1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telinga kita sering mendengar istilah filsafat etika atau lebih
singkatnyaetika. Begitu banyak orang – orang menggunakan istilah ini dalam
berbagaikesempatan. Misalnya dalam hal rumah tangga, bisnis, dan berbagai
aspekkehidupan lainnya. Penulis akan mengajak pembaca untuk memahami
hakikatetika filsafat yang sebenarnya. Sejak dulu hingga sekarang manusia
seringmempertanyakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena kerap
kalimanusia dihadapkan pada pilihan – pilihan etis yang tidak bisa dijawab
olehagama dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut merupakan alasan dalam
pembahasanmakalah kali ini. Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat
etika merupakan aliranpertama dalam filsafat, dengan Socrates sang
mahaguru para filsuf sebagaipelopornya. Etika merupakan cabang Aksiologi
yang pada pokoknyamembicarakan masalah predikat – predikat nilai betul
dan salah dalam arti susilaserta tidak susila . Etika atau moralitas merupakan
suatu fenomena manusiawiyang universal, menjadi ciri yang membedakan
manusia dari binatang. Padabinatang tidak ada kesadaran tentang baik dan
buruk, yang boleh dan yangdilarang, tentang yang harus dan tidak pantas
dilakukan. Keharusan mempunyaidua macam arti: keharusan alamiah
(terjadi dengan sendirinya sesuai hukumalam) dan keharusan moral (hukum
yang mewajibkan manusia melakukan atautidak melakukan sesuatu). Jadi,
pada intinya alasan pemilihan judul makalah iniyakni menjadi acuan
2. manusia untuk lebih baik dalam bertindak. Yang pastinya,manusia
berperilaku berlandaskan dengan etika, yang seolah menjadi bataspembeda
manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahansebagai
berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan etika dan peranannya ?
2. Apa saja macam – macam etika dalam ilmu filsafat ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diuraikan tujuan
penulisanmakalah sebagai berikut.
1. Memahami arti etika dalam ilmu filsafat dan peranannya dalam kehidupan
manusia.
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai macam-macam etika yang
ada.
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yangbiasa,
padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, caraberpikir. Etika
(Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalahsebuah sesuatu dimana
dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajarinilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Etikamencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dantanggung jawab. Dalam bentuk jamak ta
etha artinya adat kebiasaan. Dalam artiterakhir inilah terbentuknya istilah etika yang
oleh Aristoteles dipakai untukmenunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu tentang
apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari
bahasa Latin yangartinya sama dengan etika. Secara istilah etika memunyai tiga arti:
pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatukelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem
nilai.Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika
berartikumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran,
kodeetik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etikamenjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagisuau
penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.Amoral
berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidakbermoral, tidak
etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggrisetiquette,
yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain:
4. 4. etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkannorma
tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlakubaik baik saat
sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiketbersifat relatif, tergantung
pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanyaberkaitan dengan segi lahiriyah, etika
menyangkut segi batiniah. Moralitasmerupakan suatu fenomena manusiawi yang
universal, menjadi ciri yangmembedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak
ada kesadaran tentangbaik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus
dan tidakpantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan
alamiah(terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum
yangmewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu). St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalamkajian filsafat praktis
(practical philosophy). Etika dimulai bila manusiamerefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhanakan refleksi itu akan kita rasakan, antara
lain karena pendapat etis kita tidakjarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaituuntuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Secarametodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika .Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari
etikaadalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain
yangmeneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia.
2.2 Macam – Macam Etika Dalam Ilmu Filsafat
A. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan
5. oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.
B. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif:
memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu
dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang
memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip
etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian.
Etika khusus disebut juga etika terapan.
C. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada
tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat
ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris
George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai
bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat. Salah satu masalah yang ramai
dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif
dapat diturunkan dari ucapan
D. Moral dan Hukum
Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapatpepatah quid leges
sine moribus (apa arti undang-undang tanpamoralitas?). Moral juga membutuhkan
hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan
masyarakat. Sedikitnyaada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum
lebihdikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematisdisusun
dalam undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastianlebih besar dan lebih
6. objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlubanyak diskusi untuk menentukan
etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua,hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah,
sedangkan moralmenyangkut juga aspek batiniah. Ketiga, sanksi dalam hukum
dapatdipaksakan, misalnya orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan moralsanksinya
lebih bersifat ke dalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang,biarpun perbuatan itu
tidak diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatantidak baik itu diketahui umum,
sanksinya akan lebih berat, misalnya rasamalu. Keempat, hukum dapat diputuskan atas
kehendak masyarakat danakhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat
diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukansebaliknya.
E. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagaietika yang
berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukanoleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat;etika lahir dari filsafat.Etika termasuk dalam
filsafat, karena itu berbicaraetika tidak dapat dilepaskan dari filsafat .Karena itu, bila
ingin mengetahuiunsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-
unsurfilsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika.1. Non-empiris. Filsafat
digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmuempiris adalah ilmu yang didasarkan pada
fakta atau yang kongkret.Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui
yangkongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejalakongkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti padaapa yang kongkret yang
secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentangapa yang seharusnya dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.2. Praktis . Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu
“yang ada”.Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etikatidak
terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harusdilakukan”. Dengan
demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktiskarena langsung berhubungan
dengan apa yang boleh dan tidak bolehdilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika
bukan praktis dalam artimenyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
7. melainkanreflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok sepertihati
nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teorietika masa lalu
untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.Diharapakan kita mampu menyusun
sendiri argumentasi yang tahan uji.
F. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis.Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkansetiap agama dapat memiliki etika
teologisnya masing-masing. Kedua,etika teologis merupakan bagian dari etika secara
umum, karena itubanyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum,dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secaraumum, etika
teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolakdari presuposisi-presuposisi
teologis . Definisi tersebut menjadi kriteriapembeda antara etika filosofis dan etika
teologis. Di dalam etika Kristen,misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang
kesusilaanbersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karenaitu,
etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden danetika teosentris.
Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama denganetika secara umum, yaitu
tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yanghendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu
mencari apa yang seharusnyadilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai
dengan kehendakAllah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang
unikberdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yangdianutnya.
G. Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakanbahwa etika
teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi danmemperbaiki etika filosofis.
Sintesis Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274)
yangmenyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hinggakedua
8. jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing,menjadi suatu entitas
baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisanbawah yang bersifat umum,
sedangkan etika teologis menjadi lapisan atasyang bersifat khusus. Diaparalelisme
Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834)yang menganggap etika
teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejalayang sejajar. Hal tersebut dapat
diumpamakan seperti sepasang rel keretaapi yang sejajar. Mengenai pandangan-
pandangan di atas, ada beberapakeberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat
dilihat dengan jelasbahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika
teologis.Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga samayaitu
belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis,walaupun
kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadappandangan Schleiermacher,
diberikan kritik bahwa meskipun keduanyatelah dianggap setingkat namun belum ada
pertemuan di antara mereka.Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu
hubungan yangdialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka
relasikeduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizonyang
paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu
tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusiadalam bagaimana ia seharusnya
hidup.
9. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika
adalahsalah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Etika adalah acuan
manusiadalam berperilaku, yang seolah menjadi batas pembeda manusia dengan
makhluklainnya dalam berperilaku.
3.2 Saran
Sebaiknya, etika digunakan sebagai landasan dalam berbagai
aspekkehidupan.