Penjelasan tentang pengertian dan relevansi antara Tuhan dengan Dunia, membicarakan Tuhan dengan berbagai Bahasa (Dialektis, Analog, Simbolis), kesatuan Transendensi dan imanen (monisme, panteisme, dualisme), unum in se, unum oridinis, unum per se, konsep penciptaan, kebebasan manusia, dan Tuhan dihadapan penderitaan manusia (teodisea).
7. Bahasa dialektis mewujudkan dalam 3 jalan, yaitu:
a. Jalan Penyataan
Manusia harus menyataan Tuhan dengan menyatakan
segala sesuatu di dunia ini yang diakui sebagai nilai seperti
baik, adil, jujur, dll. Karena Tuhan adalah yang maha, maka
apapun yang dinyatakan di dunia ini pasti dimiliki oleh
Tuhan. Semua hal positif di dunia ini pasti ada dalam
Tuhan.
8. b. Jalan Penyangkalan
Jalan ini disebut via negativa. Manusia membahas
Tuhan dengan cara negatif. Ada 3 hal mengenai jalan
penyangkalan.
Pertama, segala hal buruk dan negatif di dunia ini
harus langsung disangkal saat membahasakan Tuhan.
Misalnya, orang menyatakan Tuhan tidak jahat, Tuhan
tidak buta, Tuhan tidak tak tahu,dll.
Kedua, dari sisi Tuhan manusia harus menyangkal
segala hal yang bersifat terbatas yang akan membatasi
kesempurnaan Tuhan. Misalnya, orang menyatakan
Tuhan tumbuh dan berkembang, Tuhan naik pesawat,
Tuhan berenang, dll.
Ketiga, Jika manusia mengatakan Tuhan baik maka
harus ditambah dengan penyangkalan. Misalnya orang
menyatakan Tuhan tetapi tidak seperti manusia.
9. c. Jalan Transendensi atau Pelampauan
Dengan membahasakan Tuhan melalui cara via negativa, maka
bahasa yang dipakai dapat melampaui hal-hal yang terbatas yang
digunakan untuk membahasakan Tuhan.
Melalui 3 jalan tersebut, manusia dapat mengalami dan menyadari
Tuhan sebagai transendental, yang maha melalui objek-objek.
2.2 Membicarakan Tuhan dengan Bahasa Analogi
Analogi menekankan bahwa di satu pihak, arti tentang sesuatu sama,
tetapi di lain pihak tentang sesuatu itu ada perbedaannya. Bahasa analog
melampaui 3 jalan dialektis diatas.
Misalnya, orang menyatakan bahwa Tuhan baik. Kebaikan Tuhan di
satu sisi sama dengan kebaikan manusia, pada sisi lain tidak sama dengan
kebaikkan manusia.
10.
Simbol merupakan tanda yang mengungkapkan
sesuatu yang tidak terungkap secara langsung, yang
tidak langsung ditangkap oleh inderawi.
Sesuatu yang disimbolkan lebih besar dan lebih
sempurna dari simbol itu sendiri.
Namun simbol hanya bermakna dan berfungsi bagi
orang-orang yang mengimani Tuhan dijalan yang sama.
Misalnya, patung Yesus sebagai simbol Tuhan Yesus
hanya bermakna bagi penganut agama Katolik. Kabah
sebagai simbol kehadiran Allah hanya berfungsi bagi
pemeluk Islam
11.
Segala sesuatu yang dijalani dan dialami manusia hanya bisa dijelaskan
apabila manusia mengakui bahwa ada realitas yang mutlak, transenden,
dan personal.
3 hal tersebut membuat manusia dapat memaknai hidup serta
menggunakan hati nuraninya.
Mutlak = Realitas itu betul ada dan tak terbatas. Artinya Tuhan itu ada dan
keberadaannya mutlak.
Transenden = Kesanggupan manusia memaknai hidup, menggunakan hati nurani, serta
mengutamakan hal yang baik dengan Tuhan sebagai acuannya.
Personal = Yang mutlak + transenden itu dialami dalam pengalaman menjadi manusia.
Artinya, manusia percaya dan mengandalkan Tuhan karena tuhan mencintai dirinya
secara personal.
12.
Hubungan realitas mutlak, transenden, dan personal
itu dengan dunia :
Bersifat Transenden. Artinya realitas mutlak tak terbatas
lebih besar dari dunia ada dunia atau tidak Tuhan tetap
ada.
Bersifat Imanen. Artinya dunia ini bisa ada karena ada
Tuhan.
Dengan demikian dimensi Imanen dan Transenden
dari tuhan selalu bersamaan Tuhan itu jauh dari
dunia sekaligus dekat dengan dunia
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21. Keyakinan iman agama-agama Abrahamistik mengandung
5 hal penting dan mendasar yang menjadi pegangan para
pemeluknya:
Tuhan berada di luar kerangka waktu.
Alam raya tidak bersifat mutlak karena mengandaikan sang pencipta.
Dalam penciptaan, paham transendensi dan imanensi Tuhan menyatakan diri
dengan sempurna. Dengan demikian , manusia memiliki kebebesan, akal
budi, dan roh, dengan hal yang dimilikinya itu manusia dapat melakukan apa
saja sekaligus harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Karl Rahner (1961) mengatakan bahwa perubahan selalu mengandalkan
tambahan realitas.
Mengapa Allah menciptakan alam semesta dan manusia?
22. 1. Apakah Tuhan mengendalikan manusia sehingga
manusia tidak bebas?
2. Jika Tuhan mengetahui segala sesuatu yang akan
terjadi dimasa yang akan datang, apakah
manusia sungguh-sungguh bebas?
Bagaimana dengan nasib dan takdir?
23.
24. Jawaban pertanyaan 2
Ada 2 jawaban:
Pada kenyataannya, apa yang dialami adalah bahwa manusia
bebas.
Ada batas prinsipil dalam memahami Tuhan
Pada kenyataannya apa yang dialami adalah bahwa
manusia bebas.
Manusia yang mengalami kebebasan memutuskan apa
yang ingin dilakukan, bebas mengambil sikap
terhadap tantangan dan rangsangan. Tetapi pada
akhirnya ia harus bertanggung jawab.