1. Prof. Dr. Denny Nugroho S., ST. MSi.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DAN
KESIAPSIAGAAN BENCANA DI PERGURUAN TINGGI
Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru
(PKKMB) Universitas Diponegoro Tahun 2021
Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUI-PT)
Pusat Kajian Mitigasi Bencana Dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP)
GLOBALISASI, KOLABORASI, AKSELERASI
2. Data Bencana 2019 dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNBP).
Foto: BNPB
3. Data Bencana 2020 dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNBP).
Foto: BNPB
4. Penduduk Indonesia Hidup Bersama Gempa
https://sains.kompas.com/read/2019/12/28/120300823/sepanjang-2019-indonesia-mengalami-11.573-gempa-tektonik.
Sepanjang 2019, Indonesia Mengalami 11.573 Gempa Tektonik
9. PENDAHULUAN
Semua orang mempunyai risiko terhadap potensi bencana, sehingga penanganan bencana merupakan
urusan semua pihak (everybody’s business). Oleh sebab itu, perlu dilakukan berbagi peran dan
tanggung jawab (shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan di semua tingkatan, baik
anak, remaja, dan dewasa. Seperti yang telah dilakukan di Jepang, untuk menumbuhkan kesadaran
kesiapsiagaan bencana.
Secara umum, faktor utama banyaknya korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang timbul akibat
bencana adalah masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pelaku pengelola
sumber daya hayati dan lingkungan terhadap risiko bencana di wilayahnya. Selain itu, dukungan
mitigasi struktural yang belum memadai juga menjadi faktor tak terpisahkan. Hal ini mengakibatkan
kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana masih sangat kurang.
10. LATIHAN KESIAPSIAGAAN BENCANA: SIAP, UNTUK SELAMAT!
Hasil survei di Jepang, pada kejadian gempa Great Hanshin Awaji 1995, menunjukkan bahwa
presentase korban selamat disebabkan oleh Diri Sendiri sebesar 35%, Anggota Keluarga 31,9 %,
Teman/Tetangga 28,1%, Orang Lewat 2,60%, Tim SAR 1,70 %, dan lain-Lain 0,90%. Berdasarkan
ilustrasi tersebut, sangat jelas bahwa faktor yang paling menentukan adalah penguasaan
pengetahuan yang dimiliki oleh “diri sendiri” untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman risiko
bencana. Kemudian, diikuti oleh faktor bantuan anggota keluarga, teman, bantuan Tim SAR, dan di
sekelilingnya. Maka, edukasi untuk meningkatkan pemahaman risiko berdesain tema Latihan
Kesiapsiagaan Bencana Siap, Untuk Selamat! merupakan pesan utama bersama yang akan
didorong dalam proses penyadaran (awareness) dalam peningkatan kemampuan diri sendiri.
Proses penyadaran tersebut berguna agar setiap orang dapat memahami risiko, mampu mengelola
ancaman dan, pada gilirannya, berkontribusi dalam mendorong ketangguhan masyarakat dari
ancaman bahaya bencana. Di samping itu, kohesi sosial, gotong royong, dan saling percaya
merupakan nilai perekat modal sosial yang telah teruji dan terus dipupuk, baik kemampuan
perorangan dan masyarakat secara kolektif, untuk mempersiapkan, merespon, dan bangkit dari
keterpurukan akibat bencana
11. Suatu kejadian BAHAYA dapat berubah menjadi
BENCANA manakala kemampuan masyarakat
(dalam menghadapi bencana) lebih rendah
dibanding dengan tingkat bahaya yang mungkin
terjadi padanya
BAHAYA
KAPASITAS DALAM
MENGHADAPI BAHAYA
12. Apabila kemampuan masyarakat (dalam
menghadapi bencana) lebih besar dibanding
dengan tingkat BAHAYA yang mungkin terjadi
padanya → bukan termasuk BENCANA
BAHAYA
KAPASITAS DALAM
MENGHADAPI BAHAYA
13. Menurut Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2014), bahaya dibagi menjadi 12 jenis :
1) Gempabumi
2) Tsunami
3) Letusan Gunung Api
4) Gerakan Tanah (Tanah Longsor)
5) Banjir
6) Banjir Bandang
7) Kekeringan
8) Cuaca Ekstrim (Puting Beliung)
9) Gelombang Ekstrim dan Abrasi
10) Kebakaran Hutan dan Lahan
11) Epidemi dan Wabah Penyakit
12) Kegagalan Teknologi
JENIS-JENIS BAHAYA
14. Bencana tidak dapat dihindari tapi dapat dikurangi dampak negatifnya atau risiko bencananya.
Pengurangan risiko bencana perlu dilakukan dengan cara mengelola risiko bencana. Konsep
pengelolaan risiko bencana telah mengalami paradigma dari pendekatan konvensional menuju
pendekatan holistik (menyeluruh). Pandangan konvensional menganggap bencana merupakan suatu
peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dielakkan dan korban harus segera mendapatkan
pertolongan.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan besarnya kerugian dalam bencana:
1) Kurangnya pemahaman tentang karakteristik bencana (hazard).
2) Sikap dan perilaku yang mengakibatkan rentannya kualitas sumber daya alam (vulnerability).
3) Kurangnya informasi peringatan dini (early warning) sehingga mengakibatkan ketidaksiapan.
4) Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi bahaya.
MANAJEMEN BENCANA
15. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
(PP No. 21 Tahun 2008).
Sebagai bagian dari peran serta perguruan tinggi dalam upaya Penaggulangan Resiko Bencana (PRB),
maka setiap PT perlu mengatur kegiatan terkait dengan upaya mitigasi bencana kepada mahasiswa.
Dengan adanya pedoman umum terkait mitigasi bencana, mahasiswa akan mampu meningkatkan
kesadaran, melakukan penyuluhan, pencegahan dan penanggulangan bencana di lingkungan perguruan
tinggi.
Pembekalan kemampuan tersebut dapat dilakukan kepada mahasiswa melalui kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler dan disebarkan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan pengabdian mahasiswa
kepada masyarakat.
Pembekalan dalam mitigasi bencana setidaknya memiliki empat hal penting yaitu:
1) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana,
2) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana,
karena bermukim di daerah rawan bencana,
3) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika
bencana timbul, dan
4) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.
MITIGASI BENCANA DAN PERAN PERGURUAN TINGGI
16. STRATEGI DAN TAHAPAN PEMBELAJARAN
Pembelajaran kebencanaan di perguruan tinggi dapat dilakukan dengan menetapkan
strategi penguatan pada kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler yang memiliki muatan
materi-materi kebencanaan. Pembelajaran kebencanaan di perguruan tinggi dapat
disampaikan pada masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB)
bagi seluruh mahasiswa baru di perguruan tinggi dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan
lainnya. Pemahaman tentang kebencanaan dapat juga dilakukan dengan menguatkan
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Pramuka, Resimen Mahasiswa, Mahasiswa
Pecinta Alam, dan organisasi kemahasiswaan lainnya.
Sumber : Panduan Pembelajaran Kebencanaan Untuk Mahasiswa di Perguruan Tinggi, 2019
17. Sumber : Panduan Pembelajaran Kebencanaan Untuk Mahasiswa di Perguruan Tinggi, 2019