SlideShare a Scribd company logo
1 of 100
Download to read offline
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan
Konservasi Indonesia
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2015
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penanggungjawab:
Basah Hernowo
Pengarah:
Medrilzam
Penulis:
Pungky Widiaryanto
Kineta Gisela Dionia
Kontributor:
Nita Kartika, Nur H. Rahayu, Dadang Jainal Mutaqin, Andi Setyo Pambudi, Miranti
Triana Zulkifli, Farida Yulistianingrum, June Ratna Mia, Mohammad Showam, Ulfah
Yannisca, Dhevi Arimbi
Diterbitkan oleh
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
iii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan Buku Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia ini
dapat diselesaikan. Buku ini merupakan laporan
dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan
pembangunan kehutanan program konservasi
sumber daya alam dan ekosistem, dengan
tujuan untuk memberikan gambaran dan
informasi mengenai pencapaian kinerja terhadap
pelaksanaan pembangunan di sektor kehutanan
yang termuat di dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun 2015. Pentingnya pemantauan
pembangunan sangat ditekankan di dalam
UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal
29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap
pengendalian pembangunan dilakukan oleh
kementerian/lembaga dan hasil pemantauan
tersebut dijadikan sebagai bahan untuk
menyempurnakan perencanaan pembangunan
periode berikutnya. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) diamanatkan
untuk melakukan pemantauan kinerja terhadap
pelaksanaan program-program pembangunan
baik program jangka panjang maupun program
pembangunan jangka menengah serta rencana
pembangunan tahunan yang tertuang dalam RKP.
Secaraumumlaporanpemantauaninimemberikan
gambaran mengenai: (1) Penilaian efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi Indonesia; (2)
Permasalahan dan pemecahan/tindak lanjut
permasalahan yang ada; (3) Rekomendasi yang
harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup
pemantauan program pembangunan kawasan
konservasi ini fokus pada pengelolaan kawasan
hutan konservasi di Indonesia. Diharapkan
informasi dari kegiatan pemantauan ini bisa
dijadikan sebagai masukan guna memperbaiki
program-program pembangunan di masa yang
akan datang dan juga bisa memberikan informasi
dan data bagi perencanaan pembangunan
selanjutnya.
Akhir kata, diucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
penyusunan pemantauan. Buku ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan buku ini.
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Basah Hernowo
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
v
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISI
iii Kata Pengantar
v Daftar Isi
vii Daftar Tabel
viii Daftar Gambar
x Daftar Istilah
xiii Ringkasan Eksekutif
02 Bab 1. Pendahuluan
02 Latar belakang
03 Tujuan dan Sasaran
03 Metodologi
03 Pelaksanaan Kegiatan
04 Sistematika Penyusunan Laporan
06 Bab 2. Metode Pemantauan:
Management Effectiveness Tracking Tools
06 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya
11 Pengumpulan Data
12 Metode Penilaian
16 Bab 3. Hasil Kunjungan Lapangan
16 Taman Nasional Kutai
20 Taman Nasional Way Kambas
24 Taman Nasional Gunung Rinjani
28 Taman Nasional Komodo
32 Taman Nasional Gunung Tambora
34 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Bab 4. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi
38 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
41 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
45 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
49 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo
56 Bab 5. Sintesa 6 Aspek Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi
56 Konteks
58 Perencanaan
vi
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
61 Inputs
65 Proses
72 Outputs
74 Outcomes
78 Bab 6. Simpulan dan Rekomendasi
78 Simpulan
81 Rekomendasi
82 Daftar Pustaka
DAFTAR ISI
vii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR TABEL
12 Tabel 2.1
Metode Penilaian Indikator Utama METT Assesment Form
17 Tabel 3.1
Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
17 Tabel 3.2
Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
17 Tabel 3.3
SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
23 Tabel 3.4
Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun
2014
24 Tabel 3.5
Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-
2014
30 Tabel 3.6
Jumlah Pegawai Taman Nasionsl Komodo tahun 2009-2014
44 Tabel 4.1
Key Resource Taman Nasional Way Kambas
52 Tabel 4.2
Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo tahun 2008-2013
53 Tabel 4.3
Key Resource TN Komodo
56 Tabel 5.1
Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel
58 Tabel 5.2
Perbandingan Apek Perencanaan 4 taman Nasional Sampel
61 Tabel 5.3
Perbandingan Aspek Inputs 4 Taman Nasional Sampel
65 Tabel 5.4
Perbandingan Aspek Proses 4 Taman Nasional Sampel
72 Tabel 5.5
Perbandingan Aspek Outputs 4 Taman Nasional Sampel
74 Tabel 5.6
Perbandingan Aspek Outcomes 4 Taman Nasional Sampel
viii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
7 Gambar 2.1
Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
8 Gambar 2.2
Halaman Data Sheet 2 METT (Daftar Ancaman)
9 Gambar 2.3
Elemen-Elemen Penilaian METT
11 Gambar 2.4
Contoh Halaman Assesment Form
13 Gambar 2.5
Tahapan Penggunaan METT
16 Gambar 3.1
Lokasi Taman Nasional Kutai
20 Gambar 3.2
Lokasi Taman Nasional Way Kambas
21 Gambar 3.3
Konsep kandang Badak SRS
22 Gambar 3.4
Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi
24 Gambar 3.5
Lokasi TN Gunung Rinjani di Pulau Lombok
27 Gambar 3.6
Ilustrasi jalur Pendakian jalur Sembalun dan Senaru
28 Gambar 3.7
Lokasi Taman Nasional Komodo
32 Gambar 3.8
Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
34 Gambar 3.9
Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Gambar 4.1
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Kutai
39 Gambar 4.2
Efektivitas Pengelolaan TN Kutai Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
41 Gambar 4.3
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNWK
42 Gambar 4.4
Efektivitas Pengelolaan TNWK Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
45 Gambar 4.5
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNGR
46 Gambar 4.6
Efektivitas Pengelolaan TNGR Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
ix
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
49 Gambar 4.7
Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Komodo
50 Gambar 4.8
Efektivitas Pengelolaan TN Komodo Berdasarkan 6 Komponen
Pengelolaan
80 Gambar 6.1
Ilustrasi Perbandingan Skor METT 4 Taman Nasional Sampel
terhadap Pemenuhan IKK KSDAE
x
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISTILAH
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BTN Balai Taman Nasional
BTNK Balai Taman Nasional Kutai
BTNWK Balai Taman Nasional Way Kambas
BTNGR Balai Taman Nasional Gunung Rinjani
BTS Base Transceiver Station
CA Cagar Alam
CAL Cagar Alam Laut
Camera trap Kamera yang digunakan untuk mengambil foto/gambar
satwa
DAS Daerah Aliran Sungai
Drone Sebuah pesawat yang tidak berawak
EoH Enhancing Our Heritage
ERU Elephant Response Unit
Ha Hektar
Hutan konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya (Pasal 1 angka 9 UU 41/1999)
IBSAP Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan
IKK Indikator Kinerja Kegiatan
IPPA Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam
IUCN International Union for Conservation of Nature
Kawasan konservasi Kawasan atau area yang dilindungi dan ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai
dengan kepentingannya
KK Kepala Keluarga
KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
METT Management Effectiveness Tracking Tools
MK Mahkamah Konstitusi
PEH Pengendali Ekosistem Hutan
Pemantauan Kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk
dapat diambil tindakan sedini mungkin (PP. 39/2006)
xi
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PLG Pusat Latihan Gajah
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
Polhut Polisi Kehutanan
PROARCA-CAPAS Programa Ambiental Regional Para Centroamerica – Central
American Protected Areas System
PT Perseroan Terbatas
PTN Pengelolaan Taman Nasional
RAPPAM Rapid Assessment and Prioritisation of Protected Area
Management
Renja K/L Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Resort Unit pengelolaan hutan konservasi terkecil
RKA KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPTN Rencana Pengelolaan Taman Nasional
SAR Search and Rescue
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SPORC Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
SPTN Seksi Pengelolaan Taman Nasional
SRS Suaka Rhino Sumatera
TN Taman Nasional, adalah kawasan pelestaian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
da rekreasi (Pasal 1 angka 14 UU 5/1990)
TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
TNGR Taman Nasional Gunung Rinjani
TNK Taman Nasional Kutai
TNWK Taman Nasional Way Kambas
UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization
WCPA World Commission on Protected Areas
WWF World Wildlife Fund
YABI Yayasan Badak Indonesia
Zona Blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga kawasan
dapat dilakukan secara maksimal
DAFTAR ISTILAH
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
xiii
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kegiatanpemantauanpembangunankehutanantahun2015difokuskanpadaprogramkonservasi
sumber daya alam dan ekosistem. Upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian
besar dilaksanakan di kawasan hutan konservasi. Dalam melakukannya, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola kawasan konservasi di tingkat lapangan. Organisasi
pemangku hutan di lapangan yang menjadi habitat keanekaragaman hayati di Indonesia ini meliputi
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN). Perbedaan dua institusi
ini terdapat pada ruang lingkup wilayah pengelolaannya. BKSDA membawahi kawasan konservasi non
taman nasional seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman buru dan taman wisata alam. Sedangkan
BTN memangku kawasan Taman Nasional (TN).
Efektivitas pengelolaan di lapangan merupakan elemen kunci dari suksesnya pencapaian agenda
pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia. berkaitan dengan hal tersebut,
kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas tahun
2015 mencoba memantau efektivitas pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu tool yang dapat
digunakanuntukmenilaiefektivitaspengelolaankawasankonservasiiniadalahManagementEffectiveness
Tracking Tools (METT), yang dikembangkan oleh WWF dan World Bank, serta telah diaplikasikan di
berbagai negara. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air tahun 2015 mempergunakan
metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan ini.
Dari hasil kunjungan dan analisa METT empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-
permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam
keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari perumahan,
pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa tanpa izin, dan
ancaman yang muncul dari intrusi manusia. Ancaman dari perumahan umumnya memiliki dampak
lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas permukiman dan aktivitas ekonominya di dalam kawasan taman
nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan,
kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat
setempat.
Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo
merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai
dengan IKK KSDAE. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu
terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini.
Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan permasalahan yang kompleks sehingga
menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan,
terutama dalam hal pengukuhan kawasan sebagai elemen terpenting untuk kepastian lokus kawasan.
BAB 1PENDAHULUAN
“Porter Gunung Rinjani”
02
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
P
emantauan kegiatan pembangunan
merupakan salah satu tahapan
yang penting di dalam proses
pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan
pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang
sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah
ditetapkan. Pentingnya pemantauan pembangunan
sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005
tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu
Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan
bahwa setiap pengendalian pembangunan
dilakukan oleh kementerian/lembaga dan
hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai
bahan untuk menyempurnakan perencanaan
pembangunan periode berikutnya.
Salah satu prioritas pembangunan
kehutanan adalah konservasi sumber daya hutan.
Pembangunan konservasi sumber daya hutan
dilakukan melalui pendekatan konservasi kawasan
maupun konservasi keanekaragaman hayati. Sering
dikatakan bahwa konservasi kawasan sekaligus
juga melakukan konservasi keanekaragaman
hayati. Namun demikian, konservasi pada
tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk
memastikan keanekaragaman hayati terutama di
luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga
keberadaannya. Keanekaragaman hayati yang
ada di Indonesia tersebar tidak hanya di dalam
kawasan hutan akan tetapi juga di luar kawasan
hutan. Diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 90
tipe ekosistem dimulai dari ekosistem laut dalam,
mangrove, hutan pantai, hutan dataran tinggi,
hingga hutan alpine. Selanjutnya, berdasarkan
data IBSAP, Indonesia merupakan megabiodiversiti
yang memiliki keanekaragaman hayati; mamalia
515 species dan sebagian besar endemik, reptilia
511 species, 1531 species burung, dan sekitar 270
species amfibi.
Hutan Konservasi Indonesia berdasarkan
data Kementerian Kehutanan (2014) memiliki
luasan 24 juta ha mencakup hampir 20% wilayah
hutan daratan Indonesia. Hutan konservasi
merupakan kawasan daratan dengan fungsi
strategis yang diperuntukkan untuk melakukan
perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan
keanekaragaman hayati serta jasa lingkungan.
Untuk meningkatkan kualitas pembangunan
konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati
maka dilakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan
tersebut diharapkan dapat memberikan masukan
yang berharga dan bermanfaat terutama dalam
perbaikan perencanaan pembangunan pada
periode berikutnya. Diharapkan pula dengan
meningkatnya pengelolaan kawasan konservasi,
kontribusi ekonomi dari kawasan tersebut dapat
dimaksimalkan. Untuk meningkatkan pengelolaan
kawasan hutan konservasi, maka Direktorat
Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air akan
melaksanakan kegiatan pemantauan pelaksanaan
kegiatan kawasan hutan konservasi.
1.1	 Latar Belakang
© Dokumentasi Dit. KKSDA
03
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2	 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari kegiatan pemantauan ini adalah sebagai berikut:
1.	 Memantau pelaksanaan Renja-KL yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan
tugas dan kewenangannya.
2.	 Melakukan pemantauan pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai
dengan tugas dan kewenangannya.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terpantaunya pelaksanaan program dan kegiatan konservasi kawasan
dan keanekaragaman hayati yang dilaksanakan oleh sektor kehutanan termasuk perkembangan realisasi
penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran, dan kendala yang dihadapi.
1.3	 Metodologi
Metodologi yang digunakan meliputi
penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan,
program dan kegiatan yang ada dan tertuang di
dalam dokumen perencanaan (RPJM dan RKP).
Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas
pengelolaankawasankonservasiyaituManagement
Effectiveness Tracking Tools (METT). Metode
ini digunakan guna memperoleh skor (dalam
presentase) efektivitas pengelolaan kawasan yang
dipantau.
Selain desk study, kegiatan pemantauan
juga dilakukan di beberapa kawasan konservasi di
Indonesia seperti Taman Nasional (TN) Kutai, TN
Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo, TN
Gunung Gede Pangrango dan kawasan konservasi
Gunung Tambora). Peninjauan lapangan ditujukan
untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan
program pembangunan, pertemuan koordinasi
dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di
daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung
penggunaan tools METT. Aplikasi METT dalam
kegiatan pemantauan ini diujicobakan untuk empat
Taman Nasional sampel yaitu, TN Kutai, TN Way
Kambas, TN Gunung Rinjani dan TN Komodo. Hal ini
dilakukan karena perbedaan tipologi permasalahan
pada setiap TN tersebut.
1.4	 Pelaksana Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Kehutanan
dan Konservasi Sumber Daya Air – Bappenas, sebagai unit
yang terkait langsung dengan kegiatan konservasi kawasan dan
keanekaragaman hayati di sektor kehutanan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
04
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.5	 Sistematika Penyusunan Laporan
Sistematika penulisan pada bab selanjutnya adalah sebagai berikut.
BAB 2: METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Bab ini menjabarkan mengenai penjelasan METT yang terdiri dari konsep, elemen penilaian, dan
metodologi penilaian. Terkait elemen-elemen penilaian, penjelasan akan dillengkapi dengan framework
WCPA.
BAB 3: HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran umum dari beberapa taman nasional sampel sebagai
wilayah pemantauan kawasan konservasi. Akan dijelaskan mengenai lokasi taman nasional, sejarah singkat
pengukuhan, ekosistem di dalamnya, dan juga potensi-potensi yang dimiliki tiap-tiap taman nasional.
Output dari bab ini yaitu informasi mengenai gambaran umum wilayah pemantauan kawasan konservasi.
BAB 4: HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Pada bab ini dijabarkan hasil dari penilaian terhadap empat taman nasional menggunakan METT
(TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo). Selain pembahasan mengenai analisis
efektivitas pengelolaan berdasarkan elemen-elemen penilaian, dijabarkan pula mengenai ancaman-
ancaman yang dihadapi oleh masing-masing taman nasional. Output dari bab ini yaitu grafik dan penjelasan
terhadap kondisi efektivitas pengelolaan saat ini terhadap empat taman nasional tersebut.
BAB 5: SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Bab ini berisi sintesa dari masing-masing aspek efektivitas (konteks, perencanaan, input, proses,
output, outcomes) dari keseluruhan kawasan konservasi sampel. Hasil sintesa ini diharapkan dapat menjadi
masukan kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yang akan datang.
BAB 6: SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi simpulan kegiatan pemantauan dan hasil penilaian efektivitas pengelolaan. Bagian
saran ditujukan untuk kegiatan pemantauan selanjutnya serta untuk perbaikan tiap aspek dalam penilaian
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
“Tarantula Taman Nasional Kutai”
06
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
2.1	 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya
E
fektivitas pengelolaan adalah sebuah
tingkatan untuk mengukur sejauh
mana suatu kegiatan pengelolaan
mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.
Management Effectiveness Tracking
Tools (METT) merupakan salah satu
metode penilaian yang dapat digunakan
dalam mengukur pengelolaan kawasan
konservasi.
Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan
merupakan suatu kegiatan yang penting
dalam rangka memperbaiki pengelolaan
kawasan konservasi. Berdasarkan
International Union for Conservation
of Nature (IUCN), telah banyak
dikembangkan metode untuk melakukan
penilaian terhadap pengelolaan kawasan
konservasi di seluruh dunia (untuk
berbagai kepentingan) seperti METT,
RAPPAM, EoH, PROARCA-CAPAS, dan lain
sebagainya. Metode-metode tersebut
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
peningkatan pengelolaan kawasan
konservasi di Indonesia.
Pembentukan METT sendiri diinisiasi
oleh Bank Dunia dan WWF dalam rangka
menanggapi penurunan keanekaragaman
hayati hutan-hutan di dunia. Metode
ini dibangun dari framework World
Commission on Protected Areas (WCPA)
yang mencakup 6 elemen penilaian;
context, planning, inputs, processes,
outputs, dan outcomes. Selanjutnya,
keenam elemen penilaian ini akan
menjadi dasar dalam penilaian efektivitas
pengelolaan yang dilakukan. Dengan
diketahuinya efektivitas suatu efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi, maka
pengelola akan mengetahui faktor-
faktor apa saja yang perlu mendapatkan
perbaikan kedepannya. Hal ini bertujuan
untuk mewujudkan pengelolaan yang
lebih efektif dan efisien serta dapat
memberikan kemudahan dalam
pencapaian tujuan-tujuan pengelolaan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
METT telah diimplementasikan di sekitar
1300 kawasan yang dilindungi yang
berada di lebih dari 50 negara di seluruh
dunia. Di Indonesia, metode METT
pernah disosialisasikan dan diujicobakan
di 39 taman nasional pada tahun 2004
dengan tujuan agar kedepannya setiap
taman nasional dapat menjawab berbagai
ancaman ataupun hambatan-hambatan
yang pada umumnya dihadapi dalam
pengelolaan kawasan konservasi di
Indonesia. Selain itu di Indonesia, contoh-
contoh penggunaan METT sebelumnya
yaitu penggunaan METT oleh TN Gunung
Gede Pangrango (2009), CA dan CAL
Kepulauan Krakatau (2013), lokalatih dan
lokakarya oleh Kementerian Kehutanan
(2010), dan pada acara penilaian
efektivitas pengelolaan di Balikpapan
(2014).
Penggunaan metode METT adalah salah
satu solusi yang cukup praktis untuk dapat
mengetahui sejauh mana pengelolaan
suatu kawasan telah efektif dilakukan.
Metode METT tidak membutuhkan dana
yang besar, ataupun kebutuhan sumber
daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif
cepat dan mudah untuk diselesaikan,
sehingga petugas kawasan konservasi
dapat melakukan self assessment
Penilaian terhadap
efektivitas
pengelolaan
merupakan suatu
kegiatan yang
penting dalam
rangka memperbaiki
pengelolaan kawasan
konservasi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
07
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
terhadap kawasannya masing-masing.
Secara garis besar, metode METT terbagi menjadi
dua bagian utama yaitu;
Bagian pertama; Lembar data / data sheets
Lembar data terdiri dari lembar data 1 (satu)
dan lembar data 2 (dua). Lembar data 1 bersifat
sangat umum dan memberikan informasi
dasar terkait kawasan konservasi. Lembar data
ini terdiri dari status kawasan, kepegawaian,
pendanaan dan tujuan pengelolaan. Sedangkan
lembar data 2 bersifat lebih spesifik, yaitu berisi
tentang ancaman-ancaman yang dihadapi oleh
kawasan. Terdapat 12 butir jenis ancaman
dengan turunannya masing-masing, dan setiap
penilai harus memahami dengan jelas kondisi
kawasan yang dinilai untuk dapat mengisi lembar
data tersebut.
Bagian kedua; Lembar penilaian/assessment form
Lembar penilaian berisi pertanyaan-pertanyaan
mengenai elemen-elemen seperti yang tertera
pada kerangka World Comission on Protected
Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks,
perencanaan, input, proses, output dan
outcome.
Berikut adalah contoh dari bagian pertama, yaitu
datasheet 1 dan 2.
Gambar 2.1 - Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition,
WWF-World Bank (2007)
08
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Gambar 2.2 - Halaman Data Sheet 1 METT (Daftar Ancaman)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites:
Second Edition, WWF-World Bank (2007)
09
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
EVALUATION
Context:
Status and
Treats
Where are we now?
Planning
Where do we want
to be and how will
we get there?
Inputs
What do we
need?
Management
Process
How do we go
about it?
Output
What did we do
and what products
or services were
produced?
Outcome
What did de
achieve?
Sedangkan untuk bagian kedua (lembar penilaian),
setiap elemen yang tertera pada kerangka World
Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri
dari: konteks, perencanaan, input, proses, output
dan outcom selanjutnya akan diturunkan menjadi
poin-poin indikator/nomor pertanyaan pada
asessment form. Enam elemen tersebut merupakan
suatu satu rangkaian yang saling berkaitan seperti
yang tertera dalam Gambar 2.3. Tugas dari penilai
yaitu melakukan penilaian yang sebenar-benarnya
terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta
memberikan penjelasan tambahan pada setiap
indikator di kolom yang disediakan. Dapat pula
ditambahkan dengan dokumen-dokumen data
yang dimiliki.
Sumber: Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting (2006)
1.	 Konteks
Konteks dapat diartikan sebagai penilaian dari
sisi pentingnya kawasan konservasi, ancaman
dan kebijakan terkait, yang dituangkan dalam
status hukum. Elemen konteks memberikan
gambaran status legalitas kawasan. Selain itu,
elemen ini berhubungan dengan pengukuhan
kawasan, apakah kawasan konservasi memiliki
status hukum ataupun bila merupakan
perusahaan swasta, kemudian terdapat
perjanjian hukum atau semacamnya.
2.	 Perencanaan
Elemen perencanaan menggambarkan apa
yang ingin dicapai dari suatu pengelolaan, dan
bagaimana mencapainya. Elemen ini memiliki
fokus pada kesesuaian, antara hal-hal yang
direncanakan dengan tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Rencana pengelolaan, rencana
desain, adanya visi misi yang ditetapkan
sebelum melakukan pengelolaan, merupakan
hal-hal yang dikaji dalam elemen ini. Selain
itu terdapat pula indikator-indikator yang
membahas mengenai ada atau tidaknya
penggunaan hasil penelitian/evaluasi yang
dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan,
ketersediaan jadwal dan proses yang dibentuk
untuk penelaahan rencana pengelolaan
secara berkala, ketersediaan perencanaan
penggunaan lahan dan air, dan lain
sebagainya.
Gambar 2.3 - Elemen-Elemen Penilaian METT
10
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
3.	 Input
Elemen input meliputi sumberdaya yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan
pengelolaan. Sumber daya dapat diartikan
sebagai sumber daya lembaga maupun
sumber daya yang ada di lapangan. Input
dapat berupa ketersediaan SDM baik jumlah
ataupun kapasitas, ketersediaan sarana-
prasarana, informasi-informasi penting, dan
anggaran pengelolaan.
4.	 Proses
Elemen proses menggambarkan bagaimana
kegiatanpengelolaandilaksanakan. Elemenini
meliputi kegiatan dalam proses perencanaan,
pengumpulan dan pengelolaan data/
informasi, pembinaan habitat dan populasi,
perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan
kawasan, peningkatan kesadaran dan
masyarakat, monitoring dan evaluasi, dan
lain-lain.
5.	 Output
Salah satu kesuksesan dari pengelolaan
kawasan konservasi dapat dilihat dari segi
output atau hasil. Suatu kawasan konservasi
dapat memberikan dua produk, yaitu
barang dan jasa. Produk yang dihasilkan ini
merupakan hasil dari kegiatan pengelolaan.
Elemen output menggambarkan kegiatan
pengelolaan yang sudah dilakukan dan
hasil dari kegiatan pengelolaan tersebut.
Elemen ini diantaranya membahas mengenai
implementasi dari rencana kerja rutin dalam
pengelolaan, ataupun perwujudan sarana
parasarana kawasan yang memadai untuk
keberlangsungan pengelolaan.
6.	 Outcomes
Aspek ini lebih menjawab pertanyaan apa
yang telah kita dapatkan. Penilaiannya
pun lebih difokuskan kepada dampak dari
pengelolaan kawasan konservasi terhadap
tujuan. Dampak juga dapat dijabarkan
sebagai akibat dari pengelolaan berkaitan
dengan tujuan. 2 hal yang diperhatikan dalam
menilai aspek ini adalah kesejahteraan dan
nilai ekologis.
Sedangkan dalam penggunaannya, proses metode
METT terdiri dari dua langkah, yaitu proses input
datadanprosespenilaian.Keenamelemenpenilaian
(context, planning, inputs, processes, outputs, dan
outcomes) selanjutnya akan ditemukan dalam
butir-butir pertanyaan pada lembar penilaian
(assessment form). Lembar penilaian terdiri atas
30 butir pertanyaan, dan dalam pengisiannya
disarankan menggunakan aplikasi komputer agar
lebih memudahkan rangkaian proses penilaian.
Selain lebih praktis, penggunaan aplikasi komputer
juga akan membantu untuk menyajikan hasil
analisis penilaian yang lebih presisi/detail. Gambar
2.4 adalah contoh dari halaman assessment form
dari elemen konteks, perencanaan dan input.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
11
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Assessment form terdiri dari 30 butir pertanyaan
dengan rentang nilai dari setiap butir pertanyaan
yaitu 0 s.d 3, dengan skor maksimum 99.
Selanjutnya, struktur dan isi dari perangkat hasil
pemantauan METT ini dibuat dalam format
microsoft excel. Tugas dari penilai yaitu melakukan
penilaian yang sejujur-jujurnya terhadap seluruh
indikator yang tersedia, serta mengisi kolom
comment/explanation dan juga ‘next steps’.
Comment/explanation merupakan bagian untuk
menjelaskan setiap indikator yang diberikan
penilaian, sedangkan next steps merupakan
bagian untuk memberikan masukan terkait tindak
lanjut yang seharusnya dapat dilakukan agar
dapat memperbaiki indikator-indikator tersebut
dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil perhitungan
untuk skor indikator/pertanyaan, akan dihasilkan
prosentase nilai efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi yang dinilai.
Gambar 2.4 - Contoh Halaman Assessment Form
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition,
WWF-World Bank (2007)
2.2	 Pengumpulan Data
Pengumpulan data mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Desember 2015. Data primer
yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung saat kunjungan lapangan
dilakukan, serta dilengkapi dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola
kawasan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data instansi BTN
dan tinjauan literatur internet jika dibutuhkan. Pada dasarnya, data sekunder
digunakan untuk mendukung data hasil kunjungan lapangan yaitu seperti
data sejarah kawasan, tanggal pengukuhan, daftar potensi flora dan fauna,
jumlah tenaga kerja, daftar keikutsertaan pegawai dalam pelatihan, dan
lainnya. Keseluruhan data selanjutnya digunakan untuk mengisi lembar-lembar
penilaian seperti Data sheet 1 (data umum kawasan), Data sheet 2 (daftar
ancaman), dan Assessment Form.
12
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Poin Keterangan
3 Sangat sesuai dengan pertanyaan
2 Cukup sesuai dengan pertanyaan
1 Sedikit sesuai dengan pertanyaan
0 Tidak sesuai dengan pertanyaan
+1 Additional points yang terpenuhi
Setelah selesai mengisi seluruh pertanyaan, poin yang dikumpulkan kemudian dijumlah dan dibagi
dengan nilai maksimum dari 30 pertanyaan. Bila dari 30 pertanyaan sebagai indikator pengelolaan efektif
pada bagian assessment form terdapat pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan kawasan, maka
pertanyaan tersebut kemudian dapat diabaikan. Hal ini akan berdampak pada total skor, yaitu total skor
bukan senilai 99, melainkan 99 dikurangi dengan 3 poin setiap butir pertanyaan yang diabaikan. Nilai
akhir dari menyelesaikan penilaian dapat dihitung sebagai persentase dari 99 atau nilai total dari seluruh
pertanyaan yang relevan dengan kawasan konservasi tersebut. Selain itu, dalam menentukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak relevan, harus disertai dengan penjelasan pelengkap pada kolom ‘explanation’. Pada
akhirnya, jika suatu kawasan konservasi memiliki jumlah nilai poin sebesar 60 dari nilai total 93 (dengan
dua pertanyaan dianggap tidak relevan), persentase tersebut dapat dihitung dengan membagi 60 dengan
93 lalu dikalikan 100 (contoh: 60/93 x 100=64,5%).
Hasil dari penilaian yang dilakukan dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti grafik efektivitas
pengelolaan, penghitungan presentase efektivitas yang dijabarkan dari tiap-tiap elemen penilaian,
penyajian grafik ancaman, tabel kondisi key resource dari suatu kawasan, dan lain-lain.
Secara keseluruhan, implementasi METT terdiri dari 1) melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan
pelaksanaan kegiatan pengelolaan, 2) memahami kondisi dan permasalahan kawasan, 3) melakukan
assessment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan, dan 4) memaparkan
hasil assessment kepada pihak pengelola kawasan. Rangkaian ini dipaparkan pada Gambar 2.5 mengenai
ilustrasi dari penggunaan METT pada kegiatan pemantauan kawasan konservasi.
Tabel 2.1 - Metode Penilaian Indikator Utama METT Assessment Form
Sumber: Hasil analisis, 2015
2.3	 Metode Penilaian
Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian METT adalah memilih pernyataan yang
dianggap paling sesuai dalam setiap indikator (pertanyaan dalam assessment form) dengan keadaan nyata
di kawasan konservasi terkait. Pemilihan kesesuaian pernyataan dalam tiap indikator tersebut kemudian
secara otomatis akan mendapatkan poinnya masing-masing. Dalam melakukan penilaian terhadap METT
assessment form, telah terdapat poin (angka) tertentu yang tersedia di setiap indikator. Poin-poin tersebut
terdiri dari poin 0 sampai dengan 3 untuk 30 indikator utama, sedangkan poin +1 untuk setiap indikator
tambahan (additional point). Nilai paling tinggi dari seluruh pertanyaan dan pertanyaan tambahan adalah
99, dengan setiap nomor indikator memiliki nilai maksimum yaitu 3.
13
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2
METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Sumber: Hasil analisis, 2015
Gambar 2.5 - Tahapan Penggunaan METT
15
Gambar 2.5
Tahapan Penggunaan METT
Sumber: Hasil analisis, 2015
Peningkatan efektivitas
kawasan hutan konservasi
Memahami kondisi dan
permasalahan kawasan
Melakukan assesment hingga
menghasilkan gambaran
mengenai keberlangsungan
pengelolaan kawasan
Memaparkan/mendiskusikan
hasil assesment kepada pihak
pengelola kawasan
Melakukan kunjungan lapangan
berupa pemantauan pelaksanaan
kegiatan kawasan hutan konservasi
BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
“Taman Nasional Gunung Tambora”
16
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.1	 Taman Nasional Kutai
BAB 3
HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
a.	 Gambaran Umum Kawasan
T
aman Nasional Kutai terletak di wilayah Kabupaten Kutai Timur.
Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Kutai terletak di
Kabupaten Kutai Timur (86,75%), Kota Bontang (0,36%), dan Kabupaten
Kutai Kartanegara (12,88%), Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, TN
Kutai terletak di 0°7’54”- 0°33’53” Lintang Utara dan 116°58’48”- 117°35’29”
Bujur Timur. Secara fisiografis permukaan tanah Taman Nasional Kutai
bergelombang ringan, sedang sampai berat dan dibagian barat dan utara
berbukit–bukit sampai dengan bergunung dengan ketinggian 0- 400 mdpl.
Taman Nasional Kutai merupakan hutan hujan tropis dataran rendah
dengan luas 198.629 hektar. Semula pada tahun 1934 Taman Nasional Kutai
berstatus Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 hektar (Surat Keputusan
Pemerintah Hindia Belanda No: 3843/AZ/1934), dan kemudian pada tahun
1936 ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000
hektar oleh pemerintah Kerajaan Kutai (SK (ZB) Nomor: 80/22-ZB/1936).
Pada tahun 1957 terdapat perubahan status menjadi Taman Nasional dengan
luas 198.629 hektar (SK Menhut No. 325/Kpts-II/1995).
Gambar 3.1 - Lokasi Taman Nasional Kutai
Sumber: Google Maps, 2015
Batas Taman Nasional Kutai memanjang
dari garis pantai selat Makasar sampai +60 km
ke daratan. Batas utara mengikuti alur Sungai
Sangata, batas sebelah selatan merupakan garis
lurus dari titik ikat di Kelurahan Bontang Kuala dan
berbatasan dengan Hutan Lindung Bontang, PT
Indominco Mandiri, PT Kitadin dan PT Surya Hutani
Jaya. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan
HTI PT Kiani lestari dan sebagian PT Surya Hutani
Jaya. Dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan,
terdapat ‘Mitra Kutai’ yang merupakan sebuah
wadah beranggotakan perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di sekitar Taman Nasional
Kutai, yang membantu pengelolaan melalui
kegiatan-kegiatan tertentu dan juga usaha-usaha
pengembangan kawasan taman nasional ini.
Pengelolaan Taman Nasional Kutai dibagi
menjadi dua Seksi Pengelolaan, yaitu SPTN I
Sangata dan SPTN II Tenggarong.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
17
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
No. Seksi Pengelolaan Resort Luas
1 SPTN I SANGATA
Resort Sangata +- 36.840,76 Ha
Resort Sangkima +- 42.532,8 Ha
Resort Telukpandan +- 45.967,13
Total +- 125.340,69 Ha
2 SPTN II TENGGARONG
Resort Menamang Sebulu +- 36.644,16 Ha
Resort Mawai Bengkal +- 36.644,16 Ha
Total +- 73.288,31 Ha
Tabel 3.1 - Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Tabel 3.2 - Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sedangkan, berikut adalah alokasi sumber daya manusia pada pengelolaan Taman Nasional Kutai
berdasarkan wilayah kerja dan tingkat pendidikan.
No. Wilayah Kerja PNS
Tenaga
Upah
Jumlah
1 Kantor Balai Taman Nasional Kutai 30 8 38
2 Kantor SPTN Wilayah I Sangatta 4 - 4
  a. Resort Teluk Pandan 7 - 7
  b. Resort Sangkima 6 - 6
  c. Resort Sangatta 8 - 8
3 Kantor SPTN Wilayah II Tenggarong 4 1 5
  a. Resort Menamang - Sebulu 6 - 6
  b. Resort Mawai Indah - Muara Bengkal 6 - 6
4 SPORC 20 - 20
  TOTAL 91 9 100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Tabel 3.3 - SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
No. Tahun
Doktor
(S3)
Master
(S2)
Sarjana
(S1)
Sarjana
Muda /
Diploma
SLTA SLTP SD Jumlah
1 2008 - 3 20 2 73 2 - 100
2 2009 - 1 20 3 73 2 - 99
3 2010 - 5 19 3 69 2 - 98
4 2011 - 6 16 4 67 2 - 96
5 2012 1 6 21 3 60 2 - 93
6 2013 1 4 18 4 62 2 - 91
18
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Dari tabel 3.3, terlihat bahwa jumlah lulusan sarjana muda, sarjana, master, dan doktor cenderung
tetap selama periode tahun 2008-2013 tersebut, sedangkan jumlah lulusan SLTA cenderung mengalami
penurunan. Secara keseluruhan, jumlah SDM dari Taman Nasional Kutai juga menunjukkan tren yang
menurun.
b.	 Ekosistem
Adapun beragam tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Kutai antara lain (BTNK,2001):
1.	Hutan Dipterocarpaceae campuran, sebagian besar terdapat di bagian timur kawasan. Pada kawasan
bekas kebakaran telah muncul Macaranga dan perdu.
2.	Hutan Ulin-Meranti-Kapur, terdapat di bagian barat TN Kutai yang drainase tanahnya kurang baik
sampai sedang dan mencakup hampir 50% dari luas TN Kutai.
3.	Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai, terdapat di sepanjang pantai Selat Makassar.
4.	Vegetasi hutan rawa air tawar, tersebar pada daerah kantong-kantong sepanjang sungai dan
mengandung endapan lumpur yang dibawa banjir.
5.	Vegetasi hutan kerangas, terdapat di sebelah barat Teluk Kaba.
6.	Vegetasi hutan tergenang apabila banjir, terdapat pada daerah di sepanjang sungai yang drainase
tanahnya kurang baik sampai sedang.
c.	 Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Taman Nasional Kutai merupakan habitat dari berbagai jenis flora
dan fauna. Di Taman Nasional ini terdapat sekitar 958 jenis flora yang
teridentifikasi, 330 jenis burung, 11 dari 13 jenis primata borneo, termasuk
orangutan / Pongo pygmaeus dan 80 jenis mamalia yang 22 jenis diantaranya
dilindungi (2013, Statisik TN Kutai). Selain itu Taman Nasional Kutai juga
berperan sebagai tempat hidup beruang madu, buaya, macan dahan,
banteng, kijang, tarantula, dan berbagai kekayaan fauna lainnya. Taman
nasional ini merupakan taman nasional ketiga sebagai pusat rehabilitasi
orangutan yang berlokasi di Teluk Kaba.
Potensi Wisata
‒‒ Sangkima
Obyek wisata yang terletak di jalan penghubung antara Bontang dan
Sangata ini menjadi obyek wisata andalan Taman Nasional Kutai terutama
dari kunjungan wisatawan nusantara. Potensi wisata yang ada di Sangkima
antara lain adalah hutan alam dengan berbagai tumbuhan terutama ulin
dan dari famili Dipterocarpaceae, berbagai jenis satwa liar seperti orangutan
moreo [Pongo pygmaeus morio], owa-owa, beruk, monyet ekor panjang
dan berbagai jenis burung. Pohon ulin raksasa yang diperkirakan berumur
1000 tahun dan memiliki diameter 2,47 meter merupakan salah satu atraksi
wisata yang dapat ditemukan setelah menyusuri boardwalk sepanjang
kurang lebih 900 meter. Daya tarik yang lain di Sangkima adalah petualangan
jelajah hutan dengan fasilitas outbond yang cukup memadai dengan jalur
yang menantang, antara lain seperti jembatan gantung dan jembatan sling.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
19
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Fasilitas yang tersedia di kawasan wisata alam Sangkima antara lain wisma tamu, balai pertemuan
umum, mushola dan toilet. Kawasan ini terletak di km 38 jalan poros Bontang–Sangatta, dan pengunjung
dapat mencapai lokasi ini dengan transportasi darat yang memerlukan waktu sekitar 60 menit dari Bontang
dan 30 menit dari Sangatta. Kemudahan akses ini menyebabkan Sangkima cukup banyak dikunjungi
wisatawan.
‒‒ Prevab Mentoko
Prevab – Mentoko terletak di pinggir sungai
Sangata dan berbatasan langsung dengan areal
industri batubara di seberang sungai. Prevab Mentoko
dapat dicapai melalui dua alternatif jalur sungai,
yaitu melalui Jembatan Pinang (pintu gerbang Kota
Sangatta) dengan waktu tempuh 2 jam, atau melalui
Dermaga Papa Charlie (Desa Kabo Jaya) dengan waktu
tempuh +/- 30 menit.
Fasilitas yang terdapat di Prevab antara lain
penginapan, pusat informasi, sumber air bersih,
shelter dan trail wisata. Objek ini juga sangat cocok
untuk dijadikan pondok penelitian.
‒‒ Teluk Lombok
Potensi utama Pantai Teluk Lombok adalah pantai berpasir putih dan bertopografi landai dengan
pohon kelapa yang masih relatif banyak. Selain itu, di beberapa bagian terdapat kawasan hutan mangrove.
Tersedia jalan panggung/boardwalk sepanjang kurang lebih 500 meter hasil inisiasi masyarakat
setempat. Pada kawasan hutan mangrove ini masih banyak ditemukan berbagai jenis burung dan fauna
ekosistem mangrove. Selain itu di sekitar pantai Teluk Lombok masih terdapat ekosistem terumbu
karang, seperti berbagai jenis karang lunak dan karang keras serta berbagai jenis ikan-ikan karang yang
beranekawarna.
Selain Sangkima, Prevab Mentoko, dan Teluk Lombok, masih terdapat objek-objek wisata alam lainnya
seperti Teluk Kaba, Telaga Bening, dan Bontang Mangrove Park.
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
20
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.2	 Taman Nasional Way Kambas
Gambar 3.2 - Lokasi Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Google Maps, 2015
a.	 Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional
tertua di Indonesia. Luas TNWK mencapai sekitar 1.300 km2 di sekitar Sungai
Way Kambas, atau tepatnya di wilayah pesisir timur Lampung. TNWK Merupakan
perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar,
padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Daya tarik utama
TNWK yaitu satwa Gajah, Badak, dan Harimau Sumatera.
Secara administratif, TNWK termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung
Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Taman nasional ini
ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas
125.621,3 ha.
Adapun batas-batas Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut;
Utara	 : Kabupaten Lampung Tengah
Selatan 	 : Kabupaten Lampung Timur
Barat	 : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur
Timur	 : Laut Jawa
Sebagai salah satu tujuan wisata yang populer di Lampung, Taman Nasional
Way Kambas memiliki kelengkapan fasilitas berupa lahan parkir, pesanggrahan,
musholla, arena atraksi gajah, kios makanan dan cinderamata, hingga laboratorium
alam dan wisma peneliti. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat Pusat Latihan
Gajah (PLG) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai wadah untuk kepentingan
pengelolaan dua satwa utama, yaitu gajah dan badak.
Taman
Nasional Way
Kambas (TNWK)
merupakan salah
satu taman nasional
tertua di Indonesia.
21
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
1.	 Pusat Latihan Gajah (PLG)
Pusat Latihan Gajah didirikan pada tanggal 27 Agustus
1985 dengan luas ± 2300 ha. Pada awalnya PLG berfungsi
untuk melatih gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam
kawasan agar dapat berdaya guna. Hingga tahun 1995, terdapat
sekitar 300 ekor gajah yang berhasil ditangkap dan dilatih di
PLG. Pada tahun 2000, sebagian besar gajah terlatih tersebut
didistribusi ke berbagai daerah di tanah air dan didayagunakan
untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, breeding, serta
ekowisata.
Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah dapat
dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan
bajak sawah. Di PLG dapat disaksikan pelatih mendidik dan
melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah bermain bola,
menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik
tambang, berenang dan masih berbagai atraksi lainnya.
Sedangkan untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan gangguan gajah liar, terdapat bantuan dari
lembaga donor dalam mengadakan patroli konflik gajah yang
menggunakan beberapa ekor gajah terlatih dalam bentuk tim
Elephant Response Unit (ERU). ERU selanjutnya bekerjasama
dengan masyarakat sekitar dan rutin melakukan patroli untuk
mencegah koloni gajah keluar dari kawasan dan memasuki
daerah permukiman.
2.	 Suaka Rhino Sumatera (SRS)
Suaka Rhino Sumatera merupakan
satu-satunya tempat pengembangbiakan
satwa liar badak Sumatera di Indonesia,
bahkan merupakan satu-satunya tempat
pengembang-biakan badak Sumatera
secara semi alami di dunia. Prioritas utama
SRS adalah memelihara kesehatan Badak
Sumatera, dengan fungsi sebagai pusat
breeding, penelitian dan pendidikan.
Berbeda dengan PLG, kunjungan wisata di
SRS sangat terbatas dan tidak terbuka untuk
umum.	
Saat ini, SRS memiliki area seluas 100
ha yang digunakan sebagai kandang dari
5 ekor badak. Konsep kandang dirancang
sedemikian rupa agar dapat mendukung
dan memberikan kemudahan dalam
kegiatan konservasi.
Gambar 3.3 - Konsep Kandang Badak di SRS
Sumber: Data SRS, 2015
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
22
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Terkait SDM, jumlah personil pengelola TNWK sampai dengan saat ini mencapai 258 personil, dengan
kompetensi fungsional umum, Polhut, PEH, pawang dan penyuluh. Adapun sebaran pegawai sebagaimana
terlihat dalam gambar dibawah ini.
Sumber: Data Diolah dari RPTN 2010-2014 TNWK
Gambar 3.4 - Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi
b.	 Ekosistem
Taman Nasional Way Kambas memiliki satu
spektrum ekosistem yang besar, dimana di dalamnya
dapat ditemui beberapa formasi hutan, seperti formasi
hutan mangrove, rawa dan dataran rendah tanah kering.
Didasarkan pada tipe ekosistemnya, kawasan ini dapat
dikelompokkan ke dalam empat tipe, yaitu hutan
mangrove, pantai, riparian rawa, dan dipterocarpaceae
dataran rendah. Dapat pula ditemukan daerah padang
rumput luas yang merupakan akibat dari kegiatan
logging dan kebakaran hutan yang pernah terjadi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
23
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c.	 Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Potensi flora yang dimiliki Taman Nasional
Way Kambas antara lain api-api (Avicennia
marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa
fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron),
salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion
borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara
laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus
sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea
sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin
(Gonystylus bancanus). Sedangkan, potensi fauna
yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas terdiri
atas 50 jenis mamalia diantaranya Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah
Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus
indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis),
siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406
jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina
scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus
stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus),
sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus
argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster);
berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.
Potensi Wisata
Sebagai salah satu taman nasional tertua di
Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah
memiliki citranya tersendiri terkait wisata satwa
gajah yang dapat dinikmati di PLG sebagai salah satu
tujuan rekreasi keluarga, baik nusantara ataupun
pengunjung mancanegara. Berikut adalah data
kunjungan wisatawan pada tahun 2014.
No Bulan
Jumlah Pengunjung
Wisatawan Nusantara Wisatawan asing
1. Januari 5.098 25
2. Februari 488 14
3. Maret 840 25
4. April 724 39
5. Mei 2.161 2
6. Juni 1.061 29
7. Juli 381 12
8. Agustus 7.873 21
9. September 1.922 16
10. Oktober 1.573 4
11. November 134 1
12. Desember 1.543 5
Total 23.798 203
Tabel 3.4 - Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
Sumber: Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
24
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Sedangkan, berikut adalah data kunjungan wisatawan (nusantara ataupun asing) dalam periode
tahun 2010 sampai dengan 2014.
Tabel 3.5 - Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014
Sumber:Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
No. Tahun Pengunjung Jumlah
Nusantara Asing
1. 2010 8.818 243 9,061
2. 2011 10.724 220 10.944
3. 2012 12.445 268 12.173
4. 2013 12.963 339 13.302
5. 2014 23.798 203 24.001
3.3	 Taman Nasional Gunung Rinjani
Gambar 3.5 - Lokasi Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok
Sumber: Google Maps, 2015
a.	 Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997 dengan luas 40.000 ha walaupun dilapangan luasnya
lebih dari 41.000 ha. TNGR merupakan salah satu taman nasional bercirikan daerah yang bergunung-
gunung dengan ketinggian antara 550 meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Puncak
ketinggian terdapat di puncak Gunung Rinjani (3.726 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi ketiga di
Indonesia. Di lembah sebelah Barat terdapat Danau Segara Anak (2.008 m dpl) yang memiliki air dengan
kandungan belerang dan beragam suhu yang berbeda yaitu mulai dari dingin, hangat hingga panas.
Secara administratif, TNGR berada pada 3 kabupaten; Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan
Lombok Timur, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat.
25
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Sesuai dengan SK Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam, SK 99/IV/Set-3/2005 tanggal 26
September 2005 tentang Penataan Zona pada Taman Nasional
Gunung Rinjani, kawasan TNGR dibagi menjadi beberapa zona
pengelolaan yaitu :
•	 Zona Inti: 20.843,50 Ha
•	 Zona Rimba: 17.349.50 Ha
•	 Zona Pemanfaatan: 799,00 Ha
•	 Zona Pemanfaatan Intensif: 390,00 Ha
•	 Zona Pemanfaatan Khusus: 401,00 Ha
•	 Kultural: 75,00 Ha
•	 Wisata: 326,00 Ha
•	 Zona Lainnya: 2.338,00 Ha
•	 Zona Pemanfaatan Tradisional: 583,00 Ha
•	 Zona Rehabilitasi: 1.755,00 Ha
Taman Nasional Gunung Rinjani di bagi menjadi 2 (dua) wilayah pengelolaan dalam bentuk Seksi
Konservasi Wilayah, yaitu:
1. Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Barat
Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Barat dengan luas areal
± 12.357,67 Ha (30%) yang dibagi dalam 3 (tiga) resort (Anyar, Santong, Senaru) dan beberapa
Pos Jaga.
2. Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur
Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di 2 (dua) Kabupaten di Kabupaten Lombok
Timur seluas ± 22.152,88 Ha (53%), sementara wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten
Lombok Tengah seluas ± 6.819,45 Ha (17%) yang terbagi dalam 6 resort (Aikmel, Kb.Kuning, Joben,
Sembalun, Aik Berik, Steling) dan beberapa Pos Jaga.
Secara keseluruhan tenaga kerja di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencapai 92 orang, namun
masih dirasa kurang jika dipandang dari standar pendidikan, terutama kebutuhan terhadap tenaga yang
berasal dari S1 dengan berbagai asal disiplin ilmu. Untuk pendidikan dan pelatihan pegawai, direncanakan
60 orang setiap tahunnya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
26
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
b.	Ekosistem
TNGR merupakan perwakilan ekosistem
hutan hujan pegunungan rendah hingga
pegunungan tinggi dan savana di Nusa
Tenggara. Terdapat beberapa tipe ekosistem
yang terdiri dari hutan tropis dataran rendah,
hutan hujan tropis pegunungan (1.500 – 2.000
m dpl) yang masih utuh dan berbentuk hutan
primer, serta hutan cemara dan vegetasi sub
alpin pada ketinggian di atas 2.000 m dpl.
c.	 Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Berikut adalah jenis-jenis flora yang dapat ditemukan di Taman Nasional
Gunung Rinjani berdasarkan kelompok ketinggian;
•	 1000-2000m dpl: bermacam-macam tumbuhan seperti beringin
(ficus superb), garu (dysoxylum sp), dan perkebunan penduduk yang
ditanami sayur-sayuran seperti kol, cabai, bawang, dan juga kentang.
•	 2000-3000 m dpl: dominan vegetasi cemara gunung (casuarina
junghuniana).
•	 >3000 m dpl: terdapat jenis rumput-rumputan dan bunga edelweiss
(Anaphalis javanica) (Anonymous, 2011).
Sedangkan berikut adalah kekayaan fauna yang dapat ditemukan di TNGR;
•	 Babi Hutan (Sus Scrofa), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung
(Tracyphitecus auratus cristatus), Ganggarangan Kecil (Vivvericula
indica), Trenggiling (Manis javanica), Musang  Rinjani  (Paradoxurus-
hermaproditus rhindjanicus), Leleko/Congkok (Felis bengalensis
javanensis), Rusa Timor (Cervus timorensis floresiensis), Landak
(Hystrix javanica).
•	 Beberapa jenis burung diantaranya: Kakatua Jambul Kuning (Cacatua
shulphurea parvula), Koakiau (Philemon buceroides neglectus),
Perkici Dada Merah (Trichoglossus haematodus),  Isap Madu Topi
Sisik (Lichmera lombokia), Punglor Kepala Merah (Zootera interpres),
Punglor Kepala Hitam (Zootera doherty) dan lain-lain.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
27
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Potensi Wisata
Terdapat banyak potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Gunung Rinjani, diantaranya yaitu;
•	 Puncak Gunung Rinjani, Jalur Senaru, Jalur Sembalun
•	 Desa Adat Senaru dan Air Terjun Sendang Gile
•	 Danau Segara Anak
•	 Air terjun Jeruk Manis
•	 Otak Kokok
•	 Pemandian Air Panas Sebau
Untuk wisata puncak Gunung Rinjani, terdapat dua jalur resmi pendakian yaitu jalur Senaru dan jalur
Sembalun. Jalur Sembalun didominasi oleh padang rumput savana, sedangkan jalur Senaru merupakan
jalur dengan bentang alam hutan hujan pegunungan rendah hingga tinggi.
Gambar 3.6 - Ilustrasi Jalur Pendakian Jalur Sembalun dan Senaru
Sumber: Hasil penelusuran internet, 2015
© Dokumentasi Dit. KKSDA
28
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.4	 Taman Nasional Komodo
a.	 Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Komodo berada di kepulauan Indonesia Timur, tepatnya di antara Pulau
Sumbawa dan Pulau Flores. Secara administratif, Taman Nasional Komodo termasuk dalam Wilayah
Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional
Komodo terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta 26
buah pulau lainnya.
Taman Nasional Komodo dibentuk melalui pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret
1980 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan melalui
SK No.306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Luas Taman Nasional Komodo yaitu 173.300
ha, yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha lautan. Pengelolaan taman nasional ini
berada di bawah tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman
Nasional Komodo yang berlokasi di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Taman Nasional Komodo merupakan salah satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia yang
memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan merupakan Cagar Biosfer tahun
1986 serta Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 di indonesia (UNESCO). Keindahan terumbu
karang dan pembentukan pulau-pulau di kawasan Taman Nasional Komodo sendiri berasal dari
tekanan yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng kontinen, Sahul dan Sunda.
Gambar 3.7 - Lokasi Taman Nasional Komodo
Sumber: Google Maps, 2015
29
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Berikut adalah tipe-tipe zona di Taman Nasional Komodo:
•	 Zona Inti, (34.311 Ha) merupakan zona yang mutlak dilindungi, di dalamnya tidak
diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian. 
•	 Zona Rimba, (66.921,08 Ha)  merupakan zona yang di dalamnya tidak diperbolehkan
adanya aktivitas manusia sebagaimana pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam
terbatas.
•	 Zona Perlindungan Bahari, (36.308 Ha) adalah daerah dari garis pantai sampai 500
meter ke arah luar dari garis isodepth 20 meter sekeliling batas karang dan pulau,
kecuali pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Pada zona ini tidak boleh dilakukan
kegiatan pengambilan hasil laut, seperti halnya pada zona inti kecuali kegiatan wisata
alam terbatas.
•	 Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, (824 Ha) diperuntukkan secara intensif hanya bagi
wisata alam daratan.
•	 Zona Pemanfatan Wisata Bahari, (1.584 Ha) diperuntukkan secara intensif bagi wisata
alam perairan.
•	 Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, (879 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk
mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus
pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo.
•	 Zona Pemanfaatan Tradisional Bahari, (17.308 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk
mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus
pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo. Pada zona ini dapat dilakukan pengambilan
hasil laut dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang).
•	 Zona Khusus Pemukiman, (298 Ha) zona untuk bermukim hanya bagi penduduk
asli dengan peraturan tertentu dari Kepala Balai TN Komodo bekerjasama dengan
pemerintah daerah setempat.
•	 Zona Khusus Pelagis, (59.601 Ha) dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan
pengambilan hasil laut lainnya yang tidak dilindungi, dengan alat yang ramah
lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang) serta kegiatan wisata/
rekreasi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
30
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Terkait kepegawaian, hingga bulan Desember 2014 Balai Taman Nasional Komodo
memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 orang (78 orang PNS/CPNS dan 43 tenaga upah).
Rincian jumlah pegawai Balai Taman Nasional Komodo dari tahun 2009 –2014 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
No. Tahun
STA
JumlahPNS CPNS Harian/Upah
Gol.
IV
Gol.
III
Gol.
II
Gol.
I
Gol.
III
Gol.
II
Gol.
I S1 SLTA
1 2009 1 64 30 1 - 2 - - - 98
2 2010 1 59 28 1 1 - - - 10 100
3 2011 1 58 25 1 - 4 - 1 28 118
4 2012 1 61 26 1 - - - 1 28 118
5 2013 1 55 23 1 - - - 1 42 123
6 2014 1 55 19 1 2 - - 1 42 121
Tabel 3.6 - Jumlah Pegawai Taman Nasional Komodo Tahun 2009-2014
Sumber: Statistik Balai Taman Nasional Komodo tahun 2009-2014
b.	 Ekosistem
Kawasan TN Komodo sangat dipengaruhi oleh hujan musim dengan
tingkat kelembaban yang tinggi. Kondisi alam di wilayah taman nasional
yang kering dan gersang tersebut kemudian memberikan keunikan
tersendiri. Ekosistem TN Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan
dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi serta curah hujan rendah.
Ekosistem perairannya dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang
berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi
arus laut yang kuat.
Sebagian besar taman nasional merupakan savana. Hampir 70%
luas Kawasan Taman Nasional Komodo berupa padang savana, dengan
vegetasi dominan yaitu rumput–rumputan, seperti Seteria adhaerens,
chloris barbata, Heteropogon contortus, juga borassus flabellifer (lontar).
Tumbuhan lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam
(Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida). Bidara (Ziziphus jujuba),
dan bakau (Rhizophora sp.). Selain savana, terdapat pula hutan musim
dataran rendah.
Sedangkan untuk ekosistem terumbu karang, Taman Nasional Komodo
termasuk yang terindah di dunia dengan kekayaan perairan berupa
terdapatnya lebih dari 1000 jenis ikan, 260 jenis karang dan 70 jenis bunga
karang (sponge). Acropora adalah jenis yang umum dijumpai di wilayah ini.
Terdapat pula tutupan hutan bakau. Walaupun hanya sekitar 5%, namun
hutan bakau memiliki peranan yang sangat penting sebagai penahan abrasi
air laut, penahan sedimen dari air sungai (daratan), juga sebagai tempat
hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan bakau dapat di jumpai
di sekitar Loh Sabiƒta dan Loh Lawi (Pulau Komodo), dan di Loh Kima dan
Loh Buaya (Pulau Rinca). Dua jenis Bakau yang dominan adalah Rhizophora
mucronata di daerah pasang surut dan Lumnitzera racemora di daratan.
31
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c.	 Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
TN Komodo berada dalam zonasi transisi antara flora
dan fauna Asia dan Australia. Selain itu cukup esktrimnya
iklim di kawasan taman nasional ini menyebabkan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar daratan
yang dapat bertahan merupakan jenis–jenis yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan kering. Dapat dijumpai
sekitar 244 jenis flora darat (palem, anggrek, rumput,
rotan, asam, bidara dan lain-lain).
Komodo (Varanus Komodoensis), sebagai satwa
utama di kawasan ini memang sangat sesuai untuk hidup
di daerah dengan padang savana yang luas, sumber air
yang terbatas, serta suhu yang cukup panas. Selain
komodo, terdapat banyak fauna lainnya seperti ular
kobra dan berbagai ular lainnya, kadal, tokek, penyu sisik,
penyu hijau, serta berbagai jenis mamalia seperti rusa,
babi hutan, kuda liar dan kerbau liar.
Potensi Wisata
Taman Nasional Komodo memiliki daya tarik tersendiri
dengan memberikan wisatawan pengalaman untuk dapat
melihat komodo di alam liar. Selain komodo, wisatawan
dapat pula melakukan pengamatan satwa liar lainnya
seperti rusa timor, kerbau liar, dan babi hutan. Wisatawan
dapat menyaksikan hutan bakau, padang savana serta
satwa liar di Loh Buaya. Loh Buaya merupakan pusat
kunjungan di Pulau Rinca, dan dapat dicapai dalam 1-2 jam
dengan menggunakan perahu/boat sewaan dari Labuan
Bajo.
Di samping itu, Taman nasional ini juga memiliki
beragam aktivitas lainnya yang dapat dilakukan di Loh
Liang, seperti:
‒‒ Pengamatan burung; burung gosong, kakak tua kecil
jambul kuning, srigunting (Dicrurus hottentottus)
dan pergam hijau (Ducula aenae)
‒‒ Pendakian (Loh Liang-Gunung Ara–Gunung
Satalibo)
‒‒ Penjelajahan (Loh Liang–sebita)
‒‒ Photo hunting dan video shooting
‒‒ Diving, snorkeling di pantai merah dan pulau
lainnya.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
32
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Wilayah laut di Taman Nasional Komodo yang kaya akan nutrisi berkat aliran air dingin dari Samudera
Hindia yang menjaga makanan untuk kehidupan laut, menyebabkan snorkeling atau diving merupakan
salah satu aktivitas unggulan di kawasan ini. Selain itu, dengan menjadi Situs Warisan Dunia selama lebih
dari 30 tahun, terumbu karang dan pulau-pulau di taman nasional ini pun sangat dilindungi. Status tersebut
memberikan kehidupan bawah laut yang melimpah dan juga kesempatan karang untuk berkembang.
Lokasi yang menarik untuk menyelam ataupun snorkeling diantaranya adalah Pulau Pengah, Pulau Siaba,
Padar Utara, Pulau Mauan, Pulau Indihiang. Pantai merah, Batu Bolong, Gili Lawa Darat dan lain-lain.
3.5	 Taman Nasional Gunung Tambora
Gambar 3.8 - Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
Sumber: Google Maps, 2015
a.	 Gambaran Umum Kawasan
Pada mulanya, kawasan Gunung Tambora merupakan salah satu kawasan konservasi di Indonesia.
Kawasan ini merupakan area bekas letusan Gunung Tambora pada tanggal 5 April 1815 yang menjadi
letusan besar dan melontarkan 100 km3 batuan panas dan 400 juta ton gas sulfur hingga 43 km ke atmosfer.
Letusan ini menyebabkan belahan dunia sebelah utara tidak mengalami musim panas, serta mengurangi
ketinggian gunung dari 4200 m dpl menjadi hanya setinggi 2800 m dpl.
Gunung Tambora merupakan gabungan situs geologi yang perlu dipertahankan, termasuk kondisi
hutan di sekelilingnya. Kawasan tersebut sudah banyak dikunjungi oleh turis mancanegara maupun lokal
dalam rangka melakukan riset, menikmati keanekaragaman hayati dan ekositemnya ataupun gejala-gejala
alam lainnya. Pengunjung kawasan Tambora diprediksi akan meningkat seiring dengan adanya kegiatan
promosi. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve
dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar.
Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan SK penetapan status kawasan
Tambora No. 418/Kpts-II/1999 yang terbagi atas:
•	 Taman Buru seluas 26.130,25 Ha
•	 Suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha
•	 Cagar Alam seluas 23.840,18 Ha.
33
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Kawasan konservasi Gunung Tambora diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April
2015 sebagai Taman Nasional, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora
pada 11 April 1815. Penunjukan sebagai Taman Nasional dilegalkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. 111/MenLHK-II/2015.
b.	 Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna
TN Gunung Tambora memiliki kekayaan ekosistem yang
luar biasa, dengan kekhasannya yaitu memiliki ekosistem hutan
dataran rendah, ekositem hutan pegunungan dan ekosistem
savana. Tumbuhan di kawasan Gunung Tambora tersebar dalam
3 tipe ekosistem hutan, mulai dari hutan musim, hutan hujan
tropis dan hutan savana. Beberapa jenis tumbuhan, seperti
Lepidagathis eucephala, Achyranthes bidentata, Colocasia
gigantea, Dichrocephala chrysanthemifolia, dan lainnya tumbuh
subur di kawasan ini.
c.	 Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Kawasan ini merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa
mulai dari primata, reptil, mamalia, hingga aves/burung seperti
kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea). Jumlah jenis
burung yang telah teridentifikasi pada tahun 2012 sebanyak 43
jenis, di mana beberapa jenis di antaranya merupakan jenis yang
dilindungi dan satu jenis burung endemik asli Nusa Tenggara Barat.
Potensi Wisata dan Lainnya
TN Gunung Tambora memiliki daya tarik pariwisata alam yang
berupa keindahan panorama dari hutan dataran rendah hingga
hutan pegunungan. Keanekaragaman hayait berupa flora dan
fauna di taman nasional ini menambah pengalaman tersendiri bagi
wisatawan. Selain itu, TN Gunung Tambora juga dapat dijadikan
wisata geologi bila didasarkan pada sejarah Gunung Tambora,
dengan salah satu dahsyatnya letusan gunung ini.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
34
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.6	 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
a.	 Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional
yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Secara administratif, kawasan TNGGP berada di
wilayah 3 kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Oleh karena posisinya yang
strategis sebagai daerah penyangga beberapa kota besar seperti Cianjur, Sukabumi dan Bogor, peranan
TNGGP sangat vital. Selain itu TNGGP merupakan kawasan sumber air terpenting bagi DAS diantaranya
DAS Ciliwung dan Citarum.
Gambar 3.9 - Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Sumber: Google Maps, 2015
TNGGP mempunyai peranan yang penting dalam sejarah
konservasi di Indonesia. TNGGP ditetapkan sebagai taman nasional
pada tahun 1980 dan memiliki luasan sekitar 22.851 hektar. TNGGP
merupakan salah satu taman nasional yang memiliki kawasan terkecil
dibandingkan dengan taman nasional lainnya.
TNGGP memiliki rata-rata curah hujan pertahun sebesar 3600-
4000 mm. Rata-rata suhu udara di TNGGP berkisar antara 5°-28° C
dengan ketinggian tempat berkisar antara 1.000-3.000 m. Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai
Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman
Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Kantor pengelola TNGGP yaitu Balai Besar TNGGP, berada
di Cibodas. Dalam pengelolaannya, TNGGP dibagi menjadi 3 (tiga)
Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wil), yaitu
Bidang PTN Wilayah I di Cianjur, Bidang PTN Wilayah II di Selabintana-
Sukabumi, dan Bidang PTN Wilayah III di Bogor. TNGGP terbagi ke
dalam 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil)
dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah
dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh
kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam
menuju pemanfaatan yang berkelanjutan.
35
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
b.	 Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem
yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana.
Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi
seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan
ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne
pangerangensis, bunga Edelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan Cantigi
(Vaccinium varingiaefolium).
Berbagai jenis tumbuhan dengan spesies unik bisa ditemukan di dalam kawan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mulai dari rasamala, kantong semar
(Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan lain-lain. Selain tumbuhan, TNGGP
juga menjadi habitat bagi berbagai satwa liar seperti kepik raksasa, lebih dari 100 jenis
mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, sigung dan lain-lain,
serta 250 jenis burung.
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata),
dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus). Satwa langka lainnya seperti
macan tutul (Panthera pardus melas), landak jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang
(Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula).
Selain itu, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai
jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa.
Beberapa jenis diantaranya yaitu burung langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan
Burung hantu (Otus angelinae).
© Dokumentasi Dit. KKSDA
36
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c.	 Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional
TNGGP kaya akan potensi ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut:
•	 Telaga Biru: Sebuah danau kecil yang berukuran 5 hektar, dan terletak 1,5 km dari pintu masuk
Cibodas. Disebut telaga biru karena airnya dapat terlihat berwarna biru yang disebabkan
oleh jenis ganggang biru yang hidup didalamnya. Warna biru akan lebih jelas terlihat apabila
permukaan air telaga tersinar matahari.
•	 Rawa Gayonggong: Terletak 1,8 dari pintu masuk Cibodas. Rawa mengandung belerang dengan
latar belakang hutan pegunungan yang terdapat pada ketinggian 1.400 meter tersebut memiliki
pemandangan yang unik dan indah.
•	 Air Terjun: Air terjun Cibeureum terletak 2,5 km dari pintu masuk Cibodas. Di lokasi air terjun ini
terdapat dua buah air terjun lainnya yang lebih kecil yaitu Air Terjun Cikundul dan Cidendeng. Di
sisi sebelah kanan dari air terjun Cibeurem terdapat Limut merah (Spagnum gedeanum) yang
tidak dapat ditemukan di lokasi lain. Air terjun ini merupakan air terjun tertinggi yang dapat di
kunjungi oleh wisatawan.
•	 Air panas: Terletak 5,2 km dari pintu masuk Cibodas, diketinggian 2.150 mdpl, tidak jauh dari
tempat berkemah Kandang Batu. Para pendaki dapat menyempatkan diri mandi di mata air
panas tersebut sambil beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya.
•	 Kawah Gunung Gede: Kawah Gunung Gede berjarak 8,9 km dari pintu masuk Cibodas. Sejauh 500
meter mendekati puncak, merupakan daerah yang gersang akibat letusan gunung yang pernah
terjadi. Di daerah ini tidak terdapat pepohonan dan rerumputan hanya tumbuh menyebar di
beberapa tempat. Kawah Gunung Gede masih aktif dan secara periodik mengeluarkan gas-gas
yang berbau belerang. Terdapat tiga buah kawah yang berdekatan, yaitu: Kawah Ratu, Kawah
Lanang, dan Kawah Wadon.
•	 Alun-alun Suryakencana: Terletak pada ketinggian 2.750 meter, antara Gunung Gede dan Gunung
Gemuruh, terdapat daerah datar dengan panjang 1.500 meter dan lebar 250 meter. Lokasi ini
berjarak 10,2 km dari pintu masuk Cibodas dan 6,9 km dari pintu masuk Gunung Putri. Di daerah
ini banyak ditemukan bunga Edelweiss dan juga tersedia tempat berkemah.
•	 Alun-alun Pangrango: Terletak di lereng Gunung Pangrango. Seperti alun-alun Suryakencana
namun dengan luas yang lebih kecil, lapangan ini banyak ditumbuhi bunga Edelweiss.
•	 Gunung Putri dan Selabintana: Sebuah tempat berkemah dengan kapasitas 100-150 orang.
•	 Kandang Batu dan Kandang Badak: Sebuah tempat untuk kegiatan berkemah dan pengamatan
tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam
perjalanan dari Cibodas.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
“Komodo”
38
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI,
TN KOMODO
4.1	 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
4.1.1	 Ancaman yang Dihadapi
A
ncaman seringkali menjadi penghambat dalam pengelolaan, dan juga merupakan
hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan arah pengelolaan.
Pada umumnya, ancaman-ancaman terhadap kawasan konservasi menyebabkan
kebutuhan input meningkat ataupun secara langsung menyebabkan proses pengelolaan tidak
optimal. Untuk itu diperlukan identifikasi terhadap ancaman-ancaman tersebut sehingga
selanjutnya dapat dirumuskan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pada lembar penilaian METT-
datasheet 2, terdapat 12 jenis ancaman. Gambar 4.1 menunjukkan berbagai ancaman yang
mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Kutai.
Berdasarkan grafik di atas, secara umum hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat
berbagai ancaman pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. Ancaman tertinggi berasal dari
perumahan dan komersial serta transportasi dan layanan koridor. Ancaman yang dihadapi di
taman nasional ini memang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang diawali dengan terus
berkembangnya aktivitas perambahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan.
Di satu sisi, perambahan kian meluas dengan adanya faktor penarik yaitu sebuah jalan
poros Bontang-Sangatta sebagai salah satu layanan koridor yang melintas dan ‘membelah’ kawasan
Taman Nasional Kutai, sehingga kemudian menimbulkan pula sebuah fragmentasi kawasan dan
isolasi satwa dari habitatnya. Aktivitas bermukim yang kerap tumbuh di sekitar koridor jalan juga
telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, unsur-unsur komersial, kegiatan bertani/beternak/
budidaya lainnya hingga industri. Selain itu, menara Base Transceiver Station (BTS) – infrastruktur
telekomunikasi yang memfasilitasi nirkabel – sudah banyak dibangun di dalam kawasan dengan
alasan untuk menunjang telekomunikasi.
Gambar 4.1 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
39
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Selain ancaman dari koridor jalan, masih terdapat ancaman lain dari koridor sungai yang
berperan sebagai jalur transportasi perairan, terutama koridor sungai. Koridor sungai di satu sisi
juga sering digunakan para ilegal logger, pemburu liar, pencuri tanaman dan pelaku tindakan ilegal
lainnya sebagai jalur transportasi/akses keluar-masuk kawasan taman nasional. Ancaman-ancaman
lainnya yang juga terdapat di taman nasional ini yaitu kebakaran hutan, kegiatan perminyakan (oleh
PT Pertamina) dan berbagai jenis polusi (limbah rumah tangga, limbah industri, limbah padat,
polusi udara). Dari berbagai ancaman yang ada di kawasan Taman Nasional Kutai, dapat dikatakan
bahwa ancaman dari permukiman dan layanan koridor transportasi merupakan ancaman utama,
yang juga menyebabkan timbulnya ancaman-ancaman lainnya dan menghambat terwujudnya
pengelolaan kawasan yang optimal.	
Gambar 4.2 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berdasarkan Enam Komponen
Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
4.1.2	 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, Grafik 4.2 menggambarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan
Taman Nasional Kutai.
Secara rata-rata, presentase efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai yang diperoleh
yaitu 52,5%.
Konteks
Elemen konteks hanya terdiri dari 1 buah pertanyaan, yaitu
mengenai status hukum kawasan. Konteks hanya dicerminkan dari 1
buah pertanyaan, maka dari itu bobot tiap pilihan poin menjadi sangat
besar pada elemen ini. Terkait konteks Taman Nasional Kutai, saat ini
proses pengukuhan taman nasional sudah diajukan, namun belum
selesai. Terlebih penetapan kawasan TN Kutai belum sesuai dengan
rencana penggunaan ruang yang diusulkan oleh pemerintah daerah
yang berada di sekeliling TN Kutai.
40
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Perencanaan
Terkaitelemenperencanaan,saatiniTNKutaitelahmemilikiRPTNperiode
10 tahun. Dalam RPTN tersebut telah tertuang tujuan (visi dan misi) pengelolaan.
Di samping itu, terdapat peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan TN
seperti Peraturan Menteri LHK tentang penunjukkan TN Kutai, dan rencana
tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, peraturan-peraturan
mengenai legalitas kawasan tersebut belum berdampak pada penanganan konflik
penggunaan lahan yang kian kompleks di Taman Nasional Kutai. Hingga saat ini
belum terdapat peraturan ataupun sinergisasi aturan yang dapat membantu
penanganan konflik TN Kutai agar penggunaan lahan dapat berlangsung secara
optimal dan lestari untuk kepentingan konservasi. Selain itu dibutuhkan pula
sebuah rencana penggunaan lahan dan air sekitar dengan memperhitungkan
kebutuhan jangka panjang TN Kutai sebagai kawasan konservasi.
Input
Masih terdapat banyak kekurangan dalam elemen input pada TN Kutai. Kapasitas karyawan
ataupun dukungan lembaga masih kurang dalam pengendalian penggunaan lahan taman nasional
serta terhadap pencegahan pencurian kayu, selain itu dari segi kuantitas karyawan juga masih kurang
mencukupi. Padahal, jumlah karyawan untuk ditempatkan di resort merupakan salah satu hal yang dapat
berpengaruh pada efektivitas pengelolaan di lapangan. Terkait ketersediaan informasi, saat ini telah
terdapat cukup informasi mengenai habitat dan spesies penting untuk mendukung area perencanaan
dan pengambilan keputusan, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaharui secara berkala.
Dalam ketersediaan peralatan, dengan akses kawasan yang cukup sulit, TN Kutai masih
memerlukan berbagai peralatan penunjang kegiatan patroli misalnya camera trap, drone, juga kendaraan
untuk mengakses lapangan. Sedangkan terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan
aliran dana yang diterima oleh Balai TN Kutai tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pengelolaan. Hal ini juga terjadi pada taman nasional sampel lainnya; TN Way Kambas,
TN Gunung Rinjani, TN Komodo.
Proses
Elemen ini merupakan elemen dengan jumlah pertanyaan terbanyak, yaitu 21 buah pertanyaan. Berikut
adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Kutai.
•	 Terdapat kerjasama dengan peneliti asal Kanada mengenai orang utan sebagai satwa kunci di TNK.
•	 Masih belum terdapat kegiatan pengelolaan khusus untuk orang utan sebagai satwa unggulan dan
nilai utama penunjukan kawasan.
•	 Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal, seperti banyaknya kualitas fasilitas
wisata yang telah rusak dan belum diperbaiki (jembatan, boardwalk, dan lain lain).
•	 Adanya kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan
pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi dalam pemberian masukan.
•	 Terdapat sebuah kerjasama yang menghasilkan ‘Mitra Kutai’ (membantu Balai TNK dalam kegiatan-
kegiatan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan).
•	 Di satu sisi, masyarakat sekitar serta Pemda cukup sulit untuk bekerjasama 	dengan baik dalam
memelihara kawasan.
•	 Terdapat sistem untuk mengontol akses/penggunaan sumber daya di kawasan (sistem pengamanan)
berbentuk patroli pengamanan dan patroli kebakaran hutan, namun keduanya masih memiliki kendala
dalam hal aksesibilitas.
41
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin
yaitu RKA K/L, dan rencana kerja per
divisi. Sedangkan terkait fasilitas dan
pelayanan pengunjung, kualitasnya
masih sangat membutuhkan
peningkatan.
Outcome
Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa belum
terdapat manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan
bagi masyarakat. Kondisi nilai penting kawasan pun belum
dapat diidentifikasi melalui perbandingan degradasi nilai-
nilai ekologis ataupun kultural sejak pertama kali kawasan
ditetapkan.
4.2	 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
4.2.1	 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman
Nasional Way Kambas.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa jenis ancaman penggunaan dan perusakan sumber
daya hayati serta intrusi manusia merupakan dua ancaman tertinggi yang dihadapi Taman Nasional
Way Kambas. Penggunaan dan perusakan sumber daya hayati yaitu terkait masih banyak terjadi
kegiatan perburuan satwa hingga pembunuhan gajah baik perburuan gading gajah ataupun akibat
konfliknya dengan manusia. Selain itu terdapat pula banyak aktivitas pencurian hasil hutan seperti
tanaman gaharu, ataupun pemanenan sumber daya air di beberapa titik perairan dalam kawasan.
Sedangkan ancaman berikutnya berasal dari intrusi manusia yang cukup tinggi. Selain kegiatan
rekreasi/wisata yang tergolong berintensitas tinggi dan juga kegiatan penelitian/pendidikan lain
yang banyak dilakukan di kawasan, kegiatan pengelolaan sendiri dapat memberikan ancaman-
ancaman tertentu terhadap habitat dan kehidupan satwa. Kegiatan pengelolaan yang dimaksud
yaitu kegiatan konstruksi fasilitas taman nasional ataupun penggunaan kendaraan pengelolaan
sehari-hari, yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap habitat satwa.
Gambar 4.3 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
42
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
4.2.2	 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way
Kambas.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang diperoleh
yaitu sebasar 65,65%.
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Gambar 4.4 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Enam
Komponen Pengelolaan
Konteks
Taman Nasional Way Kambas telah resmi dikukuhkan pada
tahun 1999. Kawasan mempunyai status hukum yang jelas,
dengan hubungan yang bekerjasama dengan baik dengan
masyarakat.
Perencanaan
Proses perencanaan kawasan (sejak tahun 1993) mencakup banyak
pihak dan ahli-ahli terkait, sebagai contoh yaitu keikutsertaan
ahli badak dalam perumusan perencanaan pengelolaan kawasan.
Terkait pencapaian tujuan pengelolaan (lestari, berdayaguna, sinergi,
welmanaged), saat ini belum terwujud dengan baik dengan masih
banyak terjadinya konflik gajah dengan manusia. Selain itu, belum
seluruh program yang direncanakan dalam RPTN terlaksana, salah
satunya karena belum memadainya alokasi pendanaan. Sedangkan
untuk desain zonasi, hingga saat ini telah cukup sesuai dengan
kepentingan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. Di samping
itu, desain sanctuary badak (SRS) juga sangat mendukung upaya
pelestarian badak secara tepat.
43
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Input
Kapasitas karyawan sudah cukup baik, namun masih dibutuhkan
tenaga tambahan untuk ditempatkan di lapangan serta untuk
kegiatan patroli. Terkait ketersediaan informasi, BTN Way Kambas
masih membutuhkan banyak data dan informasi yang valid dan
dapat digunakan untuk mendukung perencanaan dan pengambilan
keputusan. Anggaran yang tersedia saat ini dirasa belum mencukupi
dan TNWK masih menggunakan bantuan pendanaan dari luar.
Namun di samping itu pengelolaan harus diimbangi pula dengan
perawatan fasilitas resort. Terkait aliran dana masuk, sistem PNBP
yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Way
Kambas tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pengelolaan.
Proses
Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman
Nasional Way Kambas.
•	 Tata batas telah ditetapkan pada tahun 1998, dan hingga saat ini TNWK masih
memiliki batasan wilayah yang jelas dengan pihak masyarakat sekitar.
•	 Terdapat kegiatan patroli gajah untuk pencegahan keluarnya gajah ke daerah
pemukiman masyarakat, dan patroli sumber daya hutan sebagai sistem kontrol
penggunaan sumber daya kawasan.
•	 Terdapat banyak penelitian yang dilakukan di dalam kawasan, dan diarahkan agar
sesuai dengan kebutuhan pengelolaan.
•	 Dalam keberjalanan pengelolaan, pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan
belum maksimal. Selain pemeliharaan fasilitas/peralatan di lokasi wisata (PLG)
yang terlihat kurang, resort-resort juga tidak terpelihara dengan baik ataupun
digunakan sebagaimana fungsinya. Hal ini juga memberikan gambaran prioritas
pengelolaan anggaran yang kurang bersifat strategis. Dengan disegerakannya
perbaikan fasilitas resort, fungsi resort untuk ditempati pegawai akan kembali
dan berbagai kegiatan di lapangan akan mampu berjalan dengan lebih efektif.
•	 Terdapat beberapa keikutsertaan pegawai dalam berbagai pelatihan, namun tidak
seluruhnya relevan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan.
•	 Terdapat kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran
terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader
konservasi pada pemberian masukan pengelolaan. Kegiatan ini dilaksanakan
sekitar 3 sampai dengan 6 bulan sekali.
•	 Saat ini belum terdapat kerjasama pengelolaan kawasan dengan operator
pariwisata, namun tahap pelelangan rencana pengembangan kerjasama telah
dilakukan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
44
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L dan
rencana kerja rutin SRS/PLG/ERU. Sedangkan
terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung,
kualitasnya masih sangat membutuhkan
peningkatan guna melayani tingkat kunjungan
yang tinggi. Dibutuhkan perbaikan fasilitas
seperti kualitas bangunan pos, toilet,
jembatan, ataupun railing pengaman. Namun
dari segi kelengkapan, fasilitas dan layanan
pengunjung saat ini sudah cukup memadai
dengan adanya visitor center, arena atraksi,
loket karcis, selter pengunjung, toilet, kios
suvenir, dan lain-lain.
Outcome
Hingga saat ini, manfaat ekonomi yang dapat
dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan yaitu
berupa terserapnya tenaga kerja. Perekrutan tenaga
kerja tambahan dilakukan kepada masyarakat sekitar
kawasan taman nasional. Kondisi nilai penting kawasan
pun terjaga dengan baik, yaitu telah dijalankannya
perlakuan dan perhatian secara khusus terhadap
badak sebagai spesies kunci sekaligus spesies terancam
punah, juga tersedia pusat rehabilitasi gajah untuk
penyembuhan dan perawatan terhadap gajah-gajah
yang membutuhkan. Bila kedepannya diadakan pusat
pengelolaan satwa tapir dan Harimau Sumatera, kondisi
nilai penting kawasan Taman Nasional Way Kambas
akan semakin utuh.
Taman Nasional Way Kambas sebagai sebuah kawasan konservasi dengan beberapa satwa unggulan
seperti Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir dan Beruang, saat ini telah memiliki
pengelolaan spesifik terhadap dua satwa yaitu Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Melalui kerjasama
dengan pihak LSM YABI, sebuah sanctuary Badak Sumatera ‘Suaka Rhino Sumatera’ (SRS) berhasil dikelola
dengan sangat baik. SRS memiliki fungsi sebagai rumah sakit satwa, penangkaran, pusat breeding, dan
pusat penelitian. Berbagai upaya yang telah dilakukan para pengelola membuahkan hasil, seperti pada
tahun 2007, seekor Badak Sumatera jantan, Andalas, berhasil dikirimkan ke TN Way Kambas dari salah
satu kebun binatang di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 2012, seekor bayi badak, Andatu, berhasil
dilahirkan di SRS. Kelahiran bayi badak ini merupakan salah satu keberhasilan terbesar dari upaya para
pengelola untuk mengawinkan dan merawat kesehatan induk badak (Ratu). Akhirnya, setelah 124 tahun,
Andatu merupakan bayi Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan di penangkaran.
Sedangkan untuk pengelolaan satwa gajah, sejak tahun 1985 TN Way Kambas memiliki sebuah
Pusat Latihan Gajah (PLG) yang mulanya berfungsi sebagai tempat pelatihan gajah-gajah bermasalah hasil
tangkapan dalam kawasan agar kemudian dapat berdaya guna. Seiring berjalannya waktu, gajah-gajah
di PLG tidak hanya didayagunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan breeding, namun juga
semakin dikenal sebagai sebuah destinasi ekowisata. Hingga saat ini, di TN Way Kambas telah dibentuk pula
sebuah tim Elephant Response Unit (ERU) yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan
patroli pengamanan dalam rangka pencegahan konflik antara koloni gajah dan manusia.
Tabel 4.1 - Key Resource Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Hasil Analisis, 2015
KEYRESOURCE
Habitat        
Animal species
 Tapir,
Beruang
 Harimau
Sumatera
 Gajah
Sumatera
 Badak
Sumatera
Bird species      
Other faunal
species        
         
  POOR GOOD
VERY
GOOD
EXCELLENT
STATUS
45
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Pengelolaan SRS merupakan contoh dari pengelolaan penangkaran satwa yang baik
dan efektif. Dalam perencanaan pembangunan kandang, telah dilakukan berbagai kajian
mendalam sehingga penangkaran tersebut dalam dikelola serta berdayaguna dengan efektif.
Salah satu bentuk perencanaan yang baik pada penangkaran ini yaitu adanya design kandang
SRS (Lihat Gambar 3.6) dengan luasan 100 ha yang disesuaikan sedemikian rupa agar dapat
ideal dan nyaman bagi kehidupan alami badak, namun juga berdayaguna bagi kelangsungan
perkembangbiakkannya. Kandang tersebut merupakan suatu luasan hutan di Taman Nasional
Way Kambas yang diberikan pagar dengan ketinggian celah-celah tertentu agar satwa lain tetap
dapat melintas, diberikan pagar sekat untuk memisahkan satu badak dengan badak lainnya,
namun disediakan sebuah meeting point di bagian tengah area yang ditujukan sebagai area
perkawinan badak.
Selanjutnya, efektivitas pengelolaan yang dilakukan TN Way Kambas akan semakin baik
biladilakukanpulapengelolaankhususterhadapkeyresourceslainnyasepertiHarimauSumatera,
tapir, dan beruang. Pengelolaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penangkaran, rumah
sakit satwa, ataupun konsep suaka satwa lainnya.
4.3	 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
4.3.1	 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan
Taman Nasional Gunung Rinjani.
Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi dua jenis ancaman utama dalam
pengelolaannya, yaitu terkait perumahan (perambahan) dan polusi. Salah satu ancaman
utama yang juga merupakan sumber bagi kemunculan ancaman lainnya yaitu adalah
terus berlangsungnya aktivitas perambahan oleh masyarakat. Aktivitas perambahan
kerap terjadi dan semakin meluas di dalam kawasan. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pihak Balai TNGR, namun hingga saat ini aktivitas perambahan tersebut tetap
terus terjadi. Lokasi perambahan di kawasan TNGR cukup tersebar, kian meluas, dan
kemudian tentu menimbulkan ancaman lain dengan pembukaan lahan-lahan baru secara
disengaja juga penggunaan sumber daya (penebangan kayu) dalam skala besar untuk
keperluan hidup dan bermukim.
Gambar 4.5 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
46
Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4
HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Berikutnya yaitu ancaman dari polusi di dalam kawasan. Taman Nasional Gunung
Rinjani sebagai objek wisata yang telah dikenal mancanegara memang akan ditantang untuk
mampu menyediakan pelayanan dan pengelolaan yang seimbang dengan meluapnya jumlah
pengunjung. Pengembangan wisata yang dilakukan ternyata tidak dapat diimbangi dengan
kesiapan pengelolaan sampah. Selain dari masih kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan
sampah, hal ini juga merupakan akibat dari lemahnya kesadaran dari pengunjung/pendaki dalam
menjaga kebersihan alam. Selanjutnya sampah yang didominasi oleh sampah padat ini (terutama
bungkus makanan dan tisu basah) menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian kawasan,
baik dari segi ekosistem ataupun estetika.
Sedangkan selain hal-hal tersebut, terdapat pula jenis ancaman lain seperti terkait aktivitas
pemanfaatan air ataupun faktor-faktor alam seperti gunung api, kekeringan, ataupun suhu ekstrim.
4.3.2	 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs,
proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu 75,75%.
Gambar 4.6 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Berdasarkan Enam
Komponen Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Konteks
Taman Nasional Gunung Rinjani telah resmi ditetapkan pada tahun 1997 melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997.
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

More Related Content

What's hot

Makalah konservasi penyu
Makalah konservasi penyuMakalah konservasi penyu
Makalah konservasi penyuDody Perdana
 
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Didi Sadili
 
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara Visual
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara VisualTeknik Identifikasi Ikan Karang Secara Visual
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara VisualYayasan TERANGI
 
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaEkosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaMardiah Ahmad
 
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNPANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNAmos Pangkatana
 
Power point terumbu karang
Power point terumbu karangPower point terumbu karang
Power point terumbu karangrantikaput
 
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil Perikanan
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil PerikananLaporan Praktik Lapang Hasil-hasil Perikanan
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil PerikananIke Wulanduri
 
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawlPim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawlPT. SASA
 
Makalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangMakalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangAdy Purnomo
 
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiPeraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiDidi Sadili
 

What's hot (20)

Makalah konservasi penyu
Makalah konservasi penyuMakalah konservasi penyu
Makalah konservasi penyu
 
Kepiting Bakau
Kepiting BakauKepiting Bakau
Kepiting Bakau
 
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
 
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara Visual
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara VisualTeknik Identifikasi Ikan Karang Secara Visual
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara Visual
 
Laporan praktikum ikhtiologi
Laporan praktikum ikhtiologiLaporan praktikum ikhtiologi
Laporan praktikum ikhtiologi
 
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaEkosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
 
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 07 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
Reproduksi kuda laut
Reproduksi kuda lautReproduksi kuda laut
Reproduksi kuda laut
 
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
 
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNPANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
 
Power point terumbu karang
Power point terumbu karangPower point terumbu karang
Power point terumbu karang
 
Planktonologi
PlanktonologiPlanktonologi
Planktonologi
 
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil Perikanan
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil PerikananLaporan Praktik Lapang Hasil-hasil Perikanan
Laporan Praktik Lapang Hasil-hasil Perikanan
 
Pikp module11- manaj perikanan1
Pikp module11- manaj perikanan1Pikp module11- manaj perikanan1
Pikp module11- manaj perikanan1
 
KONSERVASI PPT.pptx
KONSERVASI PPT.pptxKONSERVASI PPT.pptx
KONSERVASI PPT.pptx
 
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawlPim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
 
Padang lamun
Padang lamunPadang lamun
Padang lamun
 
Makalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangMakalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu Karang
 
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiPeraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
 
Ekosistem pesisir
Ekosistem pesisirEkosistem pesisir
Ekosistem pesisir
 

Similar to Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.ParaditaHasanah1
 
Juklak Penilaian Kemampuan Poktan
Juklak Penilaian Kemampuan PoktanJuklak Penilaian Kemampuan Poktan
Juklak Penilaian Kemampuan PoktanMuliadin Forester
 
Bahan Paparan RAPIM.pptx
Bahan Paparan RAPIM.pptxBahan Paparan RAPIM.pptx
Bahan Paparan RAPIM.pptxAngeloMunez
 
Expert perception about Water Resources of Toba Lake
Expert perception about Water Resources of Toba LakeExpert perception about Water Resources of Toba Lake
Expert perception about Water Resources of Toba LakeRepository Ipb
 
Annual Report National Spatial Planning 2011
Annual Report National Spatial Planning 2011Annual Report National Spatial Planning 2011
Annual Report National Spatial Planning 2011Arief Budiman
 
Disertasi pengantar dan abstrak
Disertasi pengantar dan abstrakDisertasi pengantar dan abstrak
Disertasi pengantar dan abstrakAhmad Dahlan
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Gien Rockmantic
 
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaan
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaanBagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaan
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaanAndreasPutrasginting
 
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptx
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptxBriefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptx
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptxTsabitaQiyya
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganEKPD
 
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Konsultan Pendidikan
 
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan silo
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan siloFaktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan silo
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan siloPascasarjana POLITEKNIK NEGERI JEMBER
 

Similar to Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia (20)

Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
 
Djaenudin et al, (2011)
Djaenudin et al, (2011)Djaenudin et al, (2011)
Djaenudin et al, (2011)
 
Juklak Penilaian Kemampuan Poktan
Juklak Penilaian Kemampuan PoktanJuklak Penilaian Kemampuan Poktan
Juklak Penilaian Kemampuan Poktan
 
Bahan Paparan RAPIM.pptx
Bahan Paparan RAPIM.pptxBahan Paparan RAPIM.pptx
Bahan Paparan RAPIM.pptx
 
Expert perception about Water Resources of Toba Lake
Expert perception about Water Resources of Toba LakeExpert perception about Water Resources of Toba Lake
Expert perception about Water Resources of Toba Lake
 
Rangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nreRangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nre
 
Annual Report National Spatial Planning 2011
Annual Report National Spatial Planning 2011Annual Report National Spatial Planning 2011
Annual Report National Spatial Planning 2011
 
Kk f biologi 14_juni
Kk f biologi 14_juniKk f biologi 14_juni
Kk f biologi 14_juni
 
PPT SIDANG TA.pptx
PPT SIDANG TA.pptxPPT SIDANG TA.pptx
PPT SIDANG TA.pptx
 
Disertasi pengantar dan abstrak
Disertasi pengantar dan abstrakDisertasi pengantar dan abstrak
Disertasi pengantar dan abstrak
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1
 
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaan
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaanBagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaan
Bagi 'pemetaan potensi wilayah pedesaan
 
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptx
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptxBriefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptx
Briefing fasilitator refleksi PSP IKM PBD.pptx
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Modul pengantar klhs
Modul pengantar klhsModul pengantar klhs
Modul pengantar klhs
 
Pkl revisi
Pkl revisiPkl revisi
Pkl revisi
 
Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2
 
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
 
Rktm lab diseminasi
Rktm lab diseminasiRktm lab diseminasi
Rktm lab diseminasi
 
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan silo
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan siloFaktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan silo
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi kopi agribisnis di kecamatan silo
 

Recently uploaded

Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxPENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxheru687292
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 

Recently uploaded (7)

Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxPENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 

Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

  • 1.
  • 2.
  • 3. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2015
  • 4. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia Penanggungjawab: Basah Hernowo Pengarah: Medrilzam Penulis: Pungky Widiaryanto Kineta Gisela Dionia Kontributor: Nita Kartika, Nur H. Rahayu, Dadang Jainal Mutaqin, Andi Setyo Pambudi, Miranti Triana Zulkifli, Farida Yulistianingrum, June Ratna Mia, Mohammad Showam, Ulfah Yannisca, Dhevi Arimbi Diterbitkan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
  • 5. iii Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Buku Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia ini dapat diselesaikan. Buku ini merupakan laporan dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan pembangunan kehutanan program konservasi sumber daya alam dan ekosistem, dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai pencapaian kinerja terhadap pelaksanaan pembangunan di sektor kehutanan yang termuat di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) diamanatkan untuk melakukan pemantauan kinerja terhadap pelaksanaan program-program pembangunan baik program jangka panjang maupun program pembangunan jangka menengah serta rencana pembangunan tahunan yang tertuang dalam RKP. Secaraumumlaporanpemantauaninimemberikan gambaran mengenai: (1) Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi Indonesia; (2) Permasalahan dan pemecahan/tindak lanjut permasalahan yang ada; (3) Rekomendasi yang harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup pemantauan program pembangunan kawasan konservasi ini fokus pada pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia. Diharapkan informasi dari kegiatan pemantauan ini bisa dijadikan sebagai masukan guna memperbaiki program-program pembangunan di masa yang akan datang dan juga bisa memberikan informasi dan data bagi perencanaan pembangunan selanjutnya. Akhir kata, diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan pemantauan. Buku ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku ini. Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Basah Hernowo
  • 7. v Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia DAFTAR ISI iii Kata Pengantar v Daftar Isi vii Daftar Tabel viii Daftar Gambar x Daftar Istilah xiii Ringkasan Eksekutif 02 Bab 1. Pendahuluan 02 Latar belakang 03 Tujuan dan Sasaran 03 Metodologi 03 Pelaksanaan Kegiatan 04 Sistematika Penyusunan Laporan 06 Bab 2. Metode Pemantauan: Management Effectiveness Tracking Tools 06 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya 11 Pengumpulan Data 12 Metode Penilaian 16 Bab 3. Hasil Kunjungan Lapangan 16 Taman Nasional Kutai 20 Taman Nasional Way Kambas 24 Taman Nasional Gunung Rinjani 28 Taman Nasional Komodo 32 Taman Nasional Gunung Tambora 34 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 38 Bab 4. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi 38 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai 41 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas 45 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani 49 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo 56 Bab 5. Sintesa 6 Aspek Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi 56 Konteks 58 Perencanaan
  • 8. vi Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia 61 Inputs 65 Proses 72 Outputs 74 Outcomes 78 Bab 6. Simpulan dan Rekomendasi 78 Simpulan 81 Rekomendasi 82 Daftar Pustaka DAFTAR ISI
  • 9. vii Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia DAFTAR TABEL 12 Tabel 2.1 Metode Penilaian Indikator Utama METT Assesment Form 17 Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai 17 Tabel 3.2 Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja 17 Tabel 3.3 SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan 23 Tabel 3.4 Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014 24 Tabel 3.5 Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010- 2014 30 Tabel 3.6 Jumlah Pegawai Taman Nasionsl Komodo tahun 2009-2014 44 Tabel 4.1 Key Resource Taman Nasional Way Kambas 52 Tabel 4.2 Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo tahun 2008-2013 53 Tabel 4.3 Key Resource TN Komodo 56 Tabel 5.1 Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel 58 Tabel 5.2 Perbandingan Apek Perencanaan 4 taman Nasional Sampel 61 Tabel 5.3 Perbandingan Aspek Inputs 4 Taman Nasional Sampel 65 Tabel 5.4 Perbandingan Aspek Proses 4 Taman Nasional Sampel 72 Tabel 5.5 Perbandingan Aspek Outputs 4 Taman Nasional Sampel 74 Tabel 5.6 Perbandingan Aspek Outcomes 4 Taman Nasional Sampel
  • 10. viii Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia DAFTAR GAMBAR 7 Gambar 2.1 Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi) 8 Gambar 2.2 Halaman Data Sheet 2 METT (Daftar Ancaman) 9 Gambar 2.3 Elemen-Elemen Penilaian METT 11 Gambar 2.4 Contoh Halaman Assesment Form 13 Gambar 2.5 Tahapan Penggunaan METT 16 Gambar 3.1 Lokasi Taman Nasional Kutai 20 Gambar 3.2 Lokasi Taman Nasional Way Kambas 21 Gambar 3.3 Konsep kandang Badak SRS 22 Gambar 3.4 Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi 24 Gambar 3.5 Lokasi TN Gunung Rinjani di Pulau Lombok 27 Gambar 3.6 Ilustrasi jalur Pendakian jalur Sembalun dan Senaru 28 Gambar 3.7 Lokasi Taman Nasional Komodo 32 Gambar 3.8 Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora 34 Gambar 3.9 Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 38 Gambar 4.1 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Kutai 39 Gambar 4.2 Efektivitas Pengelolaan TN Kutai Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan 41 Gambar 4.3 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNWK 42 Gambar 4.4 Efektivitas Pengelolaan TNWK Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan 45 Gambar 4.5 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNGR 46 Gambar 4.6 Efektivitas Pengelolaan TNGR Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan
  • 11. ix Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia DAFTAR GAMBAR 49 Gambar 4.7 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Komodo 50 Gambar 4.8 Efektivitas Pengelolaan TN Komodo Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan 80 Gambar 6.1 Ilustrasi Perbandingan Skor METT 4 Taman Nasional Sampel terhadap Pemenuhan IKK KSDAE
  • 12. x Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia DAFTAR ISTILAH APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam BTN Balai Taman Nasional BTNK Balai Taman Nasional Kutai BTNWK Balai Taman Nasional Way Kambas BTNGR Balai Taman Nasional Gunung Rinjani BTS Base Transceiver Station CA Cagar Alam CAL Cagar Alam Laut Camera trap Kamera yang digunakan untuk mengambil foto/gambar satwa DAS Daerah Aliran Sungai Drone Sebuah pesawat yang tidak berawak EoH Enhancing Our Heritage ERU Elephant Response Unit Ha Hektar Hutan konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Pasal 1 angka 9 UU 41/1999) IBSAP Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan IKK Indikator Kinerja Kegiatan IPPA Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam IUCN International Union for Conservation of Nature Kawasan konservasi Kawasan atau area yang dilindungi dan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya KK Kepala Keluarga KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem LSM Lembaga Swadaya Masyarakat METT Management Effectiveness Tracking Tools MK Mahkamah Konstitusi PEH Pengendali Ekosistem Hutan Pemantauan Kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin (PP. 39/2006)
  • 13. xi Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PLG Pusat Latihan Gajah PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak Polhut Polisi Kehutanan PROARCA-CAPAS Programa Ambiental Regional Para Centroamerica – Central American Protected Areas System PT Perseroan Terbatas PTN Pengelolaan Taman Nasional RAPPAM Rapid Assessment and Prioritisation of Protected Area Management Renja K/L Rencana Kerja Kementerian/Lembaga Resort Unit pengelolaan hutan konservasi terkecil RKA KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPTN Rencana Pengelolaan Taman Nasional SAR Search and Rescue SDM Sumber Daya Manusia SK Surat Keputusan SPORC Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat SPTN Seksi Pengelolaan Taman Nasional SRS Suaka Rhino Sumatera TN Taman Nasional, adalah kawasan pelestaian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, da rekreasi (Pasal 1 angka 14 UU 5/1990) TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGR Taman Nasional Gunung Rinjani TNK Taman Nasional Kutai TNWK Taman Nasional Way Kambas UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization WCPA World Commission on Protected Areas WWF World Wildlife Fund YABI Yayasan Badak Indonesia Zona Blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga kawasan dapat dilakukan secara maksimal DAFTAR ISTILAH
  • 15. xiii Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Kegiatanpemantauanpembangunankehutanantahun2015difokuskanpadaprogramkonservasi sumber daya alam dan ekosistem. Upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar dilaksanakan di kawasan hutan konservasi. Dalam melakukannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola kawasan konservasi di tingkat lapangan. Organisasi pemangku hutan di lapangan yang menjadi habitat keanekaragaman hayati di Indonesia ini meliputi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN). Perbedaan dua institusi ini terdapat pada ruang lingkup wilayah pengelolaannya. BKSDA membawahi kawasan konservasi non taman nasional seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman buru dan taman wisata alam. Sedangkan BTN memangku kawasan Taman Nasional (TN). Efektivitas pengelolaan di lapangan merupakan elemen kunci dari suksesnya pencapaian agenda pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia. berkaitan dengan hal tersebut, kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas tahun 2015 mencoba memantau efektivitas pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu tool yang dapat digunakanuntukmenilaiefektivitaspengelolaankawasankonservasiiniadalahManagementEffectiveness Tracking Tools (METT), yang dikembangkan oleh WWF dan World Bank, serta telah diaplikasikan di berbagai negara. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air tahun 2015 mempergunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan ini. Dari hasil kunjungan dan analisa METT empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan- permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari perumahan, pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa tanpa izin, dan ancaman yang muncul dari intrusi manusia. Ancaman dari perumahan umumnya memiliki dampak lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas permukiman dan aktivitas ekonominya di dalam kawasan taman nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat. Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai dengan IKK KSDAE. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini. Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan permasalahan yang kompleks sehingga menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan, terutama dalam hal pengukuhan kawasan sebagai elemen terpenting untuk kepastian lokus kawasan.
  • 16.
  • 18. 02 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN P emantauan kegiatan pembangunan merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah ditetapkan. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya. Salah satu prioritas pembangunan kehutanan adalah konservasi sumber daya hutan. Pembangunan konservasi sumber daya hutan dilakukan melalui pendekatan konservasi kawasan maupun konservasi keanekaragaman hayati. Sering dikatakan bahwa konservasi kawasan sekaligus juga melakukan konservasi keanekaragaman hayati. Namun demikian, konservasi pada tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati terutama di luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga keberadaannya. Keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia tersebar tidak hanya di dalam kawasan hutan akan tetapi juga di luar kawasan hutan. Diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 90 tipe ekosistem dimulai dari ekosistem laut dalam, mangrove, hutan pantai, hutan dataran tinggi, hingga hutan alpine. Selanjutnya, berdasarkan data IBSAP, Indonesia merupakan megabiodiversiti yang memiliki keanekaragaman hayati; mamalia 515 species dan sebagian besar endemik, reptilia 511 species, 1531 species burung, dan sekitar 270 species amfibi. Hutan Konservasi Indonesia berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2014) memiliki luasan 24 juta ha mencakup hampir 20% wilayah hutan daratan Indonesia. Hutan konservasi merupakan kawasan daratan dengan fungsi strategis yang diperuntukkan untuk melakukan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan keanekaragaman hayati serta jasa lingkungan. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati maka dilakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dan bermanfaat terutama dalam perbaikan perencanaan pembangunan pada periode berikutnya. Diharapkan pula dengan meningkatnya pengelolaan kawasan konservasi, kontribusi ekonomi dari kawasan tersebut dapat dimaksimalkan. Untuk meningkatkan pengelolaan kawasan hutan konservasi, maka Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air akan melaksanakan kegiatan pemantauan pelaksanaan kegiatan kawasan hutan konservasi. 1.1 Latar Belakang © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 19. 03 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan pemantauan ini adalah sebagai berikut: 1. Memantau pelaksanaan Renja-KL yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. 2. Melakukan pemantauan pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sasaran yang ingin dicapai adalah terpantaunya pelaksanaan program dan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati yang dilaksanakan oleh sektor kehutanan termasuk perkembangan realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran, dan kendala yang dihadapi. 1.3 Metodologi Metodologi yang digunakan meliputi penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan, program dan kegiatan yang ada dan tertuang di dalam dokumen perencanaan (RPJM dan RKP). Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas pengelolaankawasankonservasiyaituManagement Effectiveness Tracking Tools (METT). Metode ini digunakan guna memperoleh skor (dalam presentase) efektivitas pengelolaan kawasan yang dipantau. Selain desk study, kegiatan pemantauan juga dilakukan di beberapa kawasan konservasi di Indonesia seperti Taman Nasional (TN) Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo, TN Gunung Gede Pangrango dan kawasan konservasi Gunung Tambora). Peninjauan lapangan ditujukan untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan program pembangunan, pertemuan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung penggunaan tools METT. Aplikasi METT dalam kegiatan pemantauan ini diujicobakan untuk empat Taman Nasional sampel yaitu, TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani dan TN Komodo. Hal ini dilakukan karena perbedaan tipologi permasalahan pada setiap TN tersebut. 1.4 Pelaksana Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air – Bappenas, sebagai unit yang terkait langsung dengan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati di sektor kehutanan. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 20. 04 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.5 Sistematika Penyusunan Laporan Sistematika penulisan pada bab selanjutnya adalah sebagai berikut. BAB 2: METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS Bab ini menjabarkan mengenai penjelasan METT yang terdiri dari konsep, elemen penilaian, dan metodologi penilaian. Terkait elemen-elemen penilaian, penjelasan akan dillengkapi dengan framework WCPA. BAB 3: HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran umum dari beberapa taman nasional sampel sebagai wilayah pemantauan kawasan konservasi. Akan dijelaskan mengenai lokasi taman nasional, sejarah singkat pengukuhan, ekosistem di dalamnya, dan juga potensi-potensi yang dimiliki tiap-tiap taman nasional. Output dari bab ini yaitu informasi mengenai gambaran umum wilayah pemantauan kawasan konservasi. BAB 4: HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Pada bab ini dijabarkan hasil dari penilaian terhadap empat taman nasional menggunakan METT (TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo). Selain pembahasan mengenai analisis efektivitas pengelolaan berdasarkan elemen-elemen penilaian, dijabarkan pula mengenai ancaman- ancaman yang dihadapi oleh masing-masing taman nasional. Output dari bab ini yaitu grafik dan penjelasan terhadap kondisi efektivitas pengelolaan saat ini terhadap empat taman nasional tersebut. BAB 5: SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Bab ini berisi sintesa dari masing-masing aspek efektivitas (konteks, perencanaan, input, proses, output, outcomes) dari keseluruhan kawasan konservasi sampel. Hasil sintesa ini diharapkan dapat menjadi masukan kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yang akan datang. BAB 6: SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi simpulan kegiatan pemantauan dan hasil penilaian efektivitas pengelolaan. Bagian saran ditujukan untuk kegiatan pemantauan selanjutnya serta untuk perbaikan tiap aspek dalam penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
  • 21. BAB 2METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS “Tarantula Taman Nasional Kutai”
  • 22. 06 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS 2.1 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya E fektivitas pengelolaan adalah sebuah tingkatan untuk mengukur sejauh mana suatu kegiatan pengelolaan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Management Effectiveness Tracking Tools (METT) merupakan salah satu metode penilaian yang dapat digunakan dalam mengukur pengelolaan kawasan konservasi. Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), telah banyak dikembangkan metode untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan kawasan konservasi di seluruh dunia (untuk berbagai kepentingan) seperti METT, RAPPAM, EoH, PROARCA-CAPAS, dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Pembentukan METT sendiri diinisiasi oleh Bank Dunia dan WWF dalam rangka menanggapi penurunan keanekaragaman hayati hutan-hutan di dunia. Metode ini dibangun dari framework World Commission on Protected Areas (WCPA) yang mencakup 6 elemen penilaian; context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes. Selanjutnya, keenam elemen penilaian ini akan menjadi dasar dalam penilaian efektivitas pengelolaan yang dilakukan. Dengan diketahuinya efektivitas suatu efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, maka pengelola akan mengetahui faktor- faktor apa saja yang perlu mendapatkan perbaikan kedepannya. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih efektif dan efisien serta dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan-tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya. METT telah diimplementasikan di sekitar 1300 kawasan yang dilindungi yang berada di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Di Indonesia, metode METT pernah disosialisasikan dan diujicobakan di 39 taman nasional pada tahun 2004 dengan tujuan agar kedepannya setiap taman nasional dapat menjawab berbagai ancaman ataupun hambatan-hambatan yang pada umumnya dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Selain itu di Indonesia, contoh- contoh penggunaan METT sebelumnya yaitu penggunaan METT oleh TN Gunung Gede Pangrango (2009), CA dan CAL Kepulauan Krakatau (2013), lokalatih dan lokakarya oleh Kementerian Kehutanan (2010), dan pada acara penilaian efektivitas pengelolaan di Balikpapan (2014). Penggunaan metode METT adalah salah satu solusi yang cukup praktis untuk dapat mengetahui sejauh mana pengelolaan suatu kawasan telah efektif dilakukan. Metode METT tidak membutuhkan dana yang besar, ataupun kebutuhan sumber daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif cepat dan mudah untuk diselesaikan, sehingga petugas kawasan konservasi dapat melakukan self assessment Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 23. 07 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS terhadap kawasannya masing-masing. Secara garis besar, metode METT terbagi menjadi dua bagian utama yaitu; Bagian pertama; Lembar data / data sheets Lembar data terdiri dari lembar data 1 (satu) dan lembar data 2 (dua). Lembar data 1 bersifat sangat umum dan memberikan informasi dasar terkait kawasan konservasi. Lembar data ini terdiri dari status kawasan, kepegawaian, pendanaan dan tujuan pengelolaan. Sedangkan lembar data 2 bersifat lebih spesifik, yaitu berisi tentang ancaman-ancaman yang dihadapi oleh kawasan. Terdapat 12 butir jenis ancaman dengan turunannya masing-masing, dan setiap penilai harus memahami dengan jelas kondisi kawasan yang dinilai untuk dapat mengisi lembar data tersebut. Bagian kedua; Lembar penilaian/assessment form Lembar penilaian berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai elemen-elemen seperti yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcome. Berikut adalah contoh dari bagian pertama, yaitu datasheet 1 dan 2. Gambar 2.1 - Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi) Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)
  • 24. 08 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS Gambar 2.2 - Halaman Data Sheet 1 METT (Daftar Ancaman) Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)
  • 25. 09 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS EVALUATION Context: Status and Treats Where are we now? Planning Where do we want to be and how will we get there? Inputs What do we need? Management Process How do we go about it? Output What did we do and what products or services were produced? Outcome What did de achieve? Sedangkan untuk bagian kedua (lembar penilaian), setiap elemen yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcom selanjutnya akan diturunkan menjadi poin-poin indikator/nomor pertanyaan pada asessment form. Enam elemen tersebut merupakan suatu satu rangkaian yang saling berkaitan seperti yang tertera dalam Gambar 2.3. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sebenar-benarnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta memberikan penjelasan tambahan pada setiap indikator di kolom yang disediakan. Dapat pula ditambahkan dengan dokumen-dokumen data yang dimiliki. Sumber: Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting (2006) 1. Konteks Konteks dapat diartikan sebagai penilaian dari sisi pentingnya kawasan konservasi, ancaman dan kebijakan terkait, yang dituangkan dalam status hukum. Elemen konteks memberikan gambaran status legalitas kawasan. Selain itu, elemen ini berhubungan dengan pengukuhan kawasan, apakah kawasan konservasi memiliki status hukum ataupun bila merupakan perusahaan swasta, kemudian terdapat perjanjian hukum atau semacamnya. 2. Perencanaan Elemen perencanaan menggambarkan apa yang ingin dicapai dari suatu pengelolaan, dan bagaimana mencapainya. Elemen ini memiliki fokus pada kesesuaian, antara hal-hal yang direncanakan dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan. Rencana pengelolaan, rencana desain, adanya visi misi yang ditetapkan sebelum melakukan pengelolaan, merupakan hal-hal yang dikaji dalam elemen ini. Selain itu terdapat pula indikator-indikator yang membahas mengenai ada atau tidaknya penggunaan hasil penelitian/evaluasi yang dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan, ketersediaan jadwal dan proses yang dibentuk untuk penelaahan rencana pengelolaan secara berkala, ketersediaan perencanaan penggunaan lahan dan air, dan lain sebagainya. Gambar 2.3 - Elemen-Elemen Penilaian METT
  • 26. 10 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS 3. Input Elemen input meliputi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengelolaan. Sumber daya dapat diartikan sebagai sumber daya lembaga maupun sumber daya yang ada di lapangan. Input dapat berupa ketersediaan SDM baik jumlah ataupun kapasitas, ketersediaan sarana- prasarana, informasi-informasi penting, dan anggaran pengelolaan. 4. Proses Elemen proses menggambarkan bagaimana kegiatanpengelolaandilaksanakan. Elemenini meliputi kegiatan dalam proses perencanaan, pengumpulan dan pengelolaan data/ informasi, pembinaan habitat dan populasi, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan kawasan, peningkatan kesadaran dan masyarakat, monitoring dan evaluasi, dan lain-lain. 5. Output Salah satu kesuksesan dari pengelolaan kawasan konservasi dapat dilihat dari segi output atau hasil. Suatu kawasan konservasi dapat memberikan dua produk, yaitu barang dan jasa. Produk yang dihasilkan ini merupakan hasil dari kegiatan pengelolaan. Elemen output menggambarkan kegiatan pengelolaan yang sudah dilakukan dan hasil dari kegiatan pengelolaan tersebut. Elemen ini diantaranya membahas mengenai implementasi dari rencana kerja rutin dalam pengelolaan, ataupun perwujudan sarana parasarana kawasan yang memadai untuk keberlangsungan pengelolaan. 6. Outcomes Aspek ini lebih menjawab pertanyaan apa yang telah kita dapatkan. Penilaiannya pun lebih difokuskan kepada dampak dari pengelolaan kawasan konservasi terhadap tujuan. Dampak juga dapat dijabarkan sebagai akibat dari pengelolaan berkaitan dengan tujuan. 2 hal yang diperhatikan dalam menilai aspek ini adalah kesejahteraan dan nilai ekologis. Sedangkan dalam penggunaannya, proses metode METT terdiri dari dua langkah, yaitu proses input datadanprosespenilaian.Keenamelemenpenilaian (context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes) selanjutnya akan ditemukan dalam butir-butir pertanyaan pada lembar penilaian (assessment form). Lembar penilaian terdiri atas 30 butir pertanyaan, dan dalam pengisiannya disarankan menggunakan aplikasi komputer agar lebih memudahkan rangkaian proses penilaian. Selain lebih praktis, penggunaan aplikasi komputer juga akan membantu untuk menyajikan hasil analisis penilaian yang lebih presisi/detail. Gambar 2.4 adalah contoh dari halaman assessment form dari elemen konteks, perencanaan dan input. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 27. 11 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS Assessment form terdiri dari 30 butir pertanyaan dengan rentang nilai dari setiap butir pertanyaan yaitu 0 s.d 3, dengan skor maksimum 99. Selanjutnya, struktur dan isi dari perangkat hasil pemantauan METT ini dibuat dalam format microsoft excel. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sejujur-jujurnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta mengisi kolom comment/explanation dan juga ‘next steps’. Comment/explanation merupakan bagian untuk menjelaskan setiap indikator yang diberikan penilaian, sedangkan next steps merupakan bagian untuk memberikan masukan terkait tindak lanjut yang seharusnya dapat dilakukan agar dapat memperbaiki indikator-indikator tersebut dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil perhitungan untuk skor indikator/pertanyaan, akan dihasilkan prosentase nilai efektifitas pengelolaan kawasan konservasi yang dinilai. Gambar 2.4 - Contoh Halaman Assessment Form Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007) 2.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Desember 2015. Data primer yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung saat kunjungan lapangan dilakukan, serta dilengkapi dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola kawasan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data instansi BTN dan tinjauan literatur internet jika dibutuhkan. Pada dasarnya, data sekunder digunakan untuk mendukung data hasil kunjungan lapangan yaitu seperti data sejarah kawasan, tanggal pengukuhan, daftar potensi flora dan fauna, jumlah tenaga kerja, daftar keikutsertaan pegawai dalam pelatihan, dan lainnya. Keseluruhan data selanjutnya digunakan untuk mengisi lembar-lembar penilaian seperti Data sheet 1 (data umum kawasan), Data sheet 2 (daftar ancaman), dan Assessment Form.
  • 28. 12 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS Poin Keterangan 3 Sangat sesuai dengan pertanyaan 2 Cukup sesuai dengan pertanyaan 1 Sedikit sesuai dengan pertanyaan 0 Tidak sesuai dengan pertanyaan +1 Additional points yang terpenuhi Setelah selesai mengisi seluruh pertanyaan, poin yang dikumpulkan kemudian dijumlah dan dibagi dengan nilai maksimum dari 30 pertanyaan. Bila dari 30 pertanyaan sebagai indikator pengelolaan efektif pada bagian assessment form terdapat pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan kawasan, maka pertanyaan tersebut kemudian dapat diabaikan. Hal ini akan berdampak pada total skor, yaitu total skor bukan senilai 99, melainkan 99 dikurangi dengan 3 poin setiap butir pertanyaan yang diabaikan. Nilai akhir dari menyelesaikan penilaian dapat dihitung sebagai persentase dari 99 atau nilai total dari seluruh pertanyaan yang relevan dengan kawasan konservasi tersebut. Selain itu, dalam menentukan pertanyaan- pertanyaan yang tidak relevan, harus disertai dengan penjelasan pelengkap pada kolom ‘explanation’. Pada akhirnya, jika suatu kawasan konservasi memiliki jumlah nilai poin sebesar 60 dari nilai total 93 (dengan dua pertanyaan dianggap tidak relevan), persentase tersebut dapat dihitung dengan membagi 60 dengan 93 lalu dikalikan 100 (contoh: 60/93 x 100=64,5%). Hasil dari penilaian yang dilakukan dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti grafik efektivitas pengelolaan, penghitungan presentase efektivitas yang dijabarkan dari tiap-tiap elemen penilaian, penyajian grafik ancaman, tabel kondisi key resource dari suatu kawasan, dan lain-lain. Secara keseluruhan, implementasi METT terdiri dari 1) melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan kegiatan pengelolaan, 2) memahami kondisi dan permasalahan kawasan, 3) melakukan assessment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan, dan 4) memaparkan hasil assessment kepada pihak pengelola kawasan. Rangkaian ini dipaparkan pada Gambar 2.5 mengenai ilustrasi dari penggunaan METT pada kegiatan pemantauan kawasan konservasi. Tabel 2.1 - Metode Penilaian Indikator Utama METT Assessment Form Sumber: Hasil analisis, 2015 2.3 Metode Penilaian Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian METT adalah memilih pernyataan yang dianggap paling sesuai dalam setiap indikator (pertanyaan dalam assessment form) dengan keadaan nyata di kawasan konservasi terkait. Pemilihan kesesuaian pernyataan dalam tiap indikator tersebut kemudian secara otomatis akan mendapatkan poinnya masing-masing. Dalam melakukan penilaian terhadap METT assessment form, telah terdapat poin (angka) tertentu yang tersedia di setiap indikator. Poin-poin tersebut terdiri dari poin 0 sampai dengan 3 untuk 30 indikator utama, sedangkan poin +1 untuk setiap indikator tambahan (additional point). Nilai paling tinggi dari seluruh pertanyaan dan pertanyaan tambahan adalah 99, dengan setiap nomor indikator memiliki nilai maksimum yaitu 3.
  • 29. 13 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 2 METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS Sumber: Hasil analisis, 2015 Gambar 2.5 - Tahapan Penggunaan METT 15 Gambar 2.5 Tahapan Penggunaan METT Sumber: Hasil analisis, 2015 Peningkatan efektivitas kawasan hutan konservasi Memahami kondisi dan permasalahan kawasan Melakukan assesment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan kawasan Memaparkan/mendiskusikan hasil assesment kepada pihak pengelola kawasan Melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan kegiatan kawasan hutan konservasi
  • 30.
  • 31. BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN “Taman Nasional Gunung Tambora”
  • 32. 16 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN 3.1 Taman Nasional Kutai BAB 3 HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN a. Gambaran Umum Kawasan T aman Nasional Kutai terletak di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Kutai terletak di Kabupaten Kutai Timur (86,75%), Kota Bontang (0,36%), dan Kabupaten Kutai Kartanegara (12,88%), Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, TN Kutai terletak di 0°7’54”- 0°33’53” Lintang Utara dan 116°58’48”- 117°35’29” Bujur Timur. Secara fisiografis permukaan tanah Taman Nasional Kutai bergelombang ringan, sedang sampai berat dan dibagian barat dan utara berbukit–bukit sampai dengan bergunung dengan ketinggian 0- 400 mdpl. Taman Nasional Kutai merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan luas 198.629 hektar. Semula pada tahun 1934 Taman Nasional Kutai berstatus Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 hektar (Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No: 3843/AZ/1934), dan kemudian pada tahun 1936 ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 hektar oleh pemerintah Kerajaan Kutai (SK (ZB) Nomor: 80/22-ZB/1936). Pada tahun 1957 terdapat perubahan status menjadi Taman Nasional dengan luas 198.629 hektar (SK Menhut No. 325/Kpts-II/1995). Gambar 3.1 - Lokasi Taman Nasional Kutai Sumber: Google Maps, 2015 Batas Taman Nasional Kutai memanjang dari garis pantai selat Makasar sampai +60 km ke daratan. Batas utara mengikuti alur Sungai Sangata, batas sebelah selatan merupakan garis lurus dari titik ikat di Kelurahan Bontang Kuala dan berbatasan dengan Hutan Lindung Bontang, PT Indominco Mandiri, PT Kitadin dan PT Surya Hutani Jaya. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan HTI PT Kiani lestari dan sebagian PT Surya Hutani Jaya. Dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan, terdapat ‘Mitra Kutai’ yang merupakan sebuah wadah beranggotakan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar Taman Nasional Kutai, yang membantu pengelolaan melalui kegiatan-kegiatan tertentu dan juga usaha-usaha pengembangan kawasan taman nasional ini. Pengelolaan Taman Nasional Kutai dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan, yaitu SPTN I Sangata dan SPTN II Tenggarong. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 33. 17 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN No. Seksi Pengelolaan Resort Luas 1 SPTN I SANGATA Resort Sangata +- 36.840,76 Ha Resort Sangkima +- 42.532,8 Ha Resort Telukpandan +- 45.967,13 Total +- 125.340,69 Ha 2 SPTN II TENGGARONG Resort Menamang Sebulu +- 36.644,16 Ha Resort Mawai Bengkal +- 36.644,16 Ha Total +- 73.288,31 Ha Tabel 3.1 - Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai Tabel 3.2 - Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013 Sedangkan, berikut adalah alokasi sumber daya manusia pada pengelolaan Taman Nasional Kutai berdasarkan wilayah kerja dan tingkat pendidikan. No. Wilayah Kerja PNS Tenaga Upah Jumlah 1 Kantor Balai Taman Nasional Kutai 30 8 38 2 Kantor SPTN Wilayah I Sangatta 4 - 4   a. Resort Teluk Pandan 7 - 7   b. Resort Sangkima 6 - 6   c. Resort Sangatta 8 - 8 3 Kantor SPTN Wilayah II Tenggarong 4 1 5   a. Resort Menamang - Sebulu 6 - 6   b. Resort Mawai Indah - Muara Bengkal 6 - 6 4 SPORC 20 - 20   TOTAL 91 9 100 Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013 Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013 Tabel 3.3 - SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan No. Tahun Doktor (S3) Master (S2) Sarjana (S1) Sarjana Muda / Diploma SLTA SLTP SD Jumlah 1 2008 - 3 20 2 73 2 - 100 2 2009 - 1 20 3 73 2 - 99 3 2010 - 5 19 3 69 2 - 98 4 2011 - 6 16 4 67 2 - 96 5 2012 1 6 21 3 60 2 - 93 6 2013 1 4 18 4 62 2 - 91
  • 34. 18 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Dari tabel 3.3, terlihat bahwa jumlah lulusan sarjana muda, sarjana, master, dan doktor cenderung tetap selama periode tahun 2008-2013 tersebut, sedangkan jumlah lulusan SLTA cenderung mengalami penurunan. Secara keseluruhan, jumlah SDM dari Taman Nasional Kutai juga menunjukkan tren yang menurun. b. Ekosistem Adapun beragam tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Kutai antara lain (BTNK,2001): 1. Hutan Dipterocarpaceae campuran, sebagian besar terdapat di bagian timur kawasan. Pada kawasan bekas kebakaran telah muncul Macaranga dan perdu. 2. Hutan Ulin-Meranti-Kapur, terdapat di bagian barat TN Kutai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang dan mencakup hampir 50% dari luas TN Kutai. 3. Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai, terdapat di sepanjang pantai Selat Makassar. 4. Vegetasi hutan rawa air tawar, tersebar pada daerah kantong-kantong sepanjang sungai dan mengandung endapan lumpur yang dibawa banjir. 5. Vegetasi hutan kerangas, terdapat di sebelah barat Teluk Kaba. 6. Vegetasi hutan tergenang apabila banjir, terdapat pada daerah di sepanjang sungai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang. c. Potensi Kawasan Taman Nasional Potensi Flora dan Fauna Taman Nasional Kutai merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna. Di Taman Nasional ini terdapat sekitar 958 jenis flora yang teridentifikasi, 330 jenis burung, 11 dari 13 jenis primata borneo, termasuk orangutan / Pongo pygmaeus dan 80 jenis mamalia yang 22 jenis diantaranya dilindungi (2013, Statisik TN Kutai). Selain itu Taman Nasional Kutai juga berperan sebagai tempat hidup beruang madu, buaya, macan dahan, banteng, kijang, tarantula, dan berbagai kekayaan fauna lainnya. Taman nasional ini merupakan taman nasional ketiga sebagai pusat rehabilitasi orangutan yang berlokasi di Teluk Kaba. Potensi Wisata ‒‒ Sangkima Obyek wisata yang terletak di jalan penghubung antara Bontang dan Sangata ini menjadi obyek wisata andalan Taman Nasional Kutai terutama dari kunjungan wisatawan nusantara. Potensi wisata yang ada di Sangkima antara lain adalah hutan alam dengan berbagai tumbuhan terutama ulin dan dari famili Dipterocarpaceae, berbagai jenis satwa liar seperti orangutan moreo [Pongo pygmaeus morio], owa-owa, beruk, monyet ekor panjang dan berbagai jenis burung. Pohon ulin raksasa yang diperkirakan berumur 1000 tahun dan memiliki diameter 2,47 meter merupakan salah satu atraksi wisata yang dapat ditemukan setelah menyusuri boardwalk sepanjang kurang lebih 900 meter. Daya tarik yang lain di Sangkima adalah petualangan jelajah hutan dengan fasilitas outbond yang cukup memadai dengan jalur yang menantang, antara lain seperti jembatan gantung dan jembatan sling. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 35. 19 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Fasilitas yang tersedia di kawasan wisata alam Sangkima antara lain wisma tamu, balai pertemuan umum, mushola dan toilet. Kawasan ini terletak di km 38 jalan poros Bontang–Sangatta, dan pengunjung dapat mencapai lokasi ini dengan transportasi darat yang memerlukan waktu sekitar 60 menit dari Bontang dan 30 menit dari Sangatta. Kemudahan akses ini menyebabkan Sangkima cukup banyak dikunjungi wisatawan. ‒‒ Prevab Mentoko Prevab – Mentoko terletak di pinggir sungai Sangata dan berbatasan langsung dengan areal industri batubara di seberang sungai. Prevab Mentoko dapat dicapai melalui dua alternatif jalur sungai, yaitu melalui Jembatan Pinang (pintu gerbang Kota Sangatta) dengan waktu tempuh 2 jam, atau melalui Dermaga Papa Charlie (Desa Kabo Jaya) dengan waktu tempuh +/- 30 menit. Fasilitas yang terdapat di Prevab antara lain penginapan, pusat informasi, sumber air bersih, shelter dan trail wisata. Objek ini juga sangat cocok untuk dijadikan pondok penelitian. ‒‒ Teluk Lombok Potensi utama Pantai Teluk Lombok adalah pantai berpasir putih dan bertopografi landai dengan pohon kelapa yang masih relatif banyak. Selain itu, di beberapa bagian terdapat kawasan hutan mangrove. Tersedia jalan panggung/boardwalk sepanjang kurang lebih 500 meter hasil inisiasi masyarakat setempat. Pada kawasan hutan mangrove ini masih banyak ditemukan berbagai jenis burung dan fauna ekosistem mangrove. Selain itu di sekitar pantai Teluk Lombok masih terdapat ekosistem terumbu karang, seperti berbagai jenis karang lunak dan karang keras serta berbagai jenis ikan-ikan karang yang beranekawarna. Selain Sangkima, Prevab Mentoko, dan Teluk Lombok, masih terdapat objek-objek wisata alam lainnya seperti Teluk Kaba, Telaga Bening, dan Bontang Mangrove Park. © Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK © Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
  • 36. 20 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN 3.2 Taman Nasional Way Kambas Gambar 3.2 - Lokasi Taman Nasional Way Kambas Sumber: Google Maps, 2015 a. Gambaran Umum Kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional tertua di Indonesia. Luas TNWK mencapai sekitar 1.300 km2 di sekitar Sungai Way Kambas, atau tepatnya di wilayah pesisir timur Lampung. TNWK Merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Daya tarik utama TNWK yaitu satwa Gajah, Badak, dan Harimau Sumatera. Secara administratif, TNWK termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Taman nasional ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas 125.621,3 ha. Adapun batas-batas Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut; Utara : Kabupaten Lampung Tengah Selatan : Kabupaten Lampung Timur Barat : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur Timur : Laut Jawa Sebagai salah satu tujuan wisata yang populer di Lampung, Taman Nasional Way Kambas memiliki kelengkapan fasilitas berupa lahan parkir, pesanggrahan, musholla, arena atraksi gajah, kios makanan dan cinderamata, hingga laboratorium alam dan wisma peneliti. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai wadah untuk kepentingan pengelolaan dua satwa utama, yaitu gajah dan badak. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional tertua di Indonesia.
  • 37. 21 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN 1. Pusat Latihan Gajah (PLG) Pusat Latihan Gajah didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 dengan luas ± 2300 ha. Pada awalnya PLG berfungsi untuk melatih gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar dapat berdaya guna. Hingga tahun 1995, terdapat sekitar 300 ekor gajah yang berhasil ditangkap dan dilatih di PLG. Pada tahun 2000, sebagian besar gajah terlatih tersebut didistribusi ke berbagai daerah di tanah air dan didayagunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, breeding, serta ekowisata. Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah. Di PLG dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah bermain bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih berbagai atraksi lainnya. Sedangkan untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan gangguan gajah liar, terdapat bantuan dari lembaga donor dalam mengadakan patroli konflik gajah yang menggunakan beberapa ekor gajah terlatih dalam bentuk tim Elephant Response Unit (ERU). ERU selanjutnya bekerjasama dengan masyarakat sekitar dan rutin melakukan patroli untuk mencegah koloni gajah keluar dari kawasan dan memasuki daerah permukiman. 2. Suaka Rhino Sumatera (SRS) Suaka Rhino Sumatera merupakan satu-satunya tempat pengembangbiakan satwa liar badak Sumatera di Indonesia, bahkan merupakan satu-satunya tempat pengembang-biakan badak Sumatera secara semi alami di dunia. Prioritas utama SRS adalah memelihara kesehatan Badak Sumatera, dengan fungsi sebagai pusat breeding, penelitian dan pendidikan. Berbeda dengan PLG, kunjungan wisata di SRS sangat terbatas dan tidak terbuka untuk umum. Saat ini, SRS memiliki area seluas 100 ha yang digunakan sebagai kandang dari 5 ekor badak. Konsep kandang dirancang sedemikian rupa agar dapat mendukung dan memberikan kemudahan dalam kegiatan konservasi. Gambar 3.3 - Konsep Kandang Badak di SRS Sumber: Data SRS, 2015 © Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
  • 38. 22 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Terkait SDM, jumlah personil pengelola TNWK sampai dengan saat ini mencapai 258 personil, dengan kompetensi fungsional umum, Polhut, PEH, pawang dan penyuluh. Adapun sebaran pegawai sebagaimana terlihat dalam gambar dibawah ini. Sumber: Data Diolah dari RPTN 2010-2014 TNWK Gambar 3.4 - Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi b. Ekosistem Taman Nasional Way Kambas memiliki satu spektrum ekosistem yang besar, dimana di dalamnya dapat ditemui beberapa formasi hutan, seperti formasi hutan mangrove, rawa dan dataran rendah tanah kering. Didasarkan pada tipe ekosistemnya, kawasan ini dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe, yaitu hutan mangrove, pantai, riparian rawa, dan dipterocarpaceae dataran rendah. Dapat pula ditemukan daerah padang rumput luas yang merupakan akibat dari kegiatan logging dan kebakaran hutan yang pernah terjadi. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 39. 23 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN c. Potensi Kawasan Taman Nasional Potensi Flora dan Fauna Potensi flora yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas antara lain api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus). Sedangkan, potensi fauna yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas terdiri atas 50 jenis mamalia diantaranya Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta. Potensi Wisata Sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah memiliki citranya tersendiri terkait wisata satwa gajah yang dapat dinikmati di PLG sebagai salah satu tujuan rekreasi keluarga, baik nusantara ataupun pengunjung mancanegara. Berikut adalah data kunjungan wisatawan pada tahun 2014. No Bulan Jumlah Pengunjung Wisatawan Nusantara Wisatawan asing 1. Januari 5.098 25 2. Februari 488 14 3. Maret 840 25 4. April 724 39 5. Mei 2.161 2 6. Juni 1.061 29 7. Juli 381 12 8. Agustus 7.873 21 9. September 1.922 16 10. Oktober 1.573 4 11. November 134 1 12. Desember 1.543 5 Total 23.798 203 Tabel 3.4 - Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014 Sumber: Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
  • 40. 24 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Sedangkan, berikut adalah data kunjungan wisatawan (nusantara ataupun asing) dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2014. Tabel 3.5 - Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014 Sumber:Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014 No. Tahun Pengunjung Jumlah Nusantara Asing 1. 2010 8.818 243 9,061 2. 2011 10.724 220 10.944 3. 2012 12.445 268 12.173 4. 2013 12.963 339 13.302 5. 2014 23.798 203 24.001 3.3 Taman Nasional Gunung Rinjani Gambar 3.5 - Lokasi Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok Sumber: Google Maps, 2015 a. Gambaran Umum Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997 dengan luas 40.000 ha walaupun dilapangan luasnya lebih dari 41.000 ha. TNGR merupakan salah satu taman nasional bercirikan daerah yang bergunung- gunung dengan ketinggian antara 550 meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Puncak ketinggian terdapat di puncak Gunung Rinjani (3.726 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah sebelah Barat terdapat Danau Segara Anak (2.008 m dpl) yang memiliki air dengan kandungan belerang dan beragam suhu yang berbeda yaitu mulai dari dingin, hangat hingga panas. Secara administratif, TNGR berada pada 3 kabupaten; Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat.
  • 41. 25 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Sesuai dengan SK Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, SK 99/IV/Set-3/2005 tanggal 26 September 2005 tentang Penataan Zona pada Taman Nasional Gunung Rinjani, kawasan TNGR dibagi menjadi beberapa zona pengelolaan yaitu : • Zona Inti: 20.843,50 Ha • Zona Rimba: 17.349.50 Ha • Zona Pemanfaatan: 799,00 Ha • Zona Pemanfaatan Intensif: 390,00 Ha • Zona Pemanfaatan Khusus: 401,00 Ha • Kultural: 75,00 Ha • Wisata: 326,00 Ha • Zona Lainnya: 2.338,00 Ha • Zona Pemanfaatan Tradisional: 583,00 Ha • Zona Rehabilitasi: 1.755,00 Ha Taman Nasional Gunung Rinjani di bagi menjadi 2 (dua) wilayah pengelolaan dalam bentuk Seksi Konservasi Wilayah, yaitu: 1. Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Barat Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Barat dengan luas areal ± 12.357,67 Ha (30%) yang dibagi dalam 3 (tiga) resort (Anyar, Santong, Senaru) dan beberapa Pos Jaga. 2. Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di 2 (dua) Kabupaten di Kabupaten Lombok Timur seluas ± 22.152,88 Ha (53%), sementara wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Tengah seluas ± 6.819,45 Ha (17%) yang terbagi dalam 6 resort (Aikmel, Kb.Kuning, Joben, Sembalun, Aik Berik, Steling) dan beberapa Pos Jaga. Secara keseluruhan tenaga kerja di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencapai 92 orang, namun masih dirasa kurang jika dipandang dari standar pendidikan, terutama kebutuhan terhadap tenaga yang berasal dari S1 dengan berbagai asal disiplin ilmu. Untuk pendidikan dan pelatihan pegawai, direncanakan 60 orang setiap tahunnya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan. © Dokumentasi Dit. KKSDA © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 42. 26 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN b. Ekosistem TNGR merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan rendah hingga pegunungan tinggi dan savana di Nusa Tenggara. Terdapat beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan tropis dataran rendah, hutan hujan tropis pegunungan (1.500 – 2.000 m dpl) yang masih utuh dan berbentuk hutan primer, serta hutan cemara dan vegetasi sub alpin pada ketinggian di atas 2.000 m dpl. c. Potensi Kawasan Taman Nasional Potensi Flora dan Fauna Berikut adalah jenis-jenis flora yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Rinjani berdasarkan kelompok ketinggian; • 1000-2000m dpl: bermacam-macam tumbuhan seperti beringin (ficus superb), garu (dysoxylum sp), dan perkebunan penduduk yang ditanami sayur-sayuran seperti kol, cabai, bawang, dan juga kentang. • 2000-3000 m dpl: dominan vegetasi cemara gunung (casuarina junghuniana). • >3000 m dpl: terdapat jenis rumput-rumputan dan bunga edelweiss (Anaphalis javanica) (Anonymous, 2011). Sedangkan berikut adalah kekayaan fauna yang dapat ditemukan di TNGR; • Babi Hutan (Sus Scrofa), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Ganggarangan Kecil (Vivvericula indica), Trenggiling (Manis javanica), Musang  Rinjani  (Paradoxurus- hermaproditus rhindjanicus), Leleko/Congkok (Felis bengalensis javanensis), Rusa Timor (Cervus timorensis floresiensis), Landak (Hystrix javanica). • Beberapa jenis burung diantaranya: Kakatua Jambul Kuning (Cacatua shulphurea parvula), Koakiau (Philemon buceroides neglectus), Perkici Dada Merah (Trichoglossus haematodus),  Isap Madu Topi Sisik (Lichmera lombokia), Punglor Kepala Merah (Zootera interpres), Punglor Kepala Hitam (Zootera doherty) dan lain-lain. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 43. 27 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Potensi Wisata Terdapat banyak potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Gunung Rinjani, diantaranya yaitu; • Puncak Gunung Rinjani, Jalur Senaru, Jalur Sembalun • Desa Adat Senaru dan Air Terjun Sendang Gile • Danau Segara Anak • Air terjun Jeruk Manis • Otak Kokok • Pemandian Air Panas Sebau Untuk wisata puncak Gunung Rinjani, terdapat dua jalur resmi pendakian yaitu jalur Senaru dan jalur Sembalun. Jalur Sembalun didominasi oleh padang rumput savana, sedangkan jalur Senaru merupakan jalur dengan bentang alam hutan hujan pegunungan rendah hingga tinggi. Gambar 3.6 - Ilustrasi Jalur Pendakian Jalur Sembalun dan Senaru Sumber: Hasil penelusuran internet, 2015 © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 44. 28 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN 3.4 Taman Nasional Komodo a. Gambaran Umum Kawasan Taman Nasional Komodo berada di kepulauan Indonesia Timur, tepatnya di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Flores. Secara administratif, Taman Nasional Komodo termasuk dalam Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta 26 buah pulau lainnya. Taman Nasional Komodo dibentuk melalui pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan melalui SK No.306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Luas Taman Nasional Komodo yaitu 173.300 ha, yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha lautan. Pengelolaan taman nasional ini berada di bawah tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman Nasional Komodo yang berlokasi di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Komodo merupakan salah satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan merupakan Cagar Biosfer tahun 1986 serta Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 di indonesia (UNESCO). Keindahan terumbu karang dan pembentukan pulau-pulau di kawasan Taman Nasional Komodo sendiri berasal dari tekanan yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng kontinen, Sahul dan Sunda. Gambar 3.7 - Lokasi Taman Nasional Komodo Sumber: Google Maps, 2015
  • 45. 29 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Berikut adalah tipe-tipe zona di Taman Nasional Komodo: • Zona Inti, (34.311 Ha) merupakan zona yang mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.  • Zona Rimba, (66.921,08 Ha)  merupakan zona yang di dalamnya tidak diperbolehkan adanya aktivitas manusia sebagaimana pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas. • Zona Perlindungan Bahari, (36.308 Ha) adalah daerah dari garis pantai sampai 500 meter ke arah luar dari garis isodepth 20 meter sekeliling batas karang dan pulau, kecuali pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Pada zona ini tidak boleh dilakukan kegiatan pengambilan hasil laut, seperti halnya pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas. • Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, (824 Ha) diperuntukkan secara intensif hanya bagi wisata alam daratan. • Zona Pemanfatan Wisata Bahari, (1.584 Ha) diperuntukkan secara intensif bagi wisata alam perairan. • Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, (879 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo. • Zona Pemanfaatan Tradisional Bahari, (17.308 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo. Pada zona ini dapat dilakukan pengambilan hasil laut dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang). • Zona Khusus Pemukiman, (298 Ha) zona untuk bermukim hanya bagi penduduk asli dengan peraturan tertentu dari Kepala Balai TN Komodo bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. • Zona Khusus Pelagis, (59.601 Ha) dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lainnya yang tidak dilindungi, dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang) serta kegiatan wisata/ rekreasi. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 46. 30 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Terkait kepegawaian, hingga bulan Desember 2014 Balai Taman Nasional Komodo memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 orang (78 orang PNS/CPNS dan 43 tenaga upah). Rincian jumlah pegawai Balai Taman Nasional Komodo dari tahun 2009 –2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini. No. Tahun STA JumlahPNS CPNS Harian/Upah Gol. IV Gol. III Gol. II Gol. I Gol. III Gol. II Gol. I S1 SLTA 1 2009 1 64 30 1 - 2 - - - 98 2 2010 1 59 28 1 1 - - - 10 100 3 2011 1 58 25 1 - 4 - 1 28 118 4 2012 1 61 26 1 - - - 1 28 118 5 2013 1 55 23 1 - - - 1 42 123 6 2014 1 55 19 1 2 - - 1 42 121 Tabel 3.6 - Jumlah Pegawai Taman Nasional Komodo Tahun 2009-2014 Sumber: Statistik Balai Taman Nasional Komodo tahun 2009-2014 b. Ekosistem Kawasan TN Komodo sangat dipengaruhi oleh hujan musim dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Kondisi alam di wilayah taman nasional yang kering dan gersang tersebut kemudian memberikan keunikan tersendiri. Ekosistem TN Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi serta curah hujan rendah. Ekosistem perairannya dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi arus laut yang kuat. Sebagian besar taman nasional merupakan savana. Hampir 70% luas Kawasan Taman Nasional Komodo berupa padang savana, dengan vegetasi dominan yaitu rumput–rumputan, seperti Seteria adhaerens, chloris barbata, Heteropogon contortus, juga borassus flabellifer (lontar). Tumbuhan lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida). Bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.). Selain savana, terdapat pula hutan musim dataran rendah. Sedangkan untuk ekosistem terumbu karang, Taman Nasional Komodo termasuk yang terindah di dunia dengan kekayaan perairan berupa terdapatnya lebih dari 1000 jenis ikan, 260 jenis karang dan 70 jenis bunga karang (sponge). Acropora adalah jenis yang umum dijumpai di wilayah ini. Terdapat pula tutupan hutan bakau. Walaupun hanya sekitar 5%, namun hutan bakau memiliki peranan yang sangat penting sebagai penahan abrasi air laut, penahan sedimen dari air sungai (daratan), juga sebagai tempat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan bakau dapat di jumpai di sekitar Loh Sabiƒta dan Loh Lawi (Pulau Komodo), dan di Loh Kima dan Loh Buaya (Pulau Rinca). Dua jenis Bakau yang dominan adalah Rhizophora mucronata di daerah pasang surut dan Lumnitzera racemora di daratan.
  • 47. 31 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN c. Potensi Kawasan Taman Nasional Potensi Flora dan Fauna TN Komodo berada dalam zonasi transisi antara flora dan fauna Asia dan Australia. Selain itu cukup esktrimnya iklim di kawasan taman nasional ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar daratan yang dapat bertahan merupakan jenis–jenis yang mampu beradaptasi dengan lingkungan kering. Dapat dijumpai sekitar 244 jenis flora darat (palem, anggrek, rumput, rotan, asam, bidara dan lain-lain). Komodo (Varanus Komodoensis), sebagai satwa utama di kawasan ini memang sangat sesuai untuk hidup di daerah dengan padang savana yang luas, sumber air yang terbatas, serta suhu yang cukup panas. Selain komodo, terdapat banyak fauna lainnya seperti ular kobra dan berbagai ular lainnya, kadal, tokek, penyu sisik, penyu hijau, serta berbagai jenis mamalia seperti rusa, babi hutan, kuda liar dan kerbau liar. Potensi Wisata Taman Nasional Komodo memiliki daya tarik tersendiri dengan memberikan wisatawan pengalaman untuk dapat melihat komodo di alam liar. Selain komodo, wisatawan dapat pula melakukan pengamatan satwa liar lainnya seperti rusa timor, kerbau liar, dan babi hutan. Wisatawan dapat menyaksikan hutan bakau, padang savana serta satwa liar di Loh Buaya. Loh Buaya merupakan pusat kunjungan di Pulau Rinca, dan dapat dicapai dalam 1-2 jam dengan menggunakan perahu/boat sewaan dari Labuan Bajo. Di samping itu, Taman nasional ini juga memiliki beragam aktivitas lainnya yang dapat dilakukan di Loh Liang, seperti: ‒‒ Pengamatan burung; burung gosong, kakak tua kecil jambul kuning, srigunting (Dicrurus hottentottus) dan pergam hijau (Ducula aenae) ‒‒ Pendakian (Loh Liang-Gunung Ara–Gunung Satalibo) ‒‒ Penjelajahan (Loh Liang–sebita) ‒‒ Photo hunting dan video shooting ‒‒ Diving, snorkeling di pantai merah dan pulau lainnya. © Dokumentasi Dit. KKSDA © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 48. 32 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Wilayah laut di Taman Nasional Komodo yang kaya akan nutrisi berkat aliran air dingin dari Samudera Hindia yang menjaga makanan untuk kehidupan laut, menyebabkan snorkeling atau diving merupakan salah satu aktivitas unggulan di kawasan ini. Selain itu, dengan menjadi Situs Warisan Dunia selama lebih dari 30 tahun, terumbu karang dan pulau-pulau di taman nasional ini pun sangat dilindungi. Status tersebut memberikan kehidupan bawah laut yang melimpah dan juga kesempatan karang untuk berkembang. Lokasi yang menarik untuk menyelam ataupun snorkeling diantaranya adalah Pulau Pengah, Pulau Siaba, Padar Utara, Pulau Mauan, Pulau Indihiang. Pantai merah, Batu Bolong, Gili Lawa Darat dan lain-lain. 3.5 Taman Nasional Gunung Tambora Gambar 3.8 - Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora Sumber: Google Maps, 2015 a. Gambaran Umum Kawasan Pada mulanya, kawasan Gunung Tambora merupakan salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Kawasan ini merupakan area bekas letusan Gunung Tambora pada tanggal 5 April 1815 yang menjadi letusan besar dan melontarkan 100 km3 batuan panas dan 400 juta ton gas sulfur hingga 43 km ke atmosfer. Letusan ini menyebabkan belahan dunia sebelah utara tidak mengalami musim panas, serta mengurangi ketinggian gunung dari 4200 m dpl menjadi hanya setinggi 2800 m dpl. Gunung Tambora merupakan gabungan situs geologi yang perlu dipertahankan, termasuk kondisi hutan di sekelilingnya. Kawasan tersebut sudah banyak dikunjungi oleh turis mancanegara maupun lokal dalam rangka melakukan riset, menikmati keanekaragaman hayati dan ekositemnya ataupun gejala-gejala alam lainnya. Pengunjung kawasan Tambora diprediksi akan meningkat seiring dengan adanya kegiatan promosi. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar. Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan SK penetapan status kawasan Tambora No. 418/Kpts-II/1999 yang terbagi atas: • Taman Buru seluas 26.130,25 Ha • Suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha • Cagar Alam seluas 23.840,18 Ha.
  • 49. 33 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN Kawasan konservasi Gunung Tambora diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April 2015 sebagai Taman Nasional, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815. Penunjukan sebagai Taman Nasional dilegalkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 111/MenLHK-II/2015. b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna TN Gunung Tambora memiliki kekayaan ekosistem yang luar biasa, dengan kekhasannya yaitu memiliki ekosistem hutan dataran rendah, ekositem hutan pegunungan dan ekosistem savana. Tumbuhan di kawasan Gunung Tambora tersebar dalam 3 tipe ekosistem hutan, mulai dari hutan musim, hutan hujan tropis dan hutan savana. Beberapa jenis tumbuhan, seperti Lepidagathis eucephala, Achyranthes bidentata, Colocasia gigantea, Dichrocephala chrysanthemifolia, dan lainnya tumbuh subur di kawasan ini. c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional Potensi Flora dan Fauna Kawasan ini merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa mulai dari primata, reptil, mamalia, hingga aves/burung seperti kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea). Jumlah jenis burung yang telah teridentifikasi pada tahun 2012 sebanyak 43 jenis, di mana beberapa jenis di antaranya merupakan jenis yang dilindungi dan satu jenis burung endemik asli Nusa Tenggara Barat. Potensi Wisata dan Lainnya TN Gunung Tambora memiliki daya tarik pariwisata alam yang berupa keindahan panorama dari hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan. Keanekaragaman hayait berupa flora dan fauna di taman nasional ini menambah pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Selain itu, TN Gunung Tambora juga dapat dijadikan wisata geologi bila didasarkan pada sejarah Gunung Tambora, dengan salah satu dahsyatnya letusan gunung ini. © Dokumentasi Dit. KKSDA © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 50. 34 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN 3.6 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango a. Gambaran Umum Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Secara administratif, kawasan TNGGP berada di wilayah 3 kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Oleh karena posisinya yang strategis sebagai daerah penyangga beberapa kota besar seperti Cianjur, Sukabumi dan Bogor, peranan TNGGP sangat vital. Selain itu TNGGP merupakan kawasan sumber air terpenting bagi DAS diantaranya DAS Ciliwung dan Citarum. Gambar 3.9 - Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Sumber: Google Maps, 2015 TNGGP mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. TNGGP ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980 dan memiliki luasan sekitar 22.851 hektar. TNGGP merupakan salah satu taman nasional yang memiliki kawasan terkecil dibandingkan dengan taman nasional lainnya. TNGGP memiliki rata-rata curah hujan pertahun sebesar 3600- 4000 mm. Rata-rata suhu udara di TNGGP berkisar antara 5°-28° C dengan ketinggian tempat berkisar antara 1.000-3.000 m. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995. Kantor pengelola TNGGP yaitu Balai Besar TNGGP, berada di Cibodas. Dalam pengelolaannya, TNGGP dibagi menjadi 3 (tiga) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wil), yaitu Bidang PTN Wilayah I di Cianjur, Bidang PTN Wilayah II di Selabintana- Sukabumi, dan Bidang PTN Wilayah III di Bogor. TNGGP terbagi ke dalam 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil) dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam menuju pemanfaatan yang berkelanjutan.
  • 51. 35 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Edelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan Cantigi (Vaccinium varingiaefolium). Berbagai jenis tumbuhan dengan spesies unik bisa ditemukan di dalam kawan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mulai dari rasamala, kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan lain-lain. Selain tumbuhan, TNGGP juga menjadi habitat bagi berbagai satwa liar seperti kepik raksasa, lebih dari 100 jenis mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, sigung dan lain-lain, serta 250 jenis burung. Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus). Satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Selain itu, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya yaitu burung langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung hantu (Otus angelinae). © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 52. 36 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional TNGGP kaya akan potensi ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut: • Telaga Biru: Sebuah danau kecil yang berukuran 5 hektar, dan terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Disebut telaga biru karena airnya dapat terlihat berwarna biru yang disebabkan oleh jenis ganggang biru yang hidup didalamnya. Warna biru akan lebih jelas terlihat apabila permukaan air telaga tersinar matahari. • Rawa Gayonggong: Terletak 1,8 dari pintu masuk Cibodas. Rawa mengandung belerang dengan latar belakang hutan pegunungan yang terdapat pada ketinggian 1.400 meter tersebut memiliki pemandangan yang unik dan indah. • Air Terjun: Air terjun Cibeureum terletak 2,5 km dari pintu masuk Cibodas. Di lokasi air terjun ini terdapat dua buah air terjun lainnya yang lebih kecil yaitu Air Terjun Cikundul dan Cidendeng. Di sisi sebelah kanan dari air terjun Cibeurem terdapat Limut merah (Spagnum gedeanum) yang tidak dapat ditemukan di lokasi lain. Air terjun ini merupakan air terjun tertinggi yang dapat di kunjungi oleh wisatawan. • Air panas: Terletak 5,2 km dari pintu masuk Cibodas, diketinggian 2.150 mdpl, tidak jauh dari tempat berkemah Kandang Batu. Para pendaki dapat menyempatkan diri mandi di mata air panas tersebut sambil beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya. • Kawah Gunung Gede: Kawah Gunung Gede berjarak 8,9 km dari pintu masuk Cibodas. Sejauh 500 meter mendekati puncak, merupakan daerah yang gersang akibat letusan gunung yang pernah terjadi. Di daerah ini tidak terdapat pepohonan dan rerumputan hanya tumbuh menyebar di beberapa tempat. Kawah Gunung Gede masih aktif dan secara periodik mengeluarkan gas-gas yang berbau belerang. Terdapat tiga buah kawah yang berdekatan, yaitu: Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon. • Alun-alun Suryakencana: Terletak pada ketinggian 2.750 meter, antara Gunung Gede dan Gunung Gemuruh, terdapat daerah datar dengan panjang 1.500 meter dan lebar 250 meter. Lokasi ini berjarak 10,2 km dari pintu masuk Cibodas dan 6,9 km dari pintu masuk Gunung Putri. Di daerah ini banyak ditemukan bunga Edelweiss dan juga tersedia tempat berkemah. • Alun-alun Pangrango: Terletak di lereng Gunung Pangrango. Seperti alun-alun Suryakencana namun dengan luas yang lebih kecil, lapangan ini banyak ditumbuhi bunga Edelweiss. • Gunung Putri dan Selabintana: Sebuah tempat berkemah dengan kapasitas 100-150 orang. • Kandang Batu dan Kandang Badak: Sebuah tempat untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 53. BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO “Komodo”
  • 54. 38 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO 4.1 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai 4.1.1 Ancaman yang Dihadapi A ncaman seringkali menjadi penghambat dalam pengelolaan, dan juga merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan arah pengelolaan. Pada umumnya, ancaman-ancaman terhadap kawasan konservasi menyebabkan kebutuhan input meningkat ataupun secara langsung menyebabkan proses pengelolaan tidak optimal. Untuk itu diperlukan identifikasi terhadap ancaman-ancaman tersebut sehingga selanjutnya dapat dirumuskan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pada lembar penilaian METT- datasheet 2, terdapat 12 jenis ancaman. Gambar 4.1 menunjukkan berbagai ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Kutai. Berdasarkan grafik di atas, secara umum hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ancaman pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. Ancaman tertinggi berasal dari perumahan dan komersial serta transportasi dan layanan koridor. Ancaman yang dihadapi di taman nasional ini memang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang diawali dengan terus berkembangnya aktivitas perambahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan. Di satu sisi, perambahan kian meluas dengan adanya faktor penarik yaitu sebuah jalan poros Bontang-Sangatta sebagai salah satu layanan koridor yang melintas dan ‘membelah’ kawasan Taman Nasional Kutai, sehingga kemudian menimbulkan pula sebuah fragmentasi kawasan dan isolasi satwa dari habitatnya. Aktivitas bermukim yang kerap tumbuh di sekitar koridor jalan juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, unsur-unsur komersial, kegiatan bertani/beternak/ budidaya lainnya hingga industri. Selain itu, menara Base Transceiver Station (BTS) – infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi nirkabel – sudah banyak dibangun di dalam kawasan dengan alasan untuk menunjang telekomunikasi. Gambar 4.1 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Kutai Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 Ancaman yang signifikan
  • 55. 39 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Selain ancaman dari koridor jalan, masih terdapat ancaman lain dari koridor sungai yang berperan sebagai jalur transportasi perairan, terutama koridor sungai. Koridor sungai di satu sisi juga sering digunakan para ilegal logger, pemburu liar, pencuri tanaman dan pelaku tindakan ilegal lainnya sebagai jalur transportasi/akses keluar-masuk kawasan taman nasional. Ancaman-ancaman lainnya yang juga terdapat di taman nasional ini yaitu kebakaran hutan, kegiatan perminyakan (oleh PT Pertamina) dan berbagai jenis polusi (limbah rumah tangga, limbah industri, limbah padat, polusi udara). Dari berbagai ancaman yang ada di kawasan Taman Nasional Kutai, dapat dikatakan bahwa ancaman dari permukiman dan layanan koridor transportasi merupakan ancaman utama, yang juga menyebabkan timbulnya ancaman-ancaman lainnya dan menghambat terwujudnya pengelolaan kawasan yang optimal. Gambar 4.2 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 4.1.2 Efektivitas Pengelolaan Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, Grafik 4.2 menggambarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai. Secara rata-rata, presentase efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai yang diperoleh yaitu 52,5%. Konteks Elemen konteks hanya terdiri dari 1 buah pertanyaan, yaitu mengenai status hukum kawasan. Konteks hanya dicerminkan dari 1 buah pertanyaan, maka dari itu bobot tiap pilihan poin menjadi sangat besar pada elemen ini. Terkait konteks Taman Nasional Kutai, saat ini proses pengukuhan taman nasional sudah diajukan, namun belum selesai. Terlebih penetapan kawasan TN Kutai belum sesuai dengan rencana penggunaan ruang yang diusulkan oleh pemerintah daerah yang berada di sekeliling TN Kutai.
  • 56. 40 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Perencanaan Terkaitelemenperencanaan,saatiniTNKutaitelahmemilikiRPTNperiode 10 tahun. Dalam RPTN tersebut telah tertuang tujuan (visi dan misi) pengelolaan. Di samping itu, terdapat peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan TN seperti Peraturan Menteri LHK tentang penunjukkan TN Kutai, dan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan tersebut belum berdampak pada penanganan konflik penggunaan lahan yang kian kompleks di Taman Nasional Kutai. Hingga saat ini belum terdapat peraturan ataupun sinergisasi aturan yang dapat membantu penanganan konflik TN Kutai agar penggunaan lahan dapat berlangsung secara optimal dan lestari untuk kepentingan konservasi. Selain itu dibutuhkan pula sebuah rencana penggunaan lahan dan air sekitar dengan memperhitungkan kebutuhan jangka panjang TN Kutai sebagai kawasan konservasi. Input Masih terdapat banyak kekurangan dalam elemen input pada TN Kutai. Kapasitas karyawan ataupun dukungan lembaga masih kurang dalam pengendalian penggunaan lahan taman nasional serta terhadap pencegahan pencurian kayu, selain itu dari segi kuantitas karyawan juga masih kurang mencukupi. Padahal, jumlah karyawan untuk ditempatkan di resort merupakan salah satu hal yang dapat berpengaruh pada efektivitas pengelolaan di lapangan. Terkait ketersediaan informasi, saat ini telah terdapat cukup informasi mengenai habitat dan spesies penting untuk mendukung area perencanaan dan pengambilan keputusan, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaharui secara berkala. Dalam ketersediaan peralatan, dengan akses kawasan yang cukup sulit, TN Kutai masih memerlukan berbagai peralatan penunjang kegiatan patroli misalnya camera trap, drone, juga kendaraan untuk mengakses lapangan. Sedangkan terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Kutai tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Hal ini juga terjadi pada taman nasional sampel lainnya; TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo. Proses Elemen ini merupakan elemen dengan jumlah pertanyaan terbanyak, yaitu 21 buah pertanyaan. Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. • Terdapat kerjasama dengan peneliti asal Kanada mengenai orang utan sebagai satwa kunci di TNK. • Masih belum terdapat kegiatan pengelolaan khusus untuk orang utan sebagai satwa unggulan dan nilai utama penunjukan kawasan. • Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal, seperti banyaknya kualitas fasilitas wisata yang telah rusak dan belum diperbaiki (jembatan, boardwalk, dan lain lain). • Adanya kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi dalam pemberian masukan. • Terdapat sebuah kerjasama yang menghasilkan ‘Mitra Kutai’ (membantu Balai TNK dalam kegiatan- kegiatan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan). • Di satu sisi, masyarakat sekitar serta Pemda cukup sulit untuk bekerjasama dengan baik dalam memelihara kawasan. • Terdapat sistem untuk mengontol akses/penggunaan sumber daya di kawasan (sistem pengamanan) berbentuk patroli pengamanan dan patroli kebakaran hutan, namun keduanya masih memiliki kendala dalam hal aksesibilitas.
  • 57. 41 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Output Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L, dan rencana kerja per divisi. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan. Outcome Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa belum terdapat manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan bagi masyarakat. Kondisi nilai penting kawasan pun belum dapat diidentifikasi melalui perbandingan degradasi nilai- nilai ekologis ataupun kultural sejak pertama kali kawasan ditetapkan. 4.2 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas 4.2.1 Ancaman yang Dihadapi Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Way Kambas. Hasil penilaian menunjukkan bahwa jenis ancaman penggunaan dan perusakan sumber daya hayati serta intrusi manusia merupakan dua ancaman tertinggi yang dihadapi Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan dan perusakan sumber daya hayati yaitu terkait masih banyak terjadi kegiatan perburuan satwa hingga pembunuhan gajah baik perburuan gading gajah ataupun akibat konfliknya dengan manusia. Selain itu terdapat pula banyak aktivitas pencurian hasil hutan seperti tanaman gaharu, ataupun pemanenan sumber daya air di beberapa titik perairan dalam kawasan. Sedangkan ancaman berikutnya berasal dari intrusi manusia yang cukup tinggi. Selain kegiatan rekreasi/wisata yang tergolong berintensitas tinggi dan juga kegiatan penelitian/pendidikan lain yang banyak dilakukan di kawasan, kegiatan pengelolaan sendiri dapat memberikan ancaman- ancaman tertentu terhadap habitat dan kehidupan satwa. Kegiatan pengelolaan yang dimaksud yaitu kegiatan konstruksi fasilitas taman nasional ataupun penggunaan kendaraan pengelolaan sehari-hari, yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap habitat satwa. Gambar 4.3 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 Ancaman yang signifikan
  • 58. 42 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO 4.2.2 Efektivitas Pengelolaan Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas. Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang diperoleh yaitu sebasar 65,65%. Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 Gambar 4.4 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan Konteks Taman Nasional Way Kambas telah resmi dikukuhkan pada tahun 1999. Kawasan mempunyai status hukum yang jelas, dengan hubungan yang bekerjasama dengan baik dengan masyarakat. Perencanaan Proses perencanaan kawasan (sejak tahun 1993) mencakup banyak pihak dan ahli-ahli terkait, sebagai contoh yaitu keikutsertaan ahli badak dalam perumusan perencanaan pengelolaan kawasan. Terkait pencapaian tujuan pengelolaan (lestari, berdayaguna, sinergi, welmanaged), saat ini belum terwujud dengan baik dengan masih banyak terjadinya konflik gajah dengan manusia. Selain itu, belum seluruh program yang direncanakan dalam RPTN terlaksana, salah satunya karena belum memadainya alokasi pendanaan. Sedangkan untuk desain zonasi, hingga saat ini telah cukup sesuai dengan kepentingan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. Di samping itu, desain sanctuary badak (SRS) juga sangat mendukung upaya pelestarian badak secara tepat.
  • 59. 43 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Input Kapasitas karyawan sudah cukup baik, namun masih dibutuhkan tenaga tambahan untuk ditempatkan di lapangan serta untuk kegiatan patroli. Terkait ketersediaan informasi, BTN Way Kambas masih membutuhkan banyak data dan informasi yang valid dan dapat digunakan untuk mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan. Anggaran yang tersedia saat ini dirasa belum mencukupi dan TNWK masih menggunakan bantuan pendanaan dari luar. Namun di samping itu pengelolaan harus diimbangi pula dengan perawatan fasilitas resort. Terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Way Kambas tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Proses Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Way Kambas. • Tata batas telah ditetapkan pada tahun 1998, dan hingga saat ini TNWK masih memiliki batasan wilayah yang jelas dengan pihak masyarakat sekitar. • Terdapat kegiatan patroli gajah untuk pencegahan keluarnya gajah ke daerah pemukiman masyarakat, dan patroli sumber daya hutan sebagai sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan. • Terdapat banyak penelitian yang dilakukan di dalam kawasan, dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pengelolaan. • Dalam keberjalanan pengelolaan, pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal. Selain pemeliharaan fasilitas/peralatan di lokasi wisata (PLG) yang terlihat kurang, resort-resort juga tidak terpelihara dengan baik ataupun digunakan sebagaimana fungsinya. Hal ini juga memberikan gambaran prioritas pengelolaan anggaran yang kurang bersifat strategis. Dengan disegerakannya perbaikan fasilitas resort, fungsi resort untuk ditempati pegawai akan kembali dan berbagai kegiatan di lapangan akan mampu berjalan dengan lebih efektif. • Terdapat beberapa keikutsertaan pegawai dalam berbagai pelatihan, namun tidak seluruhnya relevan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan. • Terdapat kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi pada pemberian masukan pengelolaan. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar 3 sampai dengan 6 bulan sekali. • Saat ini belum terdapat kerjasama pengelolaan kawasan dengan operator pariwisata, namun tahap pelelangan rencana pengembangan kerjasama telah dilakukan. © Dokumentasi Dit. KKSDA
  • 60. 44 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Output Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L dan rencana kerja rutin SRS/PLG/ERU. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan guna melayani tingkat kunjungan yang tinggi. Dibutuhkan perbaikan fasilitas seperti kualitas bangunan pos, toilet, jembatan, ataupun railing pengaman. Namun dari segi kelengkapan, fasilitas dan layanan pengunjung saat ini sudah cukup memadai dengan adanya visitor center, arena atraksi, loket karcis, selter pengunjung, toilet, kios suvenir, dan lain-lain. Outcome Hingga saat ini, manfaat ekonomi yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan yaitu berupa terserapnya tenaga kerja. Perekrutan tenaga kerja tambahan dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Kondisi nilai penting kawasan pun terjaga dengan baik, yaitu telah dijalankannya perlakuan dan perhatian secara khusus terhadap badak sebagai spesies kunci sekaligus spesies terancam punah, juga tersedia pusat rehabilitasi gajah untuk penyembuhan dan perawatan terhadap gajah-gajah yang membutuhkan. Bila kedepannya diadakan pusat pengelolaan satwa tapir dan Harimau Sumatera, kondisi nilai penting kawasan Taman Nasional Way Kambas akan semakin utuh. Taman Nasional Way Kambas sebagai sebuah kawasan konservasi dengan beberapa satwa unggulan seperti Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir dan Beruang, saat ini telah memiliki pengelolaan spesifik terhadap dua satwa yaitu Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Melalui kerjasama dengan pihak LSM YABI, sebuah sanctuary Badak Sumatera ‘Suaka Rhino Sumatera’ (SRS) berhasil dikelola dengan sangat baik. SRS memiliki fungsi sebagai rumah sakit satwa, penangkaran, pusat breeding, dan pusat penelitian. Berbagai upaya yang telah dilakukan para pengelola membuahkan hasil, seperti pada tahun 2007, seekor Badak Sumatera jantan, Andalas, berhasil dikirimkan ke TN Way Kambas dari salah satu kebun binatang di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 2012, seekor bayi badak, Andatu, berhasil dilahirkan di SRS. Kelahiran bayi badak ini merupakan salah satu keberhasilan terbesar dari upaya para pengelola untuk mengawinkan dan merawat kesehatan induk badak (Ratu). Akhirnya, setelah 124 tahun, Andatu merupakan bayi Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan di penangkaran. Sedangkan untuk pengelolaan satwa gajah, sejak tahun 1985 TN Way Kambas memiliki sebuah Pusat Latihan Gajah (PLG) yang mulanya berfungsi sebagai tempat pelatihan gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar kemudian dapat berdaya guna. Seiring berjalannya waktu, gajah-gajah di PLG tidak hanya didayagunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan breeding, namun juga semakin dikenal sebagai sebuah destinasi ekowisata. Hingga saat ini, di TN Way Kambas telah dibentuk pula sebuah tim Elephant Response Unit (ERU) yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan patroli pengamanan dalam rangka pencegahan konflik antara koloni gajah dan manusia. Tabel 4.1 - Key Resource Taman Nasional Way Kambas Sumber: Hasil Analisis, 2015 KEYRESOURCE Habitat         Animal species  Tapir, Beruang  Harimau Sumatera  Gajah Sumatera  Badak Sumatera Bird species       Other faunal species                     POOR GOOD VERY GOOD EXCELLENT STATUS
  • 61. 45 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Pengelolaan SRS merupakan contoh dari pengelolaan penangkaran satwa yang baik dan efektif. Dalam perencanaan pembangunan kandang, telah dilakukan berbagai kajian mendalam sehingga penangkaran tersebut dalam dikelola serta berdayaguna dengan efektif. Salah satu bentuk perencanaan yang baik pada penangkaran ini yaitu adanya design kandang SRS (Lihat Gambar 3.6) dengan luasan 100 ha yang disesuaikan sedemikian rupa agar dapat ideal dan nyaman bagi kehidupan alami badak, namun juga berdayaguna bagi kelangsungan perkembangbiakkannya. Kandang tersebut merupakan suatu luasan hutan di Taman Nasional Way Kambas yang diberikan pagar dengan ketinggian celah-celah tertentu agar satwa lain tetap dapat melintas, diberikan pagar sekat untuk memisahkan satu badak dengan badak lainnya, namun disediakan sebuah meeting point di bagian tengah area yang ditujukan sebagai area perkawinan badak. Selanjutnya, efektivitas pengelolaan yang dilakukan TN Way Kambas akan semakin baik biladilakukanpulapengelolaankhususterhadapkeyresourceslainnyasepertiHarimauSumatera, tapir, dan beruang. Pengelolaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penangkaran, rumah sakit satwa, ataupun konsep suaka satwa lainnya. 4.3 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani 4.3.1 Ancaman yang Dihadapi Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani. Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi dua jenis ancaman utama dalam pengelolaannya, yaitu terkait perumahan (perambahan) dan polusi. Salah satu ancaman utama yang juga merupakan sumber bagi kemunculan ancaman lainnya yaitu adalah terus berlangsungnya aktivitas perambahan oleh masyarakat. Aktivitas perambahan kerap terjadi dan semakin meluas di dalam kawasan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Balai TNGR, namun hingga saat ini aktivitas perambahan tersebut tetap terus terjadi. Lokasi perambahan di kawasan TNGR cukup tersebar, kian meluas, dan kemudian tentu menimbulkan ancaman lain dengan pembukaan lahan-lahan baru secara disengaja juga penggunaan sumber daya (penebangan kayu) dalam skala besar untuk keperluan hidup dan bermukim. Gambar 4.5 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 Ancaman yang signifikan
  • 62. 46 Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia BAB 4 HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO Berikutnya yaitu ancaman dari polusi di dalam kawasan. Taman Nasional Gunung Rinjani sebagai objek wisata yang telah dikenal mancanegara memang akan ditantang untuk mampu menyediakan pelayanan dan pengelolaan yang seimbang dengan meluapnya jumlah pengunjung. Pengembangan wisata yang dilakukan ternyata tidak dapat diimbangi dengan kesiapan pengelolaan sampah. Selain dari masih kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, hal ini juga merupakan akibat dari lemahnya kesadaran dari pengunjung/pendaki dalam menjaga kebersihan alam. Selanjutnya sampah yang didominasi oleh sampah padat ini (terutama bungkus makanan dan tisu basah) menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian kawasan, baik dari segi ekosistem ataupun estetika. Sedangkan selain hal-hal tersebut, terdapat pula jenis ancaman lain seperti terkait aktivitas pemanfaatan air ataupun faktor-faktor alam seperti gunung api, kekeringan, ataupun suhu ekstrim. 4.3.2 Efektivitas Pengelolaan Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani. Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu 75,75%. Gambar 4.6 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015 Konteks Taman Nasional Gunung Rinjani telah resmi ditetapkan pada tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997.