Dokumen ini berisi hasil pemantauan efektivitas pengelolaan beberapa kawasan konservasi di Indonesia pada tahun 2015. Pemantauan dilakukan menggunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools untuk menilai enam aspek efektivitas pengelolaan, yaitu konteks, perencanaan, input, proses, output, dan outcome. Hasilnya menunjukkan tingkat efektivitas pengelolaan bervariasi di setiap kawasan konservasi, dengan tantangan terbesar adalah
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
1.
2.
3. Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan
Konservasi Indonesia
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2015
4. Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penanggungjawab:
Basah Hernowo
Pengarah:
Medrilzam
Penulis:
Pungky Widiaryanto
Kineta Gisela Dionia
Kontributor:
Nita Kartika, Nur H. Rahayu, Dadang Jainal Mutaqin, Andi Setyo Pambudi, Miranti
Triana Zulkifli, Farida Yulistianingrum, June Ratna Mia, Mohammad Showam, Ulfah
Yannisca, Dhevi Arimbi
Diterbitkan oleh
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
5. iii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan Buku Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia ini
dapat diselesaikan. Buku ini merupakan laporan
dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan
pembangunan kehutanan program konservasi
sumber daya alam dan ekosistem, dengan
tujuan untuk memberikan gambaran dan
informasi mengenai pencapaian kinerja terhadap
pelaksanaan pembangunan di sektor kehutanan
yang termuat di dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun 2015. Pentingnya pemantauan
pembangunan sangat ditekankan di dalam
UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal
29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap
pengendalian pembangunan dilakukan oleh
kementerian/lembaga dan hasil pemantauan
tersebut dijadikan sebagai bahan untuk
menyempurnakan perencanaan pembangunan
periode berikutnya. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) diamanatkan
untuk melakukan pemantauan kinerja terhadap
pelaksanaan program-program pembangunan
baik program jangka panjang maupun program
pembangunan jangka menengah serta rencana
pembangunan tahunan yang tertuang dalam RKP.
Secaraumumlaporanpemantauaninimemberikan
gambaran mengenai: (1) Penilaian efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi Indonesia; (2)
Permasalahan dan pemecahan/tindak lanjut
permasalahan yang ada; (3) Rekomendasi yang
harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup
pemantauan program pembangunan kawasan
konservasi ini fokus pada pengelolaan kawasan
hutan konservasi di Indonesia. Diharapkan
informasi dari kegiatan pemantauan ini bisa
dijadikan sebagai masukan guna memperbaiki
program-program pembangunan di masa yang
akan datang dan juga bisa memberikan informasi
dan data bagi perencanaan pembangunan
selanjutnya.
Akhir kata, diucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
penyusunan pemantauan. Buku ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan buku ini.
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Basah Hernowo
7. v
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISI
iii Kata Pengantar
v Daftar Isi
vii Daftar Tabel
viii Daftar Gambar
x Daftar Istilah
xiii Ringkasan Eksekutif
02 Bab 1. Pendahuluan
02 Latar belakang
03 Tujuan dan Sasaran
03 Metodologi
03 Pelaksanaan Kegiatan
04 Sistematika Penyusunan Laporan
06 Bab 2. Metode Pemantauan:
Management Effectiveness Tracking Tools
06 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya
11 Pengumpulan Data
12 Metode Penilaian
16 Bab 3. Hasil Kunjungan Lapangan
16 Taman Nasional Kutai
20 Taman Nasional Way Kambas
24 Taman Nasional Gunung Rinjani
28 Taman Nasional Komodo
32 Taman Nasional Gunung Tambora
34 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Bab 4. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi
38 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
41 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
45 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
49 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo
56 Bab 5. Sintesa 6 Aspek Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi
56 Konteks
58 Perencanaan
8. vi
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
61 Inputs
65 Proses
72 Outputs
74 Outcomes
78 Bab 6. Simpulan dan Rekomendasi
78 Simpulan
81 Rekomendasi
82 Daftar Pustaka
DAFTAR ISI
9. vii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR TABEL
12 Tabel 2.1
Metode Penilaian Indikator Utama METT Assesment Form
17 Tabel 3.1
Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
17 Tabel 3.2
Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
17 Tabel 3.3
SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
23 Tabel 3.4
Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun
2014
24 Tabel 3.5
Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-
2014
30 Tabel 3.6
Jumlah Pegawai Taman Nasionsl Komodo tahun 2009-2014
44 Tabel 4.1
Key Resource Taman Nasional Way Kambas
52 Tabel 4.2
Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo tahun 2008-2013
53 Tabel 4.3
Key Resource TN Komodo
56 Tabel 5.1
Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel
58 Tabel 5.2
Perbandingan Apek Perencanaan 4 taman Nasional Sampel
61 Tabel 5.3
Perbandingan Aspek Inputs 4 Taman Nasional Sampel
65 Tabel 5.4
Perbandingan Aspek Proses 4 Taman Nasional Sampel
72 Tabel 5.5
Perbandingan Aspek Outputs 4 Taman Nasional Sampel
74 Tabel 5.6
Perbandingan Aspek Outcomes 4 Taman Nasional Sampel
10. viii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
7 Gambar 2.1
Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
8 Gambar 2.2
Halaman Data Sheet 2 METT (Daftar Ancaman)
9 Gambar 2.3
Elemen-Elemen Penilaian METT
11 Gambar 2.4
Contoh Halaman Assesment Form
13 Gambar 2.5
Tahapan Penggunaan METT
16 Gambar 3.1
Lokasi Taman Nasional Kutai
20 Gambar 3.2
Lokasi Taman Nasional Way Kambas
21 Gambar 3.3
Konsep kandang Badak SRS
22 Gambar 3.4
Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi
24 Gambar 3.5
Lokasi TN Gunung Rinjani di Pulau Lombok
27 Gambar 3.6
Ilustrasi jalur Pendakian jalur Sembalun dan Senaru
28 Gambar 3.7
Lokasi Taman Nasional Komodo
32 Gambar 3.8
Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
34 Gambar 3.9
Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Gambar 4.1
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Kutai
39 Gambar 4.2
Efektivitas Pengelolaan TN Kutai Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
41 Gambar 4.3
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNWK
42 Gambar 4.4
Efektivitas Pengelolaan TNWK Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
45 Gambar 4.5
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNGR
46 Gambar 4.6
Efektivitas Pengelolaan TNGR Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
11. ix
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
49 Gambar 4.7
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Komodo
50 Gambar 4.8
Efektivitas Pengelolaan TN Komodo Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
80 Gambar 6.1
Ilustrasi Perbandingan Skor METT 4 Taman Nasional Sampel
terhadap Pemenuhan IKK KSDAE
12. x
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISTILAH
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BTN Balai Taman Nasional
BTNK Balai Taman Nasional Kutai
BTNWK Balai Taman Nasional Way Kambas
BTNGR Balai Taman Nasional Gunung Rinjani
BTS Base Transceiver Station
CA Cagar Alam
CAL Cagar Alam Laut
Camera trap Kamera yang digunakan untuk mengambil foto/gambar
satwa
DAS Daerah Aliran Sungai
Drone Sebuah pesawat yang tidak berawak
EoH Enhancing Our Heritage
ERU Elephant Response Unit
Ha Hektar
Hutan konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya (Pasal 1 angka 9 UU 41/1999)
IBSAP Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan
IKK Indikator Kinerja Kegiatan
IPPA Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam
IUCN International Union for Conservation of Nature
Kawasan konservasi Kawasan atau area yang dilindungi dan ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai
dengan kepentingannya
KK Kepala Keluarga
KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
METT Management Effectiveness Tracking Tools
MK Mahkamah Konstitusi
PEH Pengendali Ekosistem Hutan
Pemantauan Kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk
dapat diambil tindakan sedini mungkin (PP. 39/2006)
13. xi
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PLG Pusat Latihan Gajah
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
Polhut Polisi Kehutanan
PROARCA-CAPAS Programa Ambiental Regional Para Centroamerica – Central
American Protected Areas System
PT Perseroan Terbatas
PTN Pengelolaan Taman Nasional
RAPPAM Rapid Assessment and Prioritisation of Protected Area
Management
Renja K/L Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Resort Unit pengelolaan hutan konservasi terkecil
RKA KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPTN Rencana Pengelolaan Taman Nasional
SAR Search and Rescue
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SPORC Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
SPTN Seksi Pengelolaan Taman Nasional
SRS Suaka Rhino Sumatera
TN Taman Nasional, adalah kawasan pelestaian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
da rekreasi (Pasal 1 angka 14 UU 5/1990)
TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
TNGR Taman Nasional Gunung Rinjani
TNK Taman Nasional Kutai
TNWK Taman Nasional Way Kambas
UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization
WCPA World Commission on Protected Areas
WWF World Wildlife Fund
YABI Yayasan Badak Indonesia
Zona Blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga kawasan
dapat dilakukan secara maksimal
DAFTAR ISTILAH
15. xiii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kegiatanpemantauanpembangunankehutanantahun2015difokuskanpadaprogramkonservasi
sumber daya alam dan ekosistem. Upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian
besar dilaksanakan di kawasan hutan konservasi. Dalam melakukannya, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola kawasan konservasi di tingkat lapangan. Organisasi
pemangku hutan di lapangan yang menjadi habitat keanekaragaman hayati di Indonesia ini meliputi
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN). Perbedaan dua institusi
ini terdapat pada ruang lingkup wilayah pengelolaannya. BKSDA membawahi kawasan konservasi non
taman nasional seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman buru dan taman wisata alam. Sedangkan
BTN memangku kawasan Taman Nasional (TN).
Efektivitas pengelolaan di lapangan merupakan elemen kunci dari suksesnya pencapaian agenda
pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia. berkaitan dengan hal tersebut,
kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas tahun
2015 mencoba memantau efektivitas pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu tool yang dapat
digunakanuntukmenilaiefektivitaspengelolaankawasankonservasiiniadalahManagementEffectiveness
Tracking Tools (METT), yang dikembangkan oleh WWF dan World Bank, serta telah diaplikasikan di
berbagai negara. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air tahun 2015 mempergunakan
metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan ini.
Dari hasil kunjungan dan analisa METT empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-
permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam
keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari perumahan,
pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa tanpa izin, dan
ancaman yang muncul dari intrusi manusia. Ancaman dari perumahan umumnya memiliki dampak
lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas permukiman dan aktivitas ekonominya di dalam kawasan taman
nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan,
kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat
setempat.
Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo
merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai
dengan IKK KSDAE. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu
terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini.
Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan permasalahan yang kompleks sehingga
menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan,
terutama dalam hal pengukuhan kawasan sebagai elemen terpenting untuk kepastian lokus kawasan.
20. 04
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.5 Sistematika Penyusunan Laporan
Sistematika penulisan pada bab selanjutnya adalah sebagai berikut.
BAB 2: METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Bab ini menjabarkan mengenai penjelasan METT yang terdiri dari konsep, elemen penilaian, dan
metodologi penilaian. Terkait elemen-elemen penilaian, penjelasan akan dillengkapi dengan framework
WCPA.
BAB 3: HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran umum dari beberapa taman nasional sampel sebagai
wilayah pemantauan kawasan konservasi. Akan dijelaskan mengenai lokasi taman nasional, sejarah singkat
pengukuhan, ekosistem di dalamnya, dan juga potensi-potensi yang dimiliki tiap-tiap taman nasional.
Output dari bab ini yaitu informasi mengenai gambaran umum wilayah pemantauan kawasan konservasi.
BAB 4: HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Pada bab ini dijabarkan hasil dari penilaian terhadap empat taman nasional menggunakan METT
(TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo). Selain pembahasan mengenai analisis
efektivitas pengelolaan berdasarkan elemen-elemen penilaian, dijabarkan pula mengenai ancaman-
ancaman yang dihadapi oleh masing-masing taman nasional. Output dari bab ini yaitu grafik dan penjelasan
terhadap kondisi efektivitas pengelolaan saat ini terhadap empat taman nasional tersebut.
BAB 5: SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Bab ini berisi sintesa dari masing-masing aspek efektivitas (konteks, perencanaan, input, proses,
output, outcomes) dari keseluruhan kawasan konservasi sampel. Hasil sintesa ini diharapkan dapat menjadi
masukan kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yang akan datang.
BAB 6: SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi simpulan kegiatan pemantauan dan hasil penilaian efektivitas pengelolaan. Bagian
saran ditujukan untuk kegiatan pemantauan selanjutnya serta untuk perbaikan tiap aspek dalam penilaian
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
23. 07
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
terhadap kawasannya masing-masing.
Secara garis besar, metode METT terbagi menjadi
dua bagian utama yaitu;
Bagian pertama; Lembar data / data sheets
Lembar data terdiri dari lembar data 1 (satu)
dan lembar data 2 (dua). Lembar data 1 bersifat
sangat umum dan memberikan informasi
dasar terkait kawasan konservasi. Lembar data
ini terdiri dari status kawasan, kepegawaian,
pendanaan dan tujuan pengelolaan. Sedangkan
lembar data 2 bersifat lebih spesifik, yaitu berisi
tentang ancaman-ancaman yang dihadapi oleh
kawasan. Terdapat 12 butir jenis ancaman
dengan turunannya masing-masing, dan setiap
penilai harus memahami dengan jelas kondisi
kawasan yang dinilai untuk dapat mengisi lembar
data tersebut.
Bagian kedua; Lembar penilaian/assessment form
Lembar penilaian berisi pertanyaan-pertanyaan
mengenai elemen-elemen seperti yang tertera
pada kerangka World Comission on Protected
Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks,
perencanaan, input, proses, output dan
outcome.
Berikut adalah contoh dari bagian pertama, yaitu
datasheet 1 dan 2.
Gambar 2.1 - Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition,
WWF-World Bank (2007)
24. 08
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Gambar 2.2 - Halaman Data Sheet 1 METT (Daftar Ancaman)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites:
Second Edition, WWF-World Bank (2007)
25. 09
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
EVALUATION
Context:
Status and
Treats
Where are we now?
Planning
Where do we want
to be and how will
we get there?
Inputs
What do we
need?
Management
Process
How do we go
about it?
Output
What did we do
and what products
or services were
produced?
Outcome
What did de
achieve?
Sedangkan untuk bagian kedua (lembar penilaian),
setiap elemen yang tertera pada kerangka World
Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri
dari: konteks, perencanaan, input, proses, output
dan outcom selanjutnya akan diturunkan menjadi
poin-poin indikator/nomor pertanyaan pada
asessment form. Enam elemen tersebut merupakan
suatu satu rangkaian yang saling berkaitan seperti
yang tertera dalam Gambar 2.3. Tugas dari penilai
yaitu melakukan penilaian yang sebenar-benarnya
terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta
memberikan penjelasan tambahan pada setiap
indikator di kolom yang disediakan. Dapat pula
ditambahkan dengan dokumen-dokumen data
yang dimiliki.
Sumber: Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting (2006)
1. Konteks
Konteks dapat diartikan sebagai penilaian dari
sisi pentingnya kawasan konservasi, ancaman
dan kebijakan terkait, yang dituangkan dalam
status hukum. Elemen konteks memberikan
gambaran status legalitas kawasan. Selain itu,
elemen ini berhubungan dengan pengukuhan
kawasan, apakah kawasan konservasi memiliki
status hukum ataupun bila merupakan
perusahaan swasta, kemudian terdapat
perjanjian hukum atau semacamnya.
2. Perencanaan
Elemen perencanaan menggambarkan apa
yang ingin dicapai dari suatu pengelolaan, dan
bagaimana mencapainya. Elemen ini memiliki
fokus pada kesesuaian, antara hal-hal yang
direncanakan dengan tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Rencana pengelolaan, rencana
desain, adanya visi misi yang ditetapkan
sebelum melakukan pengelolaan, merupakan
hal-hal yang dikaji dalam elemen ini. Selain
itu terdapat pula indikator-indikator yang
membahas mengenai ada atau tidaknya
penggunaan hasil penelitian/evaluasi yang
dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan,
ketersediaan jadwal dan proses yang dibentuk
untuk penelaahan rencana pengelolaan
secara berkala, ketersediaan perencanaan
penggunaan lahan dan air, dan lain
sebagainya.
Gambar 2.3 - Elemen-Elemen Penilaian METT
27. 11
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Assessment form terdiri dari 30 butir pertanyaan
dengan rentang nilai dari setiap butir pertanyaan
yaitu 0 s.d 3, dengan skor maksimum 99.
Selanjutnya, struktur dan isi dari perangkat hasil
pemantauan METT ini dibuat dalam format
microsoft excel. Tugas dari penilai yaitu melakukan
penilaian yang sejujur-jujurnya terhadap seluruh
indikator yang tersedia, serta mengisi kolom
comment/explanation dan juga ‘next steps’.
Comment/explanation merupakan bagian untuk
menjelaskan setiap indikator yang diberikan
penilaian, sedangkan next steps merupakan
bagian untuk memberikan masukan terkait tindak
lanjut yang seharusnya dapat dilakukan agar
dapat memperbaiki indikator-indikator tersebut
dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil perhitungan
untuk skor indikator/pertanyaan, akan dihasilkan
prosentase nilai efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi yang dinilai.
Gambar 2.4 - Contoh Halaman Assessment Form
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition,
WWF-World Bank (2007)
2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Desember 2015. Data primer
yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung saat kunjungan lapangan
dilakukan, serta dilengkapi dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola
kawasan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data instansi BTN
dan tinjauan literatur internet jika dibutuhkan. Pada dasarnya, data sekunder
digunakan untuk mendukung data hasil kunjungan lapangan yaitu seperti
data sejarah kawasan, tanggal pengukuhan, daftar potensi flora dan fauna,
jumlah tenaga kerja, daftar keikutsertaan pegawai dalam pelatihan, dan
lainnya. Keseluruhan data selanjutnya digunakan untuk mengisi lembar-lembar
penilaian seperti Data sheet 1 (data umum kawasan), Data sheet 2 (daftar
ancaman), dan Assessment Form.
28. 12
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Poin Keterangan
3 Sangat sesuai dengan pertanyaan
2 Cukup sesuai dengan pertanyaan
1 Sedikit sesuai dengan pertanyaan
0 Tidak sesuai dengan pertanyaan
+1 Additional points yang terpenuhi
Setelah selesai mengisi seluruh pertanyaan, poin yang dikumpulkan kemudian dijumlah dan dibagi
dengan nilai maksimum dari 30 pertanyaan. Bila dari 30 pertanyaan sebagai indikator pengelolaan efektif
pada bagian assessment form terdapat pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan kawasan, maka
pertanyaan tersebut kemudian dapat diabaikan. Hal ini akan berdampak pada total skor, yaitu total skor
bukan senilai 99, melainkan 99 dikurangi dengan 3 poin setiap butir pertanyaan yang diabaikan. Nilai
akhir dari menyelesaikan penilaian dapat dihitung sebagai persentase dari 99 atau nilai total dari seluruh
pertanyaan yang relevan dengan kawasan konservasi tersebut. Selain itu, dalam menentukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak relevan, harus disertai dengan penjelasan pelengkap pada kolom ‘explanation’. Pada
akhirnya, jika suatu kawasan konservasi memiliki jumlah nilai poin sebesar 60 dari nilai total 93 (dengan
dua pertanyaan dianggap tidak relevan), persentase tersebut dapat dihitung dengan membagi 60 dengan
93 lalu dikalikan 100 (contoh: 60/93 x 100=64,5%).
Hasil dari penilaian yang dilakukan dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti grafik efektivitas
pengelolaan, penghitungan presentase efektivitas yang dijabarkan dari tiap-tiap elemen penilaian,
penyajian grafik ancaman, tabel kondisi key resource dari suatu kawasan, dan lain-lain.
Secara keseluruhan, implementasi METT terdiri dari 1) melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan
pelaksanaan kegiatan pengelolaan, 2) memahami kondisi dan permasalahan kawasan, 3) melakukan
assessment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan, dan 4) memaparkan
hasil assessment kepada pihak pengelola kawasan. Rangkaian ini dipaparkan pada Gambar 2.5 mengenai
ilustrasi dari penggunaan METT pada kegiatan pemantauan kawasan konservasi.
Tabel 2.1 - Metode Penilaian Indikator Utama METT Assessment Form
Sumber: Hasil analisis, 2015
2.3 Metode Penilaian
Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian METT adalah memilih pernyataan yang
dianggap paling sesuai dalam setiap indikator (pertanyaan dalam assessment form) dengan keadaan nyata
di kawasan konservasi terkait. Pemilihan kesesuaian pernyataan dalam tiap indikator tersebut kemudian
secara otomatis akan mendapatkan poinnya masing-masing. Dalam melakukan penilaian terhadap METT
assessment form, telah terdapat poin (angka) tertentu yang tersedia di setiap indikator. Poin-poin tersebut
terdiri dari poin 0 sampai dengan 3 untuk 30 indikator utama, sedangkan poin +1 untuk setiap indikator
tambahan (additional point). Nilai paling tinggi dari seluruh pertanyaan dan pertanyaan tambahan adalah
99, dengan setiap nomor indikator memiliki nilai maksimum yaitu 3.
29. 13
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Sumber: Hasil analisis, 2015
Gambar 2.5 - Tahapan Penggunaan METT
15
Gambar 2.5
Tahapan Penggunaan METT
Sumber: Hasil analisis, 2015
Peningkatan efektivitas
kawasan hutan konservasi
Memahami kondisi dan
permasalahan kawasan
Melakukan assesment hingga
menghasilkan gambaran
mengenai keberlangsungan
pengelolaan kawasan
Memaparkan/mendiskusikan
hasil assesment kepada pihak
pengelola kawasan
Melakukan kunjungan lapangan
berupa pemantauan pelaksanaan
kegiatan kawasan hutan konservasi
33. 17
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
No. Seksi Pengelolaan Resort Luas
1 SPTN I SANGATA
Resort Sangata +- 36.840,76 Ha
Resort Sangkima +- 42.532,8 Ha
Resort Telukpandan +- 45.967,13
Total +- 125.340,69 Ha
2 SPTN II TENGGARONG
Resort Menamang Sebulu +- 36.644,16 Ha
Resort Mawai Bengkal +- 36.644,16 Ha
Total +- 73.288,31 Ha
Tabel 3.1 - Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Tabel 3.2 - Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sedangkan, berikut adalah alokasi sumber daya manusia pada pengelolaan Taman Nasional Kutai
berdasarkan wilayah kerja dan tingkat pendidikan.
No. Wilayah Kerja PNS
Tenaga
Upah
Jumlah
1 Kantor Balai Taman Nasional Kutai 30 8 38
2 Kantor SPTN Wilayah I Sangatta 4 - 4
a. Resort Teluk Pandan 7 - 7
b. Resort Sangkima 6 - 6
c. Resort Sangatta 8 - 8
3 Kantor SPTN Wilayah II Tenggarong 4 1 5
a. Resort Menamang - Sebulu 6 - 6
b. Resort Mawai Indah - Muara Bengkal 6 - 6
4 SPORC 20 - 20
TOTAL 91 9 100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Tabel 3.3 - SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
No. Tahun
Doktor
(S3)
Master
(S2)
Sarjana
(S1)
Sarjana
Muda /
Diploma
SLTA SLTP SD Jumlah
1 2008 - 3 20 2 73 2 - 100
2 2009 - 1 20 3 73 2 - 99
3 2010 - 5 19 3 69 2 - 98
4 2011 - 6 16 4 67 2 - 96
5 2012 1 6 21 3 60 2 - 93
6 2013 1 4 18 4 62 2 - 91
36. 20
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.2 Taman Nasional Way Kambas
Gambar 3.2 - Lokasi Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional
tertua di Indonesia. Luas TNWK mencapai sekitar 1.300 km2 di sekitar Sungai
Way Kambas, atau tepatnya di wilayah pesisir timur Lampung. TNWK Merupakan
perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar,
padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Daya tarik utama
TNWK yaitu satwa Gajah, Badak, dan Harimau Sumatera.
Secara administratif, TNWK termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung
Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Taman nasional ini
ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas
125.621,3 ha.
Adapun batas-batas Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut;
Utara : Kabupaten Lampung Tengah
Selatan : Kabupaten Lampung Timur
Barat : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur
Timur : Laut Jawa
Sebagai salah satu tujuan wisata yang populer di Lampung, Taman Nasional
Way Kambas memiliki kelengkapan fasilitas berupa lahan parkir, pesanggrahan,
musholla, arena atraksi gajah, kios makanan dan cinderamata, hingga laboratorium
alam dan wisma peneliti. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat Pusat Latihan
Gajah (PLG) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai wadah untuk kepentingan
pengelolaan dua satwa utama, yaitu gajah dan badak.
Taman
Nasional Way
Kambas (TNWK)
merupakan salah
satu taman nasional
tertua di Indonesia.
39. 23
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c. Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Potensi flora yang dimiliki Taman Nasional
Way Kambas antara lain api-api (Avicennia
marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa
fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron),
salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion
borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara
laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus
sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea
sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin
(Gonystylus bancanus). Sedangkan, potensi fauna
yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas terdiri
atas 50 jenis mamalia diantaranya Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah
Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus
indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis),
siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406
jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina
scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus
stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus),
sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus
argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster);
berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.
Potensi Wisata
Sebagai salah satu taman nasional tertua di
Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah
memiliki citranya tersendiri terkait wisata satwa
gajah yang dapat dinikmati di PLG sebagai salah satu
tujuan rekreasi keluarga, baik nusantara ataupun
pengunjung mancanegara. Berikut adalah data
kunjungan wisatawan pada tahun 2014.
No Bulan
Jumlah Pengunjung
Wisatawan Nusantara Wisatawan asing
1. Januari 5.098 25
2. Februari 488 14
3. Maret 840 25
4. April 724 39
5. Mei 2.161 2
6. Juni 1.061 29
7. Juli 381 12
8. Agustus 7.873 21
9. September 1.922 16
10. Oktober 1.573 4
11. November 134 1
12. Desember 1.543 5
Total 23.798 203
Tabel 3.4 - Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
Sumber: Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
40. 24
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Sedangkan, berikut adalah data kunjungan wisatawan (nusantara ataupun asing) dalam periode
tahun 2010 sampai dengan 2014.
Tabel 3.5 - Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014
Sumber:Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
No. Tahun Pengunjung Jumlah
Nusantara Asing
1. 2010 8.818 243 9,061
2. 2011 10.724 220 10.944
3. 2012 12.445 268 12.173
4. 2013 12.963 339 13.302
5. 2014 23.798 203 24.001
3.3 Taman Nasional Gunung Rinjani
Gambar 3.5 - Lokasi Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997 dengan luas 40.000 ha walaupun dilapangan luasnya
lebih dari 41.000 ha. TNGR merupakan salah satu taman nasional bercirikan daerah yang bergunung-
gunung dengan ketinggian antara 550 meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Puncak
ketinggian terdapat di puncak Gunung Rinjani (3.726 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi ketiga di
Indonesia. Di lembah sebelah Barat terdapat Danau Segara Anak (2.008 m dpl) yang memiliki air dengan
kandungan belerang dan beragam suhu yang berbeda yaitu mulai dari dingin, hangat hingga panas.
Secara administratif, TNGR berada pada 3 kabupaten; Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan
Lombok Timur, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat.
44. 28
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.4 Taman Nasional Komodo
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Komodo berada di kepulauan Indonesia Timur, tepatnya di antara Pulau
Sumbawa dan Pulau Flores. Secara administratif, Taman Nasional Komodo termasuk dalam Wilayah
Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional
Komodo terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta 26
buah pulau lainnya.
Taman Nasional Komodo dibentuk melalui pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret
1980 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan melalui
SK No.306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Luas Taman Nasional Komodo yaitu 173.300
ha, yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha lautan. Pengelolaan taman nasional ini
berada di bawah tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman
Nasional Komodo yang berlokasi di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Taman Nasional Komodo merupakan salah satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia yang
memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan merupakan Cagar Biosfer tahun
1986 serta Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 di indonesia (UNESCO). Keindahan terumbu
karang dan pembentukan pulau-pulau di kawasan Taman Nasional Komodo sendiri berasal dari
tekanan yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng kontinen, Sahul dan Sunda.
Gambar 3.7 - Lokasi Taman Nasional Komodo
Sumber: Google Maps, 2015
46. 30
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Terkait kepegawaian, hingga bulan Desember 2014 Balai Taman Nasional Komodo
memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 orang (78 orang PNS/CPNS dan 43 tenaga upah).
Rincian jumlah pegawai Balai Taman Nasional Komodo dari tahun 2009 –2014 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
No. Tahun
STA
JumlahPNS CPNS Harian/Upah
Gol.
IV
Gol.
III
Gol.
II
Gol.
I
Gol.
III
Gol.
II
Gol.
I S1 SLTA
1 2009 1 64 30 1 - 2 - - - 98
2 2010 1 59 28 1 1 - - - 10 100
3 2011 1 58 25 1 - 4 - 1 28 118
4 2012 1 61 26 1 - - - 1 28 118
5 2013 1 55 23 1 - - - 1 42 123
6 2014 1 55 19 1 2 - - 1 42 121
Tabel 3.6 - Jumlah Pegawai Taman Nasional Komodo Tahun 2009-2014
Sumber: Statistik Balai Taman Nasional Komodo tahun 2009-2014
b. Ekosistem
Kawasan TN Komodo sangat dipengaruhi oleh hujan musim dengan
tingkat kelembaban yang tinggi. Kondisi alam di wilayah taman nasional
yang kering dan gersang tersebut kemudian memberikan keunikan
tersendiri. Ekosistem TN Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan
dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi serta curah hujan rendah.
Ekosistem perairannya dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang
berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi
arus laut yang kuat.
Sebagian besar taman nasional merupakan savana. Hampir 70%
luas Kawasan Taman Nasional Komodo berupa padang savana, dengan
vegetasi dominan yaitu rumput–rumputan, seperti Seteria adhaerens,
chloris barbata, Heteropogon contortus, juga borassus flabellifer (lontar).
Tumbuhan lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam
(Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida). Bidara (Ziziphus jujuba),
dan bakau (Rhizophora sp.). Selain savana, terdapat pula hutan musim
dataran rendah.
Sedangkan untuk ekosistem terumbu karang, Taman Nasional Komodo
termasuk yang terindah di dunia dengan kekayaan perairan berupa
terdapatnya lebih dari 1000 jenis ikan, 260 jenis karang dan 70 jenis bunga
karang (sponge). Acropora adalah jenis yang umum dijumpai di wilayah ini.
Terdapat pula tutupan hutan bakau. Walaupun hanya sekitar 5%, namun
hutan bakau memiliki peranan yang sangat penting sebagai penahan abrasi
air laut, penahan sedimen dari air sungai (daratan), juga sebagai tempat
hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan bakau dapat di jumpai
di sekitar Loh Sabiƒta dan Loh Lawi (Pulau Komodo), dan di Loh Kima dan
Loh Buaya (Pulau Rinca). Dua jenis Bakau yang dominan adalah Rhizophora
mucronata di daerah pasang surut dan Lumnitzera racemora di daratan.
48. 32
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Wilayah laut di Taman Nasional Komodo yang kaya akan nutrisi berkat aliran air dingin dari Samudera
Hindia yang menjaga makanan untuk kehidupan laut, menyebabkan snorkeling atau diving merupakan
salah satu aktivitas unggulan di kawasan ini. Selain itu, dengan menjadi Situs Warisan Dunia selama lebih
dari 30 tahun, terumbu karang dan pulau-pulau di taman nasional ini pun sangat dilindungi. Status tersebut
memberikan kehidupan bawah laut yang melimpah dan juga kesempatan karang untuk berkembang.
Lokasi yang menarik untuk menyelam ataupun snorkeling diantaranya adalah Pulau Pengah, Pulau Siaba,
Padar Utara, Pulau Mauan, Pulau Indihiang. Pantai merah, Batu Bolong, Gili Lawa Darat dan lain-lain.
3.5 Taman Nasional Gunung Tambora
Gambar 3.8 - Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Pada mulanya, kawasan Gunung Tambora merupakan salah satu kawasan konservasi di Indonesia.
Kawasan ini merupakan area bekas letusan Gunung Tambora pada tanggal 5 April 1815 yang menjadi
letusan besar dan melontarkan 100 km3 batuan panas dan 400 juta ton gas sulfur hingga 43 km ke atmosfer.
Letusan ini menyebabkan belahan dunia sebelah utara tidak mengalami musim panas, serta mengurangi
ketinggian gunung dari 4200 m dpl menjadi hanya setinggi 2800 m dpl.
Gunung Tambora merupakan gabungan situs geologi yang perlu dipertahankan, termasuk kondisi
hutan di sekelilingnya. Kawasan tersebut sudah banyak dikunjungi oleh turis mancanegara maupun lokal
dalam rangka melakukan riset, menikmati keanekaragaman hayati dan ekositemnya ataupun gejala-gejala
alam lainnya. Pengunjung kawasan Tambora diprediksi akan meningkat seiring dengan adanya kegiatan
promosi. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve
dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar.
Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan SK penetapan status kawasan
Tambora No. 418/Kpts-II/1999 yang terbagi atas:
• Taman Buru seluas 26.130,25 Ha
• Suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha
• Cagar Alam seluas 23.840,18 Ha.
50. 34
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.6 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional
yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Secara administratif, kawasan TNGGP berada di
wilayah 3 kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Oleh karena posisinya yang
strategis sebagai daerah penyangga beberapa kota besar seperti Cianjur, Sukabumi dan Bogor, peranan
TNGGP sangat vital. Selain itu TNGGP merupakan kawasan sumber air terpenting bagi DAS diantaranya
DAS Ciliwung dan Citarum.
Gambar 3.9 - Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Sumber: Google Maps, 2015
TNGGP mempunyai peranan yang penting dalam sejarah
konservasi di Indonesia. TNGGP ditetapkan sebagai taman nasional
pada tahun 1980 dan memiliki luasan sekitar 22.851 hektar. TNGGP
merupakan salah satu taman nasional yang memiliki kawasan terkecil
dibandingkan dengan taman nasional lainnya.
TNGGP memiliki rata-rata curah hujan pertahun sebesar 3600-
4000 mm. Rata-rata suhu udara di TNGGP berkisar antara 5°-28° C
dengan ketinggian tempat berkisar antara 1.000-3.000 m. Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai
Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman
Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Kantor pengelola TNGGP yaitu Balai Besar TNGGP, berada
di Cibodas. Dalam pengelolaannya, TNGGP dibagi menjadi 3 (tiga)
Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wil), yaitu
Bidang PTN Wilayah I di Cianjur, Bidang PTN Wilayah II di Selabintana-
Sukabumi, dan Bidang PTN Wilayah III di Bogor. TNGGP terbagi ke
dalam 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil)
dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah
dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh
kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam
menuju pemanfaatan yang berkelanjutan.
53. BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
“Komodo”
54. 38
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI,
TN KOMODO
4.1 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
4.1.1 Ancaman yang Dihadapi
A
ncaman seringkali menjadi penghambat dalam pengelolaan, dan juga merupakan
hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan arah pengelolaan.
Pada umumnya, ancaman-ancaman terhadap kawasan konservasi menyebabkan
kebutuhan input meningkat ataupun secara langsung menyebabkan proses pengelolaan tidak
optimal. Untuk itu diperlukan identifikasi terhadap ancaman-ancaman tersebut sehingga
selanjutnya dapat dirumuskan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pada lembar penilaian METT-
datasheet 2, terdapat 12 jenis ancaman. Gambar 4.1 menunjukkan berbagai ancaman yang
mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Kutai.
Berdasarkan grafik di atas, secara umum hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat
berbagai ancaman pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. Ancaman tertinggi berasal dari
perumahan dan komersial serta transportasi dan layanan koridor. Ancaman yang dihadapi di
taman nasional ini memang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang diawali dengan terus
berkembangnya aktivitas perambahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan.
Di satu sisi, perambahan kian meluas dengan adanya faktor penarik yaitu sebuah jalan
poros Bontang-Sangatta sebagai salah satu layanan koridor yang melintas dan ‘membelah’ kawasan
Taman Nasional Kutai, sehingga kemudian menimbulkan pula sebuah fragmentasi kawasan dan
isolasi satwa dari habitatnya. Aktivitas bermukim yang kerap tumbuh di sekitar koridor jalan juga
telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, unsur-unsur komersial, kegiatan bertani/beternak/
budidaya lainnya hingga industri. Selain itu, menara Base Transceiver Station (BTS) – infrastruktur
telekomunikasi yang memfasilitasi nirkabel – sudah banyak dibangun di dalam kawasan dengan
alasan untuk menunjang telekomunikasi.
Gambar 4.1 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
55. 39
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Selain ancaman dari koridor jalan, masih terdapat ancaman lain dari koridor sungai yang
berperan sebagai jalur transportasi perairan, terutama koridor sungai. Koridor sungai di satu sisi
juga sering digunakan para ilegal logger, pemburu liar, pencuri tanaman dan pelaku tindakan ilegal
lainnya sebagai jalur transportasi/akses keluar-masuk kawasan taman nasional. Ancaman-ancaman
lainnya yang juga terdapat di taman nasional ini yaitu kebakaran hutan, kegiatan perminyakan (oleh
PT Pertamina) dan berbagai jenis polusi (limbah rumah tangga, limbah industri, limbah padat,
polusi udara). Dari berbagai ancaman yang ada di kawasan Taman Nasional Kutai, dapat dikatakan
bahwa ancaman dari permukiman dan layanan koridor transportasi merupakan ancaman utama,
yang juga menyebabkan timbulnya ancaman-ancaman lainnya dan menghambat terwujudnya
pengelolaan kawasan yang optimal.
Gambar 4.2 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berdasarkan Enam Komponen
Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
4.1.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, Grafik 4.2 menggambarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan
Taman Nasional Kutai.
Secara rata-rata, presentase efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai yang diperoleh
yaitu 52,5%.
Konteks
Elemen konteks hanya terdiri dari 1 buah pertanyaan, yaitu
mengenai status hukum kawasan. Konteks hanya dicerminkan dari 1
buah pertanyaan, maka dari itu bobot tiap pilihan poin menjadi sangat
besar pada elemen ini. Terkait konteks Taman Nasional Kutai, saat ini
proses pengukuhan taman nasional sudah diajukan, namun belum
selesai. Terlebih penetapan kawasan TN Kutai belum sesuai dengan
rencana penggunaan ruang yang diusulkan oleh pemerintah daerah
yang berada di sekeliling TN Kutai.
56. 40
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Perencanaan
Terkaitelemenperencanaan,saatiniTNKutaitelahmemilikiRPTNperiode
10 tahun. Dalam RPTN tersebut telah tertuang tujuan (visi dan misi) pengelolaan.
Di samping itu, terdapat peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan TN
seperti Peraturan Menteri LHK tentang penunjukkan TN Kutai, dan rencana
tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, peraturan-peraturan
mengenai legalitas kawasan tersebut belum berdampak pada penanganan konflik
penggunaan lahan yang kian kompleks di Taman Nasional Kutai. Hingga saat ini
belum terdapat peraturan ataupun sinergisasi aturan yang dapat membantu
penanganan konflik TN Kutai agar penggunaan lahan dapat berlangsung secara
optimal dan lestari untuk kepentingan konservasi. Selain itu dibutuhkan pula
sebuah rencana penggunaan lahan dan air sekitar dengan memperhitungkan
kebutuhan jangka panjang TN Kutai sebagai kawasan konservasi.
Input
Masih terdapat banyak kekurangan dalam elemen input pada TN Kutai. Kapasitas karyawan
ataupun dukungan lembaga masih kurang dalam pengendalian penggunaan lahan taman nasional
serta terhadap pencegahan pencurian kayu, selain itu dari segi kuantitas karyawan juga masih kurang
mencukupi. Padahal, jumlah karyawan untuk ditempatkan di resort merupakan salah satu hal yang dapat
berpengaruh pada efektivitas pengelolaan di lapangan. Terkait ketersediaan informasi, saat ini telah
terdapat cukup informasi mengenai habitat dan spesies penting untuk mendukung area perencanaan
dan pengambilan keputusan, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaharui secara berkala.
Dalam ketersediaan peralatan, dengan akses kawasan yang cukup sulit, TN Kutai masih
memerlukan berbagai peralatan penunjang kegiatan patroli misalnya camera trap, drone, juga kendaraan
untuk mengakses lapangan. Sedangkan terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan
aliran dana yang diterima oleh Balai TN Kutai tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pengelolaan. Hal ini juga terjadi pada taman nasional sampel lainnya; TN Way Kambas,
TN Gunung Rinjani, TN Komodo.
Proses
Elemen ini merupakan elemen dengan jumlah pertanyaan terbanyak, yaitu 21 buah pertanyaan. Berikut
adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Kutai.
• Terdapat kerjasama dengan peneliti asal Kanada mengenai orang utan sebagai satwa kunci di TNK.
• Masih belum terdapat kegiatan pengelolaan khusus untuk orang utan sebagai satwa unggulan dan
nilai utama penunjukan kawasan.
• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal, seperti banyaknya kualitas fasilitas
wisata yang telah rusak dan belum diperbaiki (jembatan, boardwalk, dan lain lain).
• Adanya kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan
pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi dalam pemberian masukan.
• Terdapat sebuah kerjasama yang menghasilkan ‘Mitra Kutai’ (membantu Balai TNK dalam kegiatan-
kegiatan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan).
• Di satu sisi, masyarakat sekitar serta Pemda cukup sulit untuk bekerjasama dengan baik dalam
memelihara kawasan.
• Terdapat sistem untuk mengontol akses/penggunaan sumber daya di kawasan (sistem pengamanan)
berbentuk patroli pengamanan dan patroli kebakaran hutan, namun keduanya masih memiliki kendala
dalam hal aksesibilitas.
57. 41
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin
yaitu RKA K/L, dan rencana kerja per
divisi. Sedangkan terkait fasilitas dan
pelayanan pengunjung, kualitasnya
masih sangat membutuhkan
peningkatan.
Outcome
Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa belum
terdapat manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan
bagi masyarakat. Kondisi nilai penting kawasan pun belum
dapat diidentifikasi melalui perbandingan degradasi nilai-
nilai ekologis ataupun kultural sejak pertama kali kawasan
ditetapkan.
4.2 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
4.2.1 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman
Nasional Way Kambas.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa jenis ancaman penggunaan dan perusakan sumber
daya hayati serta intrusi manusia merupakan dua ancaman tertinggi yang dihadapi Taman Nasional
Way Kambas. Penggunaan dan perusakan sumber daya hayati yaitu terkait masih banyak terjadi
kegiatan perburuan satwa hingga pembunuhan gajah baik perburuan gading gajah ataupun akibat
konfliknya dengan manusia. Selain itu terdapat pula banyak aktivitas pencurian hasil hutan seperti
tanaman gaharu, ataupun pemanenan sumber daya air di beberapa titik perairan dalam kawasan.
Sedangkan ancaman berikutnya berasal dari intrusi manusia yang cukup tinggi. Selain kegiatan
rekreasi/wisata yang tergolong berintensitas tinggi dan juga kegiatan penelitian/pendidikan lain
yang banyak dilakukan di kawasan, kegiatan pengelolaan sendiri dapat memberikan ancaman-
ancaman tertentu terhadap habitat dan kehidupan satwa. Kegiatan pengelolaan yang dimaksud
yaitu kegiatan konstruksi fasilitas taman nasional ataupun penggunaan kendaraan pengelolaan
sehari-hari, yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap habitat satwa.
Gambar 4.3 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
58. 42
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
4.2.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way
Kambas.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang diperoleh
yaitu sebasar 65,65%.
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Gambar 4.4 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Enam
Komponen Pengelolaan
Konteks
Taman Nasional Way Kambas telah resmi dikukuhkan pada
tahun 1999. Kawasan mempunyai status hukum yang jelas,
dengan hubungan yang bekerjasama dengan baik dengan
masyarakat.
Perencanaan
Proses perencanaan kawasan (sejak tahun 1993) mencakup banyak
pihak dan ahli-ahli terkait, sebagai contoh yaitu keikutsertaan
ahli badak dalam perumusan perencanaan pengelolaan kawasan.
Terkait pencapaian tujuan pengelolaan (lestari, berdayaguna, sinergi,
welmanaged), saat ini belum terwujud dengan baik dengan masih
banyak terjadinya konflik gajah dengan manusia. Selain itu, belum
seluruh program yang direncanakan dalam RPTN terlaksana, salah
satunya karena belum memadainya alokasi pendanaan. Sedangkan
untuk desain zonasi, hingga saat ini telah cukup sesuai dengan
kepentingan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. Di samping
itu, desain sanctuary badak (SRS) juga sangat mendukung upaya
pelestarian badak secara tepat.
60. 44
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L dan
rencana kerja rutin SRS/PLG/ERU. Sedangkan
terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung,
kualitasnya masih sangat membutuhkan
peningkatan guna melayani tingkat kunjungan
yang tinggi. Dibutuhkan perbaikan fasilitas
seperti kualitas bangunan pos, toilet,
jembatan, ataupun railing pengaman. Namun
dari segi kelengkapan, fasilitas dan layanan
pengunjung saat ini sudah cukup memadai
dengan adanya visitor center, arena atraksi,
loket karcis, selter pengunjung, toilet, kios
suvenir, dan lain-lain.
Outcome
Hingga saat ini, manfaat ekonomi yang dapat
dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan yaitu
berupa terserapnya tenaga kerja. Perekrutan tenaga
kerja tambahan dilakukan kepada masyarakat sekitar
kawasan taman nasional. Kondisi nilai penting kawasan
pun terjaga dengan baik, yaitu telah dijalankannya
perlakuan dan perhatian secara khusus terhadap
badak sebagai spesies kunci sekaligus spesies terancam
punah, juga tersedia pusat rehabilitasi gajah untuk
penyembuhan dan perawatan terhadap gajah-gajah
yang membutuhkan. Bila kedepannya diadakan pusat
pengelolaan satwa tapir dan Harimau Sumatera, kondisi
nilai penting kawasan Taman Nasional Way Kambas
akan semakin utuh.
Taman Nasional Way Kambas sebagai sebuah kawasan konservasi dengan beberapa satwa unggulan
seperti Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir dan Beruang, saat ini telah memiliki
pengelolaan spesifik terhadap dua satwa yaitu Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Melalui kerjasama
dengan pihak LSM YABI, sebuah sanctuary Badak Sumatera ‘Suaka Rhino Sumatera’ (SRS) berhasil dikelola
dengan sangat baik. SRS memiliki fungsi sebagai rumah sakit satwa, penangkaran, pusat breeding, dan
pusat penelitian. Berbagai upaya yang telah dilakukan para pengelola membuahkan hasil, seperti pada
tahun 2007, seekor Badak Sumatera jantan, Andalas, berhasil dikirimkan ke TN Way Kambas dari salah
satu kebun binatang di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 2012, seekor bayi badak, Andatu, berhasil
dilahirkan di SRS. Kelahiran bayi badak ini merupakan salah satu keberhasilan terbesar dari upaya para
pengelola untuk mengawinkan dan merawat kesehatan induk badak (Ratu). Akhirnya, setelah 124 tahun,
Andatu merupakan bayi Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan di penangkaran.
Sedangkan untuk pengelolaan satwa gajah, sejak tahun 1985 TN Way Kambas memiliki sebuah
Pusat Latihan Gajah (PLG) yang mulanya berfungsi sebagai tempat pelatihan gajah-gajah bermasalah hasil
tangkapan dalam kawasan agar kemudian dapat berdaya guna. Seiring berjalannya waktu, gajah-gajah
di PLG tidak hanya didayagunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan breeding, namun juga
semakin dikenal sebagai sebuah destinasi ekowisata. Hingga saat ini, di TN Way Kambas telah dibentuk pula
sebuah tim Elephant Response Unit (ERU) yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan
patroli pengamanan dalam rangka pencegahan konflik antara koloni gajah dan manusia.
Tabel 4.1 - Key Resource Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Hasil Analisis, 2015
KEYRESOURCE
Habitat
Animal species
Tapir,
Beruang
Harimau
Sumatera
Gajah
Sumatera
Badak
Sumatera
Bird species
Other faunal
species
POOR GOOD
VERY
GOOD
EXCELLENT
STATUS
61. 45
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Pengelolaan SRS merupakan contoh dari pengelolaan penangkaran satwa yang baik
dan efektif. Dalam perencanaan pembangunan kandang, telah dilakukan berbagai kajian
mendalam sehingga penangkaran tersebut dalam dikelola serta berdayaguna dengan efektif.
Salah satu bentuk perencanaan yang baik pada penangkaran ini yaitu adanya design kandang
SRS (Lihat Gambar 3.6) dengan luasan 100 ha yang disesuaikan sedemikian rupa agar dapat
ideal dan nyaman bagi kehidupan alami badak, namun juga berdayaguna bagi kelangsungan
perkembangbiakkannya. Kandang tersebut merupakan suatu luasan hutan di Taman Nasional
Way Kambas yang diberikan pagar dengan ketinggian celah-celah tertentu agar satwa lain tetap
dapat melintas, diberikan pagar sekat untuk memisahkan satu badak dengan badak lainnya,
namun disediakan sebuah meeting point di bagian tengah area yang ditujukan sebagai area
perkawinan badak.
Selanjutnya, efektivitas pengelolaan yang dilakukan TN Way Kambas akan semakin baik
biladilakukanpulapengelolaankhususterhadapkeyresourceslainnyasepertiHarimauSumatera,
tapir, dan beruang. Pengelolaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penangkaran, rumah
sakit satwa, ataupun konsep suaka satwa lainnya.
4.3 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
4.3.1 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan
Taman Nasional Gunung Rinjani.
Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi dua jenis ancaman utama dalam
pengelolaannya, yaitu terkait perumahan (perambahan) dan polusi. Salah satu ancaman
utama yang juga merupakan sumber bagi kemunculan ancaman lainnya yaitu adalah
terus berlangsungnya aktivitas perambahan oleh masyarakat. Aktivitas perambahan
kerap terjadi dan semakin meluas di dalam kawasan. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pihak Balai TNGR, namun hingga saat ini aktivitas perambahan tersebut tetap
terus terjadi. Lokasi perambahan di kawasan TNGR cukup tersebar, kian meluas, dan
kemudian tentu menimbulkan ancaman lain dengan pembukaan lahan-lahan baru secara
disengaja juga penggunaan sumber daya (penebangan kayu) dalam skala besar untuk
keperluan hidup dan bermukim.
Gambar 4.5 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
62. 46
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Berikutnya yaitu ancaman dari polusi di dalam kawasan. Taman Nasional Gunung
Rinjani sebagai objek wisata yang telah dikenal mancanegara memang akan ditantang untuk
mampu menyediakan pelayanan dan pengelolaan yang seimbang dengan meluapnya jumlah
pengunjung. Pengembangan wisata yang dilakukan ternyata tidak dapat diimbangi dengan
kesiapan pengelolaan sampah. Selain dari masih kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan
sampah, hal ini juga merupakan akibat dari lemahnya kesadaran dari pengunjung/pendaki dalam
menjaga kebersihan alam. Selanjutnya sampah yang didominasi oleh sampah padat ini (terutama
bungkus makanan dan tisu basah) menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian kawasan,
baik dari segi ekosistem ataupun estetika.
Sedangkan selain hal-hal tersebut, terdapat pula jenis ancaman lain seperti terkait aktivitas
pemanfaatan air ataupun faktor-faktor alam seperti gunung api, kekeringan, ataupun suhu ekstrim.
4.3.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu 75,75%.
Gambar 4.6 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Berdasarkan Enam
Komponen Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Konteks
Taman Nasional Gunung Rinjani telah resmi ditetapkan pada tahun 1997 melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997.