1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mengingat permasalahan yang sering muncul dilapangan utamanya pada
pengambilan data pengukuran yang sebagian besar banyak yang dialami
mahasiswa. Permasalahan itu muncul karena kurangnya pengalaman dilapangan,
sehingga melatar belakangi diadakannya praktikum. Setelah melaksanakan
praktikum kiranya dapat membantu mahasiswa memecahkan masalah yang
mungkin ditemui dilapangan. Salah satu tujuan dari praktikum yaitu nantinya
sipengukur atau mahasiswa dapat memperoleh data tentang keadaan permukaan
tanah melalui pengukuran yang dilakukan sehingga dari pengukuran itu
sipengukur atau mahasiswa dapat merencanakan suatu pekerjaan.
Didalam praktikum mahasiswa diajarkan bagaimana cara mengunakan alat
dengan baik serta mengolah data hasil dari pengukuran yang mungkin ada
hubunganya dengan pekerjaan yang lain contohnya perencanaan jalan atau
drainase, dan lain – lain.
Ilmu geodesi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk permukaan bumi.
Ilmu geodesi mempunyai dua maksud :
a. Maksud ilmiah yaitu menentukan bentuk permukan bumi
b. Maksud praktis yaitu membuat gambaran tentang peta dari sebagian
besar atau sebagian kecil dari permukaan bumi.
Maksud dari pengukuran-pengukuran diatas, karena permukaan bumi yang
tidak beraturan, seperti adanya gunung-gunung yang tinggi dan lembah yang
curam serta dataran rendah.
Maka untuk pengukuran bumi yang tidak beraturan diperlukan suatu bidang
tertentu yang digunakan patokan baik hasil ukuran maupun bentuk hitungan,
bidang itu disebut bidang datar.
Untuk itu dalam rangka mengantisipasi kendala-kendala yang sering
dihadapi sipengukur dilapangan maka dipelajarilah ilmu ukur tanah dibeberapa
perguruan tinggi secara lebih mendalam.
2. 2
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pada penulisan dari ini yaitu agar nantinya mahasiswa atau
pembaca dapat mengetahui cara-cara pengukuran dengan menggunakan alat
Waterpass dan Theodolit serta cara pengolahan data dari hasil praktek, selain itu
dapat juga diketahui aplikasi dari pada ilmu ukur tanah itu sendiri.
Tujuan dari pada penulisan laporan ini agar nantinya mahasiswa atau
pembaca dapat mengetahui alat-alat apa saja yang kita gunakan, bagaimana cara
mengunakan alat, metode pengambilan data, cara pengolahan data yang kita ambil
dilapangan serta untuk memproleh gambaran bagian permukaan bumi yang kita
ukur, yang nantinya kita dapat membuat atau merencanakan suatu pekerjaan.
1.3. Metodologi Penulisan
Untuk mencapai tujuan akhir yang sistematis dari laporan ini, dibutuhkan
langka - langka yang sistematis, yang dilandasi oleh suatu konsep dasar bagi si
pengukur sehingga didapatkan data yang akurat dari lapangan.
- Metode Pengambilan Data di Lapangan
Data yang diambil berdasarkan dari hasil pengukuran dilapangan yang
dilaksanakan di sekitar kampus II Universitas Muslim Indonesia, pengambilan data
dilaksanakan selama dua hari, pada hari pertama digunakan alat Waterpass dan
pada hari kedua digunakan alat Theodolit.
- Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dilapangan dilakukan dengan teliti dan akurat sehingga
nantinya akan memberikan hasil yang akurat adapun pengkategorian pengambilan
data yaitu :
1. Data primer
Data yang diproleh dengan mengadakan pengukuran langsung dilapangan,
biasanya data ini lebih akurat.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan tidak mengadakan penelitian
tetapi melalui referensi ( membaca literatur-literatur).
3. 3
1.4. Sistematika Penulisan
BAB I Dalam bab pendahuluan ini memuat tentang latar belakang
diadakanya praktek, maksud dan tujuan, metodologi penulisan serta
sistematis penulisan.
BAB II Didalam bab ini memuat gambaran umum, tujuan dan aplikasi ilmu
ukur tanah alat ukur dan bagiannya, pengukuran jarak, pengukuran
elevasi, pengukuran sudut, penentuan titik koordinat, luasan dan
volume, rumus - rumus dasar, dan dasar – dasar perencanaan jalan
dan drainase .
BAB III Pelaksanaan praktikum dilapangan/lokasi, serta tata cara pelaksanaan
dengan mengunakan Waterpass dan Theodolit.
BAB IV Bab ini mengupas mengenai analisa data yang diproleh dalam
pelaksanaan pengukuran dengan mengunakan rumus
4. 4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Gambaran Umum
Alat ukur tanah selalu disesuaikan dengan maksud dan pengunaan alat itu
sendiri, alat ukur yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik
disebut Waterpass, sedangkan alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-
sudut disebut Theodolit. Walaupun mempunyai fungsi yang berbeda tetapi ada
beberapa bagian alat ini yang sama bagiannya.
Ilmu ukur tanah juga mencakup berbagai aspek bukan hanya di teknik sipil
seperti halnya dicabang pertanian, perikanan, kelautan, pertambangan dan lain-
lain. walaupun ada spesifikasinya namun pada dasarnya banyak kesamaanyan
seperti halya pengambilan data, dan pengolahan data yang hanya membedakan
hanya tingkat aplikasinya.
Teori Kesalahan –kesalahan di lapangan
Walaupun kita sudah mengunakan alat yang moderen akan tetapi sering
kita melakukan kesalahan – kesalahan yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Kelengkungan bumi
Pada umumnya bidang-bidang yang kita ukur biasanya tidak rata atau banyak
lengkungannya hingga permukaan tanah terdapat beda tinggi antara dua titik,
sehingga tidak didapatkan data yang akurat akibat dari permukaan tanah
tersebut, biasanya yang menyebabkan kesalahan yaitu perletakan rambu ukur
yang tidak stabil dikarenakan permukaan bumi yang tidak stabil. Karena
melengkungnya sinar cahaya yang masuk ke benda yang diteropong
melewati lapisan udara yang tidak sama padatnya sehinga dapat
mengkilatkan sinar cahaya menjadi melengkung dengan bagian cembungnya
yang mengikuti arah permukaan bumi.
2. Getaran udara
Adanya getaran udara sehingga dapat memindahkan hawa panas dari
permukaan bumi keatas, sehingga bayangan dari mistar terlihat dari teropong
akan tergetar mengakibatkan pembacaan pada mistar tidak dapat dilakukan
dengan teliti.
4. Masuknya kaki statis.
Masuknya kaki statis dapat disebabkan karena pada saat perletakan statis
kakinya tidak berdiri dengan kuat. Untuk mengatasi hal itu yaitu pada saat
5. 5
meletakkan kaki statis atau sebelum dibidik, terlebih dahulu ketiga kakinya
diinjak kedalam agar lebih kuat.
5. Perubahan arah garis nivo
Perubahan garis arah nivo dapat disebabkan oleh :
Karena panas sinar matahari
Karena masuknya salah satu kaki statis
Karena tersentuhnya kaki statis secara tidak sengaja.
Tujuan dan Aplikasi Ilmu Ukur Tanah
Hingga saat ini ilmu ukur tanah banyak dikembangkan dalam
bidang keilmuan lainya seperti perencanaan jalan, perencanaan drainase,
perencanaan pondasi, dan lain-lain.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Pembaca mampu mengidensifikasi pekerjaan dan perhitungan luas
dan isi dalam kaitannya dengan pekerjaan sifat datar/lengkap dengan
perhitungannya.
2. Agar memiliki kemampuan membedakan jenis lingkungan dan
pelaksanaan perencanaan lingkungan dalam kaitannya dengan
belokan dan tanjakan serta turunan.
Alat Ukur dan Bagiannya
Alat ukur yang kita gunakan yaitu Waterpass dan Theodolit
mempunyai bagian-bagian yaitu :
Bagian – bagian dari Waterpass yaitu :
1. Lensa obyektif (depan )
2. Lensa obyektif ( belakang )
3. Lensa pengfokus
4. Kolimator pembidik
5. Prisma kompensator
6. Prisma tetap
7. Pelembab
8. Prisma pemilih
9. Pegangan
10. Lensa pembidik
11. Skrup penyetel pegangan
12. Pusat
13. Lingkaran Horizontal
14. Landasan Speris
6. 6
15. Skrup landasan spesi
16. Skrup putaran Horizontal
17. Skrup penyipat datar
18. Pelat landasan
19. Skrup landasan
Bagian – bagian dari Theodolit yaitu :
1. Visir
2. Penjelas objek
3. Lensa objektif
4. Lensa okuler
5. Mikro meter
6. Pembaca sudut
7. Sentering optis
8. Skrup pengunci vertilkal
9. Cermin penjelas pada pembaca sudut
10. Skrup pengerak halus Vertikal
11. Nivo tabung
12. Skrup pengerak halus horizontal
13. Nivo kotak
14. Skrup penyetel A, B, dan C
15. Tempat bergantunya tali unting-unting
16. Skrup pengunci horizontal
17. Skrup pengunci lembut
18. Kaki statif
19. Skrup pengunci antara statif dan theodolit
Namun kedua alat ini mempunyai kesamaan yaitu pada :
1. Lensa
Lensa adalah benda yang dibuat dari kaca yang dibatasi oleh dua
bidang lengkung dari dua bulatan. Garis yang menghubungkan dua
titik pusat ke dua bidang bulatan itu disebut sumbu optis lensa.
Sumbu optis lensa dibagi atas dua yaitu :
Lensa-lensa yang mempunyai tebal terbesar di tengah-tengah
(konveksi)
Lensa yang tebal ditepinya (konkaf)
7. 7
2. Teropong
Teropong ada dua macam yaitu
Teropong dua tabung
Teropong tiga tabung
3. Nivo
Nivo adalah sebuah tabung gelas tertutup dan terisi cairan eter,
cairan ini hampir mengisi semua tabung gelas sehinga terisi sedikit
udara dalam gelas, dan gelembung udara ini menempati bagian
tertinggi dari tabung gelas.
Dilihat dari bentuk nivo terbagi atas dua yaitu :
Nivo tabung
Nivo kotak
Fungsi nivo yaitu sebagai berikut :
Membuat horizontal garis indeks bacaan skala vertikal.
Membuat mendatar sumbu II.
Menegakkan sumbu I.
2.2. Pengukuran Jarak
Yang dimaksud dengan pengukuran jarak adalah pengukuran panjang
antara dua titik baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan biasanya
dilaksanakan bertahap atau menjadi beberapa bagian. Pengukuran jarak langsung
biasanya menggunakan alat ukur seperti ukur pita. Sedangkan pengukuran tidak
langsung umumnya berdasarkan pada metode optis. Pengukuran jarak optis dapat
dilakukan dengan cara mengunakan garis bidik horizontal dengan ukuran
tertentu pada sasaran.
Maka dengan mengunakan alat ukur kita dapat menentukan jarak suatu
patok ke titik yang lain terhadap bidang horizontal. Dengan adanya jarak maka kita
dapat melakukan penggambaran dipeta situasi. biasanya pengukuran jarak
dinamakan jarak optis.
2.3. Pengukuran Elevasi Dan Penyipat Datar
Seperti halnya dengan pengukuran jarak, pengukuran elevasi juga sangat
diperlukan dalam pengambaran dipeta situasi, yang mana dengan beda tinggi itu
kita dapat memudahkan pengambaran kontur
8. 8
Elevasi atau beda tinggi didapat dari selisih tinggi patok yang didepan dan
yang berada dibelakang, dan apabila kita mengukur dari depan kemudian hasil
yang kita peroleh adalah plus maka untuk pengukuran dari belakang hasil yang
diperoleh harus berlawanan atau minus.
Adapun jenis – jenis pengukuran sifat datar yaitu :
1. Sifat datar memanjang
Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui ketinggian dari
titik yang dilewatinya dan biasanya diperlukan sebagai karangka -
karangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan.
2. Sifat datar profil
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui profil dari suatu
jalan maupun saluran. Sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk
menghitung luasan timbunan dan galian.
3. Sifat datar luas
Pada jenis pengukuran sifat datar ini paling diperlukan adalah
pengambaran profil dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan
dengan mengambil ketinggian titik – titik detail didaerah tersebut dan
dinyatakan sebagai wakil dari ketinggianya.
2.4. Pengukuran sudut
Sudut adalah selisih dari dua arah dan dua buah target di titik pengamatan,
pada pekerjaan ini diukur arah dua buah titik atau lebih yang dibidik dari suatu
titik kontrol.
Pengukuran sudut hanya digunakan pada alat ukur Theodolit yang mana
dapat mengukur sudut atau arah kedua titik terhadap bidang horizontal terhadap
titik pembacaan.
1. Satuan sudut
Dasar untuk menyatakan besarnya suatu sudut adalah lingkaran yang
dibagi dalam empat bagian yang dinamakan kuadran
2. Sudut arah Azimut dan kuadran
Pengukuran sudut arah merupakan suatu sistem penentuan arah garis
dengan memakai sebuah sudut dan angka kuadran
3. Pengertian sudut Horizontal dan Vertikal
Sudut horizontal adalah pengukuran dasar yang diperlukan untuk
penentuan sudut arah azimut sedangkan sudut vertikal adalah selisih
arah antara dua garis perpotongan di bidang Vertikal.
9. 9
Ketelitian pengukuran sudut tergantung atas garis tengah lingkaran sudut
horizontal yang berskala dan garis tengah vertikal yang berskalah. Suatu
pengukuran sudut dapat dilakukan dengan tepat sistem sumbu pada suatu
theodolit dengan mengunakan rumus sebagai berikut :
a. Sumbu nivo aldehide tegak lurus terhadap sumbuh pertama
b. Garis bidik tegak lurus terhadap sumbu kedua
c. Sumbuh kedua harus tegak lurus tehadap sumbu pertama
2.5. Penentuan Titik Koordinat
Pengertian Koordinat adalah transformasi argument yang dilakukan
diantara kedua sistem koordinat yang berlaku diatas yaitu diantara sistem
koordinat siku-siku dan sistem koordinat polar atau sebaliknya dan pemilihan titik
fundamental bagi suatu pekerjaan pemetaan dapat dilakukan sesuai dengan
pendefinisian yang dipilih sebalumnya, misalnya :
a. Sistem koordinat lokal artinya titik fundamental bagi daerah pemetaan yang
bersangkutan dipilih sembarang disekitarnya.
b. Sistem koordinat regional, misalnya suatu pengukuran dengan koordinat
awalnya dinyatakan dalam sistem koordinat yang ada .
c. Sistem koordinat nasional, artinya tiitk fundamental bagi daerah pemetaan
yang bersangkutan diikatkan kepada sistem koordinat nasional.
2.6. Luasan dan Volume
Luasan dan volume dapat dihitung dengan mengunakan rumus-rumus
tertentu. Ada dua metode pengukuran luas yaitu :
a. Diukur pada gambar situasi ( Pengukuran tidak langsung )
b. Dihitung dengan mengunakan data jarak dan sudut langsung diperoleh dari
pengukuran dilapangan. Pengukuran ini menghasilkan data yang akurat
Luasan poligon
Luasan poligon dapat dihitung dengan mengunakan rumus penentuan luas
dengan cara koordinat yaitu : koordinat P (x,y), P1(x1 , y2 )..... dst dari koordinat itu
kita hitung dengan dikali silangkan antara X patok awal dengan Y patok yang
10. 10
1P
2P
3P
4P
5P 6P
7P
dituju, begitupula sebaliknya, setelah itu didapatkan jumlah XY dan jumlah YX yang
kemudian dibagi dua atau dengan rumus :
E XY – E YX
Luas =
2
Namun untuk lebih lanjut terlebih dahulu kita ketahui tentang poligon.
Yang dimaksud dengan poligon adalah suatu rangkaian yang terbentuk lebih dari
dua titik, sedangkan titik yang ditentukan letaknya dengan sistem kordinat
ataupun melalui cara grafis melalaui sudut arah dan jarak.
Cara membuat poligon dengan cara menentukan tempat lebih dari satu
titik, yang pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang tentu serta sudut
jurusan yang tertentu pula. Sebelum menghitung terlebih dahulu diketahui syarat-
syarat yang diperlukan oleh suatu poligon.
Dengan demikian didapatlah syarat yang harus dipenuhi oleh sudut poligon
adalah jumlah sudut yang diukur sama dengan selisih sudut jurusan awal ditambah
dengan 180ْ .
Untuk menggambarkan suatu poligon perlu dilakukan pengukuran
dilapangan dengan mengunakan alat :
Theodolit
Plat table atau kompas saku
Adapun bentuk-bentuk polygon terbagi atas :
1. Poligon terbuka
Dalam poligon terbuka ini pengambilan titik awal pada waktu pengukuran
ditentukan oleh salah satu ujung pengukuran poligon dengan syarat titik awal
pengukuran yang diangap titik nol.
Contoh poligon terbuka
11. 11
1P
2P
3P 4P
5P
6P
7P
8P
1P
2P
3P
4P
5P
1.5P
6P 7P
2. Poligon tertutup
Pengambilan titik awal dan titik akhir pada poligon ini adalah tidak terikat
pada suatu titik, tetapi dalam hal ini penentuan patok awal bebas. Dalam
pengukuran apabila kita memulai di Po nantinya juga akan berkhir di Po.
Contoh poligon tertutup
3. Poligon bercabang.
Penentuan titik awal ini sama dengan poligon terbuka.
Contoh poligon bercabang
Pada pengukuran poligon harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Syarat pertama
Sudut diukur = ( n + 2 ) . 180˚ untuk sudut luar
Sudut diukur = ( n - 2 ) . 180˚ untuk sudut dalam
b. Syarat kedua
sin = 0
cos = 0
12. 12
ratarataoptisjarakx
akhirpatokLuasawalpatokLuas
V
2
c. Jika kedua syarat tersebut tidak memenuhi, maka perlu diberi koreksi
sebagai berikut :
Untuk syarat pertama
Selisih sudut luar diukur dengan syarat pertama dibagi rata kesemua
titik poligon dapat pula dikoreksi sudut dl/dxfx adalah penutup
sudut.
Untuk absis : dl/dxfy adalah kesalahan pada penutup ordinat.
Volume galian dan timbunan.
Rumus yang digunakan adalah rumus-rumus segitiga siku-siku, persegi
panjang, dan trapesium, adapun caranya yaitu kita mulai di titik detail 1(satu) kita
pecah-pecahkan menjadi segitiga, persegi atau trapesium atau dengan rumusnya
seperti berikut :
Segitiga =
2
tinggixalas
Persegi panjang = panjang x lebar
Trapesium = Cx
BA
2
Dan perhitungan volumenya adalah :
Kontur atau garis ketinggian adalah garis yang menghubungkan titik-titik
yang mempunyai ketingian yang sama. Garis kontur sangat penting dalam
pengambaran topografi karena memungkinkaan pengambaran peta yang
memperlihatkan bentuk dan sebagainya. Pada suatu lapangan atau medan
biasanya garis kontur pada suatu jarak tertentu atau disebut interval. Suatu peta
dengan garis kontur memungkinkan penentuan tinggi tiap-tiap titik pemelihan
jarak memungkinkan atau tergantung dari skala peta dan kemiringan lapangan.
Ingatlah bahwa yang terpenting disini adalah tinggi dan letak suatu titik.atas dasar
penentuan dalam hal ini tinggi titik dapat kita gambarkan dengan garis kontur
dengan melakukan interpolasi antara dua titik tertentu.
13. 13
2
DpulangDpergi
2
HPulangHPergi
n
Hr
Syarat-syarat kontur.
a. Kontur tidak boleh berpotongan
b. Kontur tidak boleh bercabang
c. Kontur tidak boleh putus- putus.
2.7. Rumus –Rumus Perhitungan
a. Waterpass
Rumus – rumus dasar Waterpass
1. Menghitung jarak optis
D = ( BA - BB ) x 100
dimana : BA = Benang Atas
BB = Benang Bawah
2. Menghitung jarak optis rata-rata
Dr =
Dimana : Dr = jarak optis rata-rata
D = jarak optis
3. Menghitung beda tinggi
∆H = BT Belakang – BT Muka
∆H = BT Muka – BT Belakang
dimana : BT = Benang Tengah
4. Menghitung beda tinggi rata-rata
∆Hr =
dimana : ∆H = Beda tinggi
5. Menghitung koreksi
K∆H =
dimana : ∑∆Hr = Beda tinggi rata-rata
n = Jumlah patok
14. 14
6. Perhitungan Beda Tinggi Setelah Koreksi
∆HK = ∆Hr - K∆H
dimana : ∆Hr = Beda tinggi rata-rata
K∆H = koreksi beda tinggi
7. Menghitung Tinggi Patok Utama
Perhitungan koreksi beda tinggi diambil dari kekurangan atau kelebihan
dari jumlah keseluruhan dari perhitungan beda tinggi terhadap tinggi
titik yang telah ditentukan.
Dengan Rumus Sebagai Berikut :
H = HP ± ∆HK
Dimana : HP = diketahui tinggi patok
∆HK = beda tinggi setelah koreksi
8. Menghitung Beda Tinggi Detail
∆Hd = BT Patok utama - BT Detail.
dimana : BT = Tenang Tengah
9. Menghitung Tinggi Detail
H detail = Tinggi Ttk patok Utama ± Beda Tinggi Detail
10. Menghitung Persentase Propil Memanjang
Tinggi Titik Patok Belakang – Tinggi Titik Patok Muka
M = x 100%
Jarak Patok
11. Menghitung Persentase Propil Melintang
Tinggi Titik Patok Utama – Tinggi Patok Detail
m = x 100%
Jarak Detail
15. 15
t a
p
2
iAlasxTingg
l
b
xC
BA
2
2
iAlasxTingg
xC
BA
2
a
a
12. Menghitung luasan timbunan.
Dalam perhitungan luasan timbunan digunakan bebrapa rumus yaitu :
Segitiga =
Persegi panjang = Panjang x Lebar
Trapesium =
13. Perhitungan Luas Galian
Rumus – rumus yang digunakan sama dengan perhitungan luas
timbunan
Segitiga =
Pessegi panjang = Panjang x Lebar
Trapesium = c
Untuk perhitungan volume terlebih dahulu gambar kita pecah-pecahkan
menjadi segitiga, persegi panjang dan trapesium.
16. 16
n
f
b. Theodolit
Rumus –rumus dasar Theodolit
1. Menghitung sudut jurusan
β = bacaan muka – bacaan belakang ± 360º
2. Menghitung koreksi sudut horizontal
fβ = ( n + 2 ) x 1800 – ∑ βP
dimana : fB = koreksi sudut jurusan
n = jumlah patok
∑βP = jumlah total sudut
3. Menghitung koreksi sudut jurusan perpatok
Kβ = -
dimana : fβ = koreksi sudut horizontal.
n = jumlah patok.
Kβ = koreksi sudut jurusan perpatok.
4. Perhitungan sudut jurusan setelah koreksi.
βK = β ± Kβ
dimana : βK = sudut jurusan setelah koreksi.
β = sudut sebelum koreksi.
Kβ = sudut koreksi tiap patok.
5. Perhitungan sudut horizontal / sudut jurusan detail
βd = bacaan horizontal sudut biasa detail – sudut belakang ± 360˚
6. Perhitungan Azimut patok utama
α = α diketahui + Kβ ± 1800 ± 3600
dimana : α = azimuth
Kβ = sudut jurusan titik utama setelah koreksi
7. Perhitungan Azimut patok detail
α = α diketahui + βd ± 1800 ± 3600
dimana : α = azimuth
βd = sudut jurusan detail
8. Perhitungan sudut lereng patok utama
θu = 90ْ - Bacaan sudut vertikal
17. 17
'
'
D
D
'
'
D
D
9. Perhitungan sudut lereng patok detail
θd = 90˚ - Bacaan sudut vertikal patok detail
10. Perhitungan jarak proyeksi patok utama
D’ = D . cos² . θu
dimana : D = Jarak optis
θu = Sudut lereng patok utama
11. Perhitungan Jarak proyeksi Detail
Dd’ = D. cos ².
dimana : D = Jarak optis
θd = Sudut lereng detail
12. Perhitungan selisih absis dan selisih ordinat patok utama
Selisih Absis = ∆x = D’ . Sin α patok utama
Selisih Ordinat = ∆y = D’ . Cos α patok utama
dimana : D’ = Jarak proyeksi
α = azimuth
13. Perhitungan selisih absis dan selisih ordinat titik detail
Selisih Absis titik detail = ∆xd = D’. Sin α titik detail
Selisih Ordinat titik detail = ∆yd = D’. Cos α titik detail
Dimana : D’ = jarak proyeksi
α = azimuth
14. Perhitungan koreksi absis dan ordinat patok utama
Koreksi absis = K∆x = − ( . ∑∆x )
Koreksi ordinat K∆y = − ( . ∑∆y )
Dimana D’ = jarak proyeksi
∑D’ = jumlah jarak proyeksi
∑∆x = jumlah selisih absis
∑∆y = jumlah selisih ordinat
18. 18
15. Perhitungan Absis dan Ordinat titik utama
Absis = xn = x diketahui ± ∆x ± K∆x
Ordinat = yn = y diketahui ± ∆y ± K∆y
Dimana = xn = absis titik n
yn = ordinat titik n
K∆x = koreksi selisih absis
K∆y = koreksi selisih ordinat
16. Perhitungan Absis dan Ordinat titik detail
Absis titik detail = xdn = x titik utama ± ∆x titik detail
Ordinat titik detail = ydn = y titik utama ± ∆y titik detail
Dimana = xdn = absis titik detail n
ydn = ordinat titik detail n
x = absis
y = ordinat
∆x = selisih absis
∆y = selisih ordinat
17. Perhitungan beda tinggi patok utama
∆H = ½ . D sin 2 θu + ( Tp – BT m)
dimana : D = Jarak optis
Tp = Tinggi pesawat
BTm = Benang tengah muka
θu = sudut lereng titik utama
∆H = beda tinggi
18. Perhitungan beda tinggi titik detail
∆Hd = D detail. ½ sin 2 θd + ( Tp – BT)
dimana : D = Jarak optis
Tp = Tinggi pesawat
BT = Benang tengah detail
θd = sudut lereng titik detail
∆Hd = beda tinggi titik detail
19. 19
n
H
2
1..1 ynxnynxn
19. Perhitungan koreksi beda tinggi titik utama
K∆H = − ( )
dimana : K∆H = koreksi beda tinggi titik utama
∑∆H = jumlah beda tinggi titik utama
n = jumlah titik utama
20. Perhitungan beda tinggi titik utama setelah koreksi
∆H’ = ∆H ± K∆H
dimana : ∆H’ = beda tinggi titik utama setelah koreksi
∆H = beda tinggi titik utama
K∆H = koreksi beda tinggi titik utama
21. Perhitungan tinggi titik utama
H = H diketahui ± ∆H’
dimana : ∆H’ = beda tinggi titik utama setelah koreksi
H = tinggi titik
22. Perhitungan tinggi titik detail
Hd = H titik utama ± ∆H titik detail
dimana : ∆H = beda tinggi
H = tinggi titik
23. Perhitungan luas poligon
L =
20. 20
2.8. Dasar – Dasar Perencanaan
2.8.1. Jalan raya
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan
jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberi pelayanan yang optimal
pada arus lalu lintas dan sebagai akse ke rumah – rumah.
Penampang melintang merupakan potongan melintang tegak lurus
sumbu jalan. Pada perpotongan melintang dapat terlihat bagian bagian
jalan yang dapat dikelompokkan sbb :
a. Bagian yang berfungsi untuk lalu lintas yaitu :
1. Jalur lalu lintas
2. Lajur lalu lintas
3. Bahu jalan
4. Trotoar
5. Median
b. Bagian yang berguna untuk drainase
1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
3. Kemiringan melintang bahu
4. Kemiringan lereng
c. Bagian pelengkap jalan
1. Pengaman tepi.
Dalam perencanaan jalan biasanya sangat diperhatikan
dari keamanan jalan itu sendiri seperti bencana alam, hujan dll.
Untuk itu direncanakanlah kemiringan jalan itu dengan
kemiringan dari as jalan ke badan jalan 2% sedangkan dari badan
jalan ke bahu jalan biasanya 3% Yang berfungsi agar nantinya air
yang tergenang tidak tertinggal di badan jalan .
Bahu jalan juga merupakan yang terpenting dalam
perencanaan jalan karena dapat berfungsi sebagai :
1. Ruang untuk tempat berhentinya sementara kendaraan
2. Ruangan untuk menghindari diri dari saat –saat darurat
3. Memberi kelegaan kepada pengemudi, agar dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan
21. 21
2.8.2. Drainase
Drainase adalah saluran air yang berada dipinggir jalan atau rumah
dan sekitarnya (parit). Kriteria dari perencanaan ini haruslah harus
mempunyai petunjuk, pedoman, dan prosedur untuk perencanaan
jalan.yaitu
a. Memberikan informasi kepada perencana untuk menunjang
tercapainya suatu pekerjaan yang baik.
b. Memberikan keahlian atau teknik - teknik kepada perekayasa dalam
perencanaan bentuk siap pakai kepada yang belum berpengalaman.
c. Menyederhanakan prosedur perencanaan bangunan-bangunan
drainase
Dalam perencanaan darinase antara kota dan desa haruslah
berbeda, biasanya di kota-kota drainasenya besar dan dalam, sedangkan di
desa hanya berupa selokan yang kecil. Biasanya perencanaan didesa
sangat perlu diperhatikan karena biasanya disebelahnya terdapat gunung
atau sungai yang dapat sewaktu-waktu dapat longsor dan air sungai
meluap yang dapat mengakibatkan air masuk ke badan jalan.
22. 22
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Pendahuluan
Dalam rangka menghadapi kendala-kendala yang sering muncul di
lapangan yang sering dialami mahasiswa nantinya, maka dilakukanlah pengukuran
langsung di lapangan atau praktikum, adapapun tujuan dari pada pengukuran yaitu
untuk memproleh gambaran bagian permukan bumi melalui pengukuran yang
relevan, sehingga dari pengukuran itu dapat kita transpormasikan ke dalam peta.
Setelah praktikum natinya mahasiswa diharapkan :
- Mahasiswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan teori yang diperolehnya.
- Mahasiswa dapat mengenal seluk-beluk pengukuran tanah, baik pengukuran
dilapangan dan pengolahan data hasil pengukuran.
- Mahasiswa dapat memperagakan atau memakai peralatan ilmu ukur tanah.
- Apabila dihadapkan dengan masalah dengan ukur tanah dapat diselesaikan
dengan baik dan benar.
Ruang lingkup dari praktikum yaitu
a. Lokasi pelaksanaan Praktikum di lingkungan Universitas Muslim Indonesia,
waktu pelaksanaan Praktikum yaitu pada pagi hari yaitu pukul 09.00 sampai
selesai.
b. Alat ukur yang digunakan dalam praktikum ada dua macam yaitu alat ukur
Waterpass dan alat ukur Theodolit. Yang mana dalam hal ini jenis pengukuran
adalah poligon tertutup jumlah patok yang digunakan yaitu 11, dari Po – P10.
3.2. Prosedur Pengukuran
3.2.1. Waterpass
1. Penentuan lokasi
2. Pemasangan patok kayu dalam jalur tertutup sebanyak 10 patok,
yang berfungsi sebagai patok utama yang menunjukan sumbu utama.
3. Penempatan patok utama pada lokasi dipastikan dalam keadaan
aman serta mudah ditemukan kembali apabila pekerjaan tidak dapat
diselesaikan dalam jangka satu hari
4. Letakkan statip berada pada tengah-tengah dua patok
5. Stel nivo agar berada ditengah-tengah lingkaran kecil
23. 23
6. Setelah nivonya stabil, arahkan teropong kepatok belakang. Misalkan
kita mulai di Po maka yang pertama yang kita teropong yaitu P10.
7. Kemudian baca benag tengah (BT) , benag atas (BA) dan benag bawah
(BB), dalam pembacaan diharuskan dalam keadaan jelas, apabila
kurang jelas dapat distel .
8. Kemudian teropong diarahkan kedepan
9. Cara pengambilan data sama halnya dengan poin no 7
10. Agar pekerjaan lebih cepat lakukanlah pengambilan data untuk
pulang dan pergi.
11. Dan jangan lupa tentukan juga detail yaitu 3 detail keluar dan 3 detail
kedalam.
12. Cara pengambilan data ada dua cara yaitu
Pulang pergi
Double stand
3.2.2. Theodolit
1. Penentuan lokasi pengukuran
2. Cara pemasangan patok sama daengan cara pemasangan patok
waterpass
3. Pemasangan statif diletakkan ditengah-tengah atau senter line
dengan patok
4. Atur nivo tabung dengan menggunakan skrup penyetel alat
5. Arahkan teropong pada belakang dan bidiklah rambu ukur yang
berada diatas patok
6. Kunci horizontal dikencangkan dan stel teropong sedapat mungkin
kemudian gerakan pengunci halus untuk mencari angka yang bulat
pada benang tengah setelah itu kunci vertikal dikencangkan
7. Stel lensa okuler teropong sehingga medium menjadi jelas
8. Putar tombol pemilihan sudut vertikal dan baca
9. Baca benang tengah (BT), benang atas (BA) dan benang bawah(BB).
10. Putar tombol pemilihan sudut vertikal dan baca
11. Kemudian buka kunci horizontal dan arahkan ke patok utama
12. Kemudian Ulangi langkah (8-12) dengan melakukan ke patok
berikutnya
13. Ukur tinggi pesawat setiap stasiun (STA)
14. Kemudian lanjutkan dengan membidik situasi atau detail disekitar
patok yang dianggap perlu,dengan mengikuti arah jarum jam
tentukanlah detail didalam sebanyak dua titik dan dua titik diluar.
24. 24
15. Dan semua hasil pengukuran dilapangan ditulis didalam tabel yang
disediakan.
16. Pengukuran poligon untuk mendapatkan koordinat patok utama
dalam sistem koordinat kartesius ( X, Y ) melalui pengukuran sudut
horizontal ( B ) dan jarak horizontal ( D )
25. 25
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1. Water Pass
4.1.1 Perhitungan JarakOptis (D)
𝐷 = ( 𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) × 100
Ket: D = Jarak optis
BA = Benang atas
BB = Benang bawah
Perhitungan jarak optis untuk pergi (Patokbelakang − Patokmuka)
D P1 = (1,549 − 1,360) x 100 = 18,9 m
D P2 = (1,303 – 1,118) x 100 = 18,5 m
D P1 ─ P2 = 37,4 m
D P2 = (1,520 − 1,340) x 100 = 18 m
D P3 = (1,183 – 0,997) x 100 = 18,6 m
D P2 ─ P3 = 36,6 m
D P3 = (1,708 − 1,521) x 100 = 18,7 m
D P4 = (1,105 − 0,919) x 100 = 18,6 m
D P3 ─ P4 = 37,3 m
D P4 = (1,722− 1,534) x 100 = 18,8 m
26. 26
D P5 = (1,163 – 0,975) x 100 = 18,8 m
D P4 ─ P5 = 37,6 m
Perhitungan jarak optis untuk pulang (Patokmuka − Patokbelakang)
D P2 = (1,232 – 1,045.) x 100 = 18,7 m
D P1 = (1,477 – 1,289) x 100 = 18,8 m
D P2 ─ P1 = 37,5 m
D P3 = (1,141 – 0,953) x 100 = 18,8 m
D P2 = (1,477 – 1,289) x 100 = 18,6 m
D P3 ─ P2 = 37,4 m
D P4 = (1,079 – 0,891) x 100 = 18,8 m
D nP3 = (1,681 – 1,495) x 100 = 18,6 m
D P4 ─ P3 = 37,4 m
D P5 = (1,034 – 0,847) x 100 = 18,7 m
D P4 = (1,594 – 1,406) x 100 = 18,8 m
D P5 ─ P4 = 37,5 m
28. 28
1. Perhitungan beda tinggi untuk pergi (Patokbelakang − Patokmuka)
∆H 1− 2 = (1,452 – 1,210) = 0,242 m
∆H 2–3 = (1,425 – 1,089) = 0,336 m
∆H 3−4 = (1,613 – 1,011) = 0,602 m
∆H 4−5 = (1,628 – 1,070) = 0,558 m
∑∆H = 1,738 m
2. Perhitungan beda tinggi untuk pulang (Patokmuka – Patokbelakang)
∆H 2−1 = (1,139 – 1,383) = -0,244 m
∆H 3–2 = (1,048 – 1,384) = -0,336 m
∆H 4−3 = (0,985 – 1,580) = -0,603 m
∆H 5−4 = (0,940 – 1,500) = -0,560 m
∑∆H = -1,743 m
4.1.4 Perhitungan Beda Tinggi Rata-Rata (∆Hr)
∆𝐻𝑟 =
∆𝐻 𝑝𝑒𝑟𝑔𝑖 + ∆𝐻 𝑝𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔
2
Ket : ∆Hr = Beda tinggi rata-rata
∆H pergi = Beda tinggi rata-rata pergi
∆H pulang = Beda tinggi rata-rata pulang
∑∆Hr = Jumlah total beda tinggi rata-rata
30. 30
4.1.6 PerhitunganBeda Tinggi Setelah Koreksi
∆HK = ∆Hr - K∆H
Ket : ∆HK = Beda tinggi setelah koreksi
∆Hr = Beda tinggi rata-rata
K∆H = Koreksi beda tinggi
∆H 1 − 2 = 0,242 + (−0,00125) = −0,24325
∆H 2 − 3 = 0,336 + (−0,00125) = −0,33725
∆H 3 − 4 = 0,602 + (−0,00125) = −0,60325
∆H 4 − 5 = 0,558 + (−0,00125) = −0,55925
K∆H = +
-1,743
∆HK = ∆Hr − K∆H = (−1,743) − (−1,743) = 0
4.1.7. PerhitunganTinggi TitikPatokUtama
H = HP ± ∆HK
Ket : H = tinggi titik patok utama
HP = diketahui tinggi patok
∆HK = beda tinggi setelah koreksi
41. 41
5.1. Kesimpulan
1. Pada hasil perhitungan data-data yang diperoleh di lapangan maka dapat
diketahui berbagi macam perhitungan yang dibutuhkan antara lain:
Waterpass :
- Koreksi perpatok utama = - 0,0065 m
- Volume timbunan = 720,140 m3
- Volume galian = 618,658 m3
Theodolite :
- Koreksi sudut horizontal = -00006’25”
- Koreksi untuk tiap patok = 00000’35’
- Koreksi beda tinggi = 0,0461
- Luas polygon = 0,80576155 m
2. Dengan melakukan praktikum ilmu ukur tanah ini kita dapat lebih memahami
penggunaan alat ukur tanah baik itu water pass maupun theodolit serta
metode daripada pengukuran, yang dapat kita gunakan untuk mengukur
tinggi rendahnya suatu daerah.
3. Adanya kesalahan dalam pelaksanaan praktikum dapat diketahui dengan jelas
setelah melakukan perhitungan pada pengolahan data.
4. Dari penggambaran peta kontur dapat dilihat dengan jelas tinggi rendahnya
lokasi pengukuran.
5.2. Saran-saran
1. Sebelum praktikum dimulai, kelengkapan alat dan keadaan pesawat haruslah
diperiksa agar dalam keadaan normal. Agar data yang diperoleh cukup akurat.
2. Sebelum melaksanakan kegiatan praktikum, sebaiknya para praktikum akan
lebih dahulu mempelajari teori/tata cara penggunaan alat.
3. Medan yang dijadikan lokasi praktek sebaiknya medan yang memungkinkan
bagi praktikan, dimana mereka harus dapat mengenal dahulu medannya
sebelum melakukan praktek.