Dokumen tersebut merangkum berbagai teori komunikasi antarbudaya, diantaranya teori studi budaya Stuart Hall yang menekankan pengaruh kelompok dominan terhadap budaya, teori genderlect Deborah Tannen tentang gaya komunikasi laki-laki dan perempuan, serta teori standpoint yang menyatakan pandangan seseorang ditentukan kelas sosialnya. Dokumen ini juga membahas teori-teori lain seperti muted group theory, face negotiation theory, culture shock theory, dan theory of communication
3. Gender dan
Komunikasi
Genderlect
Styles
( Deborah Tannen)
02
Teori ini mengkaji perbedaan budaya dan gaya
percakapan (conversational style) laki-laki dan
perempuan. Pembicaraan perempuan yang berorientasi
pada koneksi atau hubungan disebut rapport talk.
Sedangkan pembicaraan laki-laki yang berorientasi pada
status, perintah, dan argumentasi disebut report talk.
4. Standpoint
Theory
(Sandra
Harding & Julia
Wood ).
03
Cara pandang dan perilaku dalam melihat dan
menginterpretasikan suatu masalah ditentukan oleh kelas
sosial mereka. Perbedaan laki-laki dan perempan dalam
hierarki social menimbulkan terjadinya perbedaan antara
perempuan dan laki-laki dalam mempersepsikan apa
yang dilihat. Menurut teori ini, perempuan berada di
posisi yang paling rendah dibandingkan dengan laki-laki.
5. Muted Group
Theory
( Edwin
Ardener &
Shirley
Ardener)
04
Kelompok teratas dari stratifikasi sosial menentukan
suatu sistem komunikasi bagi budaya tersebut. Kelompok
dengan kekuasaan yang lebih rendah seperti wanita,
kaum miskin, dan orang kulit berwarna, harus belajar
untuk bekerja dalam sistem komunikasi yang telah
dikembangkan oleh kelompok dominan. Shirley Ardener
menjelaskan bahwa wanita atau anggota dari kelompok
bawah mana pun memang berbicara, tetapi kata-kata
mereka berjatuhan pada telinga yang tuli.
6. Face
Negotiation
Theory
( Stella Ting-
Toomey ).
05
Ada perbedaan dari berbagai budaya dalam merespon
berbagai konflik yang dihadapi (Avoiding, obliging,
comproming, dominating, & integrating). Orang-orang
dalam setiap budaya akan selalu mencitrakan dirinya di
depan public. Hal tersebut merupakan cara baginya
agar orang lain melihat dan memperlakukannya. Wajah
bekerja merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang
membantu menyimpan rasa malu, dan menegakkan
muka terhormat.
7. Culture
Shock
Theory
( Kalervo
Oberg )
06
Saat seseorang memasuki budaya baru, dirnya akan
mengalami tekanan dan kecemasan saat memasuki
budaya baru. Mereka akan melewati lima fase, yakni:
fase bulan madu, fase tekanan, fase recovery (berdamai),
fase penyesuaian, dan re-entri shock.
8. Teori Speech
Code ( Gerry
Phillipsen )
07
Di manapun ada budaya, di sana pasti ada kode
bahasa yang menjadi ciri khas. Setiap budaya yang
berbeda mempunyai kode bicara yang khas dan
berbeda-beda pula, baik verbal maupun nonverbal
9. Kelompok Co-Cultural akan memilih dan menerapkan tipe
komunikasi tertentu kala berhadapan dengan kultur yang
diskriminatif. Teori ini memberi perhatian pada cara
kelompok budaya minoritas menerapkan tipologi
komunikasi tertentu di tengah budaya dominan. Tipologi
komunikasi yang dimaksud antara lain mencakup
avoiding, bargaining, attacking, dan sabotaging other.
Teori
Kelompok
Co-kultural
( Mark
Orbe )
08
10. Instrumen utama untuk melihat dunia adalah
bahasa. Kata dan kalimat dalam struktur pesan
mempengaruhi kita dalam memandang dunia.
Menurutnya, pesan dan bahasa telah
memperlakukan wanita dan pria secara berbeda.
Misalnya kata waiter (laki-laki) & waitress
(perempuan), poet (laki-laki) & poetess (perempuan),
serta Mr (laki-laki) & Mrs/Miss.
Teori
Feminisme
(Teori Kritis)
(Cheris
Kramarae)
09
11. Menurutnya, “tanda” (sign), termasuk bahasa,
adalah bersifat acak. Bahasa yang berbeda
menggunakan kata-kata yang berbeda untuk
menunjukkan hal yang sama. Karena itu,
tanda merupakan kesepakatan yang
diarahkan oleh aturan.
Teori Bahasa
dan Budaya
(Ferdinand de
Saussure)
10
12. Substansi dari teori ini adalah adaptasi, yaitu
mengenai bagaimana seseorang menyesuaikan
komunikasi mereka dengan orang lain. Teori ini
berpijak pada premis bahwa ketika seseorang
berinteraksi dalam sebuah komunikasi, mereka
akan menyesuaikan pembicaraan, vokal, dan
atau tindak tanduk mereka untuk
mengakomodasi orang lain yang terlibat di dalam
komunikasi tersebut.
Teori Akomodasi
Komunikasi
Antarbudaya
( Howard Giles)
11
13. Dengan kemampuan intelegensinya,
orang-orang akan saling menyesuaikan
diri dalam interaksinya. Faktor utama
dalam saling penyesuaian ini adalah apa
yang disebut “makna.” Makna tercipta
melalui proses komunikasi yang
berulang-ulang.
Interaksionisme
Simbolik
(George Herbert
Mead )
12
14. Menitikberatkan pada proses-proses
dasar bagaimana kita menambah
pengetahuan kita tentang orang lain.
Menurut teori pengurangan
ketidakpastian, kita ingin dapat
memprediksi perilaku orang lain dan
oleh karenanya kita akan termotivasi
untuk mencari informasi tentang orang
lain.
Teori
Pengurangan
Ketidakpastian
(Charles Berger dan
Richard Calabrese )
13
15. Kecemasan dan ketidakpastianlah yang menjadi
penyebab kegagalan komunikasi antar kelompok.
Teori tersebut mengatakan bahwa dasar untuk
dapat mencapai komunikasi secara efektif dengan
orang asing (stranger) atau orang yang
berbeda budaya adalah kemampuan untuk
mengontrol perasaan ketidaknyamanan
(anxiety) dan ketidakpastian (uncertainty).
Anxiety/Uncertainty
Management Theory
(William Gudykunts )
14
16. Integrative
Communication
Theory.
(Kim Young Yun)
15
Sebagai makhluk sosial sudah selayaknya
terjadi interaksi di antara masyarakat. Namun,
kemampuan individu untuk berkomunikasi sesuai
dengan norma-norma dan nilai-nilai budaya lokal
tergantung pada proses penyesuaian diri atau
adaptasi para pendatang. Lima hal yang menjadi
faktor dalam adaptasi yaitu personal communication,
host social communication, ethnic social
communication, environment, dan predisposition.
17. Teori
Akulturasi
( Berry )
16
Akulturasi adalah suatu proses dimana kita
mengadopsi budaya baru dengan mengadopsi nilai-
nilainya, sikap, dan kebiasaannya. Berry
mengidentifikasikan model akulturasi sebagai berikut:
asimilasi, integrasi, separasi, dan marginalisasi