gangguan, arus diferensial ∆∆∆∆I
yang mengalir ke alat pengaman PD sama dengan nol, arus hanya
bersirkulasi dalam sirkit sekundair kedua trafo arus (CT).
∆∆∆∆I = IA - IB = 0 →→→→ relay tidak trip
Ini berlaku pula untuk kedua fasa lainnya.
Demikian pula untuk gangguan diluar (F1A dan F1B).
Untuk gangguan didalam (F2 ), arus disisi B akan terbalik sehingga:
∆∆∆∆I = IA + IB →→→→ relay trip
Jika tidak ada sumber disisi B, IB = 0 , maka
∆∆∆∆I = IA
Gbr. 5.2.a
Dalam keadaan tidak ada gangguan didalam, ada kemungkinan
timbul “arus diferensial” (sebut saja arus diferensial palsu, ∆∆∆∆I”) yang
menyebabkan alat pengaman salah kerja.
Arus diferensial palsu, ∆∆∆∆I” itu bisa disebabkan oleh:
• kesalahan trafo arus karena jenuh oleh “through fault
current”, IF“
• perubahan posisi tap changer trafo tenaga (jika dipakai
untuk proteksi trafo tenaga)
• Koreksi perbandingan transformasi yang kurang tepat
• trafo tenaga yang kelewat jenuh akibat tegangan-lebih atau
frekuensi-kurang yang mengakibatkan arus eksitasinya
(yang hanya ada di sisi sumber) terlalu besar.
• inrush current, dsb.
Makin besar through fault current makin besar pula ∆∆∆∆I” untuk ketiga
penyebab pertama.
Pick up setting dari relay itu harus cukup rendah sehingga dapat
mendeteksi gangguan selagi masih kecil, tapi harus cukup aman
sehingga tidak salah kerja oleh arus diferensial palsu tsb.
Untuk mencegah relay salah kerja akibat arus gangguan diluar
(through fault current = IF“), arus IF“ tsb, disisi sekundernya, dipakai
untuk menahan (restrain) sehingga makin tinggi arus gangguan IF“,
makin tinggi pula ∆I yang diperlukan untuk kerjanya relay sehingga
karakteristik kerjanya seperti Gbr. 5.2.b
dengan restrain
Daerah kerja
l
l"
Arus pick-up tanpa restrain
l"F atau lRestrainGbr. 5.2.b :
Karakteristik Relay Differential
Bias dan arus differential palsu
Relay diferensial dengan karakteristik sedemikian (dengan restrain)
disebut relay diferensial bias (biased differential relay) atau
percentage diferential relay (karena kemiringan dari
karakteristiknya dinyatakan dalam prosen).
Restrain dengan arus harmonics dipakai untuk mencegah salah
kerja oleh inrush current trafo.
Untuk relay dengan kecepatan tinggi, perilaku transien (transient
behaviour) dari trafo arus perlu diperhitungkan dengan memilih
Oversizing Factor yang cukup untuk mencegah salah kerja.
Salah kerja juga dapat dicegah dengan memakai detector
kejenuhan, atau dengan mengusahakan pendeteksian gangguan
sedemikian cepatnya sehingga sudah selesai sebelum kejenuhan
tercapai.
2)
Proteksi diferensial digunakan untuk mengamankan generator,
motor yang besar, trafo tenaga, busbar, kabel dsb.
Jika digunakan sebagai pengaman trafo tenaga, proteksi diferensial
perlu ditambahkan fasilitas untuk mengoreksi perbandingan arus
dan pergeseran fasa. Untuk ini digunakan trafo arus bantu
(interface CT) khusus. Pada relay digital fasilitas itu sudah ada pada
software didalam relay itu sendiri. Proteksi differensial juga dapat
dipakai sebagai pengaman trafo 3-belitan.
Sebagai pengaman kabel, karena trafo arus di kedua ujung kabel
itu mungkin berjauhan, kawat sekunder antar trafo arus di kedua
ujung kabel (disebut pilot cable) menjadi sangat panjang, maka
supaya tahanan pilot cable tsb.tidak membebani trafo arusnya, arus
sekunder itu dirubah menjadi tegangan yang sebanding, dan
tegangan inilah yang dibandingkan oleh relay melalui pilot cable itu.
Dengan perkembangan teknologi serat optik (optical fiber) yang
dapat dimanfatkan sebagai pilot channel yang dapat diandalkan
karena bebas dari gangguan (noise), maka proteksi diferensial
sekarang juga banyak dipakai sebagai pengaman Saluran Udara
Tegangan Tinggi ataupun Ekstra Tinggi (SUTT ataupun SUTET).
5.3. Beda sudut fasa arus
Kalau pengaman diferensial membandingkan amplitudo, maka
pengaman ini membandingkan sudut fasa dari arus yang masuk
dan arus yang keluar dari unit yang diamanankan melalui pilot
channel, oleh karena itu disebut proteksi perbandingan fasa
(phase comparison protection). Proteksi ini banyak dipakai pada
saluran transmisi tegangan tinggi.
Dalam keadaan pembebanan normal dan gangguan diluar ( F1Adan
F1B), beda sudut fasa antara arus masuk dan arus keluar :
∆ϕ = ϕA- ϕB = 180
0
dan dalam keadaan ganguan didalam :
∆ϕ = ϕA- ϕB = 0
0
Kapasitansi koductor SUTT / SUTET menyebabkan pergeseran
sudut fasa antara IA dan IB dan ini mengharuskan adanya safety
margin untuk mencegah salah kerja.
Gambar dibawah ini memperlihatkan daerah kerja dan daerah
restrain dari suatu pengaman perbandingan fasa. Daerah restrain
nya membentang ke kedua sisi garis180
0
sebesar+/-(30--60)
0
TVu
1AF F1BF2
lA
ε
ϕ ϕ
jϕA
Bl
Bϕj
ε
A B
Kawasan-pengamanan
Gbr. 5.3.a
TVu = Transmisi Variable yang diukur
Melalui pilot chanel
Bl (F )1A Bl 1B(F )
Daerah Restrain
Daerah Kerja
lA
ϕ
5.4. Tegangan-lebih dan tegangan-kurang
Didalam sistem tiga-fasa. tegangan fasa ke-netral dan fasa ke-fasa
disisi beban dipengaruhi oleh jatuh tegangan (voltage drop)
sepanjang saluran, jadi dipengaruhi oleh beban itu sendiri, tapi
tegangan hanya boleh berubah dalam batas tertentu. Jika
perubahan itu melampaui batas, berarti keadaan tidak normal atau
ada gangguan. Tegangan-lebih bisa disebabkan oleh gangguan
pada pengatur tegangan pada generator atau trafo, atau karena
beban-hilang, atau karena jeleknya pengaturan faktor kerja.
Tegangan-lebih akibat petir tidak termasuk dalam golongan ini,
karena biasanya hal ini sudah diamankan oleh arrester. Tegangan-
kurang kebanyakan disebabkan karena gangguan.
Untuk generator, proteksi tegangan-lebih umumnya terdiri dari 2
tingkat:
(1) Tingkat pertama, dengan setting 1.1 – 1.25 UN, dengan
waktu tunda untuk memberi kesempatan kepada
pengatur tegangan untuk mengembalikannya ke
tegangan normal setelah beban hilang.Bekerjanya relay
ini dipakai untuk memperlemah eksitasi generator.
(2) Tingkat kedua, dengan setting 1.3 – 1.4 UN, tanpa waktu
tunda, dipakai untuk menghentikan unit pembangkit.
Gbr. 5.3.b
Proteksi tegangan-kurang dipakai untuk mencegah bekerjanya
motor pada tegangan yang terlalu rendah, atau untuk mencegah
motor start sendiri setelah tegangan pulih kembali.
Kriteria tegangan-lebih kadang-kadang di kombinasikan dengan
kriteria lain, misalnya tegangan-lebih dengan frekuensi-kurang (over
flux protection) pada step-up trafo generator. Tegangan-kurang
dengan arus-lebih (voltage controlled over-current relay) pada
generator kecil. Sebagai alternatif untuk hal terakhir ini bisa dipakai
pengaman impedans-kurang .
5.5. Arah daya (Power direction)
Di tempat dimana kriteria arus-lebih tidak bisa memberikan
pengamanan yang selektif, seperti pada saluran dobel atau loop,
dipakailah unit arah (directional unit) bersama dengan unit arus-
lebih. Unit arah juga dipakai pada generator untuk mendeteksi
peristiwa motoring yang berbahaya, yaitu mendeteksi arah daya
(Megawatt) yang terbalik (reverse power), dan juga pada motor
sinkron untuk mendeteksi kerja asinkron yaitu arah daya VAR
negatif (menyerap VAR).
Dalam sistem arus bolak-balik diperlukan tegangan referensi untuk
menentukan arah daya, dan untuk maksud ini dipakai tegangan
busbar. Karena tegangan referensi ini juga bisa hilang (collapse)
dalam hal terjadi gangguan pada atau di dekat busbar maka
digunakan memori (tuned circuit) yang mampu menyimpan
tegangan dalam waktu yang cukup untuk memastikan pendeteksian
arah daya.
Contoh: Relay arus lebih dengan unit arah pada sirkit dobel / loop.
F1
2F
3F2
1
2
1F2l
l F3
l F1
arah relay
BA
Gbr. 5.5.a :
Arah arus gangguan dan
Arah relay pada sirkit dobel
ϕ BU
IF2, ( IF3)
180°
IF1
DAERAH BLOK
DAERAH KERJA
Tanpa unit arah:
Supaya selektif,
Gangguan di F2 : tB2< tB1< tA1
(tB2 =waktu kerja relay B2, dekat B disaluran 2)
Gangguan di F1 : tB1< tB2< tA2
Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2.
Dengan unit arah:
Persyaratannya cukup: tB1 = tB2 < tA1 = tA2
A
2
1
2
12
1
2F
1F
3F
B
C
F3I
F2I
F1I
Gbr. 5.5.b :
Vektor arus, vector tegangan
dan arah relay, dilihat dari
Relay B1 (Kotak hitam)
Gbr. 5.5.c :
Arah arus dan arah relay
pada system loop
Tanpa unit arah:
Supaya selektif,
Gangguan di F1 : tB1<tB2<tC1<tC2<tA2
Gangguan di F2 : tC2<tC1<tB2<tB1<tA1
Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2.
Dengan unit arah:
Persyaratannya cukup: Gangguan di F1: tB1<tC1<tA2
Gangguan di F2: tC2<tB2<tA1
5.6. Komponen simetris arus dan tegangan
Kadang-kadang komponen simetris dari arus dan tegangan fasa
lebih cocok dipakai untuk proteksi dari pada arus dan tegangan fasa
itu sendiri. Contoh tipikal adalah deteksi ke-takseimbangan
(unbalance) dengan mengukur komponen urutan negatifnya. Dalam
hal ini digunakan filter untuk memisahkan komponen-komponen
simetris dari arus dan tegangan.
Komponen simetris arus atau tegangan dan jenis-jenis gangguan
yang bisa dideteksi nya antara lain:
• komponen urutan nol dari arus : untuk gangguan tanah.
• komponen urutan nol dari tegangan: untuk mendeteksi
pergeseran netral (gangguan tanah pada system yang tak
dibumikan atau dibumikan memalui Kumparan Petersen),
bersama-sama dengan komponen urutan nol dari arus
untuk gangguan tanah yang memerlukan relay directional.
• Komponen urutan negatif dari arus: untuk gangguan
pembebanan yang tak simetris dan terputusnya konduktor
satu fasa. Gangguan tanah dan gangguan hubung-singkat
dua fasa bisa juga dideteksi dengan menggunakan
komponen urutan negatifnya.
• Komponen urutan negatif dari tegangan: untuk mendeteksi
tegangan yang tak simetris yang membahayakan motor.
5.7. Impedans
Kriteria berdasarkan pengukuran impedans ini dipakai untuk
mendeteksi gangguan hubung-singkat atau gangguan tanah pada
saluran transmisi, gangguan hilang-eksitasi (under excitation, loss
of field) atau lepas sinkron pada generator.
Deteksi gangguan hubung-singkat pada sistem transmisi ini
berdasarkan kenyataan bahwa impedans yang terukur di lokasi
relay dalam keadaan pembebanan normal (yaitu impedans beban =
tegangan dibagi arus beban) jauh lebih tinggi dari pada impedans
gangguan (yaitu impedans gangguan = tegangan dibagi arus dalam
keadaan gangguan). Relay akan kerja jika impedans yang terukur
kurang dari settingnya.
Oleh karena itu pada hakekatnya relay yang bekerjanya
berdasarkan kriteria ini adalah relay impedans kurang (under
impedance relay). Karena jarak gangguan sebanding dengan
impedans saluran sampai ketitik gangguan, maka relay ini disebut
juga relay jarak (distance relay).
Sudah menjadi kebiasaan untuk menggambarkan tegangan dibagi
arus yang sama dengan impedans (V/I=Z) itu didalam diagram R-X,
dimana pusat ordinat nya menggambarkan lokasi relay dan
permulaan saluran yang diamankan, ordinatnya reaktansi X dan
absis nya tahanan R.
Didalam R-X diagram itu bisa digambarkan:
Daerah beban : yaitu daerah disebelah kanannya garis
yang dibentuk oleh impedans beban
pada beban maximum (daerah Bb dalam
gambar). Vektor ZB adalah contoh
impedans beban induktif (ϕB positif) pada
beban maximum. Daerah beban yang
kapasitif terletak dibawah garis absis (ϕB
negatif). Makin besar beban, makin
pendek vector ZB.
Impedans saluran : yaitu garis lurus dengan sudut ϕL = arc.tan
XL/RL dari saluran yang diamankan (garis
ABC dalam gambar).
Daerah gangguan : yaitu daerah dengan bentuk kurang lebih
jajaran genjang yang dibentuk oleh
impedans saluran yang harus diamankan
dan tahanan gangguan RF (daerah Gg
dalam gambar). ZFS adalah impedans
sampai ke titik (S), termasuk tahanan
gangguan (RF). ZFS = ZAS + RF.
Daerah kerja relay : yaitu kurva tertutup yang bentuknya
tergantung dari karakteristik kerja relay,
misalnya lingkaran atau quadrilateral
seperti dalam gambar, dimana jika ujung
vector Z = V/I yang terukur terletak
didalamnya, relay akan kerja. Relay
dengan karakteristik seperti pada gambar
mempunyai sifat directional.
Daerah kerja relay harus meliputi seluruh daerah gangguan.
Sebagai contoh daerah kerja relay Zone satu (1) meliputi daerah
yang diarsir dalam Gbr.5.7b dan Gbr.5.7.c.
Daerah kerja relay tidak boleh meliputi bahkan harus cukup jauh
dari daerah beban pada beban maximum dengan margin yang
cukup supaya relay tidak salah kerja oleh arus beban.
A B C
FR
S
S = Batas daerah pada
saluran A,B yang harus
diamankan
=R Tahanan gangguanF
jX C
B
S RF
A
ϕL
Gg
Daerah kerja
Relay :
AZ (I)
(II)ZA
Z (III)A
ZFS
Bϕ Bb
BZ
R
Gbr. 5.7.a :
Saluran A,B,C dengan sumber hanya disisi kiri
diamankan dengan relay jarak
Gbr. 5.7b:
Relay jarak 3 tingkat dengan
karakteristik lingkaran(Mho)
S A (I)Z
FS
Lϕ
A
Gg
ϕB
Z
Bb
BZ
jX
C
B
RF
Relay :
(III)
(II)ZA
ZA
Daerah kerja
R
Relay dengan karakteristik lingkaran (Mho type) mempunyai
jangkauan resistif yang terbatas dan penyetelannya tergantung
pada (bersama-sama dengan) penyetelan reaktif-nya,sedangkan
dengan karakteristik quadrilateral, jangkauan resistif nya bisa diatur
secara independen, yang berarti sensitivity nya sebagai relay
gangguan tanah dapat diatur secara independen pula.
Karena baik relay maupun trafo arus nya ataupun trafo
tegangannya mempunyai kesalahan, yang bisa positif maupun
negatif, maka jangkauannya bisa lebih jauh atau lebih pendek dari
yang seharusnya. Jika diasumsikan jangkauannya mempunyai
kesalahan ±15%, maka daerah kerjanya dibuat 85% dari saluran
yang diamankan. Maksudnya supaya tidak mungkin menjangkau
sampai ke seksi berikutnya. Sisanya, 15% di ujung akhir saluran,
diamankan oleh relay tingkat kedua dengan setting yang lebih
besar.
Jadi untuk relay di A, setting tingkat 1 (disebut Zone I) adalah 85%
impedans saluran AB:
ZA(I) = 0.85 ZAB [ΩΩΩΩ]
Waktu kerja tingkat 1 adalah instantanous (tanpa waktu tunda).
tA(I) = tstart [detik]
Setting relay tingkat 2 {Zone(II)} harus dengan pasti dapat
menjangkau sampai ke bus B, jadi harus dilebihi 15%
ZA(II) ≥≥≥≥ 1.15 ZAB . [ΩΩΩΩ]
Gbr. 5.7.c :
Relay jarak 3 tingkat dengan
Karakteristik quadrilateral
Biasanya relay dilengkapi sampai tingkat 3 untuk memberi
pengamanan cadangan-jauh bagi seksi berikutnya. Jika diinginkan
memberi pengamanan cadangan saluran BC sepenuhnya, maka
setting tingkat 3 {Zone(III)} nya adalah:
ZA(III) ≥≥≥≥ 1.15 (ZAB + ZBC) [ΩΩΩΩ]
Jika di saluran BC diamankan pula dengan relay impedans, maka
daerah kerja ZA(II) akan tumpang tindih dengan sebagian derah
kerja Zone(I) relay B (ZB (I)). Supaya tidak salah kerja oleh
gangguan di saluran BC, maka ZA(II) diberi waktu tunda ∆t misalnya
0.3 detik. Jadi tA(II) = (tstart + 0.3) detik. (tstart adalah waktu kerja
tanpa waktu tunda).
Disamping itu perlu diperhatikan pula agar ZA(II) tidak tumpang
tindih dengan ZB(II). Oleh karena itu ZA(II) harus dibatasi kurang dari
(ZAB+ ZB(I)).
Jadi :
1.15 ZAB ≤≤≤≤ ZA(II) ≤≤≤≤ 0.85(ZAB+ ZB(I) [ΩΩΩΩ]
tA(II) = (tstart +∆∆∆∆t) detik.
ZA (III)
Z (II)A
(I)AZ
At (I)
(II)tA
(III)tA
A
S
B C
Demikian pula karena daerah kerja ZA (III) tumpang tindih dengan
ZB (II), maka perlu diberi waktu tunda ∆t diatas tA(II), disamping itu
Gbr. 5.7.d :
Jangkuan dan waktu kerja relay A
untuk saluran A,B dengan sumber
hanya dari satu arah.
agar ZA(III) tidak tumpang tindih dengan ZB(III), ZA(III) harus dibatasi
kurang dari {ZAB+ZB(II)}.
Jadi,
1.15( ZAB + ZBC ) ≤≤≤≤ ZA(III) ≤≤≤≤ 0.85{ZAB+ ZB(II)} (ΩΩΩΩ)
tA(III) = (tstart +2∆∆∆∆t) detik.
Jika di B2 dan C2 juga dipasang relay impedans dan ada sumber
dari kanan, gambar waktu kerjanya digambar di bawah garis dalam
gambar Diagram waktu kerja berikut.
A B
2 1 2 1 2 1
C
A1t (I)
A1t (III)(I)Z A1
A1t (II)
(II)ZA1
(III)A1Z
t
Z C2 (III)
C2Z (II)
(I)ZC2
(I)ZB2
(I)B2t
C2t (II)
C2t (I)
t
A B C
Z (I)B1
B1t (II)
(II)tB2
Untuk mempercepat waktu trip untuk gangguan di ujung saluran (di
Zone II) digunakan pola inter tripping antara relay pada GI yang
berhadapan (misalnya antara relay A1 dan relay B2) melalui saluran
komunikasi PLC (power line carrier) atau serat optik. Salah satu
Gbr. 5.7.e :
Saluran A,B,C dengan sumber
dari dua arah, diamankan
dengan relay jarak
Gbr. 5.7.f :
Diagram waktu kerja relay jarak
pola inter tripping yang banyak dipakai adalah pola permissive
underreach.
Dalam pola ini relay yang melihat gangguan di zone I (misalnya
relay B2) selain mengirim sinyal ke PMTnya untuk trip, juga ke relay
A1 dan relay A1 yang melihat ada gangguan didepan (di zone II)
tidak perlu menunggu sampai t(II), segera trip setelah menerima
sinyal dari B2 .
Generator dalam keadaan gangguan hilang-eksitasi (loss of field)
akan menyerap daya reaktif dari sistem.Jika dilihat dalam R-X
diagram generator itu bekerja didaerah reaktif yang negatif. Oleh
karena itu gangguan hilang-eksitasi dapat dideteksi dengan relay
reaktans-kurang dengan karakteristik seperti pada gambar berikut :
jX
O
Bb R
FZ
FZ
R
O
ZB
ZB
Bb
R
ZF FZ- =
=
=
=
Gerakan impedans gangguan hilang-eksitasi
Impedans beban sebelum gangguan
Daerah beban
Daerah kerja relay
-jX
Vektor ZF bergerak dari kondisi normal ke kondisi gangguan, dan
ketika ujung vektor ZF, melintasi daerah kerja relay, relay akan kerja.
5.8. Frekuensi
Penyimpangan frekuensi dari nilai nominalnya adalah petunjuk
adanya ketidakseimbangan antara daya pembangkitan dan beban,
jika daya pembangkitan lebih kecil frekuensi akan turun, jika lebih
besar frekuensi akan naik.
Dalam hal frekuensi turun karena system kekurangan daya
(misalnya karena ada generator yang terlepas dari system), kalau
Gbr. 5.7.g :
Karakteristik relay reaktans-kurang sebagai
pengaman gangguan hilang-eksitasi
tidak segera diatasi, frekuensi akan turun terus sehingga system
bisa kolaps. Untuk mengatasinya dalam praktek sudah biasa
dilakukan pelepasan-beban (load shedding) sebagian bertahap
secara otomatis, sampai keseimbangan tercapai kembali , dan
frekuensi pulih. Untuk ini digunakan relay frekuensi-kurang (under
frequency relay).
Namun jika daya yang hilang itu terlalu besar, agar pelepasan
beban itu segera bisa terjadi tanpa menunggu frekuensi menjadi
lebih rendah, digunakan relay yang mengukur tingkat kecepatan
penurunan frekuensi (frequency gradient) df/dt, bersama-sama
dengan relay yang mengukur frekuensi. Relay df/dt itu tidak pernah
digunakan sendirian (tanpa dikontrol oleh relay frekuensi), karena
gejala penurunan frekuensi yang sama bisa terjadi dalam keadaan
normal ketika terjadi penyambungan bagian system.
Pemilihan feeder beban mana yang dilepaskan / dipadamkan,
tergantung dari prioritas konsumennya berdasarkan pertimbangan
tertentu. Di negara maju, dalam kontrak jual-beli tenaga listrik
konsumen besar/ industri, konsumen boleh memilih prioritas tinggi
atau rendah. Jika memilih prioritas rendah, dengan tarif listrik lebih
murah, aliran listriknya akan dipadamkan lebih dulu dari pada
konsumen dengan prioritas yang lebih tinggi dalam program
pelepasan-beban ini.
50
49
48
47
0 0.5 1.0 1.5 2.0
P=10%
df/dt=0.6 Hz/s
25%P=
df/dt=1.6 Hz/s
F (Hz)
t(sec)
Gbr. 5.8.a
Untuk menanggulangi gangguan yang sangat besar, program
pelepasan-beban sering dikombinasikan dengan program
pemisahan-sistem (system splitting) dan pembentukan pulau
(islanding), yaitu pemecahan sistem menjadi bagian-bagian sistem,
dimana daya pembangkitan dan bebannya kurang lebih seimbang
atau akan bisa diseimbangkan dengan pelepasan-beban lanjutan
sehingga akhirnya bisa beroperasi dengan selamat.
Untuk ini mungkin perlu digunakan pula relay arah daya. Bagian
sistem sedemikian disebut “pulau”. Terbentuknya pulau-pulau ini
sangat penting karena ini berarti masih ada unit-unit pembangkit
yang selamat (survive) yang akan sangat membantu mempercepat
dan mempermudah pemulihan sistem (system recovery) setelah
gangguan.
Turbin sebagai prime mover juga perlu diamankan terhadap
peristiwa penurunan frekuensi sebab turbin mempunyai frekuensi
resonansi dibawah frekuensi nominalnya, yaitu sedikit dibawah 48
Hz untuk frekuensi nominal 50 Hz. Pengoperasian pada frekuensi
resonansinya sangat membahayakan daun turbin (turbine blade),
jadi harus dihindari. Oleh karena itu jika frekuensi turun sampai 48
Hz, biasanya relay frekuensi-kurang dalam proteksi generator
sudah harus trip menghentikan (shut down) mesin pembangkit.
Setting relay untuk program pelepasan-beban harus lebih tinggi,
biasanya bertingkat diantara 48.5 dan 49.5Hz.
5.9. Kriteria lain
Untuk proteksi masih ada kriteria lain yang digunakan, yaitu :
2)
• Suhu sebagai criteria untuk beban lebih (untuk minyak trafo,
motor, generator)
• Kecepatan aliran minyak trafo, kumpulan gas untuk
mendeteksi adanya gangguan didalam trafo, yaitu pada
relay Buchholze.
• Harmonisa pada arus netral atau tegangan netral untuk
mendeteksi gangguan tanah pada system dengan
pembumian Kumparan Petersen.
• Harmonisa pada arus generator untuk mendeteksi
gangguan didalam generator
• Sinyal transien arus atau transien tegangan, gelombang
berjalan dsb. pada saluran transmisi untuk mendeteksi
gangguan.
5.10 Ikhtisar
Tabel berikut menunjukkan kriteria untuk mendeteksi gangguan dan
keadaan abnormal pada system tenaga listrik.
Jenis gangguan dan variable (kriteria) yang digunakan untuk
mendeteksinya :
2)
No. Jenis Gangguan Variabel yang digunakan untuk
Deteksi
1 Gangguan hubung-
singkat Pada umumnya
- Arus fasa I
- Beda arus ∆I
- Beda sudut fasa arus ∆ϕ
- Arah daya P
- Impedans Z
2 Tegangan-lebih dan
tegangan-kurang
Tegangan fasa U
3 Gangguan tanah Komponen urut nol :
- Arus I0
- Tegangan U0
- Arah daya P0
Dapat juga digunakan
Komponen urutan negatifnya I2,U2,P2
4 Beban lebih - Arus fasa I
- Suhu ϑ
5 Beban tak simetris
Konduktor terputus
- Komponen urutan negatif arus I2
6 Kekurangan daya - Frekuensi f
- Kecepatan perubahan frekuensi df/df
7 Daya-balik (motoring) - Arah daya P
8 Hilang-eksitasi - Reaktans X
9 Tegangan tak simetris - Komponen urutan negatif tegangan U2
6. STRATEGI PENGAMANAN SISTEM TENAGA LISTRIK
6.1 Tujuannya
Terciptanya pengamanan sistem yang dapat meminimumkan
kerugian/ kerusakan akibat gangguan dan memaksimumkan
keandalan suplai tenaga listrik kepada konsumen.
Karena proteksi selalu berurusan dengan gangguan, maka untuk
mencapai tujuan tsb. segala upaya harus dilakukan, mulai dari
mencegah/ mengurangi terjadinya gangguan, mencegah/
mengurangi akibatnya, melakukan evaluasi dan analisa unjuk-kerja
proteksi dan menindak lanjuti dengan tindakan koreksi terus
menerus atas kesalahan/ penyimpangan yang ditemukan dari hasil
evaluasi dan analisa tsb.
6.2 Mencegah atau Mengurangi Gangguan pada Sistem
Lihat butir 3.1.
6.3 Mengurangi Akibat Gangguan pada Sistem
Lihat pula butir 3.2.
6.3.1. Khusus Proteksi Sistem:
• Penggunaan peralatan pengaman yang dapat diandalkan
dengan karakteristik yang sesuai dengan keadaan
sistemnya dengan berpedoman kepada Standard PLN
(SPLN) : Pola Pengamanan yang bersangkutan sehingga
dapat dihindari kegagalan ataupun kesalahan kerja.
SPLN Pola Pengamanan itu sendiri perlu diperbaharui
terus menerus, sesuai dengan perkembangan teknologi.
• Koordinasi yang tepat sehingga tercipta pengamanan
yang selektif.
• Penggunaan pengaman cadangan, cadangan lokal atau
cadangan jauh, sehingga pada prinsipnya seluruh
sistem harus terliput oleh setidak-tidaknya dua lapis
pengamanan yaitu pengaman utama dan pengaman
cadangan.
• Pengaman harus dapat bekerja dengan cepat sehingga
terhindar kerusakan/ pemadaman yang luas yang tidak
semestinya.
• Pengujian periodik serta perawatan yang baik terhadap
perlengkapan proteksi sesuai petunjuk dari pabriknya dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, untuk
mempertahankan dependability dan security-nya.
6.3.2. Karena gangguan di JTM menjadi penyumbang terbesar
terhadap “angka lama padam/konsumen/tahun” maka
perbaikan di JTM perlu mendapat perhatian utama, antara
lain : memperbanyak penggunaan recloser dan automatic
sectionalizer, memperluas cakupan Unit Pengatur Distribusi
dalam monitoring dan manouver jaringan, mulai
dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop
tertutup atau yang dihubungkan dari GI ke GI dengan proteksi
yang selektif (diffrential relay atau directional relay) untuk
daerah konsumen yang sangat penting, dsb. (lihat butir 8.7)
6.3.3 Untuk menghindari atau mengurangi/ membatasi pemadaman
akibat terlepasnya unit pembangkit :
• Disediakan cadangan putar (spinning reserve) dengan
governor bebas setidak-tidaknya sebesar beban dari unit
pembangkit terbesar, sejauh kondisi sistem
memungkinkannya dan secara ekonomis dapat
dipertanggung jawabkan, sehingga jika unit tsb jatuh tidak
perlu terjadi pelepasan-beban.
6.3.4.Dilakukan pelepasan-beban (load shedding) secara otomatis
untuk gangguan yang lebih besar, atau pemisahan-sistem
(system splitting) disertai dengan pembentukan-pulau
(Islanding). Peristiwa “islanding” adalah peristiwa
terpecahnya sistem menjadi beberapa bagian sistem yang
masing-masing dapat tetap hidup/beroperasi. Adanya unit-
unit pembangkit yang selamat dan tetap beroperasi ini, akan
sangat membantu mempercepat dan memudahkan
pemulihan sistem. (lihat butir 5.8)
6.3.4 Jika perlu, dilakukan “Contigency analysis”, yaitu dengan
komputer yang dilengkapi dengan program-program yang
diperlukan, meniru (simulasi) gangguan yang terpilih pada
sistem dengan parameter dan konfigurasi sistem dan nilai
setting relay yang sesungguhnya atau yang akan dicoba
dengan maksud untuk:
• Menguji relay setting yang ada apakah sudah selektif ,
dan memilih nilai setting yang memberikan dampak yang
paling minimum.
• Melihat kemungkinan adanya bagian-bagian sistem yang
menjadi terbebani lebih (overloaded) setelah gangguan.
• Melihat kemungkinan adanya titik-titik rawan dalam
sistem, yaitu yang bila terjadi gangguan / trip disitu,
dampak nya sangat besar.
• Mencari/ memilih konfigurasi sistem yang lebih aman.
• Dan sebagainya, tergantung masalah yang dihadapi.
6.3.5. Untuk menghindari pemadaman yang lama akibat adanya
sebagian sistem/saluran/peralatan yang rusak atau dalam
perbaikan/pemeliharaan, disediakan saluran alternatif atau
peralatan cadangan (kriteria N-1) secara selektif.
6.4 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak dalam Proteksi
Dalam proteksi perlu dikuasai pengetahuan tentang peralatan yang
diamankan, misalnya batas ketahanan elektris ataupun thermisnya,
disamping pengetahuan (hardware) peralatan proteksi itu sendiri.
Selain itu untuk koordinasi relay dan penentuan setting yang tepat,
dalam rangka menciptakan pengamanan yang selektif, diperlukan
studi hubung singkat, studi kestabilan sistem, studi koordinasi relay
dan studi aliran beban, dan mungkin juga “Contingency analysis”
(lihat 6.3.4.diatas) . Sekarang telah tersedia sofware computer
(program) untuk studi tsb. Oleh karena itu perlu dimiliki dan dikuasai
penggunaan program-program tsb. karena program-program tsb.
dapat mempermudah dan mempercepat pelaksanaan studi-studi
yang diperlukan.
6.5.Evaluasi dan Analisa Gangguan serta tindakan koreksi dan
perbaikannya.
Semua gangguan dievaluasi, apakah wajar atau tidak wajar.
Gangguan yang tidak wajar adalah gangguan yang mengandung
kesalahan, penyimpangan atau kelemahan pada proteksinya atau
pada peralatan sistem. Jadi evaluasi dan analisa gangguan ini pada
hakekatnya juga berarti evaluasi dan analisa terhadap unjuk-kerja
proteksinya.
Ketidak wajaran ini bisa dilihat dari akibat gangguan, penyebabnya
atau frekuensi kejadiannya.
Semua gangguan yang tidak wajar harus diteliti dan di analisa
sampai ditemukan kesalahan/ penyimpangannya serta
penyebabnya untuk kemudian di tindak-lanjuti dengan tindakan
koreksi atau perbaikan sehingga kerusakan yang parah dan/atau
pemadaman yang tidak semestinya dengan penyebab yang sama
tidak terulang lagi. Masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam butir
7 (tujuh).
Sedangkan kesalahan atau kelemahan pada peralatan yang
ditemukan dari hasil evaluasi ini perlu disampaikan juga kepada:
• Pabrik pembuatnya, sebagai masukan untuk terus
menerus meningkatkan mutu hasil produksinya (lihat pula
butir 8.1.3).
• Pihak yang berwenang melakukan pengadaan barang,
sebagai masukan untuk menentukan kebijaksanaan
dalam pengadaan barang selanjutnya.
7. EVALUASI DAN ANALISA GANGGUAN
Gangguan pada sistem tenaga listrik seharusnya tidak mengakibatkan
kerusakan apapun pada saluran/ peralatan yang dilalui arus gangguan.
Pemadamannyapun, jika ada, sangat terbatas, yaitu pemadaman
sebagai akibat terlepasnya seksi atau peralatan yang terganggu saja.
Jika ada gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih parah
dan atau pemadaman lebih luas yang tidak semestinya, pastilah ada
suatu kesalahan, kelemahan atau penyimpangan pada peralatan
proteksi atau peralatan sistem, atau konfigurasi sistem itu mengandung
kerawanan. Gangguan sedemikian disebut gangguan yang tidak wajar.
Gangguan yang tidak wajar itu perlu diselidiki sampai dapat ditemukan
apa kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya, apa penyebabnya
dan bagaimana tindakan koreksi atau perbaikannya agar gangguan
yang tidak wajar tersebut tidak terulang kembali dengan penyebab yang
sama.
7.1 Gangguan yang wajar dan yang tidak wajar.
Tanda gangguan yang wajar atau yang tidak wajar dapat dilihat
dari akibatnya, penyebabnya atau frekuensi kejadiannya :
7.1.1 Dilihat dari akibat gangguan.
Jika gangguan itu tidak mengakibatkan kerusakan
apapun pada peralatan yang dilalui arus gangguan dan
hanya mengakibatkan kerusakan terbatas pada alat yang
terganggu yang menjadi pemicu gangguan itu, dan
pemadamannyapun, jika ada, terbatas semata-mata
karena terlepasnya alat atau seksi yang terganggu saja,
maka gangguan sedemikian termasuk gangguan wajar.
Gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih
parah atau pemadaman yang lebih luas dari itu harus
dianggap sebagai gangguan yang tidak wajar.
Misalnya :
• Gangguan di Kabel (penyulang) 20 kV.
Jika yang rusak hanya kabel dititik gangguan dan
konsumen yang padam hanya konsumen yang
disuplai melalui kabel itu, karena hanya PMT kabel
itu saja yang trip/terbuka, maka gangguan itu
gangguan yang wajar.Jika PMT yang trip adalah
PMT disebelah hulunya, yaitu PMT Trafo atau PMT
Unit Pembangkit yang memasok kabel itu sehingga
pemadamannya lebih luas, maka gangguan itu tidak
wajar.
• Gangguan Trafo Tenaga, dimana hanya PMT Trafo
itu saja yang trip, jadi hanya konsumen yang disuplai
melalui Trafo itu saja yang padam, dan tidak terjadi
kerusakan yang parah pada Trafo itu, maka
gangguan itu gangguan yang wajar. Sebaliknya jika
terjadi kerusakan yang parah pada Trafo itu (karena
kegagalan kerja atau kelambatan kerja proteksinya)
maka gangguan itu tidak wajar.
7.1.2 Dilihat dari penyebab gangguan
Gangguan tergolong tidak wajar bila kerusakan alat yang
menjadi penyebab (pemicu) gangguan itu semestinya
tidak/ belum terjadi, misalnya :
• Kerusakan pada Trafo yang relatif masih muda.
Umur Trafo yang wajar dapat diasumsikan 20-30
tahun. Jika Trafo rusak pada umur kurang dari 5
tahun misalnya dan tidak ada gangguan apa-apa di
jaringan, jadi semata-mata karena ada kelemahan
isolasi (sejak dari pabriknya), maka kerusakan itu
tidak wajar.
• Trafo rusak bersamaan dengan gangguan hubung
singkat di jaringan distribusi yang dipasok dari Trafo
itu dan proteksinya bekerja baik (rusak karena
through fault current), sedangkan umur Trafo itu
masih muda. Kerusakan demikian juga tidak wajar.
Trafo yang baik seharusnya tahan terhadap arus
hubung singkat yang melaluinya.
• Salah operasi/pemeliharaan sehingga terjadi
kerusakan peralatan.
7.1.3 Dilihat dari frekuensi kejadiannya.
Misalnya :
• Ganguan pada SUTT akibat sambaran petir (back
flashover) adalah biasa. Namun jika “terlalu sering”
terjadi pada suatu seksi SUTT tertentu (karena
tingginya tahanan pentanahan kaki tiang misalnya)
maka gangguan itu menjadi tidak wajar. Yang
bagaimana yang disebut “terlalu sering” ?
Untuk ini dapat berpedoman kepada statistik
gangguan pada SUTT yang mempunyai tahanan
pentanahan yang cukup rendah, dengan
memperhatikan Tingkat Hari-Guruh (Isokraunic
Level). Untuk SUTT 66 kV dan 150 kV, dapat
berpegang kepada SPLN 13: 1978, Bagian Satu: A.
Kriteria penetapan Angka Keluar,
yaitu :
Untuk SUTT 66 kV : 6 – 9 kali/100km/tahun
Untuk SUTT 150 kV : 1.2 – 1.8 kali/100km/tahun
Angka tsb berdasarkan asumsi Hari-Guruh pertahun
100, tahanan kaki tiang ≤ 10 Ω, dan isolator, tinggi
tiang dan jarak gawang seperti lazimnya.
Jika gangguan lebih sering dari pada angka-angka
tsb. dapat dianggap terlalu sering. Namun dalam
memperbandingkannya, perlu diperhatikan tingkat
Hari-Guruh didaerah yang ditinjau.
• Gangguan pada SUTM karena rusaknya peralatan
(misalnya isolator atau konektor) adalah biasa.
Namun jika terlalu sering menjadi tidak wajar.
Yang bagaimana yang disebut “terlalu sering” ?
Ini adalah relatif, dibandingkan dengan statistik
kerusakan alat sejenis yang dikenal baik mutunya.
Alat/komponen yang tidak baik mutunya biasanya
mempunyai angka kerusakan yang jauh lebih tinggi
dari pada yang mutunya baik, perbedaannya sangat
mencolok.
7.2 Penyebab Ketidakwajaran
Dari butir 7.1.2 sudah terlihat contoh penyebab ketidakwajaran
tersebut adalah karena adanya kesalahan, kelemahan atau
penyimpangan lainnya, disingkat penyimpangan. Adapun bentuk
penyimpangan dan penyebabnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
7.2.1 Unjuk-Kerja Proteksi.
a. Kegagalan/ kelambatan kerja proteksi
Sebabnya antara lain:
• Kerusakan pada relay/relay bantu
• Kegagalan PMT: gangguan mekanis PMT,
tripping coil nya macet atau terputusnya
rangkaian tripping, kegagalan PMT dalam
memutuskan arus.
• Hilangnya tegangan DC atau lemahnya battery
sebagai sumber tegangan untuk tripping dan catu
untuk relay statik/digital.
• Terbukanya atau hubung singkat pada rangkaian
sekundair trafo arus atau trafo tegangan yang
memasok relay
b. Salah Kerja
Sebabnya bermacam-macam, dapat berupa :
• Salah setting (terlalu sensitif atau terlalu cepat)
• Salah hubungan pengawatan (wiring)
• Kerusakan Relay / Relay bantu
• Ada kejadian yang tidak terduga atau kurang
diperhitungkan, misalnya arus kapasitif pada
SUTM yang mengakibatkan “sympathetic
tripping” (lihat butir 8.5)
• Timbulnya arus diferensial yang bukan karena
gangguan pada pengaman diferensial
(instability), misalnya karena kompensasi rasio
arus atau sudut fasa yang kurang tepat, atau
karena kesalahan trafo arus (terlalu jenuh karena
through fault current), yang mengakibatkan relay
salah kerja.
• dsb.
c. Ketidakselektifan karena :
• Koordinasi/ setting yang kurang tepat.
• Karakteristik relay yang tidak cocok satu sama
lain (misalnya antara definite time dan inverse
time relay)
• Trafo Arus yang terlalu jenuh. dsb
d. Tidak lengkap
Ada bagian/seksi yang peralatan proteksinya tidak
lengkap.
7.2.2 Kelemahan peralatan atau ketidak cocokkan antara
spesifikasi dan kondisi kerjanya.
a. Kelemahan peralatan atau kesalahan dalam disain
dan/atau pabrikasinya.
b. Penentuan spesifikasi peralatan yang tidak sesuai
dengan kondisi kerjanya sehingga tidak tahan lama.
c. Peralatan yang mutunya dibawah standar.
7.2.3 Kesalahan dalam Disain atau Pemasangan Instalasi.
Misalnya :
a. Tidak dilengkapi dengan pentanahan yang baik.
b. Tidak dilengkapi dengan Interlocking.
c. Salah dalam disain atau pemasangan, misalnya
pemasangan kabel yang terlalu dekat satu sama lain
(over heated) sehingga cepat rusak, dsb.
7.2.4 Kelalaian dalam Operasi dan Pemeliharaan.
Misalnya :
• Pemeliharaan/ pemeriksaan pentanahan kaki
tiang tidak dilakukan sehingga terlepasnya atau
hilangnya konduktor pentanahan tidak diketahui.
Ini bisa menyebabkan gangguan pada SUTT
akibat sambaran petir makin sering.
• Penebangan/pemangkasan pohon disekitar
SUTM/SUTT terlambat, gangguan menjadi lebih
sering.
• Penggantian minyak Trafo sangat terlambat. Ini
bisa mengancam keselamatan trafo.
• dsb.
7.3 Langkah-langkah evaluasi dan analisa gangguan serta
tindakan perbaikan.
Gangguan yang tidak wajar perlu diselidiki untuk menemukan
bentuk kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya serta apa
penyebabnya sehingga dengan demikian dapat ditentukan
tindakan koreksi, perbaikan atau pencegahannya.
Evaluasi dan analisa dilakukan dengan langkah-langkah dan
cara-cara sebagai berikut :
7.3.1 Kategorisasi Gangguan.
Pertama-tama gangguan perlu dievaluasi untuk
digolongkan apakah gangguan itu termasuk kedalam
gangguan yang wajar atau yang tidak wajar. Untuk
gangguan yang tidak wajar yang mempunyai akibat yang
luar biasa, seperti misalnya kerusakan total di suatu
Gardu Induk atau Pusat Pembangkit, dan/atau
pemadaman total disuatu sistem yang sudah besar, perlu
dikelompokkan tersendiri sebagai gangguan besar.
karena cara penanganannya mungkin akan berbeda dan
pihak-pihak yang terlibat lebih luas.
Jadi ada 3 kategori gangguan :
• gangguan wajar
• gangguan tidak wajar.
• Gangguan besar.
Pengelompokkan (kategorisasi) gangguan dilakukan
melalui 3 macam evaluasi sbb :
7.3.1.1 Evaluasi berdasarkan akibat gangguan.
Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang
tidak wajar dipandang dari segi akibatnya,
sudah diterangkan dalam butir 7.1.1
sedangkan gangguan besar sudah disebutkan
diatas.
7.3.1.2 Evaluasi berdasarkan penyebabnya.
Gangguan yang dari evaluasi yang pertama
(berdasarkan akibat) sudah termasuk (untuk
sementara) kedalam kategori gangguan yang
wajar, dievaluasi lagi berdasarkan
penyebabnya.
Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang
tidak wajar dari segi penyebabnya juga sudah
disebutkan dalam butir 7.1.2
7.3.1.3 Evaluasi Berdasarkan Frekuensi kejadiannya.
Gangguan yang dalam evaluasi pertama dan
kedua termasuk kedalam gangguan yang
wajar, dievaluasi lagi berdasarkan frekuensi
kejadiannya (berdasarkan statistik gangguan).
Ketiga macam evaluasi tersebut tidak selalu harus
dengan urutan seperti tersebut diatas. Mungkin saja dari
frekuensi kejadiannya atau penyebabnya suatu
gangguan sudah dapat langsung dikategorikan sebagai
gangguan yang tidak wajar.
Namun setelah termasuk kedalam kategori tidak wajar,
kedua macam evaluasi lainnya tetap harus dilakukan
dalam rangka analisa selanjutnya.
7.3.2 Statistik gangguan, Indikator keandalan dan Indikator
kerusakan alat.
Semua gangguan dalam kurun waktu tertentu, triwulanan
atau tahunan, di klasifikasikan ke dalam: gangguan
temporair/ permanen, gangguan tanah/ hubung-singkat,
penyebab gangguan, alat yang rusak/ lokasi gangguan,
akibat gangguan (luasnya konsumen yang padam, kWh
yang hilang) dsb. tergantung keperluannya, ditampilkan
dalam Statistik gangguan. Dari sini dibuat Indikator
keandalan (yang terpenting “lama padam per konsumen
per tahun dan “kali pada per konsumen per tahun”) dan
Indikator kerusakan alat (misalnya banyaknya
kerusakan per jenis alat dibagi jumlah terpasang
pertahun).
7.3.3 Analisa Gangguan
Gangguan yang termasuk dalam kategori tidak wajar
dianalisa untuk menemukan :
• bentuk kesalahan/ penyimpangannya.
• penyebab kesalahan/ penyimpangannya.
• bagaimana tindakan perbaikannya.
Gangguan pada hakekatnya adalah serentetan peristiwa
yang berhubungan sebagai sebab-akibat.
Analisa gangguan pada umumnya melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Pengumpulan/ pencarian data, fakta dan peristiwa
yang diduga ada kaitannya dengan ketidak wajaran
tersebut.
b. Menghubung-hubungkan fakta itu menjadi rangkaian
sebab-akibat yang logis sehingga terbayang skenario
yang mungkin.
c. Membandingkan rangkaian peristiwa yang nyata
terjadi dengan yang seharusnya untuk menemukan
penyimpangannya. Jika ada ketidak cocokan antara
kenyataannya dan yang seharusnya berarti bisa
ditemukan penyimpangannya, namun jika semuanya
cocok, penyimpangan belum bisa ditemukan, maka
pengumpulan/ pencarian data (langkah a) perlu
diulang.
d. Mencari penyebab penyimpangan yang mungkin
dengan cara mencari fakta-fakta yang
mendukungnya dan fakta-fakta yang
menggugurkannya.
e. Jika tidak ditemukan fakta-fakta yang kuat
mendukungnya atau sebaliknya jika malah
ditemukan fakta yang menggugurkannya maka
diulang mencari penyebab yang mungkin (langkah d)
atau bahkan jika perlu diulang mencari fakta-fakta
lain (langkah a).
f. Jika ditemukan beberapa penyebab yang mungkin,
dipilih penyebab yang paling mungkin. Penyebab
yang paling mungkin adalah penyebab yang paling
kuat fakta-fakta pendukungnya dan/ atau yang paling
lemah fakta-fakta yang menggugurkannya.
g. Menyusun skenario gangguan yang paling mungkin/
paling cocok dengan fakta-fakta beserta
penyimpangan yang telah diketahui penyebabnya.
h. Menguji skenario gangguan itu dengan data, fakta
dan rekaman kejadian (event recorder dan
disturbance recorder). Jika tidak cocok maka
penyusunan skenario gangguan itu perlu diulang
(langkah g). jika masih tidak bisa ditemukan skenario
yang cocok maka terpaksa dicari lagi data dan fakta
baru ( langkah a dan seterusnya diulang).
i. Menentukan tindakan perbaikan berdasarkan
penyimpangan serta penyebab yang telah
ditemukan.
j. Menyusun laporan penyelidikan gangguan.
7.3.4 Tindakan koreksi/ perbaikan.
Setelah kesalahan/ penyimpangannya serta penyebab
yang paling mungkin ditemukan, maka tindakan koreksi/
perbaikannya baru bisa dipikirkan. Jika ditemukan
beberapa alternatif/ tindakan perbaikan, dipilih
berdasarkan urgensinya dan tingkat keandalan yang
diinginkan dengan memperhatikan kelemahan atau
resikonya.
7.3.5 Laporan Gangguan.
Untuk gangguan yang tidak wajar, ada 3 macam laporan
yang harus dibuat :
• Laporan kolektif gangguan.
• Laporan pendahuluan gangguan
• Laporan penyelidikan gangguan .
Laporan kolektif gangguan adalah dalam bentuk tabel
gangguan yang tidak wajar dalam kurun waktu tertentu
(triwulanan atau tahunan) yang berisikan informasi:
tanggal gangguan, penyebab gangguan, akibat
gangguan, bentuk kesalahan/ penyimpangannya serta
penyebabnya dan tindakan perbaikan yang direncanakan
atau yang telah dilaksanakan.
Laporan pendahuluan gangguan adalah laporan yang
segera dibuat setelah terjadi gangguan besar, yang
berisikan :
• Kondisi sistem sebelum gangguan
• Peristiwanya
• Perkiraan penyebabnya
• Akibatnya : kerusakan peralatan, luasnya
pemadaman, kWh yang tak terjual.
• Tindakan pemulihan.
Sedangkan laporan penyelidikan gangguan berisikan :
• Kondisi sistem sebelum gangguan
• Peristiwanya
• Tindakan pemulihan
Untuk setiap
Gangguan besar
• Data dan faktanya, rekaman urutan kejadiannya
(sequence of events recorder) dan rekaman
gangguan (disturbance recorder)
• Analisa gangguan sampai menemukan bentuk
penyimpangan / kesalahan serta penyebabnya
• Skenario gangguan.
• Akibat gangguan: kerusakan peralatan, luasnya
pemadaman, kWh yang tak terjual.
• Tindakan perbaikannya.
7.3.6 Langkah-langkah Evaluasi Gangguan dan Analisa
Gangguan digambarkan dengan diagram alir (flowchart)
sebagai berikut : (lihat Gbr 7.3.a, 7.3.b).
GANGGUAN
Pengum pulan Data, Fakta, Rekam an
Susun Rangkaian Sebab
Akibat yang Logis
Bandingkan antara :
- Yang seharusnya", dan
- Faktanya"
Cocok?
Bentuk Penyim panan
Cari Penyebab yang mungkin
dan yang Melem ahkan (Menggugurkan)
Cari Data, Fakta yang Menguatkan (Mendukung)
Kuat?
paling m ungkin
Cari Penyebab yang
Menyusun Skenario Gangguan
Uji Skenario dengna Data, Fakta rekaman kejadian
Cocok?
Menentukan Tindakan Perbaikan
Mem buat Laporan Penyelidikan Gangguan
Ya
Gugur
Kuat
Tidak
Ya
Tidak
Gbr. 7.3.a
Diagram Alir Analisa Gangguan
Pengolahan Data
Gangguan
Tidak Wajar
Rekaman Kejadian
GANGGUAN
Analisa
Kategorisasi Gangguan
Gangguan
Wajar Besar
Gangguan
Gangguan
Analisa
- Indicator Keandalan
- Statistic Gangguan
- Indicator kerusakan Alat
Tuntas TimPenyelidikan
Pembentukan
Analisa *)
PenyelidikanEVALUASI
Pembahasan
Konsultasi
Laporan Evaluasi
Gangguan
Laporan Kolektif
Tindakan Perbaikan
Laporan
Penyelidikan
Sudah
Belum
Laporan
Pendahuluan
*) Lihat butir 7.33
atau Gbr. 7.3.a
Gbr. 7.3.b
Diagram Alir Langkah-langkah
Evaluasi Gangguan
Dari diagram alir tersebut tampak bahwa semua langkah-langkah
penanganan gangguan tersebut bermuara ke tindakan perbaikan.
Jika gangguan ditangani secara konsisten seperti yang telah
diuraikan diatas maka jelaslah bahwa penyimpangan-
penyimpangan yang menjadi penyebab ketidak wajaran tersebut,
secara berangsur-angsur tapi pasti, akan berkurang, dan ini
berarti keandalan suplai tenaga listrik makin meningkat.
8. USAHA-USAHA PERBAIKAN LEBIH LANJUT
8.1 Pengadaan peralatan/ material dengan Mutu dan Keandalan
yang baik.
8.1.1 Dalam pengadaan peralatan/ material, hanya membeli
produk dari pabrik yang sudah termasuk dalam Sistem
Pengawasan Mutu dari Lembaga Sertifikasi Produk yang
berwenang (dahulu Sistem Pengawasan Mutu LMK PLN).
8.1.1 Untuk inspeksi dalam acceptance test atau factory test,
hanya menggunakan jasa inspector yang qualified dari
Lembaga Inspeksi Teknik yang berwenang.
8.1.3 Statistik kerusakan peralatan perlu dievaluasi. Peralatan
yang mempunyai angka kerusakan yang tinggi
dikonsultasikan dengan pabriknya, agar pabrik dapat
menyelidikinya dan melakukan perbaikan. Jika perlu
dikenakan sanksi, misalnya pembelian peralatan dari
pabrik itu untuk sementara dihentikan sampai pabrik dapat
menunjukkan perbaikan yang telah dilakukan dengan bukti
type test certificate dari Laboratorium yang diakui PLN.
Kiranya perlu dipikirkan kemungkinan untuk memasukkan
angka kerusakan sebagai salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam evaluasi teknis dalam tender
pengadaan barang.
8.2. Ke- instalatiran
Selama ini yang harus punya SPI (Surat Pengesahan Instalatir)
hanyalah penanggung jawab teknis perusahaan Instalatirnya
saja. Tenaga kerja pelaksana langsung, tidak mempunyai surat
pengesahan (sertifikat/ lisensi) apapun, sehingga mutu Instalasi
tidak terjamin.
Mestinya seseorang baru boleh melaksanakan pemasangan
instalasi jika telah memiliki sertifikat keahlian / keterampilan yang
sesuai dengan tingkat dan bidang pekerjaannya. Untuk
mendapatkan sertifikat harus melalui pendidikan dan latihan
serta ujian oleh instansi yang berwenang.
Dengan keluarnya Undang-undang No.18 tahun 1999,
sebenarnya dasar peraturan yang mengharuskan perencana,
pengawas dan tenaga kerja pelaksana memiliki sertifikat
keahlian/ keterampilan, sudah ada. Penerbitan sertifikat itu
ditugaskan kepada Asosiasi yang bersangkutan. Persiapan
kearah itu kini sedang berjalan.
8.3. Pemborongan pekerjaan dengan masa garansi.
Pekerjaan suplai material beserta pemasangannya yang
memerlukan keahlian yang sukar pengawasannya yang ternyata
selama ini menunjukkan angka kerusakan yang tinggi, misalnya
pekerjaan penyambungan dan terminasi kabel, sebaiknya
diborongkan dengan masa garansi, sehingga kalau rusak
sebelum habis masa garansinya, masih menjadi tanggung jawab
kontraktor untuk memperbaikinya, dan kalau dapat bertahan
dalam masa garansi itu diharapkan dapat bertahan seterusnya
sampai mencapai umur yang wajar.
8.4 Testing, Komissioning dan pernyataan laik operasi
Pada prinsipnya suatu Instalasi yang baru selesai dipasang atau
setelah rehabilitasi/ renovasi, baru boleh dioperasikan setelah
dinyatakan laik operasi oleh comissioning engineer yang qualified
dari Lembaga Inspeksi Teknik (dahulu LMK). Hal ini juga telah
diatur dalam Undang-undang tsb.
8.5 Kegagalan Kerja dan Salah Kerja Proteksi.
Sekarang ini, sebagai contoh, masih banyak dilaporkan adanya
“sympathetic tripping” pada jaringan SUTM dengan pentanahan
tahanan 40Ω (yaitu penyulang yang tak terganggu ikut trip
bersama penyulang yang terganggu), dan tripnya Trafo Tenaga
akibat gangguan di penyulang.
Sympathetic tripping, kalau bukan karena penyebab lain,
mungkin karena ada saluran (SUTM) yang mengandung kabel
yang panjang sehingga arus kapasitif yang muncul sebagai arus
urutan nol (3Io) akibat gangguan satu fasa ketanah di penyulang
lain, besarnya melampaui nilai setting relay gangguan tanah nya.
Sedangkan tripnya Trafo Tenaga mungkin disebabkan oleh
kegagalan kerja proteksi penyulang, koordinasi relai arus-lebih
yang kurang tepat, koreksi perbandingan transformasi pada
differential relay yang kurang tepat atau karena kejenuhan trafo
arusnya. Masalah ini perlu diselidiki kasus demi kasus.
8.6. Masalah kegagalan pengaman cadangan.
Dari penyelidikan beberapa gangguan besar yang mengakibatkan
kerusakan yang sangat parah atau terbakar habis, diperoleh
petunjuk bahwa penyebabnya adalah gagalnya pengaman
cadangan besama-sama dengan pengaman utamanya.
Jika pengaman cadangan mempunyai komponen yang dipakai
bersama dengan pengaman utama, misalnya PMT atau
batterynya, maka kegagalan pada komponen itu akan
menyebabkan kegagalan pengaman utama sekaligus pengaman
cadangannya. Oleh karena itu, idealnya, pengaman cadangan
tidak mempunyai komponen yang dipakai bersama dengan
pengaman utamanya, sehingga kegagalan pengaman utamanya
tidak diikuti oleh pengaman cadangannya. Pengaman cadangan-
jauh yang terletak di Gardu Induk/ Gardu Hubung sebelah
hulunya sudah dengan sendirinya memenuhi kriteria tsb.
Dalam hal pengaman cadangan-lokal, kebanyakan mempunyai
komponen yang dipakai bersama dengan pengaman utamanya,
misalnya PMTnya, batterynya dan bahkan juga trafo arusnya.
Dengan demikian kemungkinan gagal bersama-sama kedua-
duanya cukup besar.
Pada instalasi tegangan ekstra tinggi , telah digunakan pengaman
cadangan lokal atau pengaman kedua (duplikasi), yang hampir
semua komponennya terpisah, yaitu battery, trafo arus dan
tripping coilnya, kecuali PMT (lihat Gbr. 4.1.b).
Pemisahan pengaman cadangan dari pengaman utama
sedemikian itu mungkin perlu juga dilakukan pada instalasi 150
kV yang sangat penting, misalnya pada GI suatu pusat
pembangkit yang sangat besar.
Dari penyelidikan gangguan besar tsb. diatas telah ditemukan
(lihat Laporan gangguan GI Cepu sebagai contoh) bahwa
penyebab kegagalan itu adalah hilangnya tegangan battery yang
dipakai bersama oleh pengaman arus-lebih disisi 150 kV (yang
bertindak sebagai pengaman cadangan jauh) dan pengaman
disisi 20 kV (incoming) yang bertindak sebagai pengaman utama
bus 20 kV, dan gangguannya di bus/ kubikel 20 kV. Sedangkan
Zone III distance relay di GI sebelah hulunya (GI Blora), tidak
dapat menjangkau sampai ke bus 20 kV (Cepu) ini (tidak seperti
(6)pada Gbr. 4.2.a. melainkan seperti (4) pada Gbr.4.2.b.),
sehingga arus hubung-singkat bertahan terus (7 menit 49 detik,
terlihat di UPB Ungaran), sampai kerusakan menjalar kebelitan
150 kV trafo tenaga, maka relay pengaman di GI sebelah hulunya
(Blora) baru trip. Belajar dari pengalaman ini maka pengaman
150 kV sebaiknya mempunyai battery tersendiri yang
terpisah dari pengaman 20 kV.
Catatan:
Di beberapa GI yang ditinjau sebenarnya telah tersedia dua set
battery dimana kalau yang pertama bekerja maka yang kedua
sebagai cadangan tidak aktif secara bergantian. Disarankan, dari
pada ada satu set tidak aktif, lebih baik semua diaktifkan: yang
satu dipakai untuk pengaman 150 kV yang kedua dipakai untuk
pengaman 20 kV yang dalam keadaan normalnya terpisah. Jika
salah satu battery perlu dilepas untuk pemeliharaan, kedua
sistem arus searah (DC system) itu di-interkoneksikan lebih dulu
sebelum dilepas. Jadi fungsinya sebagai battery cadangan yang
satu terhadap lainnya tetap berlaku.
8.7. Mempersempit dan mempersingkat pemadaman.
Penyumbang terbesar terhadap tingginya angka indikator “lama
padam per konsumen pertahun”, ternyata adalah gangguan di
JTM. Oleh karena itu tindakan perbaikan di JTM akan merupakan
tindakan yang efektif dalam memperbaiki indikator tsb.
Di JTM yang radial sekarang ini, masih banyak penyulang yang
hanya mempunyai PMT dan Relay proteksinya tanpa penutup-
balik di pangkal penyulang, sehingga jika terjadi gangguan di
penyulang, seluruh konsumen yang disuplai dari penyulang itu
padam.
Untuk mempersempit dan mempersingkat pemadaman dapat
dilakukan hal-hal berikut :
• Pada SUTM yang panjang, memperbanyak penggunaan
Penutup-Balik Otomatis (PBO) dipangkal penyulang,
ditengah penyulang dan/ atau di percabangan. Dengan
koordinasi yang selektif thd. penutup-balik di pangkal
penyulang, gangguan disebelah hilirnya PBO di tengah
penyulang atau percabangan, tidak akan mnyebabkan
PBO/PMT dipangkal penyulang trip.
• Menggunakan Saklar Seksi Otomatis (Automatic
Sectionalizer) disamping PBO untuk mempersempit
pemadaman lebih lanjut dengan cepat.
• Memasang pengaman lebur di percabangan (jika tidak
terpasang PBO) yang selektif terhadap. relay dipangkal
penyulang sehingga jika gangguan masih ada setelah
penutupan-balik, pengaman leburnya yang putus bukan
PBO nya yang trip (trip yang pertama tetap di PBO).
• Memperbanyak detektor gangguan yang dimonitor di UPD
(Unit Pengatur Distribusi) untuk mempercepat pencarian
lokasi gangguan.
• Memperluas cakupan UPD yang memungkinkan manuver
melalui remote control dari UPD untuk mempercepat
pemulihan setelah gangguan.
• Untuk konsumen industri yang memerlukan keandalan
yang tinggi disediakan dua feeder dari GI yang berbeda
yang dalam operasinya hanya salah satu yang tersambung
dan dilengkapi dengan Saklar Pindah Otomatis. (Automatic
Change Over Switch).
• Untuk daerah konsumen yang penting, mulai
dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop
tertutup, atau yang menghubungkan dari GI ke GI dengan
proteksi yang selektif (differential relay atau directional O/C
relay), sehingga gangguan di kabel (bukan di switchgear
atau di trafo), tidak akan menyebabkan pemadaman sama
sekali.
Kecuali yang tersebut terakhir, hal-hal tsb diatas sebenarnya
telah dilaksanakan dibeberapa PLN Wilayah/ Distribusi, namun
kiranya pelaksanaannya perlu diperluas sesuai dengan
tuntutan keandalan setempat.
8.8. Kemungkinan Penggunaan Kumparan Petersen untuk
pembumian JTM dengan saluran udara (SUTM).
Kumparan Petersen, sebagai pembumian titik netral jaringan,
akan memberikan arus Induktif yang bisa disetel untuk meng-
kompensir arus kapasitans tanah jaringan sehingga arus
gangguan satu fasa ketanahnya dititik gangguan sangat kecil.
Dengan arus gangguan yang sangat kecil itu dimungkinkan
terjadinya “self clearing”, yaitu gangguan hilang dengan
sendirinya tanpa pemutusan oleh PMT, jika gangguannya
adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair.
Kumparan Petersen telah pernah digunakan untuk
membumikan sistem 70 kV (dan 30 kV) di Jawa Barat dan Jawa
Timur, namun sistem 70 kV waktu itu tidak dilengkapi dengan
pengaman gangguan tanah otomatis. Sehingga pernah dialami
apa yang disebut “cross country fault”, yaitu gangguan tanah
yang permanen, yang karena tidak segera di bebaskan (karena
memang tidak ada pengaman gangguan tanahnya) lalu terjadi
gangguan tanah yang kedua di lokasi lain pada fasa lain.
Gangguan sedemikian menyebabkan Distance relay menjadi
tidak selektif, akibatnya sistem kolaps. Dari kejadian tersebut,
atas saran konsultan, pembumian sistem 70 kV dirubah dari
Kumparan Petersen menjadi Tahanan disertai dengan
penyesuian relay proteksinya.
Namun Kumparan Petersen masih digunakan pada JTM di
negara-negara maju seperti Jerman, Sweden dan negara-
negara Scandinavia lainnya dengan unjuk-kerja yang bagus.
Keuntungan utama dari sistem dengan pembumian Kumparan
Petersen adalah kemampuannya untuk “self clearing” untuk
gangguan satu fasa ketanah yang temporair, seperti telah
disebutkan diatas. Oleh karena itu pembumian dengan
Kumparan Petersen mungkin akan sangat menguntungkan jika
dipakai pada jaringan SUTM yang belum menggunakan
recloser, dimana biasanya gangguan yang dominan adalah
gangguan satu fasa ketanah yang temporair. Di luar negeri,
Jerman, Sweden, gangguan satu fasa ketanah yang temporair
bisa mencapai > 85%.
3)
Sedangkan untuk pengamanan gangguan tanah yang
permanen dapat digunakan pengaman gangguan tanah seperti
yang sudah ada pada jaringan SUTM dengan memanfaatkan
tahanan 40 Ω atau 500 Ω paralel dengan Kumparan Petersen
hanya pada saat gangguan tanah yang permanen. Sehingga
dengan demikian, dalam hal gangguan satu fasa ketanah yang
temporair, gangguan bisa hilang sendiri (Kumparan Petersen
masih sendiri), dan jika gangguan tidak hilang dalam 2-3 detik
detik, berarti gangguan permanen, tahanan masuk paralel
dengan Kumparan Petersen, maka relay gangguan tanah
bekerja membebaskan gangguan itu.
Jika memang benar bahwa sebagian besar gangguan (>80%)
adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair, yang akan
hilang sendiri karena adanya Kumparan Petersen, maka ini
adalah cara lain yang sederhana tapi efektif untuk mengurangi
pemadaman sekaligus penghematan PMT, sebagai alternatif
dari penggunaan penutup-balik.
Di PLN belum pernah diselidiki berapa prosen gangguan 1-fasa
ketanah yang temporair itu. Oleh karena itu sebelum
menggunakan pembumian dengan Kumparan Petersen pada
suatu jaringan, perlu diteliti lebih dulu untuk memastikan bahwa
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi
Filosofi proteksi

More Related Content

What's hot

Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikMakalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikSyahrul Ramazan
 
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIKPEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK Politeknik Negeri Ujung Pandang
 
Jenis jenis gardu induk
Jenis jenis gardu indukJenis jenis gardu induk
Jenis jenis gardu indukIrfan Nurhadi
 
koordinasi isolasi
koordinasi isolasikoordinasi isolasi
koordinasi isolasidini setyadi
 
Proteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikProteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikJohari Zhou Hao Li
 
Tegangan Tinggi
Tegangan TinggiTegangan Tinggi
Tegangan Tinggiedofredika
 
9 sistem 3 phasa beban seimbang
9  sistem  3 phasa beban seimbang9  sistem  3 phasa beban seimbang
9 sistem 3 phasa beban seimbangSimon Patabang
 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Kevin Adit
 
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor Daya
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor DayaPerhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor Daya
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor DayaYusrizal Azmi
 
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)mocoz
 

What's hot (20)

9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan
 
Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikMakalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
 
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIKPEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
 
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan TinggiKegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
 
Jenis jenis gardu induk
Jenis jenis gardu indukJenis jenis gardu induk
Jenis jenis gardu induk
 
koordinasi isolasi
koordinasi isolasikoordinasi isolasi
koordinasi isolasi
 
Proteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikProteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrik
 
Sistem proteksi tenaga listrik
Sistem proteksi tenaga listrikSistem proteksi tenaga listrik
Sistem proteksi tenaga listrik
 
Load flow1
Load flow1Load flow1
Load flow1
 
Tegangan Tinggi
Tegangan TinggiTegangan Tinggi
Tegangan Tinggi
 
GARDU INDUK
GARDU  INDUK GARDU  INDUK
GARDU INDUK
 
SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK
SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK
SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK
 
9 sistem 3 phasa beban seimbang
9  sistem  3 phasa beban seimbang9  sistem  3 phasa beban seimbang
9 sistem 3 phasa beban seimbang
 
PARTIEL DISHARGE DAN KORONA
PARTIEL DISHARGE DAN KORONAPARTIEL DISHARGE DAN KORONA
PARTIEL DISHARGE DAN KORONA
 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)
 
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor Daya
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor DayaPerhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor Daya
Perhitungan Listrik 1 Fase dan Perbaikan Faktor Daya
 
TEMBUS PADA GAS
TEMBUS PADA GASTEMBUS PADA GAS
TEMBUS PADA GAS
 
TEGANGAN TEMBUS PADA ZAT CAIR TEKNIK TEGANGAN TINGGI
TEGANGAN TEMBUS PADA ZAT CAIR TEKNIK TEGANGAN TINGGI                   TEGANGAN TEMBUS PADA ZAT CAIR TEKNIK TEGANGAN TINGGI
TEGANGAN TEMBUS PADA ZAT CAIR TEKNIK TEGANGAN TINGGI
 
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)
Mesin arus bolak_balik_(bahan_kuliah)
 
contoh soal motor dc
contoh soal motor dccontoh soal motor dc
contoh soal motor dc
 

Viewers also liked

111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi
111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi
111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusiAzis Nurrochma Wardana
 
Contoh Proposal Tugas Akhir D3
Contoh Proposal Tugas Akhir D3Contoh Proposal Tugas Akhir D3
Contoh Proposal Tugas Akhir D3Area Pratama
 
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiDasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiIndra S Wahyudi
 
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overload
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - OverloadLaporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overload
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overloadbernadus lokaputra
 
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Tool
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling ToolFinal Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Tool
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Toolgunawanzharfan
 
Gangguan pada gardu induk
Gangguan pada gardu induk Gangguan pada gardu induk
Gangguan pada gardu induk odhimay
 
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )TEMMY NGEDY
 
sejarah singkat perkembangan pesawat terbang
sejarah singkat perkembangan pesawat terbangsejarah singkat perkembangan pesawat terbang
sejarah singkat perkembangan pesawat terbangbasyrul arafah
 
Reverse power rule
Reverse power ruleReverse power rule
Reverse power rulemlobrien15
 
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkit
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkitKk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkit
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkitEko Supriyadi
 
Kk013 menguji unit generator pembangkit
Kk013 menguji unit generator pembangkitKk013 menguji unit generator pembangkit
Kk013 menguji unit generator pembangkitEko Supriyadi
 
Materi Teknik Tegangan Tinggi
Materi Teknik Tegangan TinggiMateri Teknik Tegangan Tinggi
Materi Teknik Tegangan TinggiGredi Arga
 
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relay
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relayKk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relay
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relayEko Supriyadi
 
83138841 1-1-komponen-jtm
83138841 1-1-komponen-jtm83138841 1-1-komponen-jtm
83138841 1-1-komponen-jtmAgus Supriyanto
 

Viewers also liked (20)

PROTEKSI TENAGA LISTRIK
PROTEKSI TENAGA LISTRIK PROTEKSI TENAGA LISTRIK
PROTEKSI TENAGA LISTRIK
 
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
 
SISTEM PROTEKSI
SISTEM PROTEKSI SISTEM PROTEKSI
SISTEM PROTEKSI
 
111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi
111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi
111280125 sistem-dan-pola-pengaman-distribusi
 
Contoh Proposal Tugas Akhir D3
Contoh Proposal Tugas Akhir D3Contoh Proposal Tugas Akhir D3
Contoh Proposal Tugas Akhir D3
 
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiDasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
 
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overload
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - OverloadLaporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overload
Laporan Perlengkapan Sistem Tenaga Listrik - Overload
 
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Tool
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling ToolFinal Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Tool
Final Project Proposal - Wing External Fuel Tank Handling Tool
 
Modul aerodynamics Raka
Modul aerodynamics RakaModul aerodynamics Raka
Modul aerodynamics Raka
 
Gangguan pada gardu induk
Gangguan pada gardu induk Gangguan pada gardu induk
Gangguan pada gardu induk
 
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
 
sejarah singkat perkembangan pesawat terbang
sejarah singkat perkembangan pesawat terbangsejarah singkat perkembangan pesawat terbang
sejarah singkat perkembangan pesawat terbang
 
DIELEKTRIK PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
DIELEKTRIK PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI DIELEKTRIK PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
DIELEKTRIK PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
 
Reverse power rule
Reverse power ruleReverse power rule
Reverse power rule
 
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkit
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkitKk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkit
Kk07 mengoperasikan scada sistem pengoperasian unit generator pembangkit
 
Kk013 menguji unit generator pembangkit
Kk013 menguji unit generator pembangkitKk013 menguji unit generator pembangkit
Kk013 menguji unit generator pembangkit
 
Ocr efr
Ocr efrOcr efr
Ocr efr
 
Materi Teknik Tegangan Tinggi
Materi Teknik Tegangan TinggiMateri Teknik Tegangan Tinggi
Materi Teknik Tegangan Tinggi
 
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relay
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relayKk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relay
Kk015 memasang peralatan kontrol unit generator pembangkit berbasis relay
 
83138841 1-1-komponen-jtm
83138841 1-1-komponen-jtm83138841 1-1-komponen-jtm
83138841 1-1-komponen-jtm
 

Similar to Filosofi proteksi

Tugas Distribusi
Tugas DistribusiTugas Distribusi
Tugas Distribusiazikin
 
Jenis gangguan generator
Jenis gangguan generatorJenis gangguan generator
Jenis gangguan generatorZhaqir Husein
 
Voltage sag and swell
Voltage sag and swellVoltage sag and swell
Voltage sag and swellInstansi
 
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)bernadus lokaputra
 
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrik
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrikPert. 1 keandalan sistem tenaga listrik
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrikNovia Putri
 
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptx
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptxME 3. Sistem Genset Gedung.pptx
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptxHarriPurnomo2
 
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptx
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptxGANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptx
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptxSeptiRosihanaHamidah
 
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rJbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rAzis Nurrochma Wardana
 
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdf
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdfPrasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdf
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdfPrasetyoPramono1
 

Similar to Filosofi proteksi (20)

JARINGAN TEGANGAN RENDAH
JARINGAN TEGANGAN RENDAH JARINGAN TEGANGAN RENDAH
JARINGAN TEGANGAN RENDAH
 
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
 
Jaringan distribusi tegangan rendah
Jaringan distribusi tegangan rendahJaringan distribusi tegangan rendah
Jaringan distribusi tegangan rendah
 
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK  GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
 
Tugas Distribusi
Tugas DistribusiTugas Distribusi
Tugas Distribusi
 
Jenis gangguan generator
Jenis gangguan generatorJenis gangguan generator
Jenis gangguan generator
 
Voltage sag and swell
Voltage sag and swellVoltage sag and swell
Voltage sag and swell
 
PROTEKSI TENAGA LISTRIK
PROTEKSI TENAGA LISTRIK PROTEKSI TENAGA LISTRIK
PROTEKSI TENAGA LISTRIK
 
Bab iv
Bab ivBab iv
Bab iv
 
SISTEM PENGAMAN ( PROTEKSI) TENAGA LISTRIK
SISTEM PENGAMAN ( PROTEKSI) TENAGA LISTRIKSISTEM PENGAMAN ( PROTEKSI) TENAGA LISTRIK
SISTEM PENGAMAN ( PROTEKSI) TENAGA LISTRIK
 
Switchgear,
Switchgear,Switchgear,
Switchgear,
 
Ibnu
IbnuIbnu
Ibnu
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)
Laporan Praktikum Sistem Tenaga Listrik - Sekering (Patron Lebur)
 
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrik
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrikPert. 1 keandalan sistem tenaga listrik
Pert. 1 keandalan sistem tenaga listrik
 
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptx
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptxME 3. Sistem Genset Gedung.pptx
ME 3. Sistem Genset Gedung.pptx
 
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptx
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptxGANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptx
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK.pptx
 
Sistem Proteksi SISTEM TENAGA LISTRIK
Sistem Proteksi SISTEM TENAGA LISTRIK Sistem Proteksi SISTEM TENAGA LISTRIK
Sistem Proteksi SISTEM TENAGA LISTRIK
 
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rJbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
 
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdf
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdfPrasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdf
Prasetyo pramono_20063018_Instalasi tenaga listrik_PPT.pdf
 

Recently uploaded

TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfYogiCahyoPurnomo
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxRemigius1984
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppttaniaalda710
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdfAnonymous6yIobha8QY
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfihsan386426
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfArvinThamsir1
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 

Recently uploaded (8)

TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 

Filosofi proteksi

  • 1. 1. PENDAHULUAN ampak dari globalisasi dan perdagangan bebas yang mau tidak mau harus dihadapi Indonesia adalah persaingan yang makin ketat di dalam dunia usaha perdagangan dan industri. Untuk meningkatkan daya saing, segala upaya harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi. PLN sebagai pemasok utama energi listrik di Indonesia, pasti akan menghadapi tuntutan peningkatan keandalan yang terus menerus, karena peningkatan keandalan akan berarti penekanan kerugian- kerugian yang tidak perlu terjadi, yang berarti peningkatan efisiensi. Indikator keandalan terpenting suplai tenaga listrik adalah lama padam/konsumen/ tahun dan kali padam/konsumen/tahun. Kedua angka itu harus ditekan terus menerus. Pada konsumen PLN angka lama padam itu relatif masih tinggi dibandingkan dengan negara maju. 2. MACAM-MACAM GANGGUAN, PENYEBAB, DAN AKIBATNYA a. Gangguan Beban Lebih Beban lebih mungkin tidak tepat disebut sebagai gangguan. Namun karena beban lebih adalah suatu keadaan abnormal yang apabila dibiarkan terus berlangsung dapat membahayakan peralatan, jadi harus diamankan, maka beban lebih harus ikut ditinjau. Beban lebih dapat terjadi pada trafo atau pada saluran karena konsumen yang dipasoknya memang terus meningkat, atau karena adanya manuver atau perubahan aliran beban di jaringan setelah adanya gangguan. Beban lebih dapat mengakibatkan pemanasan yang berlebihan yang selanjutnya panas yang berlebihan itu dapat mempercepat proses penuaan atau memperpendek umur.
  • 2. Pada trafo tenaga, percepatan proses penuaan itu secara pendekatan dapat dinyatakan dengan rumus Mountsinger sebagai berikut : 7) 6/)98( 0 2 98tan − == ϑϑ ζ CsuhupadapenuaanKecepa suhupadapenuaannKecepata Dimana : ζ = Kecepatan penuaan relatif. ϑ = Suhu belitan bagian terpanas (hot spot). 98 o C = adalah suhu sebagai dasar disain untuk umur yang wajar (20 – 30 tahun). Rumus Mountsinger tersebut berlaku sampai suhu 140 o C. Tabel berikut menggambarkan hubungan kecepatan penuaan relatif (ζ) dengan suhu belitan. ϑ ( o C) ζ 80 86 92 0,125 0,25 0,5 98 1 104 110 116 122 128 134 140 2,0 4,0 8,0 16,0 32,0 64,0 128,0 Jadi trafo yang seumur hidupnya dibebani sedemikian sehingga suhu kerjanya (hot spot) 6 o di atas 98 o C, maka proses penuaannya dipercepat dua kali atau umurnya diperpendek menjadi separuhnya dari umur yang wajar. Atau suatu trafo yang dalam suatu perioda (misalnya 10 jam) dibebani sedemikian sehingga suhu kerjanya 6 0 diatas 98 0 C,
  • 3. maka umurnya akan berkurang dua kali lebih banyak (ekivalen dengan dibebani pada suhu 98 0 C selama dua kali 10 jam). Sebaliknya jika suhunya 6 o di bawah 98 o C, proses penuaannya diperlambat menjadi setengahnya. Trafo dapat dibebani lebih untuk sementara tanpa menyebabkan kenaikan suhu melampaui 98 o C (jadi tidak mengakibatkan perpendekan umur) jika beban sebelumnya cukup rendah (suhu hot spot di bawah 98 o C). Untuk hal ini telah ada petunjuk dari SPLN 17A (IEC 354) “Loading guide for oil-immersed transformer”. Gangguan pada sistem pendingin (misalnya matinya fan pada radiatornya) dapat menyebabkan kenaikan suhu yang berlebihan meskipun bebannya masih di bawah nominalnya. Dalam hal demikian trafo juga akan mengalami perpendekan umur. Panas yang berlebihan pada beberapa kabel yang terpasang paralel dapat terjadi karena jaraknya satu sama lain terlalu dekat meskipun bebannya di bawah nominal. Akibatnya sama yaitu perpendekan umur atau cepat rusak. b. Gangguan Hubung-Singkat Hubung-singkat dapat terjadi antar fasa (tiga fasa atau dua fasa) atau antara satu fasa ke tanah, dan dapat bersifat temporair (non persistant) atau permanen (persistant). Gangguan yang permanen misalnya hubung singkat yang terjadi pada kabel, belitan trafo atau belitan generator karena tembusnya (break down nya) isolasi padat. Di sini pada titik gangguan memang terjadi kerusakan yang permanen. Peralatan yang terganggu tersebut baru bisa dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Penyebab gangguan permanen antara lain penuaan isolasi, kerusakan mekanis isolasi, tegangan-lebih dsb. Pada gangguan yang temporair, tidak ada kerusakan yang permanen di titik gangguan. Gangguan ini misalnya berupa flashover antara penghantar fasa dan tanah atau tiang, travers atau kawat tanah pada SUTT atau SUTM karena sambaran petir, atau flashover dengan
  • 4. pohon-pohon yang tertiup angin, atau burung / binatang lain yang terbang / merayap mendekati konduktor fasa dan sebagainya. Pada gangguan ini yang tembus (break down) adalah isolasi udaranya, oleh karena itu tidak ada kerusakan yang permanen. Setelah arus gangguannya terputus, misalnya karena terbukanya circuit breaker oleh relay pengamannya, peralatan atau saluran yang terganggu tersebut siap dioperasikan kembali. Arus hubung singkat dua fasa lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa. Jika tahanan gangguan diabaikan arus hubung singkat dua fasa kira-kira : ½ 3 (=0,866) kali arus hubung singkat tiga fasa. Arus gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa, bahkan mungkin lebih kecil dari arus beban nominalnya, sebab gangguan tanah hampir selalu melalui tahanan gangguan, misalnya beberapa ohm, yaitu tahanan pembumian kaki tiang, dalam hal flashover dengan tiang atau kawat tanah, atau beberapa puluh atau ratusan ohm dalam hal flashover dengan pohon. Di samping itu untuk sistem dengan pembumian melalui tahanan, tahanan pembumian netral sistem itu juga akan membatasi arus gangguan satu fasa ke tanah. Arus gangguan satu fasa ke tanah pada sistem dengan pembumian langsung pada umumnya juga sedikit lebih kecil dari pada arus hubung- singkat tiga fasa sebab impedans urutan nol saluran pada umumnya lebih besar (empat kalinya) dari pada impedans urutan positifnya, kecuali jika lokasi gangguannya dekat dengan pusat pembangit, dimana yang dominan impedansi generatornya yang reaktansi urutan nolnya tidak termasuk kedalam rangkaian urutan nolnya. Peralatan yang terganggu dan peralatan yang dilalui arus hubung- singkat dapat menjadi rusak dengan 2 cara : • secara thermis • secara mekanis Rusak secara Thermis Panas yang timbul tergantung pada besarnya arus gangguan dan lamanya arus gangguan itu berlangsung, yaitu sebesar :
  • 5. o t I 2 R.dt Dimana: t = waktu lamanya arus gangguan R = tahanan konduktor I = arus gangguan Panas ini akan menaikkan suhu konduktor yang dilalui arus gangguan itu. Jika terlalu lama (clearing time-nya lambat) suhu konduktor akan terlalu tinggi sehingga merusak isolasinya atau mempercepat penuaannya. Jadi setiap peralatan mempunyai batas termis tertentu terhadap arus hubung singkat. “Ketahanan thermis terhadap arus hubung-singkat dalam waktu singkat” atau disingkat “Arus ketahanan waktu singkat” (“Short time withstand current”) dari peralatan biasanya dinyatakan dalam arus (kA) dan waktu 1 detik, 2 detik atau 3 detik. Batas thermis peralatan bisa juga dinyatakan dalam kurva waktu-arus (damage curve) dalam diagram Waktu-Arus. Jika batas itu tidak dilampaui maka tidak ada panas yang berlebihan, peralatan yang dilalui arus gangguan tidak rusak dan tidak mengalami percepatan penuaan. Secara Mekanis Arus gangguan menimbulkan gaya tarik menarik atau tolak menolak pada konduktor yang dilalui arus gangguan. Busbar pada cubicle atau switchgear misalnya, harus memiliki isolator yang cukup kuat secara mekanis sehingga tahan terhadap gaya-gaya tersebut. Demikian pula belitan trafo juga harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup sehingga tidak rusak oleh arus hubung singkat (through fault current) yang melaluinya. Gaya mekanis (dynamic force) tertinggi terjadi pada puncak arus (peak current) pertama dari arus hubung singkat itu yang nilai maximumnya, dengan maximum DC offset, bisa mencapai 2½ kali nilai rms (root mean square) dari arus hubung singkat simetrisnya. Contoh : Suatu Switchgear mempunyai : Arus ketahanan waktu singkat pengenal 20 kA/1 sec. Arus ketahanan puncak pengenal 50 kA. Dari hasil penelitian kerusakan trafo tenaga di Jawa menunjukkan bahwa kerusakan trafo akibat through fault current ternyata merupakan
  • 6. kerusakan yang dominan (lihat tabel kerusakan trafo di Jawa untuk kurun waktu dari tahun 1988 – 1994). 5) Dengan disain peralatan/ sistem yang baik serta pengamanan sistem yang baik, gangguan hubung singkat pada umumnya tidak mengakibatkan kerusakan peralatan, paling hanya mengakibatkan terlepasnya bagian sistem yang terganggu yang selanjutnya mungkin dapat mengakibatkan pemadaman. c. Gangguan Tegangan-Lebih Tegangan lebih dapat dibedakan sebagai berikut : • Tegangan lebih dengan power frequency (di Indonesia 50 Hz) • Tegangan lebih transient Selanjutnya tegangan lebih transient dapat dibedakan : • Surja Petir (lightning surge) • Surja Hubung (switching surge) Tegangan lebih dengan power frequency terjadi misalnya karena : • Kehilangan beban atau penurunan beban di jaringan akibat switching karena gangguan atau karena manuver. • Gangguan pada AVR (Automatic Voltage Regulator) pada generator atau pada sadapan berbeban (on-load tap changer) dari trafo tenaga. • Kecepatan-lebih (Over speed) pada generator karena kehilangan beban. Tegangan lebih dengan power frequency ini biasanya tidak begitu tinggi namun bisa berlangsung lama. Peralatan seperti kabel, trafo dan generator didesain sedemikian sehingga tegangan kerja maksimumnya masih di bawah “corona inception voltage” isolasinya sehingga peralatan itu tahan lama. “Corona inception voltage” adalah tegangan di mana internal corona discharge mulai timbul di dalam isolasinya. Jika tegangan kerja maksimum dilampaui maka internal corona discharge akan terjadi yang secara kumulatif merusak isolasi. Selanjutnya peralatan dapat langsung rusak karena insulation break down (hubung singkat) atau setidak-tidaknya terjadi percepatan penuaan (perpendekan umur). Jadi tegangan lebih dengan power
  • 7. frequency akhirnya dapat berakibat hubung-singkat (insulation break down) atau sekedar perpendekan umur. Surja Petir Petir dapat menyambar langsung ke konduktor fasa, atau menyambar kawat tanah atau tiang SUTT yang selanjutnya menyebabkan back flashover, atau menyambar tanah atau obyek lain di dekat SUTM atau SUTT (induced lightning) yang semuanya dapat mengakibatkan hubung- singkat atau gangguan tanah. Oleh karena itu kawat tanah pada SUTT yang berfungsi sebagai pelindung kawat fasa harus mempunyai tahanan pembumian serendah mungkin, dan isolatornya harus mempunyai tingkat isolasi (basic insulation level) yang cukup sehingga sambaran petir pada kawat tanah atau tiang tidak menyebabkan gangguan (back flashover) kecuali petir yang arusnya (discharge current) terlalu besar yang kemungkinan terjadinya (probability) lebih kecil. Surja Hubung Hubung-singkat atau bekerjanya Pemutus Tenaga (circuit breaker) dapat menimbulkan tegangan transient yang tinggi, namun biasanya tidak setinggi surja petir untuk sistem tegangan menengah atau tinggi. Untuk sistem tegangan ekstra tinggi, surja hubung bisa lebih dominan sebagai penyebab gangguan daripada surja petir. d. Gangguan kekurangan daya Kekurangan daya dapat terjadi karena tripnya unit pembangkit akibat gangguan di prime movernya, di generator, atau karena gangguan hubung-singkat di jaringan yang menyebabkan bekerjanya relay dan circuit breakernya yang berakibat terlepasnya suatu pusat pembangkit dari sistem. Jika tingkat pembebanan pusat/ unit pembangkit yang hilang/ terlepas tersebut melampaui cadangan putar (spinning reserve) sistem, maka pusat-pusat pembangkit yang masih kerja akan mengalami pembebanan yang berkelebihan sehingga frequency akan merosot terus. Jika hal ini tidak diamankan akan mengakibatkan tripnya pusat-pusat pembangkit itu secara beruntun (cascading) yang selanjutnya dapat berakibat runtuhnya (collapse) system yang dapat berarti pemadaman total.
  • 8. e. Gangguan ketakstabilan (Instability). Gangguan hubung singkat atau kehilangan pembangkit dapat menimbulkan ayunan daya (power swing) atau, yang lebih parah lagi, dapat menyebabkan unit-unit pembangkit lepas singkron (pull out of synchronism). Ayunan daya dapat mengakibatkan relay pengaman salah kerja yang selanjutnya menyebabkan gangguan yang lebih luas. Lepas sinkron dapat mengakibatkan berkurangnya pembangkit karena tripnya unit pembangkit ybs. atau terpisahnya sistem, yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan yang lebih luas bahkan keruntuhan sistem (collapse).
  • 9. 5) Penyebab I 1Hubungsingkatexternal 2KelemahanIsolasi(Hubungsingkatinternal) 3Petir Proteksigagal4 KelemahanOLTC5 Pemeliharaankurang6 Salahoperasi7 Lain-lain8 Rusak%MVA Angkakerusakan K1%K2%K3% IIIIIIVVVIVIIVIII 5 4 1 1 7 6 1 21 10 8 2 2 15 13 2 46 170 116 133.3 112 242 343 30 696 1.0 1.3 0.8 0.2 0.2 1.1 4.0 0.2 0.11 0.08 0.02 0.02 0.15 0.13 0.02 0.45 0.5 0.4 0.1 0.1 0.7 0.6 0.1 2.0 JUMLAHTOTAL4618421008.80.984.3 JumlahTerpasang JumlahUmur(transf-years) 542 4708 Keterangan: K1= =K2RatioantarajumlahTraforusakterhadapjumlahumurTrafoterpasang(transf-years)darikelompok penyebabdinyatakandalamprosen dalamprosen RatioantaranilaikerugianakibatTraforusakterhadapnilaiTrafoterpasangketikabarudari kelompokpenyebab K3= FILOSOFI,STRATEGIDANANALISANYAUNTUKPENINGKATANKEANDALANDIPLN PROTEKSISISTEMTENAGALISTRIK KERUSAKANTRAFOMENURUTPENYEBAB DALAMKURUNWAKTU6TAHUN(1988-1994) No.
  • 10. 3. CARA MENGATASI GANGGUAN Usaha-usaha untuk mengatasi gangguan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan sebagai berikut : • mengurangi terjadinya gangguan • mengurangi akibatnya 3.1. Mengurangi Terjadinya Gangguan Gangguan tidak dapat dicegah sama sekali, tapi dapat dikurangi kemungkinan terjadinya dengan cara-cara sebagai berikut : a. Dengan hanya menggunakan peralatan yang dapat diandalkan. Peralatan yang dapat diandalkan adalah peralatan yang minimum memenuhi persyaratan standar yang dibuktikan dengan uji jenis (type test), dan/ atau yang telah terbukti keandalannya dari pengalaman penggunaannya. Penggunaan peralatan di bawah mutu standar akan merupakan sumber gangguan b. Penentuan spesifikasi yang tepat dan desain yang baik sehingga baik dalam kondisi kerja normal maupun dalam keadaan gangguan yang wajar, semua peralatan tahan baik secara elektris, thermis maupun mekanis. Ini berarti semua peralatan tidak akan mengalami overstress secara elektris, thermis ataupun mekanis yang bisa merusak atau memperpendek umur. c. Pemasangan yang benar sesuai dengan disain, spesifikasi dan petunjuk dari pabriknya. d. Penggunaan kawat tanah pada SUTT/ SUTET (Saluran Udara Tegangan Tinggi/ Ekstra Tinggi) dengan tahanan pembumian kaki tiang yang rendah untuk menghindari atau mengurangi terjadinya gangguan akibat sambaran petir. Untuk pemeriksaan tahanan pembumian dalam pemeliharaan rutin, hubungan konduktor pembumiannya harus bisa dilepas dari kaki tiangnya. e. Penebangan / pemangkasan pohon-pohon yang berdekatan dengan kawat fasa pada SUTM dan SUTT. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan tidak hanya jaraknya dalam keadaan
  • 11. tidak ada angin melainkan juga dalam keadaan ditiup angin pohon itu harus tetap mempunyai jarak yang cukup terhadap kawat fasa. f. Penggunaan kawat / kabel udara berisolasi untuk SUTM secara selektif. g. Operasi dan pemeliharaan yang baik. h. Menghilangkan/mengurangi penyebab gangguan/kerusakan melalui penyelidikan. 3.2 Mengurangi Akibat Gangguan Karena gangguan tidak bisa dicegah sama sekali maka usaha untuk mengurangi akibatnya juga sangat penting : a. Mengurangi besarnya arus gangguan dengan cara : • Menghindari konsentrasi pembangkitan (mengurangi short circuit level) • Menggunakan reaktor • Menggunakan tahanan untuk pembumian netralnya untuk jaringan tegangan menengah. b. Penggunaan lightning arrester dan penentuan tingkat dasar isolasi (Basic Insulation Level) peralatan dengan koordinasi isolasi yang tepat. c. Melepaskan bagian sistem yang terganggu dengan menggunakan circuit breaker dan relay proteksi (proteksi sistem tenaga liatrik). d. Menghindari atau mengurangi luasnya / lamanya pemadaman atau kerusakan akibat pelepasan bagian sistem yang terganggu dengan cara : • Penggunaan jenis relay yang tepat dan penyetelan relay yang selektif agar bagian yang terlepas sekecil mungkin. • Penggunaan saluran double dengan proteksi yang selektif sehingga jika terjadi gangguan pada salah satu saluran, tidak terjadi pemadaman karena saluran yang lain masih tetap befungsi.
  • 12. • Penggunaan loop dengan proteksi yang selektif sehingga jika terjadi gangguan pada salah satu seksi tidak terjadi pemadaman karena hanya seksi itu saja yang terlepas dan konsumen masih terhubung dengan sumbernya dari salah satu arah. • Penggunaan Penutup-Balik Otomatis (PBO) yang cepat sehingga pemadaman dapat dihindari atau hanya berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. • Penggunaan Saklar Seksi Otomatis (automatic sectionalizer) pada JTM untuk mempercepat pemulihan dan mempersempit daerah yang padam. • Penggunaan spindle pada JTM atau setidak-tidaknya ada titik pertemuan antar saluran (sehingga terbentuk loop terbuka) sehingga dalam hal ada gangguan, kerusakan atau pemeliharaan tersedia alternatif supply dari arah lain. • Penggunaan dua saluran pemasok dari sumber (gardu induk) yang berbeda dan dilengkapi dengan Saklar Pindah Otomatis (Automatic Change Over Switch) pada konsumen yang memerlukan keandalan yang tinggi • Penggunaan peralatan cadangan (biasa dengan kriteria N-1). e. Penggunaan program Pelepasan-Beban (Load Shedding), Pemisahan Sistem (System Splitting) dan Pembentukan Pulau (Islanding) untuk mengurangi luasnya pemadaman dan mempercepat pemulihan sistem setelah gangguan. f. Penggunaan relay dan circuit breaker yang cepat dan AVR dengan response yang cepat pula untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan gangguan instability (lepas sinkron) akibat gangguan hubung-singkat atau jatuhnya unit pembangkit. 4. PENGERTIAN DASAR PROTEKSI. 4.1 Fungsi Proteksi Fungsi Proteksi adalah memisahkan bagian sistem yang terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi dengan cara sbb :
  • 13. a. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian sistem yang diamankannya (fault detection). b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing). c. Memberitahu operator adanya gangguan dan lokasinya (announciation). Pengaman-lebur (fuse) adalah contoh alat pengaman yang paling sederhana yang jika dipilih dengan tepat dapat memenuhi fungsi tersebut. Untuk pengamanan bagian sistem yang lebih penting, digunakan sistem proteksi yang terdiri dari seperangkat peralatan proteksi yang komponen-komponen terpenting nya adalah : • Relay Proteksi : sebagai elemen perasa yang mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya (fault detection). • Pemutus Tenaga (PMT) : sebagai pemutus arus gangguan di dalam sirkit tenaga untuk melepaskan bagian sistem yang terganggu. Dengan perkataan lain “membebaskan sistem dari gangguan” (fault clearing). PMT menerima perintah (sinyal trip) dari relay proteksi untuk membuka. • Trafo Arus dan/atau Trafo Tegangan untuk meneruskan arus dan/atau tegangan dengan perbandingan tertentu dari sirkit primer (sirkit tenaga) ke sirkit sekunder (sirkit relay) dan memisahkan sirkit sekunder dari sirkit primernya. • Battery (aki) : sebagai sumber tenaga untuk mengetrip PMT dan catu daya untuk relay (relay digital/ relay statik) dan relay bantu (auxiliary relay). Hubungan antara komponen-komponen proteksi sebagai suatu sistem proteksi yang sederhana dapat dilihat pada Gbr. 4.1.a untuk sistem tegangan menengah (TM) atau tegangan tinggi (TT), dan Gbr.4.1.b , untuk sistem tegangan ekstra tinggi (TET) yang menggunakan proteksi dobel (duplicate).
  • 14. Trafo Tegangan CT2 CT1 DS CB RelayR : LINE : : : : : B F TC VT CT Battery Fuse Trip Coil Trafo Arus CT DS CB :CB VT F PMT TC B R LINE B2B1 VT F1 F2 TC1 TC2 R1 R2 4.2. Kawasan Pengamanan (Zone of Protection) Sistem Tenaga Listrik terbagi ke dalam seksi-seksi yang satu sama lain bisa dihubungkan atau dipisahkan melalui pemutus tenaga (PMT). Setiap seksi diamankan oleh suatu relay proteksi (disingkat relay) dan setiap relay mempunyai kawasan pengamanan. Kawasan pengamanan suatu relay proteksi adalah bagian dari sistem yang menjadi tanggung jawab relay proteksi itu untuk mendeteksi gangguan yang terjadi di dalamnya, dan dengan bantuan PMT memisahkan seksi yang terganggu itu dari bagian sistem lainnya. Sebagai contoh relay dan kawasan pengamanannya di dalam suatu sistem tenaga listrik dapat dilihat pada Gbr. 4.2.a dan Gbr. 4.2.b. Gbr. 4.1.a Gbr. 4.1.b
  • 15. (1)(2)(3)(4)(5)(7)(6)(8)(9)(10)(11) 11kV150kV20kV Contoh:JenisRelay,fungsinyadanKawasanPengamanannya FILOSOFI,STRATEGIDANANALISAUNTUKPENINGKATANKEANDALAN PROTEKSISISTEMTENAGALISTRIK Gbr.4.2.a Keterangan: A 12 B 21 C 21 DE (1)=OverallDifferentialRelay PengamanUtamaGen.-Trafo PengamanCadanganLokalGen.-Trafo OverCurrentRelay=(2) PengamanCadangan-jauhBusA PengamanUtamaBusA =(3)PengamanBus =(4) PengamanUtamaSaluranAB DistanceRelayZoneI&PLCdiA1 PengamanUtamaTrafo DifferentialRelayTrafo PengamanUtamaBusB DistanceRelayZoneIIdiA1=(5) = = (7) (6) PengamanCadangan-jauhTrafodiB DistanceRelayZoneIIIdiA1 PengamanCadangan-jauhsebagianTrafodiB sampaidiBusC OverCurrentRelayTrafosisi150kV(8)= PengamanCadangan-jauhBusC PengamanCadanganLokalTrafo OverCurentRelayTrafosisi20kV(9)= PengamanCadangan-jauhsaluranCD PengamanUtamasaluranDE OverCurrentRelaydiD PengamanCadangan-jauhsaluranDE OverCurrentRelaydiC1 PengamanUtamaBusC PengamanUtamasaluranCD = (10) (11) = PengamanCadangan-jauhseksiberikutnya
  • 17. Karena dengan terpisahnya bagian sistem yang terganggu, bagian sistem lainnya dapat selamat tidak rusak dan terus beroperasi, maka suatu relay proteksi dengan mengamankan kawasannya sendiri pada hakekatnya menyelamatkan seluruh sistem. 4.3 Pengaman Utama dan Pengaman Cadangan Ada kemungkinan suatu sistem proteksi gagal bekerja karena kegagalan komponennya. Misalnya kegagalan/ kelemahan battery, terputusnya rangkaian trip, gangguan mekanis pada PMT, kerusakan relay, dsb. Oleh karena itu sistem dilengkapi dengan pengaman cadangan di samping pengaman utamanya. Karena pengaman cadangan baru diharapkan bekerja jika pengaman utamanya gagal bekerja maka pengaman-pengaman cadangan disertai dengan waktu tunda (time delay) untuk memberi kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih dahulu, atau fungsinya sebagai pengaman cadangan diblok untuk mencegah trip jika pengaman utamanya start. Cara memberikan pengaman cadangan sebagai berikut : • Pengaman cadangan-lokal (local back up) • Pengaman cadangan-jauh (remote back up) • Pengaman kegagalan PMT Pengaman cadangan-lokal terletak di tempat yang sama dan mengetrip PMT yang sama dengan pengaman utamanya, sedangkan pengaman cadangan-jauh terletak di seksi sebelah hulunya, jadi PMT yang ditrip juga PMT disebelah hulunya. Suatu relay (misalnya relay arus-lebih atau relay impedans) dapat berfungsi rangkap, sebagai pengaman utama bagi seksinya sendiri sekaligus sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi berikutnya. Sudah barang tentu terjadi tumpang tindih (over lapping) antara kawasan pengaman utama dan kawasan pengaman cadangannya, baik cadangan-lokal maupun cadangan-jauh (lihat Gbr.4.2.b). Ini berarti gangguan yang terjadi pada kawasan pengaman utama akan dideteksi baik oleh pengaman utama maupun pengaman cadangan-lokal ataupun pengaman cadangan-jauhnya. Untuk menghindari terlepasnya dua seksi sekaligus (seksi kawasan pengaman utama oleh relay
  • 18. pengaman utama dan seksi sebelah hulunya oleh relay pengaman cadangan-jauh), maka relay pengaman cadangan- jauh diberi waktu tunda, atau diblok pencegah trip {lihat contoh (2) pada butir 4.4.d.} jika pengaman utamanya berhasil bekerja. PMT dapat gagal bekerja, misalnya karena lemahnya battery, terputusnya rangkain trip, gangguan mekanis pada PMT, atau kegagalan dalam memutuskan arus meskipun kontaknya sudah bergerak kearah membuka. Pengaman kegagalan PMT (CB Failure Protection) mendeteksi arus gangguan pada PMT yang seharusnya sudah terbuka. Jika arus masih ada, yang berarti terjadi kegagalan PMT, pengaman kegagalan PMT ini akan mengetrip semua PMT terdekat di sebelah hulunya yang mensuplai arus gangguan. Cara mendeteksi kegagalan PMT dilakukan oleh relay arus lebih yang mendeteksi masih adanya arus setelah PMT itu ditrip oleh relay proteksi nya. Jadi pengaman kegagalan PMT ini baru bisa bekerja setelah menerima sinyal trip dari relay proteksinya untuk start. Jika relay proteksi utama dan juga cadangan-lokal nya gagal, pengaman-kegagalan-PMT ini juga akan lumpuh karena sinyal trip dari relay proteksinya sebagai persyaratan untuk start, tidak diterimanya, maka dalam hal ini menjadi tugas relay pengaman cadangan-jauh untuk mengamankannya Contoh : .(lihat Gbr. 4.2.b.) Jika terjadi gangguan di trafo tenaga 150/20kV, maka relay proteksinya akan mengetrip PMT 150 kV trafo itu. Jika terjadi kegagalan pada PMT, maka pengaman kegagalan PMT akan bekerja dan mengirim sinyal trip ke kedua PMT saluran150 kV itu. 4.4 Persyaratan Terpenting Pengamanan a. Kepekaan (Sensitivity) Pada prinsipnya relay harus cukup peka sehingga dapat mendeteksi gangguan di kawasan pengamanannya, termasuk kawasan pengamanan cadangan-jauhnya, meskipun dalam kondisi yang memberikan deviasi yang minimum.
  • 19. Untuk relay arus-lebih hubung-singkat yang bertugas pula sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi berikutnya, relay itu harus dapat mendeteksi arus gangguan hubung singkat dua fasa yang terjadi diujung akhir seksi berikutnya dalam kondisi pembangkitan minimum. Sebagai pengaman peralatan seperti motor, generator atau trafo, relay yang peka dapat mendeteksi gangguan pada tingkatan yang masih dini sehingga dapat membatasi kerusakan. Bagi peralatan seperti tsb. diatas hal ini sangat penting karena jika gangguan itu sampai merusak besi laminasi stator atau inti trafo, maka perbaikannya akan sangat sukar dan mahal. Sebagai pengaman gangguan tanah pada SUTM, relay yang kurang peka menyebabkan banyak gangguan tanah, dalam bentuk sentuhan dengan pohon yang tertiup angin, yang tidak bisa terdeteksi. Akibatnya, busur apinya berlangsung lama dan dapat menyambar ke fasa lain, maka relay hubung-singkat yang akan bekerja. Gangguan sedemikian bisa terjadi berulang kali ditempat yang sama yang dapat mengakibatkan kawat cepat putus. Sebaliknya, jika terlalu peka, relay akan terlalu sering trip untuk gangguan yang sangat kecil yang mungkin bisa hilang sendiri atau risikonya dapat diabaikan atau dapat diterima. b. Keandalan (Reliability) Ada 3 aspek : b.1 Dependability Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemampuan bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan lain perkataan dependability-nya harus tinggi.
  • 20. b.2. Security Yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja (keandalan untuk tidak salah kerja). Salah kerja adalah kerja yang semestinya tidak harus kerja, misalnya karena lokasi gangguan di luar kawasan pengamanannya atau sama sekali tidak ada gangguan, atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Salah kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Jadi pada prinsipnya pengaman tidak boleh salah kerja, dengan lain perkataan securitynya harus tinggi. b.3 Availability Yaitu perbandingan antara waktu di mana pengaman dalam keadaan berfungsi/siap kerja dan waktu total dalam operasinya. Dengan relay eletromekanis, jika rusak/tak berfungsi, tak diketahui segera. Baru diketahui pada saat uji rutin/periodik berikutnya,atau ketika terjadinya kegagalan atau salah kerja dalam gangguan yang sesungguhnya. Dengan relay digital, karena dilengkapi dengan kemampuan memeriksa diri sendiri, jika ada kerusakan didalam, akan muncul alarm, sehingga bisa segera diketahui dan diperbaiki atau diganti. Disamping itu, sistem proteksi yang baik juga dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit sekunder tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage), dan memberikan alarm sehingga bisa segera diperbaiki, sebelum kegagalan proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya, benar-benar terjadi. Jadi availability dan keandalannya tinggi. c. Selektifitas (Selectivity) Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang terganggu saja yang termasuk dalam kawasan pengamanan utamanya. Pengamanan sedemikian disebut pengamanan yang selektif.
  • 21. Jadi relay harus dapat membedakan apakah: • Gangguan terletak di kawasan pengamanan utamanya dimana ia harus bekerja cepat, atau • Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan-jauh), atau menahan diri untuk tidak trip, atau • Gangguannya diluar daerah pengamanannya, atau sama sekali tidak ada gangguan, dimana ia harus tidak bekerja sama sekali. Untuk itu relay-relay, yang didalam sistem terletak secara seri, di koordinir dengan mengatur peningkatan waktu (time grading) atau peningkatan setting arus (current grading), atau gabungan dari keduanya. Untuk itulah relay dibuat dengan bermacam-macam jenis dan karakteristik nya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relay yang tepat, spesifikasi trafo arus yang benar, serta penentuan setting relay yang terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh. Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan yang tinggi, seperti pengamanan generator, trafo tenaga dan busbar pada system Tegangan Ekstra Tinggi (TET) dibuat berdasarkan prinsip kerja yang mempunyai kawasan pengamanan yang batasnya sangat jelas dan pasti, dan tidak sensitive terhadap gangguan diluar kawasannya, sehingga sangat selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan cadangan bagi seksi berikutnya. Contoh: pengamanan differensial (lihat butir 5.2.) d. Kecepatan (speed) Untuk memperkecil kerugian/ kerusakan akibat gangguan, maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari bagian sistem lainnya. Waktu total pembebasan sistem dari gangguan, atau disingkat waktu total pembebasan gangguan (total fault clearing time), adalah waktu sejak munculnya gangguan, sampai bagian yang terganggu benar-benar terpisah dari bagian sistem lainnya.
  • 22. ttotal= tstart+ td+ tPMT Dimana, ttotal = waktu total pembebasan gangguan tstart = waktu start relay (waktu kerja tanpa waktu tunda) td = waktu tunda relay untuk koordinasi tPMT = waktu pemutusan arus gangguan PMT. Dengan peralatan proteksi sekarang, yang mempunyai tstart sekitar 20-30 milidetik, tPMT = 2–3 cycle (40-60 milidetik), maka ttotal pengaman utama tanpa waktu tunda bisa kurang dari 0.1 detik. Sistem Tegangan Ekstra Tinggi memerlukan ttotal pengaman utama 80-90 milidetik, sedangkan pengaman arus lebih pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) bisa mencapai beberapa detik, karena harus dikoordinir dengan pengaman disebelah hilirnya. Kecepatan itu penting untuk: • menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu. • mempertahankan kestabilan sistem • membatasi ionisasi (busur api) pada gangguan disaluran udara yang akan berarti memperbesar kemungkinan berhasilnya penutupan-balik PMT (reclosing) dan mempersingkat dead time nya (interval waktu antara buka dan tutup). Untuk menciptakan selektifitas yang baik, mungkin saja suatu pengaman terpaksa diberi waktu tunda (td) namun waktu tunda itu harus sesingkat mungkin (seperlunya saja) dengan memperhitungkan risikonya. Jika risikonya terlalu besar maka perlu diusahakan cara pengamanan lain yang lebih cepat. Misalnya, sebagai contoh: (1) Bus 150 kV (bus B) suatu GI yang hanya diamankan oleh pengaman cadangan jauh (distance relay zone II) pada SUTT di GI disebelah hulunya (lihat Gbr.4.2.a), yang tentu saja dengan waktu tunda yang biasanya 0.3 detik. Ini berarti bahwa jika terjadi gangguan di bus tsb,
  • 23. gangguan itu baru dibebaskan dalam waktu tstart+0.3+tPMT ≈≈≈≈ 0.4 detik (lihat butir 5.7). Jika waktu total pembebasan gangguan sebesar 0.4 detik ini, yang karena lokasinya didekat pusat pembangkit yang besar misalnya, dianggap membahayakan stabilitas sistem, maka digunakan pengaman-bus (lihat Kawasan “Pengamanan Busbar 150kV”, bus B, pada Gbr. 4.2.b.) yang mampu membebaskan gangguan di bus dalam waktu 0.1 detik. (2) Relay arus-lebih pada incoming sebagai pengaman utama bus 20kV (bus C pada Gbr. 4.2.b), yang berfungsi pula sebagai pengaman cadangan penyulang 20kV, karena perlu dikoordinir dengan relay dipangkal penyulang (outgoing), diberi waktu tunda. Jika waktu tunda itu dianggap terlalu besar risikonya dalam hal gangguan di bus, maka relay incoming itu dapat dibuat cepat tanpa merusak selektivitasnya, dengan meman- faatkan sinyal blocking pencegah trip dari relay dipangkal penyulang. Jadi jika terjadi gangguan dipenyulang, relay penyulang akan start dan mengirim sinyal blocking (sebelum dia sendiri trip) ke relay incoming (yang juga start) untuk mencegah trip. Relay dipenyulang itu sendiri akan trip dengan waktu tunda. Namun jika gangguannya di bus, relay penyulang tidak start, jadi tidak mengirim sinyal blocking. Relay incoming akan trip dengan sedikit waktu tunda (beberapa milidetik) sekedar untuk memastikan bahwa tidak ada sinyal blocking dari relay penyulang. 5. KRITERIA DETEKSI GANGGUAN 5.1. Arus lebih Arus-lebih adalah arus yang melampaui arus beban maximum yang dibolehkan. Arus-lebih bisa dipakai untuk mendeteksi adanya beban-lebih, gangguan hubung-singkat (dua fasa atau tiga fasa) atau gangguan satu fasa ketanah dengan menggunakan relay arus lebih (Over Current Relay). Pengamanan ini disebut proteksi arus-lebih.
  • 24. Ada 3 macam proteksi arus-lebih: • Proteksi beban-lebih • Proteksi hubung-singkat • Proteksi gangguan-tanah Relay hubung-singkat terhubung di kawat fasa yang juga dialiri arus beban, oleh karena itu nilai setting nya harus lebih besar dari arus beban maximum, demikian pula relay beban-lebih. Gbr. 5.1a memperlihatkan hubungan antara relay dan Trafo arusnya untuk relay hubung singkat, relay beban lebih dan relay gangguan tanah Karena arus beban pada umumnya seimbang, maka relay beban- lebih sebenarnya cukup dipasang di salah satu fasanya. Namun banyak pula yang dipasang di ketiga fasanya. Arus hubung-singkat bisa mencapai sampai 10-20 kali arus nominalnya atau lebih tinggi lagi, sedangkan arus beban-lebih biasanya hanya 1.05 - 2.0 kali nominalnya. Oleh karena itu daerah kerja dan karakteristik relay beban-lebih sangat berbeda dengan relay hubung-singkat. Relay hubung-singkat tidak dapat berfungsi sebagai pengaman beban-lebih dengan akurat, yaitu tidak bisa mendeteksi beban-lebih yang masih rendah, (kurang dari 1,5 kali nilai setting nya), tapi biasanya akan trip terlalu cepat untuk beban-lebih yang lebih tinggi. Relay beban-lebih harus dapat menghindari panas yang berkelebihan pada alat yang diamankannya. Namun harus dapat memberi kesempatan bekerja dengan beban-lebih selama suhunya belum berkelebihan. Oleh karena itu karakteristik relay beban-lebih mengikuti fungsi exponensial sesuai dengan karakteristik pemanasan dan pendinginan dari alat yang diamankan. Nilai konstanta thermalnya harus dipilih sesuai dengan konstanta thermal dari alat yang diamankan. Sebagai alternatif untuk proteksi beban- lebih dapat dipakai relay suhu.
  • 25. CT > Relay hubung-singkat>th 0> > > = Relay gangguan tanah=>0 th> Relay beban lebih= Trafo arus=CT Relay beban-lebih juga dipakai oleh PLN sebagai relay pembatas untuk membatasi arus beban pelanggan sesuai dengan daya tersambungnya. Tarif Dasar Listrik 2001 PLN selain mengharuskan digunakannya relay beban-lebih sebagai relay pembatas, juga memberikan karakteristiknya dalam kondisi dingin dalam bentuk tabel waktu trip sebagai fungsi arus. Dari tabel waktu trip tsb. dapat disimpulkan bahwa sebagai relay pembatas, relay beban-lebih itu harus disetel pada konstanta waktu thermal kurang lebih 14 menit. Relay hubung-singkat, meskipun memiliki karakteristik yang mendekati karakteristik dalam Tarif Dasar Listrik PLN, tidak dapat dipakai sebagai relay pembatas karena tidak memiliki memori terhadap pemanasan akibat pembebanan sebelumnya sebagai- mana relay beban-lebih . Relay hubung-singkat pada umumnya mempunyai 2 tingkat, bahkan ada yang 3 tingkat, yaitu: • tingkat-rendah (low set) • tingkat-tinggi (high set). • tingkat seketika (instantanous) Relay tingkat-rendah digunakan sebagai relay hubung-singkat yang sekaligus dapat berfungsi pula sebagai pengaman cadangan- jauh bagi seksi berikutnya. Karakteristik nya adalah inverse time Gbr. 5.1.a
  • 26. dan/atau definite time yang harus sesuai dengan karakteristik relay seksi lainnya dalam seri, supaya bisa dikoordinir dengan mudah. Karakteristik Inverse Time yang banyak dipakai dan telah dibakukan dalam IEC Standard 255 adalah Normal Inverse, Very Inverse, Extreemely Inverse dan Long Time Inverse. Kriteria penentuan setting arus relay arus-lebih pada umumnya: IF min > Ipick-up > IL max / κ dimana: IL max = arus beban maximum yang diizinkan IF min = arus gangguan minimum dilokasi relay untuk gangguan pada batas kawasan pengamanan Ipick-up = arus pick-up pada harga setting nya κκκκ = perbanding nilai reset ke pick-up Untuk motor induksi, nilai setting relay tingkat-rendah ini harus lebih besar dari pada arus startnya yang biasanya antara 3 sampai 6 kali arus nominalnya. Pada relay di jaringan distribusi, yang ditugasi pula untuk memberikan pengamanan cadangan-jauh (remote back up) bagi seksi berikutnya, dalam hal ini IF min (lihat rumus kriteria penentuan setting diatas) adalah arus gangguan minimum (hubung-singkat 2- fasa) di ujung akhir seksi berikutnya dalam kondisi pembangkitan minimum. Dengan demikian terjadi tumpang tindih antara kawasan pengamanan utama relay diseksi berikutnya dan kawasan pengamanan cadangan jauh tsb. Maka supaya selektif, waktu kerja relay sebagai pengaman cadangan jauh harus lebih lambat dari pada relay pengaman utama di seksi berikutnya dengan beda waktu (time margin) yang cukup. Sedangkan Relay tingkat-tinggi digunakan untuk mengamankan gangguan dihulu yang memerlukan waktu yang cepat karena besarnya arus gangguan. Supaya tidak salah kerja untuk gangguan di seksi berikutnya, setting arusnya dibuat lebih besar dari pada arus gangguan maximum di awal seksi berikutnya. Biasanya: Ipick-up (high set) ≥ 1.3 x I’F max .
  • 27. Dimana I’F max adalah arus gangguan maximum diawal seksi berikutnya. (lihat Gbr.5.1.b) Jadi relay tingkat tinggi ini tidak memberi pengamanan cadangan- jauh bagi seksi berikutnya. Karakteristik relay tingkat tinggi biasanya definite time atau instantaneous. A B C IF 1.3*I'F.max I' F.max t tA>> t t Bt > >tA >t C Jadi relay tingkat tinggi ini tidak memberi pengamanan cadangan Untuk mencegah relay trip akibat arus inrush, misalnya ketika memasukkan trafo tenaga atau start motor, ada relay yang dilengkapi dengan kemampuan mendua-kalikan nilai pick-up nya secara otomatis ketika ada arus inrush. Untuk ini relay dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi arus harmonics kedua (yang tA>> = Waktu kerja relay A, tingkat tinggi, definite tA> = Karakteristik waktu kerja relay A, tingkat rendah, inverse tB> = Karakteristik waktu kerja relay B, tingkat rendah, inverse tC> = Karakteristik waktu kerja relay C, tingkat rendah, inverse ∆t = Beda waktu (granding time) untuk koordinasi supaya selektif Gbr. 5.1.b Koordinasi waktu kerja relay A,B & C, tingkat rendah,inverse, dan penggua- an relay tingkat tinggi, definite,pada, relay A.
  • 28. banyak terkandung dalam arus inrush), atau sekedar mendeteksi munculnya arus tiba-tiba dari kecil sampai lebih dari 1.5 x nominalnya. Jika tidak dilengkapi dengan kemampuan pendua- kalian itu maka nilai setting relay tingkat tinggi ini perlu diberi sedikit waktu tunda atau dengan nilai setting diatas arus inrush tsb. Relay gangguan tanah terletak di kawat netral dari sirkit sekunder trafo arusnya. Jadi arus yang diukur adalah perjumlahan dari arus ketiga-fasanya. Arus ini disebut “arus sisa” (residual current), atau “arus urutan nol” (3I0), yang memang baru muncul kalau ada gangguan tanah. Karena letaknya yang sedemikian itu, relay gangguan tanah tidak dilalui oleh arus beban, baik yang seimbang ataupun tak seimbang, juga tidak dilalui arus hubung-singkat antar fasa, 2-fasa atau 3-fasa, karena perjumlahan arus-arus itu di titik pertemuan ketiga-fasanya sama dengan nol. Jadi relay gangguan tanah tidak sensitif terhadap arus beban maupun arus hubung singkat antar fasa. Oleh karena itu nilai setting nya bisa lebih kecil dari pada arus beban. Nilai setting yang kecil ini memang diperlukan karena arus gangguan 1- fasa ketanah bisa lebih kecil dari arus beban. Ini disebabkan karena 2 hal: • gangguan 1-fasa ketanah hampir selalu melalui tahanan gangguan. • titik netral sistem mungkin di bumikan melalui tahanan. Relay hubung-singkat, yang settingnya diatas arus beban maximum, kurang atau tidak sensitif terhadap gangguan tanah. Gangguan tanah sebagai akibat putusnya konduktor 1-fasa dan menyentuh tanah, biasanya mempunyai tahanan gangguan yang sangat tinggi sehingga tidak bisa dideteksi oleh relay gangguan tanah. Gangguan sedemikian bisa dideteksi oleh relay ketakseimbangan arus fasa atau relay urutan negatif dari arus beban. Relay gangguan tanah bisa salah kerja akibat arus hubung-singkat yang besar jika setting nya terlalu kecil karena adanya kesalahan trafo arus di ketiga-fasanya. Oleh karena itu jika diperlukan relay gangguan tanah yang sangat sensitif (setting arusnya sangat kecil), misalnya untuk proteksi motor, maka untuk memperoleh arus sisa
  • 29. tsb. lebih baik digunakan trafo arus toroida (zero sequence CT) yang inti (core) nya melingkari ketiga konduktor fasa yang arusnya hendak diukur. 5.2. Arus differensial Disini arus disebelah hulu nya dibandingkan dengan arus disebelah hilir nya dari alat yang diamankan. Jika tidak ada gangguan didalam kawasan pengamanannya, selisihnya sama dengan nol. Jika selisih nya tidak lagi sama dengan nol, berarti ada gangguan didalam. Selisih arus ini disebut “arus diferensial” ∆I. Arus inilah yang menjadi dasar bekerjanya relay. Oleh karena itu proteksi yang bekerjanya berdasarkan prinsip ini disebut proteksi differensial. PD A B CT1 F1A 2F CT2 1BF Bll Al Bl Al Kawasan-pengamanan Dalam keadaan normal, tidak ada gangguan, arus diferensial ∆∆∆∆I yang mengalir ke alat pengaman PD sama dengan nol, arus hanya bersirkulasi dalam sirkit sekundair kedua trafo arus (CT). ∆∆∆∆I = IA - IB = 0 →→→→ relay tidak trip Ini berlaku pula untuk kedua fasa lainnya. Demikian pula untuk gangguan diluar (F1A dan F1B). Untuk gangguan didalam (F2 ), arus disisi B akan terbalik sehingga: ∆∆∆∆I = IA + IB →→→→ relay trip Jika tidak ada sumber disisi B, IB = 0 , maka ∆∆∆∆I = IA Gbr. 5.2.a
  • 30. Dalam keadaan tidak ada gangguan didalam, ada kemungkinan timbul “arus diferensial” (sebut saja arus diferensial palsu, ∆∆∆∆I”) yang menyebabkan alat pengaman salah kerja. Arus diferensial palsu, ∆∆∆∆I” itu bisa disebabkan oleh: • kesalahan trafo arus karena jenuh oleh “through fault current”, IF“ • perubahan posisi tap changer trafo tenaga (jika dipakai untuk proteksi trafo tenaga) • Koreksi perbandingan transformasi yang kurang tepat • trafo tenaga yang kelewat jenuh akibat tegangan-lebih atau frekuensi-kurang yang mengakibatkan arus eksitasinya (yang hanya ada di sisi sumber) terlalu besar. • inrush current, dsb. Makin besar through fault current makin besar pula ∆∆∆∆I” untuk ketiga penyebab pertama. Pick up setting dari relay itu harus cukup rendah sehingga dapat mendeteksi gangguan selagi masih kecil, tapi harus cukup aman sehingga tidak salah kerja oleh arus diferensial palsu tsb. Untuk mencegah relay salah kerja akibat arus gangguan diluar (through fault current = IF“), arus IF“ tsb, disisi sekundernya, dipakai untuk menahan (restrain) sehingga makin tinggi arus gangguan IF“, makin tinggi pula ∆I yang diperlukan untuk kerjanya relay sehingga karakteristik kerjanya seperti Gbr. 5.2.b dengan restrain Daerah kerja l l" Arus pick-up tanpa restrain l"F atau lRestrainGbr. 5.2.b : Karakteristik Relay Differential Bias dan arus differential palsu
  • 31. Relay diferensial dengan karakteristik sedemikian (dengan restrain) disebut relay diferensial bias (biased differential relay) atau percentage diferential relay (karena kemiringan dari karakteristiknya dinyatakan dalam prosen). Restrain dengan arus harmonics dipakai untuk mencegah salah kerja oleh inrush current trafo. Untuk relay dengan kecepatan tinggi, perilaku transien (transient behaviour) dari trafo arus perlu diperhitungkan dengan memilih Oversizing Factor yang cukup untuk mencegah salah kerja. Salah kerja juga dapat dicegah dengan memakai detector kejenuhan, atau dengan mengusahakan pendeteksian gangguan sedemikian cepatnya sehingga sudah selesai sebelum kejenuhan tercapai. 2) Proteksi diferensial digunakan untuk mengamankan generator, motor yang besar, trafo tenaga, busbar, kabel dsb. Jika digunakan sebagai pengaman trafo tenaga, proteksi diferensial perlu ditambahkan fasilitas untuk mengoreksi perbandingan arus dan pergeseran fasa. Untuk ini digunakan trafo arus bantu (interface CT) khusus. Pada relay digital fasilitas itu sudah ada pada software didalam relay itu sendiri. Proteksi differensial juga dapat dipakai sebagai pengaman trafo 3-belitan. Sebagai pengaman kabel, karena trafo arus di kedua ujung kabel itu mungkin berjauhan, kawat sekunder antar trafo arus di kedua ujung kabel (disebut pilot cable) menjadi sangat panjang, maka supaya tahanan pilot cable tsb.tidak membebani trafo arusnya, arus sekunder itu dirubah menjadi tegangan yang sebanding, dan tegangan inilah yang dibandingkan oleh relay melalui pilot cable itu. Dengan perkembangan teknologi serat optik (optical fiber) yang dapat dimanfatkan sebagai pilot channel yang dapat diandalkan karena bebas dari gangguan (noise), maka proteksi diferensial sekarang juga banyak dipakai sebagai pengaman Saluran Udara Tegangan Tinggi ataupun Ekstra Tinggi (SUTT ataupun SUTET).
  • 32. 5.3. Beda sudut fasa arus Kalau pengaman diferensial membandingkan amplitudo, maka pengaman ini membandingkan sudut fasa dari arus yang masuk dan arus yang keluar dari unit yang diamanankan melalui pilot channel, oleh karena itu disebut proteksi perbandingan fasa (phase comparison protection). Proteksi ini banyak dipakai pada saluran transmisi tegangan tinggi. Dalam keadaan pembebanan normal dan gangguan diluar ( F1Adan F1B), beda sudut fasa antara arus masuk dan arus keluar : ∆ϕ = ϕA- ϕB = 180 0 dan dalam keadaan ganguan didalam : ∆ϕ = ϕA- ϕB = 0 0 Kapasitansi koductor SUTT / SUTET menyebabkan pergeseran sudut fasa antara IA dan IB dan ini mengharuskan adanya safety margin untuk mencegah salah kerja. Gambar dibawah ini memperlihatkan daerah kerja dan daerah restrain dari suatu pengaman perbandingan fasa. Daerah restrain nya membentang ke kedua sisi garis180 0 sebesar+/-(30--60) 0 TVu 1AF F1BF2 lA ε ϕ ϕ jϕA Bl Bϕj ε A B Kawasan-pengamanan Gbr. 5.3.a TVu = Transmisi Variable yang diukur Melalui pilot chanel
  • 33. Bl (F )1A Bl 1B(F ) Daerah Restrain Daerah Kerja lA ϕ 5.4. Tegangan-lebih dan tegangan-kurang Didalam sistem tiga-fasa. tegangan fasa ke-netral dan fasa ke-fasa disisi beban dipengaruhi oleh jatuh tegangan (voltage drop) sepanjang saluran, jadi dipengaruhi oleh beban itu sendiri, tapi tegangan hanya boleh berubah dalam batas tertentu. Jika perubahan itu melampaui batas, berarti keadaan tidak normal atau ada gangguan. Tegangan-lebih bisa disebabkan oleh gangguan pada pengatur tegangan pada generator atau trafo, atau karena beban-hilang, atau karena jeleknya pengaturan faktor kerja. Tegangan-lebih akibat petir tidak termasuk dalam golongan ini, karena biasanya hal ini sudah diamankan oleh arrester. Tegangan- kurang kebanyakan disebabkan karena gangguan. Untuk generator, proteksi tegangan-lebih umumnya terdiri dari 2 tingkat: (1) Tingkat pertama, dengan setting 1.1 – 1.25 UN, dengan waktu tunda untuk memberi kesempatan kepada pengatur tegangan untuk mengembalikannya ke tegangan normal setelah beban hilang.Bekerjanya relay ini dipakai untuk memperlemah eksitasi generator. (2) Tingkat kedua, dengan setting 1.3 – 1.4 UN, tanpa waktu tunda, dipakai untuk menghentikan unit pembangkit. Gbr. 5.3.b
  • 34. Proteksi tegangan-kurang dipakai untuk mencegah bekerjanya motor pada tegangan yang terlalu rendah, atau untuk mencegah motor start sendiri setelah tegangan pulih kembali. Kriteria tegangan-lebih kadang-kadang di kombinasikan dengan kriteria lain, misalnya tegangan-lebih dengan frekuensi-kurang (over flux protection) pada step-up trafo generator. Tegangan-kurang dengan arus-lebih (voltage controlled over-current relay) pada generator kecil. Sebagai alternatif untuk hal terakhir ini bisa dipakai pengaman impedans-kurang . 5.5. Arah daya (Power direction) Di tempat dimana kriteria arus-lebih tidak bisa memberikan pengamanan yang selektif, seperti pada saluran dobel atau loop, dipakailah unit arah (directional unit) bersama dengan unit arus- lebih. Unit arah juga dipakai pada generator untuk mendeteksi peristiwa motoring yang berbahaya, yaitu mendeteksi arah daya (Megawatt) yang terbalik (reverse power), dan juga pada motor sinkron untuk mendeteksi kerja asinkron yaitu arah daya VAR negatif (menyerap VAR). Dalam sistem arus bolak-balik diperlukan tegangan referensi untuk menentukan arah daya, dan untuk maksud ini dipakai tegangan busbar. Karena tegangan referensi ini juga bisa hilang (collapse) dalam hal terjadi gangguan pada atau di dekat busbar maka digunakan memori (tuned circuit) yang mampu menyimpan tegangan dalam waktu yang cukup untuk memastikan pendeteksian arah daya. Contoh: Relay arus lebih dengan unit arah pada sirkit dobel / loop. F1 2F 3F2 1 2 1F2l l F3 l F1 arah relay BA Gbr. 5.5.a : Arah arus gangguan dan Arah relay pada sirkit dobel
  • 35. ϕ BU IF2, ( IF3) 180° IF1 DAERAH BLOK DAERAH KERJA Tanpa unit arah: Supaya selektif, Gangguan di F2 : tB2< tB1< tA1 (tB2 =waktu kerja relay B2, dekat B disaluran 2) Gangguan di F1 : tB1< tB2< tA2 Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2. Dengan unit arah: Persyaratannya cukup: tB1 = tB2 < tA1 = tA2 A 2 1 2 12 1 2F 1F 3F B C F3I F2I F1I Gbr. 5.5.b : Vektor arus, vector tegangan dan arah relay, dilihat dari Relay B1 (Kotak hitam) Gbr. 5.5.c : Arah arus dan arah relay pada system loop
  • 36. Tanpa unit arah: Supaya selektif, Gangguan di F1 : tB1<tB2<tC1<tC2<tA2 Gangguan di F2 : tC2<tC1<tB2<tB1<tA1 Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2. Dengan unit arah: Persyaratannya cukup: Gangguan di F1: tB1<tC1<tA2 Gangguan di F2: tC2<tB2<tA1 5.6. Komponen simetris arus dan tegangan Kadang-kadang komponen simetris dari arus dan tegangan fasa lebih cocok dipakai untuk proteksi dari pada arus dan tegangan fasa itu sendiri. Contoh tipikal adalah deteksi ke-takseimbangan (unbalance) dengan mengukur komponen urutan negatifnya. Dalam hal ini digunakan filter untuk memisahkan komponen-komponen simetris dari arus dan tegangan. Komponen simetris arus atau tegangan dan jenis-jenis gangguan yang bisa dideteksi nya antara lain: • komponen urutan nol dari arus : untuk gangguan tanah. • komponen urutan nol dari tegangan: untuk mendeteksi pergeseran netral (gangguan tanah pada system yang tak dibumikan atau dibumikan memalui Kumparan Petersen), bersama-sama dengan komponen urutan nol dari arus untuk gangguan tanah yang memerlukan relay directional. • Komponen urutan negatif dari arus: untuk gangguan pembebanan yang tak simetris dan terputusnya konduktor satu fasa. Gangguan tanah dan gangguan hubung-singkat dua fasa bisa juga dideteksi dengan menggunakan komponen urutan negatifnya. • Komponen urutan negatif dari tegangan: untuk mendeteksi tegangan yang tak simetris yang membahayakan motor. 5.7. Impedans Kriteria berdasarkan pengukuran impedans ini dipakai untuk mendeteksi gangguan hubung-singkat atau gangguan tanah pada saluran transmisi, gangguan hilang-eksitasi (under excitation, loss of field) atau lepas sinkron pada generator.
  • 37. Deteksi gangguan hubung-singkat pada sistem transmisi ini berdasarkan kenyataan bahwa impedans yang terukur di lokasi relay dalam keadaan pembebanan normal (yaitu impedans beban = tegangan dibagi arus beban) jauh lebih tinggi dari pada impedans gangguan (yaitu impedans gangguan = tegangan dibagi arus dalam keadaan gangguan). Relay akan kerja jika impedans yang terukur kurang dari settingnya. Oleh karena itu pada hakekatnya relay yang bekerjanya berdasarkan kriteria ini adalah relay impedans kurang (under impedance relay). Karena jarak gangguan sebanding dengan impedans saluran sampai ketitik gangguan, maka relay ini disebut juga relay jarak (distance relay). Sudah menjadi kebiasaan untuk menggambarkan tegangan dibagi arus yang sama dengan impedans (V/I=Z) itu didalam diagram R-X, dimana pusat ordinat nya menggambarkan lokasi relay dan permulaan saluran yang diamankan, ordinatnya reaktansi X dan absis nya tahanan R. Didalam R-X diagram itu bisa digambarkan: Daerah beban : yaitu daerah disebelah kanannya garis yang dibentuk oleh impedans beban pada beban maximum (daerah Bb dalam gambar). Vektor ZB adalah contoh impedans beban induktif (ϕB positif) pada beban maximum. Daerah beban yang kapasitif terletak dibawah garis absis (ϕB negatif). Makin besar beban, makin pendek vector ZB. Impedans saluran : yaitu garis lurus dengan sudut ϕL = arc.tan XL/RL dari saluran yang diamankan (garis ABC dalam gambar). Daerah gangguan : yaitu daerah dengan bentuk kurang lebih jajaran genjang yang dibentuk oleh impedans saluran yang harus diamankan dan tahanan gangguan RF (daerah Gg dalam gambar). ZFS adalah impedans sampai ke titik (S), termasuk tahanan gangguan (RF). ZFS = ZAS + RF.
  • 38. Daerah kerja relay : yaitu kurva tertutup yang bentuknya tergantung dari karakteristik kerja relay, misalnya lingkaran atau quadrilateral seperti dalam gambar, dimana jika ujung vector Z = V/I yang terukur terletak didalamnya, relay akan kerja. Relay dengan karakteristik seperti pada gambar mempunyai sifat directional. Daerah kerja relay harus meliputi seluruh daerah gangguan. Sebagai contoh daerah kerja relay Zone satu (1) meliputi daerah yang diarsir dalam Gbr.5.7b dan Gbr.5.7.c. Daerah kerja relay tidak boleh meliputi bahkan harus cukup jauh dari daerah beban pada beban maximum dengan margin yang cukup supaya relay tidak salah kerja oleh arus beban. A B C FR S S = Batas daerah pada saluran A,B yang harus diamankan =R Tahanan gangguanF jX C B S RF A ϕL Gg Daerah kerja Relay : AZ (I) (II)ZA Z (III)A ZFS Bϕ Bb BZ R Gbr. 5.7.a : Saluran A,B,C dengan sumber hanya disisi kiri diamankan dengan relay jarak Gbr. 5.7b: Relay jarak 3 tingkat dengan karakteristik lingkaran(Mho)
  • 39. S A (I)Z FS Lϕ A Gg ϕB Z Bb BZ jX C B RF Relay : (III) (II)ZA ZA Daerah kerja R Relay dengan karakteristik lingkaran (Mho type) mempunyai jangkauan resistif yang terbatas dan penyetelannya tergantung pada (bersama-sama dengan) penyetelan reaktif-nya,sedangkan dengan karakteristik quadrilateral, jangkauan resistif nya bisa diatur secara independen, yang berarti sensitivity nya sebagai relay gangguan tanah dapat diatur secara independen pula. Karena baik relay maupun trafo arus nya ataupun trafo tegangannya mempunyai kesalahan, yang bisa positif maupun negatif, maka jangkauannya bisa lebih jauh atau lebih pendek dari yang seharusnya. Jika diasumsikan jangkauannya mempunyai kesalahan ±15%, maka daerah kerjanya dibuat 85% dari saluran yang diamankan. Maksudnya supaya tidak mungkin menjangkau sampai ke seksi berikutnya. Sisanya, 15% di ujung akhir saluran, diamankan oleh relay tingkat kedua dengan setting yang lebih besar. Jadi untuk relay di A, setting tingkat 1 (disebut Zone I) adalah 85% impedans saluran AB: ZA(I) = 0.85 ZAB [ΩΩΩΩ] Waktu kerja tingkat 1 adalah instantanous (tanpa waktu tunda). tA(I) = tstart [detik] Setting relay tingkat 2 {Zone(II)} harus dengan pasti dapat menjangkau sampai ke bus B, jadi harus dilebihi 15% ZA(II) ≥≥≥≥ 1.15 ZAB . [ΩΩΩΩ] Gbr. 5.7.c : Relay jarak 3 tingkat dengan Karakteristik quadrilateral
  • 40. Biasanya relay dilengkapi sampai tingkat 3 untuk memberi pengamanan cadangan-jauh bagi seksi berikutnya. Jika diinginkan memberi pengamanan cadangan saluran BC sepenuhnya, maka setting tingkat 3 {Zone(III)} nya adalah: ZA(III) ≥≥≥≥ 1.15 (ZAB + ZBC) [ΩΩΩΩ] Jika di saluran BC diamankan pula dengan relay impedans, maka daerah kerja ZA(II) akan tumpang tindih dengan sebagian derah kerja Zone(I) relay B (ZB (I)). Supaya tidak salah kerja oleh gangguan di saluran BC, maka ZA(II) diberi waktu tunda ∆t misalnya 0.3 detik. Jadi tA(II) = (tstart + 0.3) detik. (tstart adalah waktu kerja tanpa waktu tunda). Disamping itu perlu diperhatikan pula agar ZA(II) tidak tumpang tindih dengan ZB(II). Oleh karena itu ZA(II) harus dibatasi kurang dari (ZAB+ ZB(I)). Jadi : 1.15 ZAB ≤≤≤≤ ZA(II) ≤≤≤≤ 0.85(ZAB+ ZB(I) [ΩΩΩΩ] tA(II) = (tstart +∆∆∆∆t) detik. ZA (III) Z (II)A (I)AZ At (I) (II)tA (III)tA A S B C Demikian pula karena daerah kerja ZA (III) tumpang tindih dengan ZB (II), maka perlu diberi waktu tunda ∆t diatas tA(II), disamping itu Gbr. 5.7.d : Jangkuan dan waktu kerja relay A untuk saluran A,B dengan sumber hanya dari satu arah.
  • 41. agar ZA(III) tidak tumpang tindih dengan ZB(III), ZA(III) harus dibatasi kurang dari {ZAB+ZB(II)}. Jadi, 1.15( ZAB + ZBC ) ≤≤≤≤ ZA(III) ≤≤≤≤ 0.85{ZAB+ ZB(II)} (ΩΩΩΩ) tA(III) = (tstart +2∆∆∆∆t) detik. Jika di B2 dan C2 juga dipasang relay impedans dan ada sumber dari kanan, gambar waktu kerjanya digambar di bawah garis dalam gambar Diagram waktu kerja berikut. A B 2 1 2 1 2 1 C A1t (I) A1t (III)(I)Z A1 A1t (II) (II)ZA1 (III)A1Z t Z C2 (III) C2Z (II) (I)ZC2 (I)ZB2 (I)B2t C2t (II) C2t (I) t A B C Z (I)B1 B1t (II) (II)tB2 Untuk mempercepat waktu trip untuk gangguan di ujung saluran (di Zone II) digunakan pola inter tripping antara relay pada GI yang berhadapan (misalnya antara relay A1 dan relay B2) melalui saluran komunikasi PLC (power line carrier) atau serat optik. Salah satu Gbr. 5.7.e : Saluran A,B,C dengan sumber dari dua arah, diamankan dengan relay jarak Gbr. 5.7.f : Diagram waktu kerja relay jarak
  • 42. pola inter tripping yang banyak dipakai adalah pola permissive underreach. Dalam pola ini relay yang melihat gangguan di zone I (misalnya relay B2) selain mengirim sinyal ke PMTnya untuk trip, juga ke relay A1 dan relay A1 yang melihat ada gangguan didepan (di zone II) tidak perlu menunggu sampai t(II), segera trip setelah menerima sinyal dari B2 . Generator dalam keadaan gangguan hilang-eksitasi (loss of field) akan menyerap daya reaktif dari sistem.Jika dilihat dalam R-X diagram generator itu bekerja didaerah reaktif yang negatif. Oleh karena itu gangguan hilang-eksitasi dapat dideteksi dengan relay reaktans-kurang dengan karakteristik seperti pada gambar berikut : jX O Bb R FZ FZ R O ZB ZB Bb R ZF FZ- = = = = Gerakan impedans gangguan hilang-eksitasi Impedans beban sebelum gangguan Daerah beban Daerah kerja relay -jX Vektor ZF bergerak dari kondisi normal ke kondisi gangguan, dan ketika ujung vektor ZF, melintasi daerah kerja relay, relay akan kerja. 5.8. Frekuensi Penyimpangan frekuensi dari nilai nominalnya adalah petunjuk adanya ketidakseimbangan antara daya pembangkitan dan beban, jika daya pembangkitan lebih kecil frekuensi akan turun, jika lebih besar frekuensi akan naik. Dalam hal frekuensi turun karena system kekurangan daya (misalnya karena ada generator yang terlepas dari system), kalau Gbr. 5.7.g : Karakteristik relay reaktans-kurang sebagai pengaman gangguan hilang-eksitasi
  • 43. tidak segera diatasi, frekuensi akan turun terus sehingga system bisa kolaps. Untuk mengatasinya dalam praktek sudah biasa dilakukan pelepasan-beban (load shedding) sebagian bertahap secara otomatis, sampai keseimbangan tercapai kembali , dan frekuensi pulih. Untuk ini digunakan relay frekuensi-kurang (under frequency relay). Namun jika daya yang hilang itu terlalu besar, agar pelepasan beban itu segera bisa terjadi tanpa menunggu frekuensi menjadi lebih rendah, digunakan relay yang mengukur tingkat kecepatan penurunan frekuensi (frequency gradient) df/dt, bersama-sama dengan relay yang mengukur frekuensi. Relay df/dt itu tidak pernah digunakan sendirian (tanpa dikontrol oleh relay frekuensi), karena gejala penurunan frekuensi yang sama bisa terjadi dalam keadaan normal ketika terjadi penyambungan bagian system. Pemilihan feeder beban mana yang dilepaskan / dipadamkan, tergantung dari prioritas konsumennya berdasarkan pertimbangan tertentu. Di negara maju, dalam kontrak jual-beli tenaga listrik konsumen besar/ industri, konsumen boleh memilih prioritas tinggi atau rendah. Jika memilih prioritas rendah, dengan tarif listrik lebih murah, aliran listriknya akan dipadamkan lebih dulu dari pada konsumen dengan prioritas yang lebih tinggi dalam program pelepasan-beban ini. 50 49 48 47 0 0.5 1.0 1.5 2.0 P=10% df/dt=0.6 Hz/s 25%P= df/dt=1.6 Hz/s F (Hz) t(sec) Gbr. 5.8.a
  • 44. Untuk menanggulangi gangguan yang sangat besar, program pelepasan-beban sering dikombinasikan dengan program pemisahan-sistem (system splitting) dan pembentukan pulau (islanding), yaitu pemecahan sistem menjadi bagian-bagian sistem, dimana daya pembangkitan dan bebannya kurang lebih seimbang atau akan bisa diseimbangkan dengan pelepasan-beban lanjutan sehingga akhirnya bisa beroperasi dengan selamat. Untuk ini mungkin perlu digunakan pula relay arah daya. Bagian sistem sedemikian disebut “pulau”. Terbentuknya pulau-pulau ini sangat penting karena ini berarti masih ada unit-unit pembangkit yang selamat (survive) yang akan sangat membantu mempercepat dan mempermudah pemulihan sistem (system recovery) setelah gangguan. Turbin sebagai prime mover juga perlu diamankan terhadap peristiwa penurunan frekuensi sebab turbin mempunyai frekuensi resonansi dibawah frekuensi nominalnya, yaitu sedikit dibawah 48 Hz untuk frekuensi nominal 50 Hz. Pengoperasian pada frekuensi resonansinya sangat membahayakan daun turbin (turbine blade), jadi harus dihindari. Oleh karena itu jika frekuensi turun sampai 48 Hz, biasanya relay frekuensi-kurang dalam proteksi generator sudah harus trip menghentikan (shut down) mesin pembangkit. Setting relay untuk program pelepasan-beban harus lebih tinggi, biasanya bertingkat diantara 48.5 dan 49.5Hz. 5.9. Kriteria lain Untuk proteksi masih ada kriteria lain yang digunakan, yaitu : 2) • Suhu sebagai criteria untuk beban lebih (untuk minyak trafo, motor, generator) • Kecepatan aliran minyak trafo, kumpulan gas untuk mendeteksi adanya gangguan didalam trafo, yaitu pada relay Buchholze. • Harmonisa pada arus netral atau tegangan netral untuk mendeteksi gangguan tanah pada system dengan pembumian Kumparan Petersen. • Harmonisa pada arus generator untuk mendeteksi gangguan didalam generator
  • 45. • Sinyal transien arus atau transien tegangan, gelombang berjalan dsb. pada saluran transmisi untuk mendeteksi gangguan. 5.10 Ikhtisar Tabel berikut menunjukkan kriteria untuk mendeteksi gangguan dan keadaan abnormal pada system tenaga listrik. Jenis gangguan dan variable (kriteria) yang digunakan untuk mendeteksinya : 2) No. Jenis Gangguan Variabel yang digunakan untuk Deteksi 1 Gangguan hubung- singkat Pada umumnya - Arus fasa I - Beda arus ∆I - Beda sudut fasa arus ∆ϕ - Arah daya P - Impedans Z 2 Tegangan-lebih dan tegangan-kurang Tegangan fasa U 3 Gangguan tanah Komponen urut nol : - Arus I0 - Tegangan U0 - Arah daya P0 Dapat juga digunakan Komponen urutan negatifnya I2,U2,P2 4 Beban lebih - Arus fasa I - Suhu ϑ 5 Beban tak simetris Konduktor terputus - Komponen urutan negatif arus I2 6 Kekurangan daya - Frekuensi f - Kecepatan perubahan frekuensi df/df 7 Daya-balik (motoring) - Arah daya P 8 Hilang-eksitasi - Reaktans X 9 Tegangan tak simetris - Komponen urutan negatif tegangan U2
  • 46. 6. STRATEGI PENGAMANAN SISTEM TENAGA LISTRIK 6.1 Tujuannya Terciptanya pengamanan sistem yang dapat meminimumkan kerugian/ kerusakan akibat gangguan dan memaksimumkan keandalan suplai tenaga listrik kepada konsumen. Karena proteksi selalu berurusan dengan gangguan, maka untuk mencapai tujuan tsb. segala upaya harus dilakukan, mulai dari mencegah/ mengurangi terjadinya gangguan, mencegah/ mengurangi akibatnya, melakukan evaluasi dan analisa unjuk-kerja proteksi dan menindak lanjuti dengan tindakan koreksi terus menerus atas kesalahan/ penyimpangan yang ditemukan dari hasil evaluasi dan analisa tsb. 6.2 Mencegah atau Mengurangi Gangguan pada Sistem Lihat butir 3.1. 6.3 Mengurangi Akibat Gangguan pada Sistem Lihat pula butir 3.2. 6.3.1. Khusus Proteksi Sistem: • Penggunaan peralatan pengaman yang dapat diandalkan dengan karakteristik yang sesuai dengan keadaan sistemnya dengan berpedoman kepada Standard PLN (SPLN) : Pola Pengamanan yang bersangkutan sehingga dapat dihindari kegagalan ataupun kesalahan kerja. SPLN Pola Pengamanan itu sendiri perlu diperbaharui terus menerus, sesuai dengan perkembangan teknologi. • Koordinasi yang tepat sehingga tercipta pengamanan yang selektif. • Penggunaan pengaman cadangan, cadangan lokal atau cadangan jauh, sehingga pada prinsipnya seluruh sistem harus terliput oleh setidak-tidaknya dua lapis pengamanan yaitu pengaman utama dan pengaman cadangan. • Pengaman harus dapat bekerja dengan cepat sehingga terhindar kerusakan/ pemadaman yang luas yang tidak semestinya.
  • 47. • Pengujian periodik serta perawatan yang baik terhadap perlengkapan proteksi sesuai petunjuk dari pabriknya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, untuk mempertahankan dependability dan security-nya. 6.3.2. Karena gangguan di JTM menjadi penyumbang terbesar terhadap “angka lama padam/konsumen/tahun” maka perbaikan di JTM perlu mendapat perhatian utama, antara lain : memperbanyak penggunaan recloser dan automatic sectionalizer, memperluas cakupan Unit Pengatur Distribusi dalam monitoring dan manouver jaringan, mulai dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop tertutup atau yang dihubungkan dari GI ke GI dengan proteksi yang selektif (diffrential relay atau directional relay) untuk daerah konsumen yang sangat penting, dsb. (lihat butir 8.7) 6.3.3 Untuk menghindari atau mengurangi/ membatasi pemadaman akibat terlepasnya unit pembangkit : • Disediakan cadangan putar (spinning reserve) dengan governor bebas setidak-tidaknya sebesar beban dari unit pembangkit terbesar, sejauh kondisi sistem memungkinkannya dan secara ekonomis dapat dipertanggung jawabkan, sehingga jika unit tsb jatuh tidak perlu terjadi pelepasan-beban. 6.3.4.Dilakukan pelepasan-beban (load shedding) secara otomatis untuk gangguan yang lebih besar, atau pemisahan-sistem (system splitting) disertai dengan pembentukan-pulau (Islanding). Peristiwa “islanding” adalah peristiwa terpecahnya sistem menjadi beberapa bagian sistem yang masing-masing dapat tetap hidup/beroperasi. Adanya unit- unit pembangkit yang selamat dan tetap beroperasi ini, akan sangat membantu mempercepat dan memudahkan pemulihan sistem. (lihat butir 5.8) 6.3.4 Jika perlu, dilakukan “Contigency analysis”, yaitu dengan komputer yang dilengkapi dengan program-program yang diperlukan, meniru (simulasi) gangguan yang terpilih pada sistem dengan parameter dan konfigurasi sistem dan nilai setting relay yang sesungguhnya atau yang akan dicoba dengan maksud untuk:
  • 48. • Menguji relay setting yang ada apakah sudah selektif , dan memilih nilai setting yang memberikan dampak yang paling minimum. • Melihat kemungkinan adanya bagian-bagian sistem yang menjadi terbebani lebih (overloaded) setelah gangguan. • Melihat kemungkinan adanya titik-titik rawan dalam sistem, yaitu yang bila terjadi gangguan / trip disitu, dampak nya sangat besar. • Mencari/ memilih konfigurasi sistem yang lebih aman. • Dan sebagainya, tergantung masalah yang dihadapi. 6.3.5. Untuk menghindari pemadaman yang lama akibat adanya sebagian sistem/saluran/peralatan yang rusak atau dalam perbaikan/pemeliharaan, disediakan saluran alternatif atau peralatan cadangan (kriteria N-1) secara selektif. 6.4 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak dalam Proteksi Dalam proteksi perlu dikuasai pengetahuan tentang peralatan yang diamankan, misalnya batas ketahanan elektris ataupun thermisnya, disamping pengetahuan (hardware) peralatan proteksi itu sendiri. Selain itu untuk koordinasi relay dan penentuan setting yang tepat, dalam rangka menciptakan pengamanan yang selektif, diperlukan studi hubung singkat, studi kestabilan sistem, studi koordinasi relay dan studi aliran beban, dan mungkin juga “Contingency analysis” (lihat 6.3.4.diatas) . Sekarang telah tersedia sofware computer (program) untuk studi tsb. Oleh karena itu perlu dimiliki dan dikuasai penggunaan program-program tsb. karena program-program tsb. dapat mempermudah dan mempercepat pelaksanaan studi-studi yang diperlukan. 6.5.Evaluasi dan Analisa Gangguan serta tindakan koreksi dan perbaikannya. Semua gangguan dievaluasi, apakah wajar atau tidak wajar. Gangguan yang tidak wajar adalah gangguan yang mengandung kesalahan, penyimpangan atau kelemahan pada proteksinya atau pada peralatan sistem. Jadi evaluasi dan analisa gangguan ini pada
  • 49. hakekatnya juga berarti evaluasi dan analisa terhadap unjuk-kerja proteksinya. Ketidak wajaran ini bisa dilihat dari akibat gangguan, penyebabnya atau frekuensi kejadiannya. Semua gangguan yang tidak wajar harus diteliti dan di analisa sampai ditemukan kesalahan/ penyimpangannya serta penyebabnya untuk kemudian di tindak-lanjuti dengan tindakan koreksi atau perbaikan sehingga kerusakan yang parah dan/atau pemadaman yang tidak semestinya dengan penyebab yang sama tidak terulang lagi. Masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam butir 7 (tujuh). Sedangkan kesalahan atau kelemahan pada peralatan yang ditemukan dari hasil evaluasi ini perlu disampaikan juga kepada: • Pabrik pembuatnya, sebagai masukan untuk terus menerus meningkatkan mutu hasil produksinya (lihat pula butir 8.1.3). • Pihak yang berwenang melakukan pengadaan barang, sebagai masukan untuk menentukan kebijaksanaan dalam pengadaan barang selanjutnya. 7. EVALUASI DAN ANALISA GANGGUAN Gangguan pada sistem tenaga listrik seharusnya tidak mengakibatkan kerusakan apapun pada saluran/ peralatan yang dilalui arus gangguan. Pemadamannyapun, jika ada, sangat terbatas, yaitu pemadaman sebagai akibat terlepasnya seksi atau peralatan yang terganggu saja. Jika ada gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih parah dan atau pemadaman lebih luas yang tidak semestinya, pastilah ada suatu kesalahan, kelemahan atau penyimpangan pada peralatan proteksi atau peralatan sistem, atau konfigurasi sistem itu mengandung kerawanan. Gangguan sedemikian disebut gangguan yang tidak wajar. Gangguan yang tidak wajar itu perlu diselidiki sampai dapat ditemukan apa kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya, apa penyebabnya dan bagaimana tindakan koreksi atau perbaikannya agar gangguan yang tidak wajar tersebut tidak terulang kembali dengan penyebab yang sama.
  • 50. 7.1 Gangguan yang wajar dan yang tidak wajar. Tanda gangguan yang wajar atau yang tidak wajar dapat dilihat dari akibatnya, penyebabnya atau frekuensi kejadiannya : 7.1.1 Dilihat dari akibat gangguan. Jika gangguan itu tidak mengakibatkan kerusakan apapun pada peralatan yang dilalui arus gangguan dan hanya mengakibatkan kerusakan terbatas pada alat yang terganggu yang menjadi pemicu gangguan itu, dan pemadamannyapun, jika ada, terbatas semata-mata karena terlepasnya alat atau seksi yang terganggu saja, maka gangguan sedemikian termasuk gangguan wajar. Gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih parah atau pemadaman yang lebih luas dari itu harus dianggap sebagai gangguan yang tidak wajar. Misalnya : • Gangguan di Kabel (penyulang) 20 kV. Jika yang rusak hanya kabel dititik gangguan dan konsumen yang padam hanya konsumen yang disuplai melalui kabel itu, karena hanya PMT kabel itu saja yang trip/terbuka, maka gangguan itu gangguan yang wajar.Jika PMT yang trip adalah PMT disebelah hulunya, yaitu PMT Trafo atau PMT Unit Pembangkit yang memasok kabel itu sehingga pemadamannya lebih luas, maka gangguan itu tidak wajar. • Gangguan Trafo Tenaga, dimana hanya PMT Trafo itu saja yang trip, jadi hanya konsumen yang disuplai melalui Trafo itu saja yang padam, dan tidak terjadi kerusakan yang parah pada Trafo itu, maka gangguan itu gangguan yang wajar. Sebaliknya jika terjadi kerusakan yang parah pada Trafo itu (karena kegagalan kerja atau kelambatan kerja proteksinya) maka gangguan itu tidak wajar. 7.1.2 Dilihat dari penyebab gangguan
  • 51. Gangguan tergolong tidak wajar bila kerusakan alat yang menjadi penyebab (pemicu) gangguan itu semestinya tidak/ belum terjadi, misalnya : • Kerusakan pada Trafo yang relatif masih muda. Umur Trafo yang wajar dapat diasumsikan 20-30 tahun. Jika Trafo rusak pada umur kurang dari 5 tahun misalnya dan tidak ada gangguan apa-apa di jaringan, jadi semata-mata karena ada kelemahan isolasi (sejak dari pabriknya), maka kerusakan itu tidak wajar. • Trafo rusak bersamaan dengan gangguan hubung singkat di jaringan distribusi yang dipasok dari Trafo itu dan proteksinya bekerja baik (rusak karena through fault current), sedangkan umur Trafo itu masih muda. Kerusakan demikian juga tidak wajar. Trafo yang baik seharusnya tahan terhadap arus hubung singkat yang melaluinya. • Salah operasi/pemeliharaan sehingga terjadi kerusakan peralatan. 7.1.3 Dilihat dari frekuensi kejadiannya. Misalnya : • Ganguan pada SUTT akibat sambaran petir (back flashover) adalah biasa. Namun jika “terlalu sering” terjadi pada suatu seksi SUTT tertentu (karena tingginya tahanan pentanahan kaki tiang misalnya) maka gangguan itu menjadi tidak wajar. Yang bagaimana yang disebut “terlalu sering” ? Untuk ini dapat berpedoman kepada statistik gangguan pada SUTT yang mempunyai tahanan pentanahan yang cukup rendah, dengan memperhatikan Tingkat Hari-Guruh (Isokraunic Level). Untuk SUTT 66 kV dan 150 kV, dapat berpegang kepada SPLN 13: 1978, Bagian Satu: A. Kriteria penetapan Angka Keluar, yaitu : Untuk SUTT 66 kV : 6 – 9 kali/100km/tahun
  • 52. Untuk SUTT 150 kV : 1.2 – 1.8 kali/100km/tahun Angka tsb berdasarkan asumsi Hari-Guruh pertahun 100, tahanan kaki tiang ≤ 10 Ω, dan isolator, tinggi tiang dan jarak gawang seperti lazimnya. Jika gangguan lebih sering dari pada angka-angka tsb. dapat dianggap terlalu sering. Namun dalam memperbandingkannya, perlu diperhatikan tingkat Hari-Guruh didaerah yang ditinjau. • Gangguan pada SUTM karena rusaknya peralatan (misalnya isolator atau konektor) adalah biasa. Namun jika terlalu sering menjadi tidak wajar. Yang bagaimana yang disebut “terlalu sering” ? Ini adalah relatif, dibandingkan dengan statistik kerusakan alat sejenis yang dikenal baik mutunya. Alat/komponen yang tidak baik mutunya biasanya mempunyai angka kerusakan yang jauh lebih tinggi dari pada yang mutunya baik, perbedaannya sangat mencolok. 7.2 Penyebab Ketidakwajaran Dari butir 7.1.2 sudah terlihat contoh penyebab ketidakwajaran tersebut adalah karena adanya kesalahan, kelemahan atau penyimpangan lainnya, disingkat penyimpangan. Adapun bentuk penyimpangan dan penyebabnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : 7.2.1 Unjuk-Kerja Proteksi. a. Kegagalan/ kelambatan kerja proteksi Sebabnya antara lain: • Kerusakan pada relay/relay bantu • Kegagalan PMT: gangguan mekanis PMT, tripping coil nya macet atau terputusnya rangkaian tripping, kegagalan PMT dalam memutuskan arus. • Hilangnya tegangan DC atau lemahnya battery sebagai sumber tegangan untuk tripping dan catu untuk relay statik/digital.
  • 53. • Terbukanya atau hubung singkat pada rangkaian sekundair trafo arus atau trafo tegangan yang memasok relay b. Salah Kerja Sebabnya bermacam-macam, dapat berupa : • Salah setting (terlalu sensitif atau terlalu cepat) • Salah hubungan pengawatan (wiring) • Kerusakan Relay / Relay bantu • Ada kejadian yang tidak terduga atau kurang diperhitungkan, misalnya arus kapasitif pada SUTM yang mengakibatkan “sympathetic tripping” (lihat butir 8.5) • Timbulnya arus diferensial yang bukan karena gangguan pada pengaman diferensial (instability), misalnya karena kompensasi rasio arus atau sudut fasa yang kurang tepat, atau karena kesalahan trafo arus (terlalu jenuh karena through fault current), yang mengakibatkan relay salah kerja. • dsb. c. Ketidakselektifan karena : • Koordinasi/ setting yang kurang tepat. • Karakteristik relay yang tidak cocok satu sama lain (misalnya antara definite time dan inverse time relay) • Trafo Arus yang terlalu jenuh. dsb d. Tidak lengkap Ada bagian/seksi yang peralatan proteksinya tidak lengkap. 7.2.2 Kelemahan peralatan atau ketidak cocokkan antara spesifikasi dan kondisi kerjanya. a. Kelemahan peralatan atau kesalahan dalam disain dan/atau pabrikasinya. b. Penentuan spesifikasi peralatan yang tidak sesuai dengan kondisi kerjanya sehingga tidak tahan lama. c. Peralatan yang mutunya dibawah standar.
  • 54. 7.2.3 Kesalahan dalam Disain atau Pemasangan Instalasi. Misalnya : a. Tidak dilengkapi dengan pentanahan yang baik. b. Tidak dilengkapi dengan Interlocking. c. Salah dalam disain atau pemasangan, misalnya pemasangan kabel yang terlalu dekat satu sama lain (over heated) sehingga cepat rusak, dsb. 7.2.4 Kelalaian dalam Operasi dan Pemeliharaan. Misalnya : • Pemeliharaan/ pemeriksaan pentanahan kaki tiang tidak dilakukan sehingga terlepasnya atau hilangnya konduktor pentanahan tidak diketahui. Ini bisa menyebabkan gangguan pada SUTT akibat sambaran petir makin sering. • Penebangan/pemangkasan pohon disekitar SUTM/SUTT terlambat, gangguan menjadi lebih sering. • Penggantian minyak Trafo sangat terlambat. Ini bisa mengancam keselamatan trafo. • dsb. 7.3 Langkah-langkah evaluasi dan analisa gangguan serta tindakan perbaikan. Gangguan yang tidak wajar perlu diselidiki untuk menemukan bentuk kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya serta apa penyebabnya sehingga dengan demikian dapat ditentukan tindakan koreksi, perbaikan atau pencegahannya. Evaluasi dan analisa dilakukan dengan langkah-langkah dan cara-cara sebagai berikut : 7.3.1 Kategorisasi Gangguan. Pertama-tama gangguan perlu dievaluasi untuk digolongkan apakah gangguan itu termasuk kedalam gangguan yang wajar atau yang tidak wajar. Untuk gangguan yang tidak wajar yang mempunyai akibat yang luar biasa, seperti misalnya kerusakan total di suatu Gardu Induk atau Pusat Pembangkit, dan/atau pemadaman total disuatu sistem yang sudah besar, perlu dikelompokkan tersendiri sebagai gangguan besar.
  • 55. karena cara penanganannya mungkin akan berbeda dan pihak-pihak yang terlibat lebih luas. Jadi ada 3 kategori gangguan : • gangguan wajar • gangguan tidak wajar. • Gangguan besar. Pengelompokkan (kategorisasi) gangguan dilakukan melalui 3 macam evaluasi sbb : 7.3.1.1 Evaluasi berdasarkan akibat gangguan. Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang tidak wajar dipandang dari segi akibatnya, sudah diterangkan dalam butir 7.1.1 sedangkan gangguan besar sudah disebutkan diatas. 7.3.1.2 Evaluasi berdasarkan penyebabnya. Gangguan yang dari evaluasi yang pertama (berdasarkan akibat) sudah termasuk (untuk sementara) kedalam kategori gangguan yang wajar, dievaluasi lagi berdasarkan penyebabnya. Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang tidak wajar dari segi penyebabnya juga sudah disebutkan dalam butir 7.1.2 7.3.1.3 Evaluasi Berdasarkan Frekuensi kejadiannya. Gangguan yang dalam evaluasi pertama dan kedua termasuk kedalam gangguan yang wajar, dievaluasi lagi berdasarkan frekuensi kejadiannya (berdasarkan statistik gangguan). Ketiga macam evaluasi tersebut tidak selalu harus dengan urutan seperti tersebut diatas. Mungkin saja dari frekuensi kejadiannya atau penyebabnya suatu gangguan sudah dapat langsung dikategorikan sebagai gangguan yang tidak wajar.
  • 56. Namun setelah termasuk kedalam kategori tidak wajar, kedua macam evaluasi lainnya tetap harus dilakukan dalam rangka analisa selanjutnya. 7.3.2 Statistik gangguan, Indikator keandalan dan Indikator kerusakan alat. Semua gangguan dalam kurun waktu tertentu, triwulanan atau tahunan, di klasifikasikan ke dalam: gangguan temporair/ permanen, gangguan tanah/ hubung-singkat, penyebab gangguan, alat yang rusak/ lokasi gangguan, akibat gangguan (luasnya konsumen yang padam, kWh yang hilang) dsb. tergantung keperluannya, ditampilkan dalam Statistik gangguan. Dari sini dibuat Indikator keandalan (yang terpenting “lama padam per konsumen per tahun dan “kali pada per konsumen per tahun”) dan Indikator kerusakan alat (misalnya banyaknya kerusakan per jenis alat dibagi jumlah terpasang pertahun). 7.3.3 Analisa Gangguan Gangguan yang termasuk dalam kategori tidak wajar dianalisa untuk menemukan : • bentuk kesalahan/ penyimpangannya. • penyebab kesalahan/ penyimpangannya. • bagaimana tindakan perbaikannya. Gangguan pada hakekatnya adalah serentetan peristiwa yang berhubungan sebagai sebab-akibat. Analisa gangguan pada umumnya melalui langkah- langkah sebagai berikut : a. Pengumpulan/ pencarian data, fakta dan peristiwa yang diduga ada kaitannya dengan ketidak wajaran tersebut. b. Menghubung-hubungkan fakta itu menjadi rangkaian sebab-akibat yang logis sehingga terbayang skenario yang mungkin. c. Membandingkan rangkaian peristiwa yang nyata terjadi dengan yang seharusnya untuk menemukan penyimpangannya. Jika ada ketidak cocokan antara kenyataannya dan yang seharusnya berarti bisa
  • 57. ditemukan penyimpangannya, namun jika semuanya cocok, penyimpangan belum bisa ditemukan, maka pengumpulan/ pencarian data (langkah a) perlu diulang. d. Mencari penyebab penyimpangan yang mungkin dengan cara mencari fakta-fakta yang mendukungnya dan fakta-fakta yang menggugurkannya. e. Jika tidak ditemukan fakta-fakta yang kuat mendukungnya atau sebaliknya jika malah ditemukan fakta yang menggugurkannya maka diulang mencari penyebab yang mungkin (langkah d) atau bahkan jika perlu diulang mencari fakta-fakta lain (langkah a). f. Jika ditemukan beberapa penyebab yang mungkin, dipilih penyebab yang paling mungkin. Penyebab yang paling mungkin adalah penyebab yang paling kuat fakta-fakta pendukungnya dan/ atau yang paling lemah fakta-fakta yang menggugurkannya. g. Menyusun skenario gangguan yang paling mungkin/ paling cocok dengan fakta-fakta beserta penyimpangan yang telah diketahui penyebabnya. h. Menguji skenario gangguan itu dengan data, fakta dan rekaman kejadian (event recorder dan disturbance recorder). Jika tidak cocok maka penyusunan skenario gangguan itu perlu diulang (langkah g). jika masih tidak bisa ditemukan skenario yang cocok maka terpaksa dicari lagi data dan fakta baru ( langkah a dan seterusnya diulang). i. Menentukan tindakan perbaikan berdasarkan penyimpangan serta penyebab yang telah ditemukan. j. Menyusun laporan penyelidikan gangguan.
  • 58. 7.3.4 Tindakan koreksi/ perbaikan. Setelah kesalahan/ penyimpangannya serta penyebab yang paling mungkin ditemukan, maka tindakan koreksi/ perbaikannya baru bisa dipikirkan. Jika ditemukan beberapa alternatif/ tindakan perbaikan, dipilih berdasarkan urgensinya dan tingkat keandalan yang diinginkan dengan memperhatikan kelemahan atau resikonya. 7.3.5 Laporan Gangguan. Untuk gangguan yang tidak wajar, ada 3 macam laporan yang harus dibuat : • Laporan kolektif gangguan. • Laporan pendahuluan gangguan • Laporan penyelidikan gangguan . Laporan kolektif gangguan adalah dalam bentuk tabel gangguan yang tidak wajar dalam kurun waktu tertentu (triwulanan atau tahunan) yang berisikan informasi: tanggal gangguan, penyebab gangguan, akibat gangguan, bentuk kesalahan/ penyimpangannya serta penyebabnya dan tindakan perbaikan yang direncanakan atau yang telah dilaksanakan. Laporan pendahuluan gangguan adalah laporan yang segera dibuat setelah terjadi gangguan besar, yang berisikan : • Kondisi sistem sebelum gangguan • Peristiwanya • Perkiraan penyebabnya • Akibatnya : kerusakan peralatan, luasnya pemadaman, kWh yang tak terjual. • Tindakan pemulihan. Sedangkan laporan penyelidikan gangguan berisikan : • Kondisi sistem sebelum gangguan • Peristiwanya • Tindakan pemulihan Untuk setiap Gangguan besar
  • 59. • Data dan faktanya, rekaman urutan kejadiannya (sequence of events recorder) dan rekaman gangguan (disturbance recorder) • Analisa gangguan sampai menemukan bentuk penyimpangan / kesalahan serta penyebabnya • Skenario gangguan. • Akibat gangguan: kerusakan peralatan, luasnya pemadaman, kWh yang tak terjual. • Tindakan perbaikannya. 7.3.6 Langkah-langkah Evaluasi Gangguan dan Analisa Gangguan digambarkan dengan diagram alir (flowchart) sebagai berikut : (lihat Gbr 7.3.a, 7.3.b).
  • 60. GANGGUAN Pengum pulan Data, Fakta, Rekam an Susun Rangkaian Sebab Akibat yang Logis Bandingkan antara : - Yang seharusnya", dan - Faktanya" Cocok? Bentuk Penyim panan Cari Penyebab yang mungkin dan yang Melem ahkan (Menggugurkan) Cari Data, Fakta yang Menguatkan (Mendukung) Kuat? paling m ungkin Cari Penyebab yang Menyusun Skenario Gangguan Uji Skenario dengna Data, Fakta rekaman kejadian Cocok? Menentukan Tindakan Perbaikan Mem buat Laporan Penyelidikan Gangguan Ya Gugur Kuat Tidak Ya Tidak Gbr. 7.3.a Diagram Alir Analisa Gangguan
  • 61. Pengolahan Data Gangguan Tidak Wajar Rekaman Kejadian GANGGUAN Analisa Kategorisasi Gangguan Gangguan Wajar Besar Gangguan Gangguan Analisa - Indicator Keandalan - Statistic Gangguan - Indicator kerusakan Alat Tuntas TimPenyelidikan Pembentukan Analisa *) PenyelidikanEVALUASI Pembahasan Konsultasi Laporan Evaluasi Gangguan Laporan Kolektif Tindakan Perbaikan Laporan Penyelidikan Sudah Belum Laporan Pendahuluan *) Lihat butir 7.33 atau Gbr. 7.3.a Gbr. 7.3.b Diagram Alir Langkah-langkah Evaluasi Gangguan
  • 62. Dari diagram alir tersebut tampak bahwa semua langkah-langkah penanganan gangguan tersebut bermuara ke tindakan perbaikan. Jika gangguan ditangani secara konsisten seperti yang telah diuraikan diatas maka jelaslah bahwa penyimpangan- penyimpangan yang menjadi penyebab ketidak wajaran tersebut, secara berangsur-angsur tapi pasti, akan berkurang, dan ini berarti keandalan suplai tenaga listrik makin meningkat. 8. USAHA-USAHA PERBAIKAN LEBIH LANJUT 8.1 Pengadaan peralatan/ material dengan Mutu dan Keandalan yang baik. 8.1.1 Dalam pengadaan peralatan/ material, hanya membeli produk dari pabrik yang sudah termasuk dalam Sistem Pengawasan Mutu dari Lembaga Sertifikasi Produk yang berwenang (dahulu Sistem Pengawasan Mutu LMK PLN). 8.1.1 Untuk inspeksi dalam acceptance test atau factory test, hanya menggunakan jasa inspector yang qualified dari Lembaga Inspeksi Teknik yang berwenang. 8.1.3 Statistik kerusakan peralatan perlu dievaluasi. Peralatan yang mempunyai angka kerusakan yang tinggi dikonsultasikan dengan pabriknya, agar pabrik dapat menyelidikinya dan melakukan perbaikan. Jika perlu dikenakan sanksi, misalnya pembelian peralatan dari pabrik itu untuk sementara dihentikan sampai pabrik dapat menunjukkan perbaikan yang telah dilakukan dengan bukti type test certificate dari Laboratorium yang diakui PLN. Kiranya perlu dipikirkan kemungkinan untuk memasukkan angka kerusakan sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi teknis dalam tender pengadaan barang. 8.2. Ke- instalatiran Selama ini yang harus punya SPI (Surat Pengesahan Instalatir) hanyalah penanggung jawab teknis perusahaan Instalatirnya saja. Tenaga kerja pelaksana langsung, tidak mempunyai surat
  • 63. pengesahan (sertifikat/ lisensi) apapun, sehingga mutu Instalasi tidak terjamin. Mestinya seseorang baru boleh melaksanakan pemasangan instalasi jika telah memiliki sertifikat keahlian / keterampilan yang sesuai dengan tingkat dan bidang pekerjaannya. Untuk mendapatkan sertifikat harus melalui pendidikan dan latihan serta ujian oleh instansi yang berwenang. Dengan keluarnya Undang-undang No.18 tahun 1999, sebenarnya dasar peraturan yang mengharuskan perencana, pengawas dan tenaga kerja pelaksana memiliki sertifikat keahlian/ keterampilan, sudah ada. Penerbitan sertifikat itu ditugaskan kepada Asosiasi yang bersangkutan. Persiapan kearah itu kini sedang berjalan. 8.3. Pemborongan pekerjaan dengan masa garansi. Pekerjaan suplai material beserta pemasangannya yang memerlukan keahlian yang sukar pengawasannya yang ternyata selama ini menunjukkan angka kerusakan yang tinggi, misalnya pekerjaan penyambungan dan terminasi kabel, sebaiknya diborongkan dengan masa garansi, sehingga kalau rusak sebelum habis masa garansinya, masih menjadi tanggung jawab kontraktor untuk memperbaikinya, dan kalau dapat bertahan dalam masa garansi itu diharapkan dapat bertahan seterusnya sampai mencapai umur yang wajar. 8.4 Testing, Komissioning dan pernyataan laik operasi Pada prinsipnya suatu Instalasi yang baru selesai dipasang atau setelah rehabilitasi/ renovasi, baru boleh dioperasikan setelah dinyatakan laik operasi oleh comissioning engineer yang qualified dari Lembaga Inspeksi Teknik (dahulu LMK). Hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang tsb. 8.5 Kegagalan Kerja dan Salah Kerja Proteksi. Sekarang ini, sebagai contoh, masih banyak dilaporkan adanya “sympathetic tripping” pada jaringan SUTM dengan pentanahan tahanan 40Ω (yaitu penyulang yang tak terganggu ikut trip
  • 64. bersama penyulang yang terganggu), dan tripnya Trafo Tenaga akibat gangguan di penyulang. Sympathetic tripping, kalau bukan karena penyebab lain, mungkin karena ada saluran (SUTM) yang mengandung kabel yang panjang sehingga arus kapasitif yang muncul sebagai arus urutan nol (3Io) akibat gangguan satu fasa ketanah di penyulang lain, besarnya melampaui nilai setting relay gangguan tanah nya. Sedangkan tripnya Trafo Tenaga mungkin disebabkan oleh kegagalan kerja proteksi penyulang, koordinasi relai arus-lebih yang kurang tepat, koreksi perbandingan transformasi pada differential relay yang kurang tepat atau karena kejenuhan trafo arusnya. Masalah ini perlu diselidiki kasus demi kasus. 8.6. Masalah kegagalan pengaman cadangan. Dari penyelidikan beberapa gangguan besar yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah atau terbakar habis, diperoleh petunjuk bahwa penyebabnya adalah gagalnya pengaman cadangan besama-sama dengan pengaman utamanya. Jika pengaman cadangan mempunyai komponen yang dipakai bersama dengan pengaman utama, misalnya PMT atau batterynya, maka kegagalan pada komponen itu akan menyebabkan kegagalan pengaman utama sekaligus pengaman cadangannya. Oleh karena itu, idealnya, pengaman cadangan tidak mempunyai komponen yang dipakai bersama dengan pengaman utamanya, sehingga kegagalan pengaman utamanya tidak diikuti oleh pengaman cadangannya. Pengaman cadangan- jauh yang terletak di Gardu Induk/ Gardu Hubung sebelah hulunya sudah dengan sendirinya memenuhi kriteria tsb. Dalam hal pengaman cadangan-lokal, kebanyakan mempunyai komponen yang dipakai bersama dengan pengaman utamanya, misalnya PMTnya, batterynya dan bahkan juga trafo arusnya. Dengan demikian kemungkinan gagal bersama-sama kedua- duanya cukup besar. Pada instalasi tegangan ekstra tinggi , telah digunakan pengaman cadangan lokal atau pengaman kedua (duplikasi), yang hampir
  • 65. semua komponennya terpisah, yaitu battery, trafo arus dan tripping coilnya, kecuali PMT (lihat Gbr. 4.1.b). Pemisahan pengaman cadangan dari pengaman utama sedemikian itu mungkin perlu juga dilakukan pada instalasi 150 kV yang sangat penting, misalnya pada GI suatu pusat pembangkit yang sangat besar. Dari penyelidikan gangguan besar tsb. diatas telah ditemukan (lihat Laporan gangguan GI Cepu sebagai contoh) bahwa penyebab kegagalan itu adalah hilangnya tegangan battery yang dipakai bersama oleh pengaman arus-lebih disisi 150 kV (yang bertindak sebagai pengaman cadangan jauh) dan pengaman disisi 20 kV (incoming) yang bertindak sebagai pengaman utama bus 20 kV, dan gangguannya di bus/ kubikel 20 kV. Sedangkan Zone III distance relay di GI sebelah hulunya (GI Blora), tidak dapat menjangkau sampai ke bus 20 kV (Cepu) ini (tidak seperti (6)pada Gbr. 4.2.a. melainkan seperti (4) pada Gbr.4.2.b.), sehingga arus hubung-singkat bertahan terus (7 menit 49 detik, terlihat di UPB Ungaran), sampai kerusakan menjalar kebelitan 150 kV trafo tenaga, maka relay pengaman di GI sebelah hulunya (Blora) baru trip. Belajar dari pengalaman ini maka pengaman 150 kV sebaiknya mempunyai battery tersendiri yang terpisah dari pengaman 20 kV. Catatan: Di beberapa GI yang ditinjau sebenarnya telah tersedia dua set battery dimana kalau yang pertama bekerja maka yang kedua sebagai cadangan tidak aktif secara bergantian. Disarankan, dari pada ada satu set tidak aktif, lebih baik semua diaktifkan: yang satu dipakai untuk pengaman 150 kV yang kedua dipakai untuk pengaman 20 kV yang dalam keadaan normalnya terpisah. Jika salah satu battery perlu dilepas untuk pemeliharaan, kedua sistem arus searah (DC system) itu di-interkoneksikan lebih dulu sebelum dilepas. Jadi fungsinya sebagai battery cadangan yang satu terhadap lainnya tetap berlaku. 8.7. Mempersempit dan mempersingkat pemadaman. Penyumbang terbesar terhadap tingginya angka indikator “lama padam per konsumen pertahun”, ternyata adalah gangguan di
  • 66. JTM. Oleh karena itu tindakan perbaikan di JTM akan merupakan tindakan yang efektif dalam memperbaiki indikator tsb. Di JTM yang radial sekarang ini, masih banyak penyulang yang hanya mempunyai PMT dan Relay proteksinya tanpa penutup- balik di pangkal penyulang, sehingga jika terjadi gangguan di penyulang, seluruh konsumen yang disuplai dari penyulang itu padam. Untuk mempersempit dan mempersingkat pemadaman dapat dilakukan hal-hal berikut : • Pada SUTM yang panjang, memperbanyak penggunaan Penutup-Balik Otomatis (PBO) dipangkal penyulang, ditengah penyulang dan/ atau di percabangan. Dengan koordinasi yang selektif thd. penutup-balik di pangkal penyulang, gangguan disebelah hilirnya PBO di tengah penyulang atau percabangan, tidak akan mnyebabkan PBO/PMT dipangkal penyulang trip. • Menggunakan Saklar Seksi Otomatis (Automatic Sectionalizer) disamping PBO untuk mempersempit pemadaman lebih lanjut dengan cepat. • Memasang pengaman lebur di percabangan (jika tidak terpasang PBO) yang selektif terhadap. relay dipangkal penyulang sehingga jika gangguan masih ada setelah penutupan-balik, pengaman leburnya yang putus bukan PBO nya yang trip (trip yang pertama tetap di PBO). • Memperbanyak detektor gangguan yang dimonitor di UPD (Unit Pengatur Distribusi) untuk mempercepat pencarian lokasi gangguan. • Memperluas cakupan UPD yang memungkinkan manuver melalui remote control dari UPD untuk mempercepat pemulihan setelah gangguan. • Untuk konsumen industri yang memerlukan keandalan yang tinggi disediakan dua feeder dari GI yang berbeda yang dalam operasinya hanya salah satu yang tersambung
  • 67. dan dilengkapi dengan Saklar Pindah Otomatis. (Automatic Change Over Switch). • Untuk daerah konsumen yang penting, mulai dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop tertutup, atau yang menghubungkan dari GI ke GI dengan proteksi yang selektif (differential relay atau directional O/C relay), sehingga gangguan di kabel (bukan di switchgear atau di trafo), tidak akan menyebabkan pemadaman sama sekali. Kecuali yang tersebut terakhir, hal-hal tsb diatas sebenarnya telah dilaksanakan dibeberapa PLN Wilayah/ Distribusi, namun kiranya pelaksanaannya perlu diperluas sesuai dengan tuntutan keandalan setempat. 8.8. Kemungkinan Penggunaan Kumparan Petersen untuk pembumian JTM dengan saluran udara (SUTM). Kumparan Petersen, sebagai pembumian titik netral jaringan, akan memberikan arus Induktif yang bisa disetel untuk meng- kompensir arus kapasitans tanah jaringan sehingga arus gangguan satu fasa ketanahnya dititik gangguan sangat kecil. Dengan arus gangguan yang sangat kecil itu dimungkinkan terjadinya “self clearing”, yaitu gangguan hilang dengan sendirinya tanpa pemutusan oleh PMT, jika gangguannya adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair. Kumparan Petersen telah pernah digunakan untuk membumikan sistem 70 kV (dan 30 kV) di Jawa Barat dan Jawa Timur, namun sistem 70 kV waktu itu tidak dilengkapi dengan pengaman gangguan tanah otomatis. Sehingga pernah dialami apa yang disebut “cross country fault”, yaitu gangguan tanah yang permanen, yang karena tidak segera di bebaskan (karena memang tidak ada pengaman gangguan tanahnya) lalu terjadi gangguan tanah yang kedua di lokasi lain pada fasa lain. Gangguan sedemikian menyebabkan Distance relay menjadi tidak selektif, akibatnya sistem kolaps. Dari kejadian tersebut, atas saran konsultan, pembumian sistem 70 kV dirubah dari
  • 68. Kumparan Petersen menjadi Tahanan disertai dengan penyesuian relay proteksinya. Namun Kumparan Petersen masih digunakan pada JTM di negara-negara maju seperti Jerman, Sweden dan negara- negara Scandinavia lainnya dengan unjuk-kerja yang bagus. Keuntungan utama dari sistem dengan pembumian Kumparan Petersen adalah kemampuannya untuk “self clearing” untuk gangguan satu fasa ketanah yang temporair, seperti telah disebutkan diatas. Oleh karena itu pembumian dengan Kumparan Petersen mungkin akan sangat menguntungkan jika dipakai pada jaringan SUTM yang belum menggunakan recloser, dimana biasanya gangguan yang dominan adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair. Di luar negeri, Jerman, Sweden, gangguan satu fasa ketanah yang temporair bisa mencapai > 85%. 3) Sedangkan untuk pengamanan gangguan tanah yang permanen dapat digunakan pengaman gangguan tanah seperti yang sudah ada pada jaringan SUTM dengan memanfaatkan tahanan 40 Ω atau 500 Ω paralel dengan Kumparan Petersen hanya pada saat gangguan tanah yang permanen. Sehingga dengan demikian, dalam hal gangguan satu fasa ketanah yang temporair, gangguan bisa hilang sendiri (Kumparan Petersen masih sendiri), dan jika gangguan tidak hilang dalam 2-3 detik detik, berarti gangguan permanen, tahanan masuk paralel dengan Kumparan Petersen, maka relay gangguan tanah bekerja membebaskan gangguan itu. Jika memang benar bahwa sebagian besar gangguan (>80%) adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair, yang akan hilang sendiri karena adanya Kumparan Petersen, maka ini adalah cara lain yang sederhana tapi efektif untuk mengurangi pemadaman sekaligus penghematan PMT, sebagai alternatif dari penggunaan penutup-balik. Di PLN belum pernah diselidiki berapa prosen gangguan 1-fasa ketanah yang temporair itu. Oleh karena itu sebelum menggunakan pembumian dengan Kumparan Petersen pada suatu jaringan, perlu diteliti lebih dulu untuk memastikan bahwa