1. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Yogyakarta, 23 Maret 2010
ANTISIPASI SEKTOR INDUSTRI
DALAM MENGHADAPI AC-FTA
2. I. KERJASAMA PERDAGANGAN DUNIA
II. KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM FORA KERJASAMA
INTERNASIONAL
III. KONDISI INDUSTRI INDONESIA
IV. PELAKSANAAN AC-FTA
V. STRATEGI ANTISIPASI SEKTOR INDUSTRI
2
4. PRINSIP DASAR
4
Multilateral
Sistem
Perdagangan
diatur
Free flow of
goods & services
and Investments
Relokasi
Sumber Daya
yang Efisien
Regional
Bilateral
Building Block
Bilateral
Bilateral
Bilateral
Regional
FORUM KERJASAMA INTERNASIONAL DAN HAKEKAT MANFAATNYA
Meningkatkan
kesejahteraan
bersama
5. ALASAN DILAKUKAN FREE TRADE AGREEMENT
5
Doha Development Round
(Term of Trade yang adil
belum terwujud)
Perundingan Tingkat
Menteri, Hong Kong 2005
belum mencapai
kesepakatan
Perundingan Jenewa di-
suspend Juli 2006
Multilateral
GATT 1947
WTO Uruguay
Round 1994
Regional
Free Trade
Agreement
Regional
Bilateral
ASEAN
APEC
EC
NAFTA
MERCURSOR
IJEPA
Aus-Thai
Etc.
Reaksi
WTO
OKI
D-8
Etc.
Customs
Union
Preferential
Trade
Agreement
Indonesia – Pakistan
Indonesia – Iran
Indonesia – Jepang
Indonesia – Australia
ASEAN – China
ASEAN – Korea
ASEAN – Jepang
Asean – India
ASEAN – Aust/NZ
AS – Jordan
AS – Chile
AS – Singapore
EU
AEC tahun 2015
Etc.
Workshop Pembuatan Perjanjian Internasional
6. 2) Perdagangan Jasa (Trade In Services)
6
1) Perdagangan Barang (Trade In Goods)
CAKUPAN KERJASAMA INTERNASIONAL
3) Investasi
4) Kerjasama Teknik
8. • Most Favoured Nation
Perlakuan yang diberikan kepada suatu negara harus juga
diberikan kepada negara lain
• National Treatment
Memberikan perlakuan sama terhadap produk-produk
impor baik barang maupun jasa, dengan produk sejenis di
dalam negeri
• Transparency
Bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan
perdagangannya
• Mutual Benefit
Saling menguntungkan antar negara anggota
8
1) Prinsip-prinsip Kerjasama
TANTANGAN MENGHADAPI KESEPAKATAN FTA
9. 2) Ekspektasi Perdagangan Bebas
• Terbukanya akses pasar produk dan jasa
• Terpenuhinya bahan baku, penolong dan barang modal
• Investasi – Struktur Industri
• Penguatan Kapasitas – Daya Saing
• Peningkatan Daya Beli
9
PERDAGANGAN
BEBAS
11. Fora Kerjasama Internasional
1) Multilateral (WTO)
2) Regional:
a) CEPT-AFTA
b) ASEAN-China FTA
c) ASEAN-Korea FTA
d) ASEAN-Australia-New Zealand FTA
e) ASEAN-India FTA
3) Bilateral (IJ-EPA)
11
12. 12
• World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi yang
dimaksudkan untuk meliberalisasikan perdagangan dunia, menjadi
forum negosiasi penghapusan hambatan tarif maupun non tarif,
dan forum untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan.
• Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995.
• Dalam forum WTO, Indonesia tetap ingin mempertahankan
keseimbangan pembukaan akses pasar produk pertanian dan
non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special
and differential treatment bagi negara berkembang.
1) Multilateral (WTO)
13. 2) Regional ASEAN (CEPT-AFTA)
• Kategori CEPT-AFTA:
a. Inclusion List (IL) sebanyak 8.626 pos tarif.
b. Temporary Exception List / TEL sebanyak 16 pos tariff.
c. Sensitive List, terdiri dari Sensitive List / SL (beras) dan Highly
Sensitive List / HSL (gula).
d. General Exception List (GEL) sebanyak 96 pos tarif (a.l. senjata,
bahan peledak, minuman beralkohol, psikotropika).
• Sesuai kesepakatan CEPT-AFTA, mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh
produk dalam Inclusion List (IL) menjadi 0%.
13
14. 3) ASEAN – MITRA Dialog
• ASEAN-China (AC-FTA)
AC-FTA ditandatangani 29 November 2004 dan sudah diimplementasikan
untuk Early Harvest Program (EHP) dan untuk normal track tahun 2005.
• ASEAN – Korea (AK-FTA)
AK-FTA ditandatangani 30 November 2004 dan diimplementasi mulai 1 Juli
2007. Pos tarif untuk kategori Normal Track (NT) sejumlah 7.146 pos yang akan
0% pada 2010, sedangkan sisanya pada 2012.
• ASEAN – Jepang Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)
Kesepakatan AJCEP ditandatangani tanggal 1 Maret 2008. Indonesia belum
meratifikasi (direncanakan tahun ini).
• ASEAN-Australia New Zealand (AANZ)
AANZ-FTA ditandatangani 28 Februari 2009 dan diberlakukan setelah
diratifikasi oleh pihak/negara didalam kesepakatan tersebut.
• ASEAN-India FTA (AIFTA)
AIFTA ditandatangani di Bangkok tanggal 13 Agustus 2009. Implementasi
tanggal 1 Januari 2010, namun bergantung pada proses ratifikasi.
14
15. 4) Bilateral FTA/EPA
Indonesia telah melakukan bilateral FTA dengan Jepang dalam
kerangka kerjasama Indonesia-Jepang Economic Partnership
Agreement (IJEPA). IJEPA adalah perundingan bilateral FTA pertama.
IJEPA dilandaskan pada 3 pilar kesepakatan, yakni: liberalisasi,
fasilitasi, dan kerjasama.
Tujuan IJEPA adalah untuk mendorong terbukanya akses pasar
produk Indonesia, terpenuhinya bahan baku penolong dan barang
modal, masuknya investasi, peningkatan capacity building, dan
peningkatan daya beli.
IJEPA ditandatangani tanggal 20 Agustus 2007 dan mulai berlaku
efektif 1 Juli 2008.
15
17. 17
PERANANSEKTORINDUSTRIDALAMPERDAGANGANBEBAS
Sampai dengan tahun 2008, sektor Industri Pengolahan masih menjadi
penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk
Domestik Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2008
menyumbang sekitar 27,87 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 14,40
persen dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi 13,97 persen.
1) Peran Sektor Industri Dalam Perekonomian
Kontribusi Sektor Industri non-migas terhadap PDB non-Migas tahun 2008
Industri, 27.87
Pertanian,
14.4
Transportasi &
Komunikasi,
13.97
Lainnya, 43.76
18. 18
Persentase nilai ekspor secara
keseluruhan dan ekspor non
migas Indonesia terhadap
ASEAN dan China meningkat
setiap tahunnya
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Indonesia Total Export Share
China ASEAN Lainnya
China
ASEAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Indonesia Non-Oil Export Share
China ASEAN Lainnya
China
ASEAN
19. 19
Dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) tahun 2007
terdapat sebanyak 8.750 pos tarif berdasarkan klasifikasi
Harmonised System (HS) 10 digit. Dari jumlah tersebut pos
tarif sektor industri manufaktur adalah sebanyak 7.577 pos tarif
atau sekitar 87% dari total pos tarif seluruh sektor. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor industri sangat merasakan dampak
dari adanya berbagai kesepakatan FTA.
BTBMI 2007 menggambarkan tingkat tarif aplikasi (applied
tariff) MFN seluruh pos tarif dimana rata – rata tingkat tarifnya
pada tahun 2007 sudah sangat rendah yaitu 7%, dibandingkan
dengan tingkat rata – rata bound tarif Indonesia yang
dinotifikasi WTO sebesar 36%.
2) Cakupan Pos Tarif Industri Dalam BTBMI
20. 20
3) Analisis Daya Saing Produk Industri Indonesia
1. Analisis daya saing produk manufaktur diawali dengan menghitung nilai
Revealed Comparative Advantage (RCA)
1000 (Xt
ipr + Mt
ipr)
RCAt
ipr = x (Xt
ipr - Mt
ipr) – (Xt
i - Mt
i) x
(Xt
i + Mt
i) (Xt
i + Mt
i )
2. Menghitung rata-rata RCA dan tren RCA / tahun
3. Penentuan batas atas dan batas bawah kelompok berdasarkan scatter
diagram
4. Dalam analisis ini, RCA produk dihitung untuk 5 tahun terakhir
(2004 – 2008)
5. Kekuatan suatu produk Indonesia dalam perdagangan bilateral
dengan China dapat dilihat dari posisinya saat ini (digambarkan
dari rata-rata RCA) dan kecenderungan pergerakannya
(digambarkan dari tren RCA / tahun)
21. Nilai Ekspor Indonesia
masih lebih besar
daripada Nilai Impor
setiap tahunnya, namun
gap mengecil
KINERJAPERDAGANGANINDONESIATERHADAPDUNIA
$0
$20,000
$40,000
$60,000
$80,000
$100,000
$120,000
$140,000
$160,000
Neraca Perdagangan
Indonesia - Dunia
Export
Import
Persentase nilai
ekspor non migas
Indonesia relatif stabil
setiap tahunnya 60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
1996199719981999200020012002200320042005200620072008
Perkembangan Ekspor Non
Migas Indonesia - Dunia
Export Import
23. Nilai Ekspor Indonesia terhadap
ASEAN selalu mengalami
peningkatan walaupun pada 5
tahun terakhir mengalami
penurunan jumlah jika
dibandingkan nilai impornya.
KinerjaPerdaganganIndonesiaTerhadapASEAN
$0
$5,000
$10,000
$15,000
$20,000
$25,000
$30,000
$35,000
$40,000
$45,000
Millions
Import
Export
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Perkembangan Ekspor Non
Migas Indonesia - ASEAN
Export
Import
Persentase nilai ekspor
non migas Indonesia
cenderung mengalami
penurunan walaupun tetap
masih lebih tinggi
dibanding impornya
25. $0
$5,000
$10,000
$15,000
$20,000
$25,000
$30,000
Millions
Neraca Perdagangan Indonesia - China
Imports
Exports
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
20.00%
Perkembangan Ekspor Non Migas
Indonesia - China
Ekspor
Impor
Nilai total ekspor dan Non-
Migas indonesia dengan
China terus meningkat setiap
tahunnya, namun gap defisit
kian besar
KinerjaPerdaganganIndonesiaTerhadapChina
28. 28
ContohKasusTekstil:PerbandinganFaktorPendukungDayaSaing
IndustriIndonesiadenganChina
No Indikator Indonesia China
1
Kapas
(Cotton)
Masih diimpor dari negara penghasil kapas
antara lain karena mutu kapas dalam negeri
belum dapat memenuhi syarat kualitas.
Dipasok dari hasil pertanian dalam negeri
dan masih import dari negara lain.
2
Tenaga
Kerja/Buruh
Kebijakan pemerintah yang tetap konsisten
dalam mempertahankan industri padat
karya, membuat perusahaan tekstil tidak
leluasa dalam meningkatkan efisiensi
produksi melalui penggunaan mesin (full
automatic machine).
-
Jam kerja : 40 Jam / minggu Jam kerja : 44 - 48 Jam / minggu
Hari kerja per tahun : 337 hari Hari kerja per tahun : 347 - 350 hari
Labor cost : US$ 0.65 / jam Labor cost : US$ 0.55 - 0.85 / jam
3 Energi/Listrik
Tarif : US$ 0.08 / kWh Tarif : US$ 0.09 / kWh
Supply tidak kontinyu sehingga ada
penambahan biaya (tidak ekonomis untuk
perusahaan)
Supply stabil
4
Mesin dan
Peralatan
Industri
> 20 tahun dan baru 6% dilakukan program
restrukturisasi mesin dari pemerintah tahun
2007
< 10 Tahun dan telah melakukan
peremajaan mesin sejak tahun 2000
5
Suku Bunga
Pinjaman
14% 6%
29. 29
ContohKasusTekstil-Lanjutan
No Indikator Indonesia China
6 PPN
Restitusi 10 % tanpa ada kepastian waktu 17 % dengan waktu 25 hari
Penjualan Ritel : Produsen harus menggunakan
faktur PPN Lengkap
Penjualan Ritel : Lebih senang membeli
produk dari importir karena tidak
menggunakan faktur lengkap
7
Impor Kimia
Tekstil
Bea Masuk 15% Mandiri
8
Potongan
Pajak
-
Kebijakan fasilitas insentif potongan pajak
(tax rebate) hingga 15 % kepada
perusahaan produsen produk berorientasi
ekspor (export oriented), termasuk produk
tekstil.
31. PELAKSANAAN AC-FTA
31
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) didasarkan pada perjanjian
komprehensif kerjasama ekonomi ASEAN China tahun 2002, dilaksanakan
dalam 3 tahap, yaitu dengan jadwal penurunan tarif:
1. Untuk sektor yang sudah siap (early harvest program) khususnya produk
pertanian, perikanan, makanan minuman dengan jadwal tahun 2004 –
2006;
2. Normal Track (NT1 dan NT2). NT1 tahun 2005 – 2010 dan NT2
selesai tahun 2012;
3. Tahap ketiga untuk produk yang masuk kategori Sensitive Track (ST) dan
Highly Sensitive Track (HST).
Dalam kerangka AC-FTA, skema penurunan tarif bea masuk untuk Normal
Track 1 (NT 1) seluruhnya menjadi 0% pada tanggal 1 Januari 2010. Sisa
jumlah pos tarif yang dijadwalkan menjadi 0% pada tahun 2010 adalah
sebanyak 1.597 pos tarif, sehingga total jumlah pos tarif yang sudah
menjadi 0% pada tahun 2010 adalah 7.306 pos tarif.
32. 32
Jumlah pos tarif sektor industri dalam kategori NT1 adalah 6.064 pos tarif. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda jadwal
penurunannya.
Untuk kategori Normal Track 2 (NT 2), tarif bea masuknya menjadi 0% pada tahun
2012, untuk kategori Sensitive List (SL), menjadi 0% – 5% pada tahun 2018, untuk
kategori High Sensitive List (HSL) diturunkan/dihapuskan menjadi 0%-50% mulai
tahun 2015, dan untuk kategori General Exception List (GEL) tetap berlaku tarif MFN.
Berdasarkan masukan dunia usaha dan kajian pemerintah, terdapat 228 pos tarif
produk yang daya saingnya masih lemah sehingga Indonesia mengusulkan
renegosiasi untuk penundaan pelaksanaannya.
33. PELAKSANAAN AC-FTA - LANJUTAN
33
No Kelompok Produk ∑ Penundaan Total pos tarif
1 Besi Baja 114 524
2 Tekstil & Produk Tekstil 53 1017
3 Permesinan 10
4 Elektronika 7 752
5 Kimia Anorganik Dasar 7 193
6 Petrokimia 2 288
7 Furniture 5 8
8 Kosmetika 1
9 Jamu 1
10 Alas kaki 5 35
11 Produk Industri Kecil 1 137
12 Maritim* 22
TOTAL 228 2954
USULAN PENUNDAAN TARIF 0% AC-FTA
34. Periode Nopember 2009 – Februari 2010
NO NEGARA ASAL NILAI IMPOR (RIBU$) %
1 ASEAN 6,323,473.684 26.62
2 CHINA 4,173,263.158 17.57
3 JAPAN 2,745,578.947 11.56
4 UNITED STATES 1,783,578.947 7.51
5 AUSTRALIA 1,083,578.947 4.56
6 KOREA, REPUBLIC OF 845,578.947 3.56
7 INDIA 676,210.526 2.85
8 TAIWAN, PROVINCE OF CHINA 634,000.000 2.67
9 GERMANY 587,157.895 2.47
10 SAUDI ARABIA 437,894.737 1.84
11 LAINNYA 4,465,052.632 18.80
TOTAL 23,755,368.421 100
GAMBARAN IMPOR DARI CHINA
35. 35
-5000
0
5000
10000
15000
20000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 JAN-OKT
2009
US$
Million
Export to China Import from China Trade Balance
• Pada periode 1999-2007, Indonesia mencatat surplus perdagangan
dengan China, tetapi sejak tahun 2008 dan 2009 (Jan-Okt)
mengalami defisit.
• Defisit neraca perdagangan tahun 2009 relatif lebih rendah
dibanding 2008.
Neraca Perdagangan Indonesia-RRT
36. 36
Consumption Goods
Intermediate Goods
Capital Goods
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 JAN-OKT
2009
US
$
Miliion
•Impor barang dari China didominasi oleh barang modal dan
bahan baku penolong yang digunakan oleh industri dalam yang
selalu meningkat setiap tahunnya.
•Sedangkan barang konsumsi dari China masih sedikit jika
dibandingkan nilai barang modal dan bahan baku penolong.
Impor Indonesia-China Menurut Golongan
Penggunaan Barang
37. Periode Nopember 2009 – Februari 2010
0
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000
2009-11 2009-12 2010-01 2010-02
39. KOMODITI Nilai Impor (Ribu $)
Alas Kaki 15,263.2
Besi baja 391,789.5
Elektronika 427,894.7
Lainnya 3,285,052.6
Mainan Anak 15,157.9
Makanan dan Minuman 13,578.9
Pakaian Jadi 24,526.3
TOTAL 4,173,263.2
Periode Nopember 2009 – Februari 2010
43. RE-NEGOSIASI
Pemerintah telah menyampaikan notifikasi kepada Sekretariat
ASEAN mengenai:
Indonesia tetap melaksanakan komitmen sesuai jadwal
Sektor industri tertentu menghadapi ancaman pelemahan daya
saing yang akan berdampak lebih luas
Pemerintah tengah melakukan pembicaraan ulang dengan
pihak pihak yang terkait dengan ASEAN China FTA
Persiapan-persiapan untuk pembicaraan ulang tengah
dilaksanakan secara intensif
43
44. Organisasi:
Membentuk Tim Koordinasi Penanganan Hambatan Industri dan
Perdagangan (SK Menko Perekonomian No Kep-42/M.EKON/12/2009)
Pengarah: Menko Perekonomian dan para menteri terkait
Tim Pelaksana: para pejabat Eselon I dari KL terkait dan pelaku usaha
(KADIN dan APINDO)
3 Tim Teknis yang fokus pada pengawasan atas pelaksanaan FTA dan
Strategi Non Tarif dalam upaya percepatan penguatan Industri
Nasional dalam menghadapi persaingan global
Tugas Tim
Identifikasi dan analisis masalah/hambatan
Koordinasi penyelesaian masalah/hambatan industri dan
perdagangan
Pemantauan dan evaluasi penyelesaian hambatan
44
PEMBENTUKAN TIM NASIONAL
45. 45
LANGKAH
LANGKAH-
-LANGKAH PENGAMANAN
LANGKAH PENGAMANAN
SEKTOR INDUSTRI
SEKTOR INDUSTRI
B. Penguatan
Ekspor Produk
Industri
I. Menjaga Daya Saing
1. Fasilitasi Umum
2. Trade Financing
3. Mengurangi
Ekonomi Biaya
Tinggi
4. Insentif Khusus
II. Menjaga Akses Pasar
1. Negosiasi dan Lobi
2. Promosi yang
Terarah
A. Pengamanan Pasar DN
dan Peningkatkan
Penggunaan Produk
Dalam Negeri (P3DN)
C. Pengamanan
Cabang
Industri
I. Pengamanan Pasar thd
Gangguan Luar
1. Impor Ilegal
2. Trade Remedy
3. Tarif
4. Tata Niaga
II. Stimulasi Penggunaan
Produk DN
1. Pembelanjaan
Pemerintah dan
BUMN
2. Penguatan dan
Pembinaan
Produsen Produk
DN
I. Produk Industri
1. Makanan, Minuman, dan
Tembakau
2. Tekstil, Barang Kulit, dan Alas
Kaki
3. Barang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya
4. Pulp, Kertas, dan Barang
Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Barang dari
Karet
6. Semen & Barang Galian Bukan
Logam
7. Logam Dasar Besi & Baja dan
Non Ferro
8. Alat Angkut, Mesin &
Peralatannya, termasuk
elektronika dan IT
9. Barang Lainnya
II. Industri Kecil dan Menengah:
1. Perluasan Akses Pembiayaan
2. Perluasan Akses Pasar
3. Peningkatan Kapasitas SDM
LANGKAH
LANGKAH-
-LANGKAH PENGAMANAN
LANGKAH PENGAMANAN
SEKTOR INDUSTRI
SEKTOR INDUSTRI
B. Penguatan
Ekspor Produk
Industri
I. Menjaga Daya Saing
1. Fasilitasi Umum
2. Trade Financing
3. Mengurangi
Ekonomi Biaya
Tinggi
4. Insentif Khusus
II. Menjaga Akses Pasar
1. Negosiasi dan Lobi
2. Promosi yang
Terarah
B. Penguatan
Ekspor Produk
Industri
I. Menjaga Daya Saing
1. Fasilitasi Umum
2. Trade Financing
3. Mengurangi
Ekonomi Biaya
Tinggi
4. Insentif Khusus
II. Menjaga Akses Pasar
1. Negosiasi dan Lobi
2. Promosi yang
Terarah
A. Pengamanan Pasar DN
dan Peningkatkan
Penggunaan Produk
Dalam Negeri (P3DN)
C. Pengamanan
Cabang
Industri
I. Pengamanan Pasar thd
Gangguan Luar
1. Impor Ilegal
2. Trade Remedy
3. Tarif
4. Tata Niaga
II. Stimulasi Penggunaan
Produk DN
1. Pembelanjaan
Pemerintah dan
BUMN
2. Penguatan dan
Pembinaan
Produsen Produk
DN
I. Produk Industri
1. Makanan, Minuman, dan
Tembakau
2. Tekstil, Barang Kulit, dan Alas
Kaki
3. Barang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya
4. Pulp, Kertas, dan Barang
Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Barang dari
Karet
6. Semen & Barang Galian Bukan
Logam
7. Logam Dasar Besi & Baja dan
Non Ferro
8. Alat Angkut, Mesin &
Peralatannya, termasuk
elektronika dan IT
9. Barang Lainnya
II. Industri Kecil dan Menengah:
1. Perluasan Akses Pembiayaan
2. Perluasan Akses Pasar
3. Peningkatan Kapasitas SDM
STRATEGI PENGAMANAN SEKTOR INDUSTRI
46. Pengamanan Pasar Dalam Negeri dan Peningkatan
Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN)
Pengamanan Pasar Dalam Negeri
Menganalisis secara menyeluruh daya saing produk
industri yang tarifnya menjadi 0% pada tahun 2010
terhadap 7.577 pos tarif (87%) sektor industri.
Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan
Ditjen Bea dan Cukai untuk menganalisis laporan
berkala pemanfaatan SKA Form-E (AC-FTA), SKA
Form-D (CEPT-AFTA) dan SKA Form AK (ASEAN-
Korea).
46
47. Pengamanan Pasar Dalam Negeri-Lanjutan
Peningkatan Pengawasan di Pelabuhan, Peredaran Barang di Pasar
Lokal.
a. Meningkatkan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri
Perdagangan No. 56/M-DAG/PER/12/2008 tentang pembatasan
pelabuhan impor untuk produk-produk tertentu, yaitu produk-produk
garmen, alas kaki, mainan anak, elektronika konsumsi, serta
makanan dan minuman, yang hanya boleh masuk melalui
Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Makassar,
dan Belawan.
b. Diusulkan perluasan cakupan produk industri dalam Peraturan
Menteri Perdagangan di atas untuk produk: 1) kosmetika, 2)
keramik, 3) LHE, 4) handphone, 5) komponen otomotif (busi dan
filter), dan 6) sepeda tertentu.
c. Diusulkan kewajiban verifikasi di negara asal untuk importasi
produk-produk di atas.
47
48. Pengamanan Pasar Dalam Negeri-Lanjutan
Mengoptimalkan instrumen trade defense (safeguard, antidumping, dan
counter veiling duty).
Menerapkan regulasi teknis (technical barrier to trade):
a. Perluasan penerapan SNI Wajib untuk produk terkait dengan
perlindungan keselamatan, keamanan atau kesehatan serta
pelestarian lingkungan hidup.
b. Pencegahan praktek perdagangan yang curang (deceptive practices).
Mengoptimalkan pemberian Pertimbangan Teknis (Rekomendasi) dalam
rangka penerapan Importir Produses (IP)/ Importir Tertentu (IT).
Mensyaratkan mill certificate pada setiap importasi besi baja tertentu.
Mengharmonisasikan tarif Bea Masuk bahan baku/komponen dengan
produk jadi.
Memaksimalkan pengawasan penyelundupan.
Penggunaan Label Berbahasa Indonesia.
48
49. Mengoptimalkan Penggunaan Produksi Dalam Negeri,
khususnya dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pembelanjaan Pemerintah dan BUMN.
a. Mengoptimalkan Belanja Pemerintah/BUMN/BUMD dalam bentuk
Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) dengan memberikan
preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri.
b. Menyusun direktori jenis barang/jasa buatan dalam negeri yang
memiliki tingkat kandungan komponen dalam negeri antara 20-90%
(21 kelompok dan 456 jenis barang):
1. Bahan Penunjang Produksi Pertanian (3 jenis barang)
2. Alat Mesin Pertanian (17 jenis barang)
3. Peralatan Penunjang Pertambangan (5 jenis barang)
4. Peralatan Penunjang Migas (28 jenis barang)
5. Peralatan Kelistrikan (27 jenis barang)
6. Peralatan Telekomunikasi (36 jenis barang)
7. Peralatan Elektronika (40 jenis barang)
8. Bahan Bangunan dan Konstruksi (30 jenis barang)
9. Mesin Peralatan Pabrik (77 jenis barang)
10. Alat Besar dan Konstruksi (10 jenis barang)
49
50. Lanjutan…
11. Alat Transportasi(24 jenis barang)
12. Peralatan Kesehatan (19 jenis barang)
13. Alat Instrumentasi dan Laboratorium (2 jenis barang)
14. Alat Tulis dan Peralatan Kantor (15 jenis barang)
15. Alat Olah Raga dan Pendidikan (18 jenis barang)
16. Pakaian dan Perlengkapan Kerja (37 jenis barang)
17. Bahan Kimia (5 jenis barang)
18. Logam dan Produk Logam (19 jenis barang)
19. Sarana Pertahanan (7 jenis barang)
20. Barang Lainnya (24 jenis barang)
21. Jasa Keteknikan EPC (13 jenis barang)
Pemberlakukan SNI Wajib untuk produk-produk tertentu untuk
mewujudkan persaingan yang sehat.
50
51. Penguatan Daya Saing dan Kemampuan
Ekspor Industri
Meningkatkan daya saing
Meningkatkan Pelayanan dan Fasilitasi Umum:
Meninjau kembali kenaikan tarif THC.
Mempercepat pembangunan Jalan dari dan ke
pelabuhan.
Mendorong terlaksananya pembangunan dry port
di kawasan industri PT. Jababeka Cikarang-
Bekasi.
Mengefektifkan mekanisme imbal beli (counter
purchase) untuk proyek-proyek pemerintahan dan
BUMN.
Mengoptimalkan penggunaan jasa
pelayaran/kapal berbendera Indonesia.
51
52. Menyediakan Fasilitas Trade Financing :
Rediskonto wesel ekspor untuk post shipment (PBI).
Garansi post-shipment financing.
Optimalisasi skema kredit ekspor.
Mengefektifkan lembaga pembiayaan dan penjaminan
ekspor.
Kewajiban menggunakan L/C untuk ekspor komoditi
tertentu.
Menyediakan insentif khusus melalui Fasilitas PPh untuk
bidang usaha tertentu dan daerah tertentu (PP 62/2008).
Mengurangi ekonomi biaya tinggi :
Percepatan restitusi PPN dan Bea Masuk.
Penyediaan pasokan listrik, gas dan batubara (DMO).
52
53. Melonggarkan tata niaga ekspor.
Melaksanakan program konservasi dan diversifikasi
energi.
Mengamankan ketersediaan bahan baku melalui
penerapan tata niaga ekspor dan impor bahan baku
scrap.
Mengusulkan pemberian insentif BMDTP untuk bahan
baku yang diperlukan oleh industri tertentu.
Melaksanakan restrukturisasi permesinan dan peralatan,
misal TPT, Alas Kaki, dan Pabrik Gula.
Meningkatkan kemampuan industri dalam memenuhi
standar teknis dan kepatuhan sosial (keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan lingkungan).
53
54. Menjamin ketersediaan bahan baku kulit melalui
pengenaan Bea Keluar untuk kulit mentah dan
setengah jadi.
Memfasilitasi penerapan manajemen mutu.
Melakukan harmonisasi tarif bea masuk untuk produk
hulu dan hilir yang dapat memacu investasi dan daya
saing.
Membatasi ekspor bahan baku mentah untuk
mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam
negeri.
Mendorong Investasi untuk pengembangan Industri
Baja Hulu menggunakan SDA Lokal.
54
55. Meningkatkan akses pasar
Memperkuat distribusi (pemanfaatan ritel dan perdagangan
internasional) pemasaran ekspor produk IKM dan
mengikutsertaan IKM di pameran internasional.
Memperluas negara tujuan ekspor melalui kegiatan promosi,
khususnya ke pasar-pasar berpotensi, seperti :
1. Emerging market di Asia (India, Korea, Taiwan, ASEAN lain).
2. Timur Tengah; Russia, Asia Tengah dan Eropa Timur/Tengah.
3. Afrika (Afsel, Nigeria, Mesir, Tunisia).
4. Amerika Latin (Brazil, Argentina).
5. Negara-negara yang sedang melakukan rekonstruksi yaitu
Irak dan Afghanistan.
55
56. Pengamanan dan Penguatan Cabang Industri
Tertentu
Mengoptimalkan fasilitas sistem peringatan dini (early warning system).
Mengoptimalkan pemanfaatan insentif fiskal berupa Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah (BMDTP).
Penyederhanaan pemberian rekomendasi yang terintegrasi dengan
National Single Window (NSW).
Identifikasi dan evaluasi produk-produk industri untuk dikenakan SNI
Wajib.
Meningkatkan pengawasan terhadap produk industri SNI Wajib.
Meningkatkan sistem, kapasitas, dan kemampuan laboratorium uji.
Menyusun instrumen kebijakan regulasi teknis untuk menjamin adanya
playing-field yang fair di pasar domestik antara produk lokal dengan
produk impor.
Penghapusan peraturan-peraturan yang berpotensi menimbulkan
ekonomi biaya tinggi.
56