1. IDENTIFIKASI SESAR LOKAL SEMANGKO-KUMERING
MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GAYABERAT
Teguh Budiman, Adhi Wibowo.
Stasiun Geofisika Kotabumi, Jl. Raden Intan No. 219, Lampung
Email : budiman.teguh@ymail.com
Di wilayah Lampung dilewati oleh sesar besar yang sering mengakibatkan
terjadinya gempabumi terasa. Sehingga menjadikan wilayah Lampung menjadi daerah
rawan bencana gempabumi. Sesar besar yang melewati wilayah Lampung adalah sesar
Semangko dan sesar Kumering. Kedua sesar ini terbilang aktif jika dilihat dari historis
gempabumi. Dengan data gravitasi, sesar besar yang ada di wilayah Lampung akan
terlihat dengan berbeda. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan nilai-nilai gravitasi yang
terjadi karena karakteristik dari sesar itu sendiri. Metode gravitasi menunjukkan lebih
spesifik dan spesial bagaimana dan seperti apa bentuk dan karakter sesar itu sendiri.
Dengan menunjukkan data dalam setiap kerapatan garis-garis kontur nilai gaya
gravitasi, bisa dilihat dan disimpulkan bahwa yang ditunjukkan itu adalah sesar. Data
gravitasi yang diperoleh tentunya harus mengalami proses filtering agar mendapatkan
kontur anomali residual yang bagus. Anomali bouger merupakan superposisi dari
anomali regional dan anomali residu, dimana anomali Bouger merupakan selisih antara
harga gaya berat teoritis yang seharusnya terukur untuk titik pengamatan tersebut. Dari
data gravitasi, didapatkan nilai gaya berat dari sesar Semangko dan sesar Kumering
berkisar antara -30 mGal – 20 mGal yang ditunjukkan dengan adanya kerapatan garis-
garis kontur yang berpola yang sangat rapat dan memanjang. Segmen Kumering
memiliki panjang : ± 150 km, lebar ± 2-4 km, dan berlokasi : 4.284 LS 103.347 BT –
5.294 LS 104.416 BT. Segmen Semangko melewati daerah Kota Agung, Wonosobo dan
Belalau. Segmen Semangko memiliki, Panjang : ±60 km, lebar ±6 km dan berlokasi :
5.250 LS 104.278 BT – 5.900 LS 104.763 BT. Segmen kumering melewati daerah
Belalau dan Balik Bukit.
Kata Kunci : Sesar Semangko, segmen Kumering, Metode Gravitasi, Anomali Bouger,
Anomali Regional, Anomali Residual
==================================================================
1. PENDAHULUAN
Pulau Sumatra merupakan pulau yang rawan terhadap bencana gempabumi. Itu
disebabkan oleh adanya sesar-sesar besar yang terdapat di sepanjang pulau sumatra,
tak terkecuali sesar yang terdapat di Provinsi Lampung. Sesar-sesar yang terdapat di
Lampung antara lain sesar Semangko, sesar Kumering dan sesar Tarahan. Sesar
Semangko yang membentang dari bawah Teluk Semangko sekitar 5.9° LS hingga
Lembah Suoh di 5.25° LS. Sesar semangko merupakan bagian selatan dari sistem
sesar besar sumatera yang bergeser secara dekstral/menganan yang merupakan akibat
subduksi atau konvergensi menyerong antara lempeng indo-australia dengan lempeng
Eurasia. Segmen sesar semangko membentang sepanjang lebih dari 60 km dan
diteruskan oleh sesar Kumering sampai daerah danau Ranau. Banyak cara untuk
melihat atau mempresentasikan adanya sesar atau patahan, penulis disini
menggunakan metode gravitasi dimana data gravitasi yang di dapat akan mampu
memperlihatkan keberadaan sesar dengan adanya perubahan nila gaya berat di sekitar
sesar yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kerapatan garis-garis kontur.
Metode gravitasi merupakan salah satu metode penyelidikan dengan
menggunakan hukum Newton II tentang harga percepatan gravitasi, yang mengukur
adanya perbedaan kecil dari massa bumi yang besar. Adanya perbedaan massa jenis
batuan dari suatu tempat dengan tempat lain, akan menimbulkan medan gravitasi yang
tidak merata pula, dan perbedaan inilah yang terukur di permukaan bumi. Secara umum
anomali gravitasi terdiri dari anomali bouger, anomali regional dan anomali residual
(sisa). Anomali bouger yang terukur dari permukaan merupakan penjumlahan dari
semua kemungkinan sumber anomali yang ada di bawah permukaan dimana salah
satunya merupakan target dari sebuah event. Jika target event adalah anomali residu,
perlu diketahui bahwa anomali bouger merupakan superposisi dari anomali regional dan
2. anomali residu, dimana anomali bouger merupakan selisih antara harga gaya berat
teoritis yang seharusnya terukur untuk titik pengamatan tersebut.
Gb.1. Peta Geologi Sesar wilayah Provinsi Lampung
2. DATA DAN METODE
Data diperoleh dari data anomali gravitasi citra satelit lengkap dengan data
posisi geografis dan elevasi masing-masing titik ukur diakses dari website:
http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi, yang disediakan oleh Scripps Institution of
Oceanography, University of California San Diego USA. Data anomali gravitasi maupun
data elevasi yang diperoleh telah tergrid secara teratur dalam format ASCII – XYZ
sesuai batas-batas posisi geografis yang di-input-kan. Resolusi spasial titik lintang
dan bujur sebesar 1 menit tiap grid. Ketelitian data anomali gravitasi sebesar 0,1 mGal,
sedangkan data elevasi sebesar 1 meter. Wilayah penelitian berada pada wilayah
Provinsi Lampung dengan rentang wilayah penelitian meliputi 3.4 LS - 6.0 LS dan 103.4
BT - 106 BT.
Metode yang digunakan untuk menentukan keberadaan sesar Semangko
adalah dengan menggunakan metode gravitasi atau gaya berat. Metode gayaberat
didasarkan pada hukum Newton tentang gravitasi yaitu tarik menarik antara benda
yang satu dengan benda lainnya yang diakibatkan oleh pengaruh massa benda serta
jarak antara keduanya. Besarnya nilai gaya gravitasi (F) antara dua benda bermassa
(m1,m2) sebanding dengan massa kedua benda dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jaraknya (r) (Lillie, 1999).
rˆ
r
mm
G(r) 2
21
F (1)
)(rF = gaya yang bekerja pada massa m2 ( fungsi jarak ), rˆ = vektor satuan yang
arahnya dari m1 dan m2, r = jarak antara m1 dan m2, dan G = konstanta universal
gravitasi )
kgdt
m
10x67.6( 2
3
11
.
3. Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang memiliki tingkat
ambiguitas tinggi. Hal ini dikarenakan nilai yang didapatkan ketika pengukuran
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga perlu dilakukan koreksi untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut. Koreksi tersebut antara lain: koreksi tidal,
koreksi drift, koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi bouger, dan koreksi terrain.
Pada pengukuran menggunakan cgi, anomali gayaberat yang kita dapatkan adalah data
Free Air Anomali (FAA) dan data topografi. Sehingga untuk mendapatkan anomali
bouger, cukup melakukan koreksi bouger.
Anomali bouger merupakan selisih antara harga gravitasi pengamatan dan
harga gravitasi teoritis yang seharusnya terukur untuk titik pengamatan tersebut. Untuk
mendapatkan harga anomali bouger sederhana ( Simple Bouger Anomaly) digunakan
persamaan sebagai berikut :
Anomali Bouger sederhana ( ∆g bgs)
∆gobs = gob – gn + 0.3086h –0.04193 ρh (2)
Anomali bouger yang terukur dipermukaan adalah merupakan penjumlahan dari
semua kemungkinan sumber anomali yang ada di bawah permukaan dimana salah
satunya merupakan target event dari eksplorasi. Sehingga untuk kepentingan
interpretasi target event harus dipisahkan dari event lainnya. Jika target event adalah
anomali residu, maka event lainnya adalah noise dan regional. Metode pemisahan yang
penulis gunakan adalah Metode Pencocokan Permukaan (Trend Surface Analysis).
Dalam metode pencocokan permukaan anomali regional dapat dituliskan dalam
persamaan polinomial non ortogonal berikut ini:
p
0n
n
0s
s
i
sn
is),sn(ii yxa)y,x(R (3)
dengan : n = 0.5 (p+1) (p+2) = banyaknya koefisien, p = orde polinomial (p = 1, 2, 3, ...) ,
a(n-s),s = koefisien polinomial, dan i = indeks data (i= 1, 2, 3, ..., m).
Koefisien polinomial tersebut dapat dihitung dengan meminimumkan jumlah
kuadrat dari selisih anomali bouger dan anomali regional dengan cara kuadrat terkecil
(least square), dengan syarat jika differensial parsial terhadap setiap koefisien yang
tidak diketahui sama dengan nol atau dapat dituliskan sebagai berikut:
min)],([ 2
1
ii
m
i
yxRS (4)
0),(2
ss),-a(n1ss),-a(n
S
yxR
S
ii
m
i
(5)
Dari persamaan (5) diatas dapat dibentuk matriks dengan dimensi n x n
By
By
Bx
B
a
a
a
a
xy
yxyyxy
yxxyxxx
yxyxn
p
i
i
i
n
p
i
p
iiiiii
p
iiiiiii
p
iiii
i
i
:
:
:
:
............
:
:
......
...
...
3
2
1
2
12
32
2
(6)
4. Untuk mendapatkan harga-harga koefisien yang tidak diketahui digunakan
perhitungan eliminasi Gauss. Kemudian setelah didapat konstanta polinomial, anomali
regional dapat dicari dengan memasukkan konstanta ke persamaan (3). Untuk
memisahkan anomali regional dan anomali residu digunakan persamaan sebagai
berikut
)y,x(R)y,x(B)y,x(L iiiiii (7)
dengan : )y,x(L ii = anomali lokal pada titik xi,yi , )y,x(B ii = anomali bouger pada titik
xi,yi, dan )y,x(R ii = anomali regional pada titik xi,yi.
Untuk menentukan orde yang cocok dalam persamaan polinomial dilakukan
dengan memeriksa jumlah kuadrat lokal atau deviasinya serta menghitung variansi.
m
1i
2
iiiiM
2
)y,x(R)y,x(B (8)
MN
M
2
M
2
(9)
dengan:
N = banyaknya data, M = Orde Persamaan Polinomial, dan M
2
= Variansi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Patahan Sumatera adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau
Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung.
Patahan inilah membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi
barat pulau ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di
daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi. Patahan ini
merupakan patahan geser.
Karakteristik umum dari patahan Semangko: Segmen Semangko (Lampung),
panjang : 65 Km, sliprate : 1 cm/thn, slip accumulation per 100 thn : 10 cm, slip
accumulation per 200 thn : 20 cm, periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw, periode
pengulangan 200 thn : 7.4 Mw. (Sieh, K and Natawidjaja. 2000)
Gambar 2. Peta Sebaran Sesar sepanjang Bukit Barisan
(Sumber gambar : http://www.tectonics.caltech.edu/sumatra/2007MarEQ/fig1.gif)
5. g
Dari data gravitasi dan topografi yang didapat dengan menentukan range
lintang dan bujur cakupan Provinsi Lampung, maka dapat diurutkan dalam diagram alir
akusisi data gravitasi (Gambar.3).
Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data gravitasi
Data Gravitasi yang diperoleh adalah data FAA dan data topografi. Setelah
data gravitasi diperoleh, data topografi dikalikan 0.04193 dan massa jenis batuan
sehinga didapatlah data BC. Untuk mendapatkan data BA, data FAA dikalikan dengan
data BC. Setelah itu, data BA yang diperoleh diproses dengan metode Trend Surface
Analysis (TSA) dimana dari metode tersebut akan diperoleh data anomali regional dan
anomali residual. Anomali kemudian di plot menggunakan Golden Softwere Surfer 10.
(a) (b)
mGalmGal
Data gravitasi
Koreksi bouger
anomali bouger
TSA
Residual & regional
Ploting data ba, res, reg
6. (c)
Gambar 4. (a) Anomali bouger, (b) Anomali regional, (c), Anomali residual
Dari gambar 4.(a) menunjukkan anomali bouger dari provinsi Lampung yang
bernilai -30 sampai dengan 120 mGal. Anomali bouger merupakan superposisi dari
anomali regional dan anomali residu, dimana anomali Bouger merupakan selisih antara
harga gaya berat teoritis yang seharusnya terukur untuk titik pengamatan tersebut
sehingga harus dipisahkan untuk mendapatkan data yang lebih baik. Dari hasil kontur
anomali residual (Gambar 4.(c)), maka akan terlihat jelas nilai-nilai setiap perubahan
harga gravitasi dalam satuan mGal. Nilai anomali residual daerah lampung -110 sampai
dengan 100 mGal. Perubahan harga gravitasi pada kontur ditunjukkan dengan adanya
kerapatan garis-garis kontur dimana semakin rapat garis kontur maka menunjukkan
bahwa perubahan nilai gravitasinya semakin besar.
Sesar atau patahan adalah suatu karakter geologi yang bisa mempengaruhi
nilai-nilai gravitasi. Sama halnya dengan pegunungan atau gunung atau bukit, sesar
memiliki karakter tersendiri jika dilihat dari kerapatan garis-garis kontur.
Kontur anomali residual pada gambar 4.(c) memperlihatkan adanya sesar
semangko yang menerus ke sesar kumering ditunjukkan pada lingkaran putih.
Gambar 5. Peta Kontur Anomali Residual
mGal
7. Kemudian pada gambar 5 adalah penyempitan dari kontur gambar 4(c) (kotak
putih) dimana terlihat lebih jelas lagi letak dan adanya peningkatan kerapatan garis-garis
konturnya yang ditunjukkan di samping sepanjang garis merah. Perubahan nilai
gravitasi yang berkisar -30 sampai dengan 20 mGal membentuk garis yang lurus
memanjang mengidentifikasikan sesar semangko dan sesar kumering. Panjang dari
sesar semangko sendiri ±60 km, lebar ±6 km. Sedangkan sesar komring memiliki
panjang ±150 km, lebar ± 2-4 km.
Segmen semangko melewati daerah Kota Agung, Wonosobo dan Belalau,
sedangkan segmen kumering melewati daerah Belalau dan Balik Bukit.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data gravitasi dengan metode filtering TSA,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Data gravitasi dapat mempresentasikan suatu sesar, khususnya sesar Semangko
dan sesar Kumering.
2. Dari data gravitasi, didapatkan nilai gaya berat dari sesar semangko dan sesar
Kumering berkisar antara -30 mGal – 20 mGal yang ditunjukkan dengan adanya
kerapatan garis-garis kontur yang berpola yang sangat rapat dan memanjang.
3. Segmen Kumering memiliki panjang : ± 150 km, lebar ± 2-4 km, dan berlokasi :
4.284 LS 103.347 BT – 5.294 LS 104.416 BT. Segmen semangko melewati daerah
Kota Agung, Wonosobo dan Belalau.
4. Segmen Semangko memiliki, Panjang : ±60 km, lebar ±6 km dan berlokasi : 5.250
LS 104.278 BT – 5.900 LS 104.763 BT. Segmen kumering melewati daerah
Belalau dan Balik Bukit
5. DAFTAR PUSTAKA
1. Ardiansyah, sabar dkk. 2014. Identifikasi Sesar Lokal Segmen Musi Kabupaten
Kepahiang-Bengkulu Menggunakan Metode Second Vertical Derivative (Svd) Data
Anomali Gayaberat. Buletin Artikel Ilmiah MKKUG BBMKG Wil II Ciputat Vol.4 no.8-
Agustus 2014.
2. Budiman, Teguh. 2012. Perbandingan Filtering Data Gravitasi dengan Metode
Trend Surface Analysis dan Moving Average, Studi Kasus: Sesar Lembang. Tugas
Akhir. Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
3. http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi
4. Julius, Admiral dkk. 2014. Interpretasi Posisi dan Struktur Segmen Sunda dengan
Pengolahan Data Anomali Gaya Berat. Buletin Artikel Ilmiah MKKUG BBMKG Wil II
Ciputat Vol.4 no.11-November 2014.
5. Kurniawan, Fatwa dkk. 2012. Pemanfaatan Data Anomali Gravitasi Citra GEOSAT
dan ERS-1 Satellite untuk Memodelkan Struktur Geologi Cekungan Bentarsari
Brebes. Indonesian .Journal of Applied Physics Vol.2 No.2 halaman 184. Oktober
2012.
6. Sieh, K and Natawidjaja. 2000. Neotectonics of Sumatran Fault, Indonesia. Journal
of Geophysical Research. Vol 105. No B12. P 28.295 – 28.326