SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
PARADIGMA KERAKYATAN
29, November 2017
ANALISIS KARYA SASTRA MAKASSAR
(SINRILIK I MANAKKUK)
DENGAN MENGGUNAKAN TEORI KESUSASTRAAN
(SOSIOLOGI SASTRA)
(Analysis of Literary Works of Makassar “Sinrilik I Manakkuk” by
Using Literary Theory “Sociology of literature”)
NURSABILAH
PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA DAERAH
Abstrak
Karya sastra Makassar “Sinrilik I Manakkuk” merupakan cerita percintaan anak raja dari
Bone kepada sepupunya di Tanah Lakbakkang yang mulai muncul pada abad ke -17M yang sangat
dikenal dalam kalangan masyrakat Makassar-Bugis. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan
paradigma kerakyatan yang ada dalam “Sinrilik I Manakkuk” Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menyimak dan mencatat. Hasil analisis dalam“Sinrilik I Manakkuk”
menunjukkan bahwa dalam paradigmatik kerakyatan pada sastra Makassar terdapat
pandangan masyarakat Makassar yang terdiri dari budaya, feodalisme, hukum, dan
pemerintahan; serta pola pikir masyarkat makassar antara lain makna jodoh, makna malu,
makna harga diri dan kehormatan, dan makna keyakinan.
Kata kunci : Sastra Makassar, Sinrilik I Manakkuk, Sosiologi Sastra, Paradigma
Kerakyatan.
PENDAHULUAN
Karya sastra adalah artefak, benda
mati, yang baru mempunyai makna dan
menjadi objek estetik bila diberi arti oleh
manusia pembaca sebagaimana artefak
peninggalan manusia purba mempunyai
arti bila diberi makna oleh arkeolog
(Pradopo: 1995). Pemberian makna atau
penangkapan makna sebuah karya sastra
itu dilakukan dalam kegiatan kritik karya
sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastra
adalah analisis, interpretasi (penafsiran),
dan evaluasi atau penilaian. Dalam
pemberian makna terhadap karya sastra
tersebut, sebagai pembaca sastra terikat
pada teks karya sastra sendiri berdasarkan
koadrat atau hakikat karya sastra. Maka,
untuk dapat menangkap makna sebuah
karya sastra, pastilah diperlukan cara-cara
yang sesuai dengan sifat hakikat karya
sastra, yakni melalui sebuah pendekatan
atau teori sastra. Pertengahan tahun 1970
di Indonesia mulai dikenal adanya teori-
teori sastra, seperti sosiologi sastra.
Dalam pemaknaan atau pemberian arti
terhadap karya sastra maka dilakukan
analisis dengan berbagai pendekatan dan
teori kesusastraan seperti teori sosiologi
sastra.
Teori sosiologi sastra yang
berorientasi mimetik, memandang karya
NURSABILAH PBSD Makassar 1
sastra sebagai cerminan masyarakat, yang
perhatiannya berpusat pada struktur
kemasyarakatan dalam karya sastra.
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada
dalil bahwa karya sastra ditulsi oleh
seorang pengarang merupakan a salient
being, makhluk yang mengalami sensasi-
sensasi dalam kehidupan empirik
masyarakatnya. Dengan demikian, sastra
juga dibentuk masyarakatnya, sastra
berada dalam jaringan sistem dan nilai
dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini
muncul pemahaman bahwa sastra memiliki
keterkaitan timbal-balik dalam derajat
tertentu dengan masyarakatnya dan
sosiologi sastra berupaya meneliti
pertautan antara sastra dengan kenyataan
masyarakat dalam berbagai dimensinya.
Karya sastra merupakan
penggambaran kenyatan-kenyataan sosial
diman karya tersebut dibuat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wellek & Werren
(1987) bahwa sastra adalah institusi sosial
yang memakai medium bahasa. Dengan
demikian suatu karya sastra dapat
dikatakan “menyajikan kehidupan” dan
sebagian besar terdiri atas kenyataan
sosial. Proses penciptaan suatu karya sastra
tidak dapat terlepas begitu saja dengan
aspek-aspek kehidupan manusia. Aspek-
aspek kehidupan yang dimaksud di sini
berupa persoalan-persoalan yang dialami
manusia dalam kehidupannya.
Salah satu bentuk karya sastra yang
didalamnya terdapat realitas kehidupan
manusia adalah sastra lisan. Sastra lisan
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat pada masanya, sebagai satu
sarana pendidikan dan hiburan.
“Sinrilik I Manakkuk” merupakan
bagian sastra dan budaya Makassar.
Sebagai produk perekaman masa lampau
hingga kini masih memperlihatkan suatu
kondisi yang menggembirakan.
Keterhubungan budaya (sastra)
dengan fenomena sosial dan budaya tidak
dapat dipisahkan, karena unsur budaya
sangat berpengaruh dalam menentukan
bentuk, per-kembangan atau pun
perubahan makna bahasa sehingga
fenomena budaya diharapkan memberi
pemahaman tentang proses interaksi yang
berlangsung di wilayah itu. untuk
memperoleh pengalaman itu diperlukan
pemahaman yang lebih tentang pola
kehidupan budaya di masa lalu dan masa
kini, serta pengetahuan tentang unsur
sastra yang berperan melahirkan polaa
tertentu atau wawasan baru. Muara dari
keseluruhan pola itu adalah mendapatkan
pengetahuan tentangketerkaitan bahasa,
suku bangsa, dan pengungkapan
kebudayaan suku bangsa secara verbal
atraktif.
Paradigma, secara etimologis
paradigma berarti model teori ilmu
pengetahuan atau kerangka berpikir.
Sedangkan secara terminologis paradigma
berarti pandangan mendasar para ilmuan
tentang apa yang menjadi poko kpersoalan
yang semestinya dipelajari oleh suatu
cabang ilmu pengetahuan.
Kerakyatan adalah kedaulatan rakyat,
dimana semua yang ada atau yang terjadi
berhubungan dengan rakyat.
Paradigma kerakyatan adalah suatu
kerangka pikir atau pendanga suatu
masyarakat terhadap suatu fenomena.
Analisis terhadap sastra daerah,
khususnya karya sastra Makassar, akan
mewujudkan gambaran atau cerminan
masyarakat pendukungnya. Analisis ini
akan mendeskripsikan aspek-aspek
paradigma kerakyatan.
KERANGKA TEORI
Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering mendengar istilah sastra atau karya
sastra, prosa dan puisi. Dengan membaca
karya sastra, kita akan memperoleh
“sesuatu” yang dapat memperkaya
wawasan dan meningkatkan harkat hidup
dengan kata lain, dalam karya sastra ada
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
(Teeuw, 1984 : 7).
Untuk melakukan analisis karya sastra
Makassar, tinjauan ini menggunakan
sosiologi sastra, yaitu pendekatan terhadap
sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan. Damono (1979 : 2-3)
NURSABILAH PBSD Makassar 2
menyimpulkan bahwa ada dua
kecenderungan dalam telaah sosiologi
terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang
berdasarkan pada anggapan bahwa sastra
merupakan cerminan proses sosial-
ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak
dari faktor-faktor diluar sastra untuk
membicarakan sastra, sastra hanya
berharga dalam hubungannya dengan
faktor-faktor di luar sastra itu sendiri.
Kedua, pendekatan yang mengutamakan
teks sastra sebagai bahan penelaahan untuk
mengetahui sutrukturnya, kemudian
dipergunakan memahami lebih dalam
gejala sosial di luar sastra.
Sosiologi sastra berkembang dengan
pesat sejak penelitian-penelitian dengan
memanfaatkan teori strukturalisme
dianggap mengalami kemunduran,
stagnasi, bahkan dianggap sebagai
involusi. Analisis strukturalisme dianggap
mengabaikan relevansi masyarakat yang
merupakan asal-usulnya. Rahmat Djoko
Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa
tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan
adalah untuk mendapatkan gambaran utuh
mengenai hubungan antara pengarang,
karya sastra, dan masyarakat. Ratna via
Sutri (2006: 332-333) mengemukakan
bahwa sastra memiliki kaitan erat dengan
masyarakat sebagai berikut: a) Karya
sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan
oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin,
sedangkan ketiga subjek tersebut adalah
anggota masyarakat; b) Karya sastra hidup
dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek
kehidupan yang terjadi dalam masyarakat,
yang pada gilirannya juga difungsikan oleh
masyarakat; c) Medium karya sastra, baik
lisan maupun tulisan, dipinjam melalui
kompetensi masyarakat, yang dengan
sendirinya telah mengandung masalah-
masalah kemasyarakatan; d) Berbeda
dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-
istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya
sastra terkandung estetika, etik, bahkan
logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentingan terhadap ketiga aspek
tersebut; e) Sama dengan masyarakat,
karya sastra dalah hakikat
intersubjektivitas, masyarakat menemukan
citra dirinya dalam suatu karya.
Sosiologi sastra tidak hanya
membicarakan karya sastra itu sendiri
melainkan hubungan masyarakat
lingkungannya serta kebudayaannya yang
menghasilkannya.
Sinrilik adalah karya sastra Makassar
yang berbentuk drama tutur yang cara
penyampaiannya dilakukan secara
berirama baik diiringi alat musik maupun
yang tidak diiringi alat musik. Dan
merupakan suatu budaya yang diajarkan
dan diwariskan dari generasi ke generasi
lainnya yang sekaligus membentuk dan
menentukan pola budaya selanjutnya.
Pada bagian lain sastra dipandang
sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis
pada suatu kurun waktu tertentu langsung
berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat zaman itu. (Luxemburg 1984 : 23-
24)
METODE
Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan sosiologi sastra. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan
menyimak dan mencatat. Apa yang
diamati dalam konteks tulisan ini terletak
pada satu objek. Menganalisis karya sastra
makassar dengan mengunakan pendekatan
atau teori kesusastraan. Karya sastra
hampir selalu mencerminkan jiwa
pengarangnya disamping menggambarkan
masyarakat yang disajikannya.
Data yang digunakan dalam tulisan ini
adalah sastra daerah Makassar yang telah
diteliti dan dialih bahasakan ke dalam
bahasa indonesia. Buku tersebut antara lain
berjudul “ Sastra Sinrilik Makassar”
( Parawansa; 1984) “Teori
Kesusastraan” (Wellek & Warren 2014).
Sementara itu pendukungnya adalah buku-
buku yang berkaitan dengan pembahasan
yang telah ditentukan dalam tulisan ini.
PEMBAHASAN
NURSABILAH PBSD Makassar 3
Paradigma Kerakyatan Dalam “Sinrilik I
Manakkuk”
Pandangan Masyarakat Makassar
 Budaya
Jika dilihat dari kajian sosiologi,
maka “Sinrilik I Manakkuk” sangat
kental dengan budaya Makassar. Hal itu
bisa dilihat dari kebiasaan-kebiasaan
keluarga kerajaan serta masyarakatnya.
Di dalam “Sinrilik I Manakkuk”
terdapat sejumlah adat istiadat yang
dideskripsikan sebagai berikut.
Permainan Raga
Permainan sepak raga (bola yang
terbuat dari rotan) merupakan
permainan yang harus diketahui oleh
setiap emuda. Baik ia orang biasa
terlebih-lebih lagi keturunan
bangsawan. Sesorang remaja,
betapapun sempurnanya hidupnya, ia
baru akan merasa bahagia jika dapat
bersepak raga, apalagi jika termasuk
ahli. Ini karena telah menjadi tradisi
dalam setiap puncak keramaian selalu
diadakan gelanggang permainan raga.
Tradisi itu akan terlihat dalam kutipan
berikut.
“Baru saja selesai main raga di atas
perahunya, pada ibu penyusunya
sekarang ini.” (S. I. M. hal 23)
“berbaliklah di atas I Manakkuk, yang
kecil, merasakan sesuatu, ia mengingat
adat kebiasaannya. Kalau matahari
condong ke Barat, lalu turun tangga
memainkan raganya, raga buang-
buangannya, raga main-mainanya,
terus turung di muka rumahnya. Minta
izinlah I Manakku, ‘aku akan turunjuga
bermain raga sekarang ini’. Berkatalah
Permaisuri, ‘ Wahai anak Manakkuk,
janganlah turung anak sebab ada di
bawah anak, semua raja, anak raja
yang keempat puluh sekarang ini.’
Namun turun juga I Manakkuk yang
kecil. Berdirilah lalu berkata Sitti Cina
di Bantaeng, ‘Wahai Daeng Nakkuk,
janganlah turun main raga sekarang,
sebab sejak tuan sebagai anak, sejak
tuan lahir, sejak tuan agak besar, baru
kali ini berada di Bantaeng Daeng
Nakkuk, tuan belum dikenal sesama
lelaki.”(S.I.M. hal 25)
“I Garincing Daeng Makdattok, batu
asahanya Bone, sepupu sekalinya I
Manakkuk, katanya, ‘Wahai adik
Manakkuk memang raga itu takut pada
kakimu, sebab raga rotan, atauran
kebiasaanmu di kampung di negerimu,
raga emasmu, ada juga saya bawa.’
Diserahkanlah kedalam raga emasnya,
raga buang-buanganya, raga
permainannya. Dibuanglah ke atas
oleh I Manakkuk, di edarkanlah
raganya, mereka lagi anak raja yang
keempat puluh ini tak tahu menyepak
raga.” (S.I.M. hal 26)
Tenun
NURSABILAH PBSD Makassar 4
Tanun merupakan pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang gadis baik dari
kalangan bangsawan maupun dari
kalangan bawah dimana setiap gadis
harus tahu menenun. Secara historis
Sulawesi Selatan merupakan salah satu
penghasil tenun yang cukup terkenal
pada masa dahulu, bahkan ada beberapa
daerah yang terkenal dengan hasil
tenunannya, seperti Wajo, Mandar, dan
Bira. Dan merupakan tradisi yang telah
lama ada, tradisi itu akan terlihat ada
kutipan berikut.
“Ramailah orang di atas ini sekarang
ini, di tanah Bantaeng. Terdengarlah di
atas oleh Somba Bantaeng sekarang
ini, sebab Sitti Cina di Bantaeng yang
berada di istana sedang belajar
menenun, putus benang tenunya,
terbanting alas belakangnya, putus
tenunya, terlempar teropong (torak)
nya.” (S.I.M. hal 17)
Setelah jauh ke dalam ia pun
meletuskan meriamnya dua kali tujuh
tambah tiga kali sembilan. Dia
teriakkan ke atas senapa tempurnya,
dan dia lompatkan pemberat dari
tempatnya sekarang ini.
Kedengaranlah ke dalam Tanah
Lakbakkang. Sebab di dalam ini
kasihan, I Marabintang Kamase, caul
Mallekana, obat sekarat Karaeng
Somba Lakbakkang, sedang belajar
bertenun, dia kaget di dalam tenunya,
mendengar bunyi senjata, putus tali
tenunya, terbanting alas belakangnya,
putus tenunnya, terlempar
teropongnya.” (S.I.M. hal 33-34)
Kutipan di atas memperjelas bahwa
bagaimana Tenun merupakan suatu
tradisi bagi seorag gadis yang harus
diketahui.
Adat Bertamu
Adat bertamu merupakan suatu tradisi
yang ada pada zaman dahulu yaitu
dengan membunyikan meriam dan
senapan yang sering dilakukan oleh
keturunan raja Bone. Tradisi tersebut
dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut.
“Tiada berapa lama berhenti sebentar,
ditutuplah muara Bantaeng
menghadapi Lembang Cina sekarang
ini. Dia letuskan meriam di atas
senapan semburnya membangunkan
muara sungai, demi menghormati raja,
sebab begitulah adat kebiasaannya di
negerinya, di tanah Luk, di tanah
Plakka, kalau memasuki sungai, di
lontarkan anak meriam dari kerpusnya,
lalu digemurukann senapan
semburnya, supaya diketahu di atas
bahwa ada raja yang datang, raja yang
didatangi.” (S.I.M. hal 17)
Begitu pula ketika I Manakuk ketika
sampai pada tanah Lakbakkang.
“Setelah jauh ke dalam ia pun
meletuskan meriamnya dua kali tujuh
NURSABILAH PBSD Makassar 5
tambah tiga kali sembilan. Dia
teriakkan ke atas senapa tempurnya,
dan dia lompatkan pemberat dari
tempatnya sekarang ini.
Kedengaranlah ke dalam Tanah
Lakbakkang.” (S.I.M. hal 33)
Kutipan di atas memperjelas bahwa
bagaimana adat bertamu yang
dilakukan oleh keturunan seorang raja
dari Bone.
Adat Menerim Tamu
“Setelah selesai persiapannya,
diturunkanlah usungan emas di tanah
Lakbakkang, diturunkan bersama alt
kerajaan kebiasaan, perkakas
kebesarannya. Berdengung -
dengunglah gendangnya berbunyilah
gongnya, berbunyilah anak baccingnya
(besi dierpukulkan) di muka di
belakang. Ramailah suasana, teruslah
ke bawah Permaisuri ke tangga tiga
induknya, tiga puluh anaknya,
berpeganganlah ia pada pegangan
tangga beruas-ruas. Tibalah di bawah
di serambi tangganya, melangkah ke
luar sampai di sebelah luar
pekarangan di belakang pagarnya.
Naklah ia du usungan emas, di
usunglah ke barat diiringi sere
(semacam tari) dan bunyi perisau.
Teruslah ke barat, dielu-elukan,
berbunyi semua alat kerajaannya,
perkakas kebiasaannya, berdengung-
dengunglah gendangnya, berbunyilah
gongnya, berbunyilah anak baccingnya
(dua batang besi di perpukulkan),
berbunyilah lae-laenya (bambu seruas
yang dibunyikan) berbunyilah semua
kacing (piring tembaga yang
diperpukulkan) di muka di belakang
sekarang ini.”(S. I. M. Hal 39-40)
Kutipan diatas merupakan sebuah
prosesi adat yang dilakukan Permaisuri
saat akan menjemputu atau menerima I
Mankkuk kemenakannya untuk di
undang ke istana.
Jamuan Untuk Bangsawan “Sirih
Pinang Di Talam Emas”
Jamuan untuk bangsawan yang
dimaksud di sini ialah makanan atau
cemilan yang sering seseorang jamukan
kepada sorang bangsawan. Seperti pada
kutipan di bawah ini.
“setelah duduk dengan baik, duduk
bersilah pesuruh Daeng Manjarreki di
ingatkanlah sirih pinang pucuk rebung,
sirih pinang di talam emas. Dia
gigitlah pinangnya, dia kunyalah
sirihnya, enak perasaannya, kering
keringatnya, reda lelahnya,
digosokkalah tembakaunya, tujuh kali
ke kanan, sembilan kali ke kiri, dia
hentikan di sebelah kanan terjepitlah
dengan baik.” (S. I. M. Hal 37)
“Setelah Permaisuri duduk dengan
baik, dijamulah dengan sirih pinan di
talam emas, diajaklah makan sirih oleh
ibu penyusu I Manakkuk yang kecil, ia
NURSABILAH PBSD Makassar 6
berhadapan dengan baik.” (S. I. M.
Hal 40)
“setelah Karaeng Somba Lakbakkang
duduk dengan baik, datanglah ibu
penyusu I Manakkuk. Diangkatlah ke
luar sirih pinang dari kaci, sirih pinang
dari talam emas, dipersilahkan makan
sirih Karaeng Somba Lakbakkang.” (S.
I. M. Hal 43)
“naiklah ke badan rumah, Karaeng
Somba Lakbakkang, dialaskan tikar
permadani, ditunjukkan untuknya tiang
yang akan ditempati
bersandar,ditunjukkanlah papan
tempat duduk. Setelah duduk dengan
baik Somba Lakbakkang, dijamulah
sirih pucuk rebung, sirih di talam emas,
dipersilahkan makan siri.” (S. I. M.
Hal 53)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa
dalam menjamu keturunan raja
biasanya menggunakan Sirih pinang di
talam emas.
 Feodal
Feodalisme adalah sistem sosial yang
memberikan kekuasaan yang besar
kepada golongan bangsawan. Sejak itu
muncul orang-orang kuat sebagai tuan
yang mengatur wilayah kekuasaan.
Sistem ini kemudian berkembang luas.
Bangsawan menjadi kelompok yang
sangat istimewa dan melakukan
regenerasi berdasarkan keturunan.
Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Berkatalah I Manakkuk, keluarga
yang dimuliakan, anak-anak yang
masih kecil, katanya, “Wahai Bapak
baik kiranya engkau ke seberang.
Panggil ayahku, panggil kemari
bersama ibuku, sekarang juga bapak,
sebab saya ini Karaeng, ada kata yang
ingin saya sampaikan, bicara yang
saya bicarakan, di hadapan mulianya,
di tempat ketinggiannya Bapak, di
tempat kenaikannya, sekarang juga,
sebab saya ini jatuh hati pula pada I
marabintang.” (S. I. M. Hal 11)
Tokoh I Manakku pada kutipan di atas
memerintahkan seorang pesuruh yang
di tuakan sehingga dipanggilnya dengan
sebutan Bapak, meskipun I Manakkuk
menuakannya tetap saja ia
memperlihatkan otoritasnya sebagai
seorang Karaeng (Bangsawan) dengan
menyebutkan dirinya itu adalah seorang
Karaeng dan keturunan raja.
 Hukum
Belum adanya pengatur hukum dalam
masyarakat membuat segala sesuatu
menurut tokoh tidak dapat diselesaikan
atau tidak dapat diselesaikan atau tidak
ditemukan jalan keluarnya, di tempuh
dengan jalan kekeluargaan, adu
kesaktian, dan perang. Hal ini dapat
terlihat pada uraian di bawah ini.
Ketika I Manakkuk singgah di
Bantaeng, terjadilah kesalah-pahaman
antara I Manakkuk dengan Somba
NURSABILAH PBSD Makassar 7
Bantaeng yang hampir saja menjurus ke
pertumahan darah antara kedua belah
pihak. Penyebabnya ialah adanya
tindakan pihak I Manakkuk, yaitu
membunyikan meriam sebelum perahu
berlabuh di dermaga. Tindakan seperti,
itu menurut adat yang berlaku di daerah
Bantaeng dianggap sesuatu yang
menyalahi adat yang berlaku di
Bantaeng sekaligus tanda permusuhan
sehingga antara kedua belah pihak
hampir saja terjadi pertempuran.
Tindakan seperti itu dianggap tidak
menghormati aturan yang berlaku di
daerah yang didatangi, walaupun di
kampung I Manakkuk hal tersebut
sudah adatnya. Namun kesalahpahaman
tersebut tidak berlanjut lama setelah
Somba Bantaeng mengetahui ternyata
yang datang adalah kemenakannya dari
Tanah Luk.
“Bergeserlah duduknya Karaeng
Somba Lakbakkang lalu berkata,
‘Wahai anak besar ini hajat saya, besar
kunjungan saya. Engkau yang
kuhajatkan, akan kubujuk engkau
sebaik-baiknya, akan kuminta engkau
sebaik-baiknya, semoga engkau dapat
dibujuk, semoga engkau dapat diminta,
turuti perkataanku, jauhi nasihatku
sekarang ini, supaya jangan marah,
supaya jangan gelisah hati, supaya
jangan sedih hati, supaya jangan
murunng. Baiklah engkau anak
Manakkuk berkemas, supaya pulang ke
Bone, kembalilah ke Tanah Palakka,
dan kau bawa pulang sepupu sekalimu
I Marabintang Kamase, caul
Mallekana, intinya serok, hiasan
Lakbakkang, sabung tanah Malise.
Nanti di dalam anak, baru engkau
kawin baik-baik. Tak ada lagi perang
anak, tak ada lagi perselisihan besar di
Tanah Lakbakkang, sebab ada di barat
di muara sungai I Nojeng, I
Manninggauk, I Mannimpasak
seberang, akan mmbeharui bicara yang
sudah lama lalu, sebab biasa sekaran
yang dikatakan dilupa”. (S. I. M. Hal
53)
Pada kutipan diatas tergambar bahwa
terjadi perselisihan antara I Manakkuk
dan I Nojeng, I Manninggauk, I
Mannimpasak sehingga diselesaikan
dengan peperangan.
Peperangan ini dimenangkana oleh I
Manakkuk. Terdapat pada kutipan di
bawah ini.
“Selesai sudah peperangan I
Manakkuk yang kecil, redalah
pertengkarannya, sekarang-sekarang
juga di Tanah Lakbakkang di dalam
Maccinik Bajik...semua gerangan Jawa
Hitam si Madura, orang Jawa
Minangkabau di gusung Marioloa, di
Panallikang Toaya di dalam Maccinik
Bajik.
NURSABILAH PBSD Makassar 8
Berhentilah peperangan mereka itu
selesailah pertengkaran I Manakkuk.
Beginilah sebabnya, demikianlah asal
mulanya gerangan maka mundurlah
semuanya naik di ruangan istana
Karaeng Somba Lakbakkang ayah yang
menjadikan I Manakkuk yang berdaulat
di Tanah Bone.
 Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang tergampar
pada “Sinrilik I Manakkuk” adalah
sistem kerajaan. Pada zaman dahulu
sebuah wilayah diperintah oleh seorang
raja. “Sinrilik I Manakkuk” berlatar tiga
wilayah yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan
Lakbakkang, dan Kerajaan Bantaeng.
I Manakkuk adalah anak raja dari Bone
yang ingin berlayar ke kerajaan
Lakbakkang. Ia bermaksud ingin
menemui pujaan hatinya i Marabintang
Kamase, anak dari Raja Lakbakkang.
“Berkatalah I Manakkuk, keluarga
yang dimuliakan, anak-anak yang
masih kecil, katanya, “Wahai Bapak
baik kiranya engkau ke seberang.
Panggil ayahku, panggil kemari
bersama ibuku, sekarang juga bapak,
sebab saya ini Karaeng, ada kata yang
ingin saya sampaikan, bicara yang
saya bicarakan, di hadapan mulianya,
di tempat ketinggiannya Bapak, di
tempat kenaikannya, sekarang juga,
sebab saya ini jatuh hati pula pada I
marabintang.” (S. I. M. Hal 11)
Ketika melakukan peayaran menuju
Lakbakkang, I Manakkuk
menyempatkan singgah di kerajaan
Bantaeng. Di sana disambut dengan
senang hati oleh raja Bantaeng
meskipun pada awalnya terjadi kesalah
pahaman. Kebiasaan raja Bone, ketika
seorang keturunan raja yang ingin
berlabuh pada suatu kerajaan, mereka
harus membunyikan meriam tanda
penghormatan. Hal tersebut buksn
merupakan kebiasaan raja Bantaeng.
Oleh karena itu, raja Bantaeng awalnya
kaget dengan kebiasaan itu. pada
akhirnya raja Bantaeng memahami itu.
Setiap kerajaan dibantu oleh para
badinya. Setiap abdi harus tunduk pada
perintah rajanya. Pada zaman dahulu
abdi raja sangat setia dan taat pada raja.
“Wahai kalian, akan saya pergi
mencari rusa.....cabutlah keatas Bapak,
tusuklah jangkar berkait dua. Cabutlah
jangkarmu yang berkait dua, dan putar
haluan kendaraanmu, supaya kita
laksanakan keberangkatan in bila ttak
ada halangan melayarkan perahunya,
menjalankan kendaraannya.... Maka
dicabutlah jangkarnya yang berkait
dua, dibongkarlah jangkar, jadilah
keberangkatannya. Ketika selesai
persiapannya, teruslah berlayar perahu
I Lanra Lekleng mengibarkan
benderanya...”. (S. I. M. Hal 15)
Pola Pikir Masyarakat Makassar
NURSABILAH PBSD Makassar 9
Makna jodoh
Perjodohan sejatinya adalah proses
penyatuan dua keluarga besar, karena itu
perjodohan juga selalu melibatkan keuarga
besar. Dalam memilih jodoh, suku
Makassar zaman dahulu
mempertimbangkan banyak hal.
Pertimbangan terbesar dalam mencari
jodoh adalah masalah kesepadanan atau
kesejajaran dalam tatanan sosial
masyarakat. Sebagai gambaran, suku
Makassar juga mengenal kasta yaitu
bangsawan, rakyat jelata dan abdi. Wanita
(apalagi wanita bangsawan) tidak boleh
menikah dengan pria dari kasta yang lebih
rendah atau dia akan kehilangan haknya.
Perkawinan terbaik adalah perkawinan
antara laki-laki dan perempuan dengan
deraj yang sama. Seperti halnya
perjodohan antara I Manakkuk dengan I
Marabintang Kamase.
“Ia masih di dalam kandungan, masih
belum sempurna anak I Marabintang
kamase, memang saya sudah sejodoh.
Mengenai hal inilah Bapak, maka saya
bangunkan engkau, saya ingatkan
engkau janji, akan kubaharui perkataan
yang sudah kau tutup. Sebab umum ini
yang dikatakan lupa, tidak menepati
janji.” (S. I. M. Hal 11)
“Bergeserlah duduknya Karaeng Somba
Lakbakkang lalu berkata, ‘Wahai anak
besar ini hajat saya, besar kunjungan
saya. Engkau yang kuhajatkan, akan
kubujuk engkau sebaik-baiknya, akan
kuminta engkau sebaik-baiknya, semoga
engkau dapat dibujuk, semoga engkau
dapat diminta, turuti perkataanku, jauhi
nasihatku sekarang ini, supaya jangan
marah, supaya jangan gelisah hati,
supaya jangan sedih hati, supaya jangan
murunng. Baiklah engkau anak
Manakkuk berkemas, supaya pulang ke
Bone, kembalilah ke Tanah Palakka, dan
kau bawa pulang sepupu sekalimu I
Marabintang Kamase, caul Mallekana,
intinya serok, hiasan Lakbakkang,
sabung tanah Malise. Nanti di dalam
anak, baru engkau kawin baik-baik. Tak
ada lagi perang anak, tak ada lagi
perselisihan besar di Tanah Lakbakkang,
sebab ada di barat di muara sungai I
Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak
seberang, akan mmbeharui bicara yang
sudah lama lalu, sebab biasa sekaran
yang dikatakan dilupa”. (S. I. M. Hal 53)
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan
bahwa I Manakkuk dan I Marabintang
Kamase telah dijodohkan sebelum mereka
lahir.
Makna Malu
Arti malu sulit dirumuskan. Kadang
malu benar-benar adalah rasa segandan
rendah diri. Orang menghindar dan lari
untuk menyembunyikan dirinya. Mukanya
sudah tercoreng dalam sehingga ia
melakukan hal-hal yang menakjubkan,
yang tak terbayangkan oleh orang lain.
NURSABILAH PBSD Makassar 10
“Ia berkata, “Wahai Manakkuk,
mengapa engkau tak ada malu di tanah
Bantaeng, kalau tak ada malumu,
makanlah ekor ikan mangalik
(mangalik=malu). Engkau saja malu,
anak Manakkuk, lalu kami terikut-ikut
pula. Barangkali engkau inginkan anak
Manakkuk lebur Tanah Bone sekarang
ini, ikut lalu Tanah Luk di Tanah
Bantaeng. Dipanggil lagi dengan keras I
Manakkuk yang kecil oleh ibunya bunda
penyusunya. Pulang lagi I Manakkuk
yang kecil kasihan, mengusap air
matanya, mengasihani dirinya, dan
menangis terus, menangis senantiasa, I
Manakkuk yang kecil pulang lagi ke
perahu tumpangannya. Sampai di bawah
berupacaralah di bawah ibu penyusunya
I Manakkuk yang kecil sekarang ini.” (S.
I. M. Hal 31)
Makna kata malu pada kutipan di atas
adalah malu yang menyebabkan seseorang
kehilangan muka yang bahkan akan
berdampak pada keluarga dan orang-orang
disekitarnya.
“Menontonlah di atas Sitti Cina di
Bantaeng, sambil tersenyum simpul,
tertawa tak kedengaran. Naiklah konon
aganya I Manakkuk, lalu disusul olehnya
ke atas, lebih I Manakkuk tiba dari pada
raganya. Makin baik kelihatan nakin
indah dipandang mata, kemudian terasa,
lalu dia buanglah songkoknya I
Manakkuk yang kecil, dan terurailah
rambut panjangnya, hiasan selangkanya
sekarang ini. Banyak pula perempuan
malu-malu mengungkai sanggulnya di
Tanah Bantaenng sekarang ini”. (S. I.
M. Hal 26)
Makna kata malu pada kutipan ini
adalah tanda ketertarikan pada lawan jenis.
Makna Harga Diri dan Kehormatan
Apa yang mendorong orang Makassar
pada suatu ketika dalam hidupnya
melakukan sesuatu yang nekad, memilih
menyerahkan milik hidupnya yang terakhir
yakni nyawa, kemudian acap kali
dikembalikan pada konsep yang dinanakan
sebagai siri’ na pacce. Ia rela
mengorbankan apa saja demi tegaknya
harga dirinya. Katakanlah itu sebuah suatu
kesadaran tentang nilai martabat yang
didukung oleh tiap-tiap orang dalam tradisi
kehidupan masyarakat Makassar.
“Digulungkanlah ia sirih tiga gulung.
Sesudah digulung (dicanpur) disisipkan
pada raganya sekarang ini, lalu
buangkan ke bawah, tepat jatuh di depan
mulianya I Manakkuk yang kecil, lalu
ditangtinglah raganya, terlihat olehnya
sirih gulung tersisip pada raganya.
Digerakkanlah tangannya, lalu
diambillah dia masukkan ke mulutnya.
Belum kumat sirihnya, belum nikmati
rasanya, meninggallah I Manakkuk di
bawah di tempatnya bermain raga
sekarang ini. Sangat susahlah I Batu
Daeng Maklalak, I Garincing Daeng
NURSABILAH PBSD Makassar 11
Madattok, batu ashannya Bone dan
berkata, “Wahai kawan dengarkan
perkataanku ini, simaklah penjelasanku,
simaklah dengan baik buka mula
bicaraku di Tanah Bantaeng. Kalau
tidak disembuhkan sepupu sekaliku, dan
menjadi baik seperti semula, siapa yang
menyebabkan begitu, dialah yang
mengarenakan meninggal di Bantaeng.
Akan kupukul Bantaeng, akan kutumbuk
Lembang Cina, akan kujadikann
Topejawa seperti debu, jangan ragu-
ragu, jangan khawatir sekaran juga.”
Setelah selesai perkataan I Batu Daeng
Maklalak, I Garincing Daeng Madattok,
batu asahannya Bone, sekarang ini,
bergeser tempat duduklah ibunya bunda
kandung Sitti Cina di bantaeng kepada
ibu penyusu Sitti Cina di Bantaeng dan
berkata, “Baiklah kiranya disembuhkan
itu di bawah I Manakkuk, anak-anak
yang besar, remaja yang baru tumbuh,
sebab marah itu di bawah sepupu
sekalinya I Batu Daeng Maklalak, batu
asahannya Bone sekarang ini, dan orang
yang selalu terbukti katanya. Sekarang
kita berada dalam keadaan perang,
dalam keadaan pertempuran kalau tidak
disembuhkan”.” (S. I. M. Hal 27-28)
Pada kutipan di atas dapat dilihat
bahwa sepupu sekalinya akan
memperjuangkan harga dirinya. Merek
tidak terima sepupu sekalinya mati di
depannya secara tidak terhormat. Oleh
karena itu, mereka akan mempertahankan
kehormatan dan harga dirinya atau
istilahnya na paenteng siri’na dengan cara
berperan dengan kerajaan Bantaeng jika
nyawa sepupu sekalinya tidak di
kembalikan.
“Bergeserlah duduknya Karaeng Somba
Lakbakkang lalu berkata, ‘Wahai anak
besar ini hajat saya, besar kunjungan
saya. Engkau yang kuhajatkan, akan
kubujuk engkau sebaik-baiknya, akan
kuminta engkau sebaik-baiknya, semoga
engkau dapat dibujuk, semoga engkau
dapat diminta, turuti perkataanku, jauhi
nasihatku sekarang ini, supaya jangan
marah, supaya jangan gelisah hati,
supaya jangan sedih hati, supaya jangan
murunng. Baiklah engkau anak
Manakkuk berkemas, supaya pulang ke
Bone, kembalilah ke Tanah Palakka, dan
kau bawa pulang sepupu sekalimu I
Marabintang Kamase, caul Mallekana,
intinya serok, hiasan Lakbakkang,
sabung tanah Malise. Nanti di dalam
anak, baru engkau kawin baik-baik. Tak
ada lagi perang anak, tak ada lagi
perselisihan besar di Tanah Lakbakkang,
sebab ada di barat di muara sungai I
Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak
seberang, akan mmbeharui bicara yang
sudah lama lalu, sebab biasa sekaran
yang dikatakan dilupa”
Selesai perkataan Somba Lakbakkang
bergeserlah duduknya I Manakkuk yang
NURSABILAH PBSD Makassar 12
kecil dan berkata anak-anak yang besar,
remaja yang baru tumbuh sekarang ini,
“Daulat tuanku, kujunjung di atas
kepalaku, janganlah saya
busung,jangalah saya merana, gugur
seperti merica, jatuh seperti buah pala
sekarang ini, saya dicoba rupanya tuan,
tetapi saya tak mau dicoba, digertak-
gertak rupanya, tetapi saya tidak mau
digertak, sekarang ini tak usah juga
beristri.”.” (S. I. M. Hal 53)
Pada kutipan di atas dapat dilihat
bahwa I Manakkuk menjunjung tinggi
harga dirinya untuk tidak lari dari
masalah. Ia lebih memilih tak beristri
dari pada lari dari keadaan dengan
menikah dengan I Marabintang Kamase.
Makna Keyakinan
“Tidak ada redanya, tidak ada
penyatuannya... Ia akan melayari
TanahLakbakkang, ia akan mengunjungi
Tanah Talak. Besar ombaknya Tanah
Teko. Ia akan mengunjungi sendirian I
marabintang Kamase. Intannya Talak,
permatanya Malise...
Setelah mendesak keberangkatannya,
bergegaslah pula berkatalah I
Manakkuk, “Turunkanlah tombak itu
kemari dari para-paranya,
sonrik(semacam keris) dari
timbangannya, bedi dari tempatnya.
Akan saya laksanakan keberangkatanku
kalau selesai persiapanku.” Selesai
perkataannya diturunkanlah semua itu.
ambillah misal, tombak ini di para-
paranya, sonrik di timbangannya, bedil
di tempatnya, semuanya telah
diturunkan. Sekarang juga, turunkanlah
pula kemari Bapak, ayam permainanku,
Bulengbulengna Manngasa (ayam puti
dari manngasa).” (S. I. M. Hal 13-14)
Pada kutipan di atas I Manakkuk
begitu yakin dengan niatnya untuk
mengunjungi I Marabintang Kamase, ia
siap dengan semua rintangan dan
tantangan yang akan dihadapinya, baik
itu ombak atau badai yang ganas.
PENUTUP
Berdasrkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam “Sinrilik I
Manakkuk” tergambar beberapa
paradigma kerakyatan. Paradigma
kerakyatan yang da dalam cerita antara
lain pandangan masyarakat Makassar dan
pola pikir masyarakat Makassar.
Pandangan masyarakat Makassar yang
diungkapkan dalam “Sinrilik I Manakkuk”
ini adalah berhubungan dengan budaya,
feodalisme, hukum, dan pemerintahan.
Budaya yang tergambar dalam “Sinrilik I
Manakkuk” berupa permainan raga,
tenun, adat menerima tamu, adat bertamu,
dan adat menjamu bangsawan.
Pola pikir masyarakat Makassar yang
diungkapkan dalam “Sinrilik I Manakkuk”
ini adalah hal-hal yang berhubungan
dengan makna jodoh, makna malu, makna
NURSABILAH PBSD Makassar 13
harga diri dan kehormatan, dan makna
keyakinan. Makna jodoh yang tergambar
dalam “Sinrilik I Manakkuk” dimana
proses penyatuan dua keluarga besar yang
mempertimbangkan kesepadanan atau
kesejajaran dalam pandangan sosial.
Analisis ini masih dapat
dikembangkan lebih luas lagi, karena
masih banyak paradigma kerakyatan yang
belum dapat diungkapkan mengingat
waktu yang sangat terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi
Sastra sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Dapertemen
pendidikan dan Kebudayaan.
Parawansa, P. et al. 1984. Sastra Sinrilik
Makassar. Ujung Pandang: Proyek
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesi
dan Daerah Sulawesi Selatan.
Salma Djirong, 1999. Prosa dalam Sastra
Makassar. Jakarta; Pusat Pembinaan
dan Pengembangan, Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sikki, Muhammad et al. 1991. Nilai-nilai
Budaya dalam Sastra Daerah Sulawesi
Selatan. Jakarta; Pusat Pembinaan dan
Pengembangan, Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra.
Pengantar Teori Sastra. Jakarta;
Pustaka Jaya.
Wellek & Warren, 1989. Teotri
Kesusastraan, Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama.
NURSABILAH PBSD Makassar 14

More Related Content

What's hot

Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Raden Mas Fatah
 
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastraBahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastraNisha Komik
 
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastraPengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastraAbu Ja'far
 
Penelitian Psikologi Sastra
Penelitian Psikologi SastraPenelitian Psikologi Sastra
Penelitian Psikologi Sastragitagituloch
 
Kajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta newKajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta newNancy Rothstein
 
contoh olahan karya novel "Tok Guru"
contoh olahan karya novel "Tok Guru"contoh olahan karya novel "Tok Guru"
contoh olahan karya novel "Tok Guru"KPM- ex KPLI students
 
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan modenPerbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan modenPensil Dan Pemadam
 
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADUKAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADUMomee Rain
 
Kerja kursus kesusasteraan melayu
Kerja kursus kesusasteraan melayuKerja kursus kesusasteraan melayu
Kerja kursus kesusasteraan melayuMazliza Suleiman
 
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Marliena An
 
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
9224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 20189224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 2018
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018RAMLAH BINTI A. RANI
 
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraanKonsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraanSasqiaNababan
 
Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..Arwifach Reza
 

What's hot (20)

Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
 
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastraBahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
 
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastraPengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
 
Penelitian Psikologi Sastra
Penelitian Psikologi SastraPenelitian Psikologi Sastra
Penelitian Psikologi Sastra
 
Kajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta newKajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta new
 
contoh olahan karya novel "Tok Guru"
contoh olahan karya novel "Tok Guru"contoh olahan karya novel "Tok Guru"
contoh olahan karya novel "Tok Guru"
 
aliran teori sastra
aliran teori sastraaliran teori sastra
aliran teori sastra
 
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan modenPerbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
 
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADUKAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
 
Ciri ciri kesusasteraan rakyat(5)
Ciri ciri kesusasteraan rakyat(5)Ciri ciri kesusasteraan rakyat(5)
Ciri ciri kesusasteraan rakyat(5)
 
Makalah sosiologi
Makalah sosiologiMakalah sosiologi
Makalah sosiologi
 
KESUSATERAAN MELAYU
KESUSATERAAN MELAYUKESUSATERAAN MELAYU
KESUSATERAAN MELAYU
 
Hbml4203
Hbml4203Hbml4203
Hbml4203
 
Kerja kursus kesusasteraan melayu
Kerja kursus kesusasteraan melayuKerja kursus kesusasteraan melayu
Kerja kursus kesusasteraan melayu
 
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
 
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
9224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 20189224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 2018
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
 
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYUNOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
 
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraanKonsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan
Konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan
 
GENRE KESUSATERAAN MELAYU
GENRE KESUSATERAAN MELAYUGENRE KESUSATERAAN MELAYU
GENRE KESUSATERAAN MELAYU
 
Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..
 

Similar to Sastra Makassar

Pendekatan Pengkajian Sastra.ppt
Pendekatan Pengkajian Sastra.pptPendekatan Pengkajian Sastra.ppt
Pendekatan Pengkajian Sastra.pptTiaBronte
 
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptx
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptxAfinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptx
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptxDinaAngreani
 
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam KesusastraanKonsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam KesusastraanMia Asdhar
 
New historicism aliran sastra
New historicism aliran sastraNew historicism aliran sastra
New historicism aliran sastraKhoirun Nif'an
 
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptx
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptxSEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptx
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptxRicaSugandi
 
Makalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMakalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMustain Doang
 
This is the html version of the file http
This is the html version of the file httpThis is the html version of the file http
This is the html version of the file httpSyawiril Syawiril
 
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...SigitWisnuTomo1
 
Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16
  Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16  Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16
Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16Momee Rain
 
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen Sagra karya Oka Rusmini
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen  Sagra  karya Oka RusminiPotret Bali dalam Kumpulan Cerpen  Sagra  karya Oka Rusmini
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen Sagra karya Oka Rusminiahmad bahtiar
 
Kul sosas 2, sastra dan mayarakat
Kul sosas 2, sastra dan mayarakatKul sosas 2, sastra dan mayarakat
Kul sosas 2, sastra dan mayarakatSyukrina Rahmawati
 
kajian stilistika
kajian stilistika kajian stilistika
kajian stilistika Oyax Ruqoyah
 
FORMALISME RUSIA.pptx
FORMALISME RUSIA.pptxFORMALISME RUSIA.pptx
FORMALISME RUSIA.pptxmella63
 
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRA
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRAPENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRA
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRAFadia Rizqi
 

Similar to Sastra Makassar (20)

Pendekatan Pengkajian Sastra.ppt
Pendekatan Pengkajian Sastra.pptPendekatan Pengkajian Sastra.ppt
Pendekatan Pengkajian Sastra.ppt
 
SOSIOSASTRA.ppt
SOSIOSASTRA.pptSOSIOSASTRA.ppt
SOSIOSASTRA.ppt
 
Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..Tugas kajian cerita anak..
Tugas kajian cerita anak..
 
Sosiologi sastra
Sosiologi sastraSosiologi sastra
Sosiologi sastra
 
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptx
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptxAfinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptx
Afinitas, tradisi dan pengaruh dalam sastra banding.pptx
 
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam KesusastraanKonsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
New historicism aliran sastra
New historicism aliran sastraNew historicism aliran sastra
New historicism aliran sastra
 
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptx
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptxSEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptx
SEMINAR PROPOSAL-LOLA.pptx
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
Makalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMakalah tentangsastra
Makalah tentangsastra
 
This is the html version of the file http
This is the html version of the file httpThis is the html version of the file http
This is the html version of the file http
 
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...
Yoseph Yapi Taum - Pengantar teori sastera _ ekspresivisme, strukturalisme, p...
 
Sejarah sastra
Sejarah sastraSejarah sastra
Sejarah sastra
 
Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16
  Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16  Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16
Akademika SasteraPemahaman dan Penerapan Sosiologi69 (Julai) 2006: 3 - 16
 
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen Sagra karya Oka Rusmini
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen  Sagra  karya Oka RusminiPotret Bali dalam Kumpulan Cerpen  Sagra  karya Oka Rusmini
Potret Bali dalam Kumpulan Cerpen Sagra karya Oka Rusmini
 
Kul sosas 2, sastra dan mayarakat
Kul sosas 2, sastra dan mayarakatKul sosas 2, sastra dan mayarakat
Kul sosas 2, sastra dan mayarakat
 
kajian stilistika
kajian stilistika kajian stilistika
kajian stilistika
 
FORMALISME RUSIA.pptx
FORMALISME RUSIA.pptxFORMALISME RUSIA.pptx
FORMALISME RUSIA.pptx
 
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRA
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRAPENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRA
PENGERTIAN SOSIOLOGI SASTRA
 

Recently uploaded

aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

Sastra Makassar

  • 1. PARADIGMA KERAKYATAN 29, November 2017 ANALISIS KARYA SASTRA MAKASSAR (SINRILIK I MANAKKUK) DENGAN MENGGUNAKAN TEORI KESUSASTRAAN (SOSIOLOGI SASTRA) (Analysis of Literary Works of Makassar “Sinrilik I Manakkuk” by Using Literary Theory “Sociology of literature”) NURSABILAH PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA DAERAH Abstrak Karya sastra Makassar “Sinrilik I Manakkuk” merupakan cerita percintaan anak raja dari Bone kepada sepupunya di Tanah Lakbakkang yang mulai muncul pada abad ke -17M yang sangat dikenal dalam kalangan masyrakat Makassar-Bugis. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan paradigma kerakyatan yang ada dalam “Sinrilik I Manakkuk” Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyimak dan mencatat. Hasil analisis dalam“Sinrilik I Manakkuk” menunjukkan bahwa dalam paradigmatik kerakyatan pada sastra Makassar terdapat pandangan masyarakat Makassar yang terdiri dari budaya, feodalisme, hukum, dan pemerintahan; serta pola pikir masyarkat makassar antara lain makna jodoh, makna malu, makna harga diri dan kehormatan, dan makna keyakinan. Kata kunci : Sastra Makassar, Sinrilik I Manakkuk, Sosiologi Sastra, Paradigma Kerakyatan. PENDAHULUAN Karya sastra adalah artefak, benda mati, yang baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog (Pradopo: 1995). Pemberian makna atau penangkapan makna sebuah karya sastra itu dilakukan dalam kegiatan kritik karya sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian. Dalam pemberian makna terhadap karya sastra tersebut, sebagai pembaca sastra terikat pada teks karya sastra sendiri berdasarkan koadrat atau hakikat karya sastra. Maka, untuk dapat menangkap makna sebuah karya sastra, pastilah diperlukan cara-cara yang sesuai dengan sifat hakikat karya sastra, yakni melalui sebuah pendekatan atau teori sastra. Pertengahan tahun 1970 di Indonesia mulai dikenal adanya teori- teori sastra, seperti sosiologi sastra. Dalam pemaknaan atau pemberian arti terhadap karya sastra maka dilakukan analisis dengan berbagai pendekatan dan teori kesusastraan seperti teori sosiologi sastra. Teori sosiologi sastra yang berorientasi mimetik, memandang karya NURSABILAH PBSD Makassar 1
  • 2. sastra sebagai cerminan masyarakat, yang perhatiannya berpusat pada struktur kemasyarakatan dalam karya sastra. Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulsi oleh seorang pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi- sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Karya sastra merupakan penggambaran kenyatan-kenyataan sosial diman karya tersebut dibuat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wellek & Werren (1987) bahwa sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Dengan demikian suatu karya sastra dapat dikatakan “menyajikan kehidupan” dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Proses penciptaan suatu karya sastra tidak dapat terlepas begitu saja dengan aspek-aspek kehidupan manusia. Aspek- aspek kehidupan yang dimaksud di sini berupa persoalan-persoalan yang dialami manusia dalam kehidupannya. Salah satu bentuk karya sastra yang didalamnya terdapat realitas kehidupan manusia adalah sastra lisan. Sastra lisan tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pada masanya, sebagai satu sarana pendidikan dan hiburan. “Sinrilik I Manakkuk” merupakan bagian sastra dan budaya Makassar. Sebagai produk perekaman masa lampau hingga kini masih memperlihatkan suatu kondisi yang menggembirakan. Keterhubungan budaya (sastra) dengan fenomena sosial dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena unsur budaya sangat berpengaruh dalam menentukan bentuk, per-kembangan atau pun perubahan makna bahasa sehingga fenomena budaya diharapkan memberi pemahaman tentang proses interaksi yang berlangsung di wilayah itu. untuk memperoleh pengalaman itu diperlukan pemahaman yang lebih tentang pola kehidupan budaya di masa lalu dan masa kini, serta pengetahuan tentang unsur sastra yang berperan melahirkan polaa tertentu atau wawasan baru. Muara dari keseluruhan pola itu adalah mendapatkan pengetahuan tentangketerkaitan bahasa, suku bangsa, dan pengungkapan kebudayaan suku bangsa secara verbal atraktif. Paradigma, secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko kpersoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Kerakyatan adalah kedaulatan rakyat, dimana semua yang ada atau yang terjadi berhubungan dengan rakyat. Paradigma kerakyatan adalah suatu kerangka pikir atau pendanga suatu masyarakat terhadap suatu fenomena. Analisis terhadap sastra daerah, khususnya karya sastra Makassar, akan mewujudkan gambaran atau cerminan masyarakat pendukungnya. Analisis ini akan mendeskripsikan aspek-aspek paradigma kerakyatan. KERANGKA TEORI Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah sastra atau karya sastra, prosa dan puisi. Dengan membaca karya sastra, kita akan memperoleh “sesuatu” yang dapat memperkaya wawasan dan meningkatkan harkat hidup dengan kata lain, dalam karya sastra ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan (Teeuw, 1984 : 7). Untuk melakukan analisis karya sastra Makassar, tinjauan ini menggunakan sosiologi sastra, yaitu pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Damono (1979 : 2-3) NURSABILAH PBSD Makassar 2
  • 3. menyimpulkan bahwa ada dua kecenderungan dalam telaah sosiologi terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cerminan proses sosial- ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor diluar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan untuk mengetahui sutrukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam gejala sosial di luar sastra. Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap sebagai involusi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi masyarakat yang merupakan asal-usulnya. Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Ratna via Sutri (2006: 332-333) mengemukakan bahwa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat sebagai berikut: a) Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat; b) Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; c) Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah- masalah kemasyarakatan; d) Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat- istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etik, bahkan logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut; e) Sama dengan masyarakat, karya sastra dalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Sosiologi sastra tidak hanya membicarakan karya sastra itu sendiri melainkan hubungan masyarakat lingkungannya serta kebudayaannya yang menghasilkannya. Sinrilik adalah karya sastra Makassar yang berbentuk drama tutur yang cara penyampaiannya dilakukan secara berirama baik diiringi alat musik maupun yang tidak diiringi alat musik. Dan merupakan suatu budaya yang diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menentukan pola budaya selanjutnya. Pada bagian lain sastra dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. (Luxemburg 1984 : 23- 24) METODE Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyimak dan mencatat. Apa yang diamati dalam konteks tulisan ini terletak pada satu objek. Menganalisis karya sastra makassar dengan mengunakan pendekatan atau teori kesusastraan. Karya sastra hampir selalu mencerminkan jiwa pengarangnya disamping menggambarkan masyarakat yang disajikannya. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah sastra daerah Makassar yang telah diteliti dan dialih bahasakan ke dalam bahasa indonesia. Buku tersebut antara lain berjudul “ Sastra Sinrilik Makassar” ( Parawansa; 1984) “Teori Kesusastraan” (Wellek & Warren 2014). Sementara itu pendukungnya adalah buku- buku yang berkaitan dengan pembahasan yang telah ditentukan dalam tulisan ini. PEMBAHASAN NURSABILAH PBSD Makassar 3
  • 4. Paradigma Kerakyatan Dalam “Sinrilik I Manakkuk” Pandangan Masyarakat Makassar  Budaya Jika dilihat dari kajian sosiologi, maka “Sinrilik I Manakkuk” sangat kental dengan budaya Makassar. Hal itu bisa dilihat dari kebiasaan-kebiasaan keluarga kerajaan serta masyarakatnya. Di dalam “Sinrilik I Manakkuk” terdapat sejumlah adat istiadat yang dideskripsikan sebagai berikut. Permainan Raga Permainan sepak raga (bola yang terbuat dari rotan) merupakan permainan yang harus diketahui oleh setiap emuda. Baik ia orang biasa terlebih-lebih lagi keturunan bangsawan. Sesorang remaja, betapapun sempurnanya hidupnya, ia baru akan merasa bahagia jika dapat bersepak raga, apalagi jika termasuk ahli. Ini karena telah menjadi tradisi dalam setiap puncak keramaian selalu diadakan gelanggang permainan raga. Tradisi itu akan terlihat dalam kutipan berikut. “Baru saja selesai main raga di atas perahunya, pada ibu penyusunya sekarang ini.” (S. I. M. hal 23) “berbaliklah di atas I Manakkuk, yang kecil, merasakan sesuatu, ia mengingat adat kebiasaannya. Kalau matahari condong ke Barat, lalu turun tangga memainkan raganya, raga buang- buangannya, raga main-mainanya, terus turung di muka rumahnya. Minta izinlah I Manakku, ‘aku akan turunjuga bermain raga sekarang ini’. Berkatalah Permaisuri, ‘ Wahai anak Manakkuk, janganlah turung anak sebab ada di bawah anak, semua raja, anak raja yang keempat puluh sekarang ini.’ Namun turun juga I Manakkuk yang kecil. Berdirilah lalu berkata Sitti Cina di Bantaeng, ‘Wahai Daeng Nakkuk, janganlah turun main raga sekarang, sebab sejak tuan sebagai anak, sejak tuan lahir, sejak tuan agak besar, baru kali ini berada di Bantaeng Daeng Nakkuk, tuan belum dikenal sesama lelaki.”(S.I.M. hal 25) “I Garincing Daeng Makdattok, batu asahanya Bone, sepupu sekalinya I Manakkuk, katanya, ‘Wahai adik Manakkuk memang raga itu takut pada kakimu, sebab raga rotan, atauran kebiasaanmu di kampung di negerimu, raga emasmu, ada juga saya bawa.’ Diserahkanlah kedalam raga emasnya, raga buang-buanganya, raga permainannya. Dibuanglah ke atas oleh I Manakkuk, di edarkanlah raganya, mereka lagi anak raja yang keempat puluh ini tak tahu menyepak raga.” (S.I.M. hal 26) Tenun NURSABILAH PBSD Makassar 4
  • 5. Tanun merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang gadis baik dari kalangan bangsawan maupun dari kalangan bawah dimana setiap gadis harus tahu menenun. Secara historis Sulawesi Selatan merupakan salah satu penghasil tenun yang cukup terkenal pada masa dahulu, bahkan ada beberapa daerah yang terkenal dengan hasil tenunannya, seperti Wajo, Mandar, dan Bira. Dan merupakan tradisi yang telah lama ada, tradisi itu akan terlihat ada kutipan berikut. “Ramailah orang di atas ini sekarang ini, di tanah Bantaeng. Terdengarlah di atas oleh Somba Bantaeng sekarang ini, sebab Sitti Cina di Bantaeng yang berada di istana sedang belajar menenun, putus benang tenunya, terbanting alas belakangnya, putus tenunya, terlempar teropong (torak) nya.” (S.I.M. hal 17) Setelah jauh ke dalam ia pun meletuskan meriamnya dua kali tujuh tambah tiga kali sembilan. Dia teriakkan ke atas senapa tempurnya, dan dia lompatkan pemberat dari tempatnya sekarang ini. Kedengaranlah ke dalam Tanah Lakbakkang. Sebab di dalam ini kasihan, I Marabintang Kamase, caul Mallekana, obat sekarat Karaeng Somba Lakbakkang, sedang belajar bertenun, dia kaget di dalam tenunya, mendengar bunyi senjata, putus tali tenunya, terbanting alas belakangnya, putus tenunnya, terlempar teropongnya.” (S.I.M. hal 33-34) Kutipan di atas memperjelas bahwa bagaimana Tenun merupakan suatu tradisi bagi seorag gadis yang harus diketahui. Adat Bertamu Adat bertamu merupakan suatu tradisi yang ada pada zaman dahulu yaitu dengan membunyikan meriam dan senapan yang sering dilakukan oleh keturunan raja Bone. Tradisi tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut. “Tiada berapa lama berhenti sebentar, ditutuplah muara Bantaeng menghadapi Lembang Cina sekarang ini. Dia letuskan meriam di atas senapan semburnya membangunkan muara sungai, demi menghormati raja, sebab begitulah adat kebiasaannya di negerinya, di tanah Luk, di tanah Plakka, kalau memasuki sungai, di lontarkan anak meriam dari kerpusnya, lalu digemurukann senapan semburnya, supaya diketahu di atas bahwa ada raja yang datang, raja yang didatangi.” (S.I.M. hal 17) Begitu pula ketika I Manakuk ketika sampai pada tanah Lakbakkang. “Setelah jauh ke dalam ia pun meletuskan meriamnya dua kali tujuh NURSABILAH PBSD Makassar 5
  • 6. tambah tiga kali sembilan. Dia teriakkan ke atas senapa tempurnya, dan dia lompatkan pemberat dari tempatnya sekarang ini. Kedengaranlah ke dalam Tanah Lakbakkang.” (S.I.M. hal 33) Kutipan di atas memperjelas bahwa bagaimana adat bertamu yang dilakukan oleh keturunan seorang raja dari Bone. Adat Menerim Tamu “Setelah selesai persiapannya, diturunkanlah usungan emas di tanah Lakbakkang, diturunkan bersama alt kerajaan kebiasaan, perkakas kebesarannya. Berdengung - dengunglah gendangnya berbunyilah gongnya, berbunyilah anak baccingnya (besi dierpukulkan) di muka di belakang. Ramailah suasana, teruslah ke bawah Permaisuri ke tangga tiga induknya, tiga puluh anaknya, berpeganganlah ia pada pegangan tangga beruas-ruas. Tibalah di bawah di serambi tangganya, melangkah ke luar sampai di sebelah luar pekarangan di belakang pagarnya. Naklah ia du usungan emas, di usunglah ke barat diiringi sere (semacam tari) dan bunyi perisau. Teruslah ke barat, dielu-elukan, berbunyi semua alat kerajaannya, perkakas kebiasaannya, berdengung- dengunglah gendangnya, berbunyilah gongnya, berbunyilah anak baccingnya (dua batang besi di perpukulkan), berbunyilah lae-laenya (bambu seruas yang dibunyikan) berbunyilah semua kacing (piring tembaga yang diperpukulkan) di muka di belakang sekarang ini.”(S. I. M. Hal 39-40) Kutipan diatas merupakan sebuah prosesi adat yang dilakukan Permaisuri saat akan menjemputu atau menerima I Mankkuk kemenakannya untuk di undang ke istana. Jamuan Untuk Bangsawan “Sirih Pinang Di Talam Emas” Jamuan untuk bangsawan yang dimaksud di sini ialah makanan atau cemilan yang sering seseorang jamukan kepada sorang bangsawan. Seperti pada kutipan di bawah ini. “setelah duduk dengan baik, duduk bersilah pesuruh Daeng Manjarreki di ingatkanlah sirih pinang pucuk rebung, sirih pinang di talam emas. Dia gigitlah pinangnya, dia kunyalah sirihnya, enak perasaannya, kering keringatnya, reda lelahnya, digosokkalah tembakaunya, tujuh kali ke kanan, sembilan kali ke kiri, dia hentikan di sebelah kanan terjepitlah dengan baik.” (S. I. M. Hal 37) “Setelah Permaisuri duduk dengan baik, dijamulah dengan sirih pinan di talam emas, diajaklah makan sirih oleh ibu penyusu I Manakkuk yang kecil, ia NURSABILAH PBSD Makassar 6
  • 7. berhadapan dengan baik.” (S. I. M. Hal 40) “setelah Karaeng Somba Lakbakkang duduk dengan baik, datanglah ibu penyusu I Manakkuk. Diangkatlah ke luar sirih pinang dari kaci, sirih pinang dari talam emas, dipersilahkan makan sirih Karaeng Somba Lakbakkang.” (S. I. M. Hal 43) “naiklah ke badan rumah, Karaeng Somba Lakbakkang, dialaskan tikar permadani, ditunjukkan untuknya tiang yang akan ditempati bersandar,ditunjukkanlah papan tempat duduk. Setelah duduk dengan baik Somba Lakbakkang, dijamulah sirih pucuk rebung, sirih di talam emas, dipersilahkan makan siri.” (S. I. M. Hal 53) Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam menjamu keturunan raja biasanya menggunakan Sirih pinang di talam emas.  Feodal Feodalisme adalah sistem sosial yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Sejak itu muncul orang-orang kuat sebagai tuan yang mengatur wilayah kekuasaan. Sistem ini kemudian berkembang luas. Bangsawan menjadi kelompok yang sangat istimewa dan melakukan regenerasi berdasarkan keturunan. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Berkatalah I Manakkuk, keluarga yang dimuliakan, anak-anak yang masih kecil, katanya, “Wahai Bapak baik kiranya engkau ke seberang. Panggil ayahku, panggil kemari bersama ibuku, sekarang juga bapak, sebab saya ini Karaeng, ada kata yang ingin saya sampaikan, bicara yang saya bicarakan, di hadapan mulianya, di tempat ketinggiannya Bapak, di tempat kenaikannya, sekarang juga, sebab saya ini jatuh hati pula pada I marabintang.” (S. I. M. Hal 11) Tokoh I Manakku pada kutipan di atas memerintahkan seorang pesuruh yang di tuakan sehingga dipanggilnya dengan sebutan Bapak, meskipun I Manakkuk menuakannya tetap saja ia memperlihatkan otoritasnya sebagai seorang Karaeng (Bangsawan) dengan menyebutkan dirinya itu adalah seorang Karaeng dan keturunan raja.  Hukum Belum adanya pengatur hukum dalam masyarakat membuat segala sesuatu menurut tokoh tidak dapat diselesaikan atau tidak dapat diselesaikan atau tidak ditemukan jalan keluarnya, di tempuh dengan jalan kekeluargaan, adu kesaktian, dan perang. Hal ini dapat terlihat pada uraian di bawah ini. Ketika I Manakkuk singgah di Bantaeng, terjadilah kesalah-pahaman antara I Manakkuk dengan Somba NURSABILAH PBSD Makassar 7
  • 8. Bantaeng yang hampir saja menjurus ke pertumahan darah antara kedua belah pihak. Penyebabnya ialah adanya tindakan pihak I Manakkuk, yaitu membunyikan meriam sebelum perahu berlabuh di dermaga. Tindakan seperti, itu menurut adat yang berlaku di daerah Bantaeng dianggap sesuatu yang menyalahi adat yang berlaku di Bantaeng sekaligus tanda permusuhan sehingga antara kedua belah pihak hampir saja terjadi pertempuran. Tindakan seperti itu dianggap tidak menghormati aturan yang berlaku di daerah yang didatangi, walaupun di kampung I Manakkuk hal tersebut sudah adatnya. Namun kesalahpahaman tersebut tidak berlanjut lama setelah Somba Bantaeng mengetahui ternyata yang datang adalah kemenakannya dari Tanah Luk. “Bergeserlah duduknya Karaeng Somba Lakbakkang lalu berkata, ‘Wahai anak besar ini hajat saya, besar kunjungan saya. Engkau yang kuhajatkan, akan kubujuk engkau sebaik-baiknya, akan kuminta engkau sebaik-baiknya, semoga engkau dapat dibujuk, semoga engkau dapat diminta, turuti perkataanku, jauhi nasihatku sekarang ini, supaya jangan marah, supaya jangan gelisah hati, supaya jangan sedih hati, supaya jangan murunng. Baiklah engkau anak Manakkuk berkemas, supaya pulang ke Bone, kembalilah ke Tanah Palakka, dan kau bawa pulang sepupu sekalimu I Marabintang Kamase, caul Mallekana, intinya serok, hiasan Lakbakkang, sabung tanah Malise. Nanti di dalam anak, baru engkau kawin baik-baik. Tak ada lagi perang anak, tak ada lagi perselisihan besar di Tanah Lakbakkang, sebab ada di barat di muara sungai I Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak seberang, akan mmbeharui bicara yang sudah lama lalu, sebab biasa sekaran yang dikatakan dilupa”. (S. I. M. Hal 53) Pada kutipan diatas tergambar bahwa terjadi perselisihan antara I Manakkuk dan I Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak sehingga diselesaikan dengan peperangan. Peperangan ini dimenangkana oleh I Manakkuk. Terdapat pada kutipan di bawah ini. “Selesai sudah peperangan I Manakkuk yang kecil, redalah pertengkarannya, sekarang-sekarang juga di Tanah Lakbakkang di dalam Maccinik Bajik...semua gerangan Jawa Hitam si Madura, orang Jawa Minangkabau di gusung Marioloa, di Panallikang Toaya di dalam Maccinik Bajik. NURSABILAH PBSD Makassar 8
  • 9. Berhentilah peperangan mereka itu selesailah pertengkaran I Manakkuk. Beginilah sebabnya, demikianlah asal mulanya gerangan maka mundurlah semuanya naik di ruangan istana Karaeng Somba Lakbakkang ayah yang menjadikan I Manakkuk yang berdaulat di Tanah Bone.  Pemerintahan Sistem pemerintahan yang tergampar pada “Sinrilik I Manakkuk” adalah sistem kerajaan. Pada zaman dahulu sebuah wilayah diperintah oleh seorang raja. “Sinrilik I Manakkuk” berlatar tiga wilayah yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Lakbakkang, dan Kerajaan Bantaeng. I Manakkuk adalah anak raja dari Bone yang ingin berlayar ke kerajaan Lakbakkang. Ia bermaksud ingin menemui pujaan hatinya i Marabintang Kamase, anak dari Raja Lakbakkang. “Berkatalah I Manakkuk, keluarga yang dimuliakan, anak-anak yang masih kecil, katanya, “Wahai Bapak baik kiranya engkau ke seberang. Panggil ayahku, panggil kemari bersama ibuku, sekarang juga bapak, sebab saya ini Karaeng, ada kata yang ingin saya sampaikan, bicara yang saya bicarakan, di hadapan mulianya, di tempat ketinggiannya Bapak, di tempat kenaikannya, sekarang juga, sebab saya ini jatuh hati pula pada I marabintang.” (S. I. M. Hal 11) Ketika melakukan peayaran menuju Lakbakkang, I Manakkuk menyempatkan singgah di kerajaan Bantaeng. Di sana disambut dengan senang hati oleh raja Bantaeng meskipun pada awalnya terjadi kesalah pahaman. Kebiasaan raja Bone, ketika seorang keturunan raja yang ingin berlabuh pada suatu kerajaan, mereka harus membunyikan meriam tanda penghormatan. Hal tersebut buksn merupakan kebiasaan raja Bantaeng. Oleh karena itu, raja Bantaeng awalnya kaget dengan kebiasaan itu. pada akhirnya raja Bantaeng memahami itu. Setiap kerajaan dibantu oleh para badinya. Setiap abdi harus tunduk pada perintah rajanya. Pada zaman dahulu abdi raja sangat setia dan taat pada raja. “Wahai kalian, akan saya pergi mencari rusa.....cabutlah keatas Bapak, tusuklah jangkar berkait dua. Cabutlah jangkarmu yang berkait dua, dan putar haluan kendaraanmu, supaya kita laksanakan keberangkatan in bila ttak ada halangan melayarkan perahunya, menjalankan kendaraannya.... Maka dicabutlah jangkarnya yang berkait dua, dibongkarlah jangkar, jadilah keberangkatannya. Ketika selesai persiapannya, teruslah berlayar perahu I Lanra Lekleng mengibarkan benderanya...”. (S. I. M. Hal 15) Pola Pikir Masyarakat Makassar NURSABILAH PBSD Makassar 9
  • 10. Makna jodoh Perjodohan sejatinya adalah proses penyatuan dua keluarga besar, karena itu perjodohan juga selalu melibatkan keuarga besar. Dalam memilih jodoh, suku Makassar zaman dahulu mempertimbangkan banyak hal. Pertimbangan terbesar dalam mencari jodoh adalah masalah kesepadanan atau kesejajaran dalam tatanan sosial masyarakat. Sebagai gambaran, suku Makassar juga mengenal kasta yaitu bangsawan, rakyat jelata dan abdi. Wanita (apalagi wanita bangsawan) tidak boleh menikah dengan pria dari kasta yang lebih rendah atau dia akan kehilangan haknya. Perkawinan terbaik adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan dengan deraj yang sama. Seperti halnya perjodohan antara I Manakkuk dengan I Marabintang Kamase. “Ia masih di dalam kandungan, masih belum sempurna anak I Marabintang kamase, memang saya sudah sejodoh. Mengenai hal inilah Bapak, maka saya bangunkan engkau, saya ingatkan engkau janji, akan kubaharui perkataan yang sudah kau tutup. Sebab umum ini yang dikatakan lupa, tidak menepati janji.” (S. I. M. Hal 11) “Bergeserlah duduknya Karaeng Somba Lakbakkang lalu berkata, ‘Wahai anak besar ini hajat saya, besar kunjungan saya. Engkau yang kuhajatkan, akan kubujuk engkau sebaik-baiknya, akan kuminta engkau sebaik-baiknya, semoga engkau dapat dibujuk, semoga engkau dapat diminta, turuti perkataanku, jauhi nasihatku sekarang ini, supaya jangan marah, supaya jangan gelisah hati, supaya jangan sedih hati, supaya jangan murunng. Baiklah engkau anak Manakkuk berkemas, supaya pulang ke Bone, kembalilah ke Tanah Palakka, dan kau bawa pulang sepupu sekalimu I Marabintang Kamase, caul Mallekana, intinya serok, hiasan Lakbakkang, sabung tanah Malise. Nanti di dalam anak, baru engkau kawin baik-baik. Tak ada lagi perang anak, tak ada lagi perselisihan besar di Tanah Lakbakkang, sebab ada di barat di muara sungai I Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak seberang, akan mmbeharui bicara yang sudah lama lalu, sebab biasa sekaran yang dikatakan dilupa”. (S. I. M. Hal 53) Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa I Manakkuk dan I Marabintang Kamase telah dijodohkan sebelum mereka lahir. Makna Malu Arti malu sulit dirumuskan. Kadang malu benar-benar adalah rasa segandan rendah diri. Orang menghindar dan lari untuk menyembunyikan dirinya. Mukanya sudah tercoreng dalam sehingga ia melakukan hal-hal yang menakjubkan, yang tak terbayangkan oleh orang lain. NURSABILAH PBSD Makassar 10
  • 11. “Ia berkata, “Wahai Manakkuk, mengapa engkau tak ada malu di tanah Bantaeng, kalau tak ada malumu, makanlah ekor ikan mangalik (mangalik=malu). Engkau saja malu, anak Manakkuk, lalu kami terikut-ikut pula. Barangkali engkau inginkan anak Manakkuk lebur Tanah Bone sekarang ini, ikut lalu Tanah Luk di Tanah Bantaeng. Dipanggil lagi dengan keras I Manakkuk yang kecil oleh ibunya bunda penyusunya. Pulang lagi I Manakkuk yang kecil kasihan, mengusap air matanya, mengasihani dirinya, dan menangis terus, menangis senantiasa, I Manakkuk yang kecil pulang lagi ke perahu tumpangannya. Sampai di bawah berupacaralah di bawah ibu penyusunya I Manakkuk yang kecil sekarang ini.” (S. I. M. Hal 31) Makna kata malu pada kutipan di atas adalah malu yang menyebabkan seseorang kehilangan muka yang bahkan akan berdampak pada keluarga dan orang-orang disekitarnya. “Menontonlah di atas Sitti Cina di Bantaeng, sambil tersenyum simpul, tertawa tak kedengaran. Naiklah konon aganya I Manakkuk, lalu disusul olehnya ke atas, lebih I Manakkuk tiba dari pada raganya. Makin baik kelihatan nakin indah dipandang mata, kemudian terasa, lalu dia buanglah songkoknya I Manakkuk yang kecil, dan terurailah rambut panjangnya, hiasan selangkanya sekarang ini. Banyak pula perempuan malu-malu mengungkai sanggulnya di Tanah Bantaenng sekarang ini”. (S. I. M. Hal 26) Makna kata malu pada kutipan ini adalah tanda ketertarikan pada lawan jenis. Makna Harga Diri dan Kehormatan Apa yang mendorong orang Makassar pada suatu ketika dalam hidupnya melakukan sesuatu yang nekad, memilih menyerahkan milik hidupnya yang terakhir yakni nyawa, kemudian acap kali dikembalikan pada konsep yang dinanakan sebagai siri’ na pacce. Ia rela mengorbankan apa saja demi tegaknya harga dirinya. Katakanlah itu sebuah suatu kesadaran tentang nilai martabat yang didukung oleh tiap-tiap orang dalam tradisi kehidupan masyarakat Makassar. “Digulungkanlah ia sirih tiga gulung. Sesudah digulung (dicanpur) disisipkan pada raganya sekarang ini, lalu buangkan ke bawah, tepat jatuh di depan mulianya I Manakkuk yang kecil, lalu ditangtinglah raganya, terlihat olehnya sirih gulung tersisip pada raganya. Digerakkanlah tangannya, lalu diambillah dia masukkan ke mulutnya. Belum kumat sirihnya, belum nikmati rasanya, meninggallah I Manakkuk di bawah di tempatnya bermain raga sekarang ini. Sangat susahlah I Batu Daeng Maklalak, I Garincing Daeng NURSABILAH PBSD Makassar 11
  • 12. Madattok, batu ashannya Bone dan berkata, “Wahai kawan dengarkan perkataanku ini, simaklah penjelasanku, simaklah dengan baik buka mula bicaraku di Tanah Bantaeng. Kalau tidak disembuhkan sepupu sekaliku, dan menjadi baik seperti semula, siapa yang menyebabkan begitu, dialah yang mengarenakan meninggal di Bantaeng. Akan kupukul Bantaeng, akan kutumbuk Lembang Cina, akan kujadikann Topejawa seperti debu, jangan ragu- ragu, jangan khawatir sekaran juga.” Setelah selesai perkataan I Batu Daeng Maklalak, I Garincing Daeng Madattok, batu asahannya Bone, sekarang ini, bergeser tempat duduklah ibunya bunda kandung Sitti Cina di bantaeng kepada ibu penyusu Sitti Cina di Bantaeng dan berkata, “Baiklah kiranya disembuhkan itu di bawah I Manakkuk, anak-anak yang besar, remaja yang baru tumbuh, sebab marah itu di bawah sepupu sekalinya I Batu Daeng Maklalak, batu asahannya Bone sekarang ini, dan orang yang selalu terbukti katanya. Sekarang kita berada dalam keadaan perang, dalam keadaan pertempuran kalau tidak disembuhkan”.” (S. I. M. Hal 27-28) Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa sepupu sekalinya akan memperjuangkan harga dirinya. Merek tidak terima sepupu sekalinya mati di depannya secara tidak terhormat. Oleh karena itu, mereka akan mempertahankan kehormatan dan harga dirinya atau istilahnya na paenteng siri’na dengan cara berperan dengan kerajaan Bantaeng jika nyawa sepupu sekalinya tidak di kembalikan. “Bergeserlah duduknya Karaeng Somba Lakbakkang lalu berkata, ‘Wahai anak besar ini hajat saya, besar kunjungan saya. Engkau yang kuhajatkan, akan kubujuk engkau sebaik-baiknya, akan kuminta engkau sebaik-baiknya, semoga engkau dapat dibujuk, semoga engkau dapat diminta, turuti perkataanku, jauhi nasihatku sekarang ini, supaya jangan marah, supaya jangan gelisah hati, supaya jangan sedih hati, supaya jangan murunng. Baiklah engkau anak Manakkuk berkemas, supaya pulang ke Bone, kembalilah ke Tanah Palakka, dan kau bawa pulang sepupu sekalimu I Marabintang Kamase, caul Mallekana, intinya serok, hiasan Lakbakkang, sabung tanah Malise. Nanti di dalam anak, baru engkau kawin baik-baik. Tak ada lagi perang anak, tak ada lagi perselisihan besar di Tanah Lakbakkang, sebab ada di barat di muara sungai I Nojeng, I Manninggauk, I Mannimpasak seberang, akan mmbeharui bicara yang sudah lama lalu, sebab biasa sekaran yang dikatakan dilupa” Selesai perkataan Somba Lakbakkang bergeserlah duduknya I Manakkuk yang NURSABILAH PBSD Makassar 12
  • 13. kecil dan berkata anak-anak yang besar, remaja yang baru tumbuh sekarang ini, “Daulat tuanku, kujunjung di atas kepalaku, janganlah saya busung,jangalah saya merana, gugur seperti merica, jatuh seperti buah pala sekarang ini, saya dicoba rupanya tuan, tetapi saya tak mau dicoba, digertak- gertak rupanya, tetapi saya tidak mau digertak, sekarang ini tak usah juga beristri.”.” (S. I. M. Hal 53) Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa I Manakkuk menjunjung tinggi harga dirinya untuk tidak lari dari masalah. Ia lebih memilih tak beristri dari pada lari dari keadaan dengan menikah dengan I Marabintang Kamase. Makna Keyakinan “Tidak ada redanya, tidak ada penyatuannya... Ia akan melayari TanahLakbakkang, ia akan mengunjungi Tanah Talak. Besar ombaknya Tanah Teko. Ia akan mengunjungi sendirian I marabintang Kamase. Intannya Talak, permatanya Malise... Setelah mendesak keberangkatannya, bergegaslah pula berkatalah I Manakkuk, “Turunkanlah tombak itu kemari dari para-paranya, sonrik(semacam keris) dari timbangannya, bedi dari tempatnya. Akan saya laksanakan keberangkatanku kalau selesai persiapanku.” Selesai perkataannya diturunkanlah semua itu. ambillah misal, tombak ini di para- paranya, sonrik di timbangannya, bedil di tempatnya, semuanya telah diturunkan. Sekarang juga, turunkanlah pula kemari Bapak, ayam permainanku, Bulengbulengna Manngasa (ayam puti dari manngasa).” (S. I. M. Hal 13-14) Pada kutipan di atas I Manakkuk begitu yakin dengan niatnya untuk mengunjungi I Marabintang Kamase, ia siap dengan semua rintangan dan tantangan yang akan dihadapinya, baik itu ombak atau badai yang ganas. PENUTUP Berdasrkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam “Sinrilik I Manakkuk” tergambar beberapa paradigma kerakyatan. Paradigma kerakyatan yang da dalam cerita antara lain pandangan masyarakat Makassar dan pola pikir masyarakat Makassar. Pandangan masyarakat Makassar yang diungkapkan dalam “Sinrilik I Manakkuk” ini adalah berhubungan dengan budaya, feodalisme, hukum, dan pemerintahan. Budaya yang tergambar dalam “Sinrilik I Manakkuk” berupa permainan raga, tenun, adat menerima tamu, adat bertamu, dan adat menjamu bangsawan. Pola pikir masyarakat Makassar yang diungkapkan dalam “Sinrilik I Manakkuk” ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan makna jodoh, makna malu, makna NURSABILAH PBSD Makassar 13
  • 14. harga diri dan kehormatan, dan makna keyakinan. Makna jodoh yang tergambar dalam “Sinrilik I Manakkuk” dimana proses penyatuan dua keluarga besar yang mempertimbangkan kesepadanan atau kesejajaran dalam pandangan sosial. Analisis ini masih dapat dikembangkan lebih luas lagi, karena masih banyak paradigma kerakyatan yang belum dapat diungkapkan mengingat waktu yang sangat terbatas. DAFTAR PUSTAKA Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Dapertemen pendidikan dan Kebudayaan. Parawansa, P. et al. 1984. Sastra Sinrilik Makassar. Ujung Pandang: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesi dan Daerah Sulawesi Selatan. Salma Djirong, 1999. Prosa dalam Sastra Makassar. Jakarta; Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sikki, Muhammad et al. 1991. Nilai-nilai Budaya dalam Sastra Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta; Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta; Pustaka Jaya. Wellek & Warren, 1989. Teotri Kesusastraan, Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. NURSABILAH PBSD Makassar 14