Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh cara pemberian obat (per oral, subkutan, intraperitoneal) terhadap kecepatan absorpsi obat pada tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian intraperitoneal memiliki waktu onset tercepat yaitu 10-26 menit dibandingkan dengan per oral yang memiliki waktu onset terlambat yaitu 17-32 menit. Hal ini disebabkan pemberian intraperitoneal tidak melibatkan proses absorpsi seperti pemberian
1. LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN I dan II
PEMBERIAN OBAT PADA BINATANG PERCOBAAN
dan PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP
ABSORPSI OBAT
Nama
: Nina Novianti
NIM
: 11.11.4101.48401.1.032
Dosen Pembimbing
: Eka Kumalasari., S.Farm.,Apt
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN
2013
2. PERCOBAAN 1 dan 2
I.
NAMA PERCOBAAN 1 dan 2
PEMBERIAN
OBAT
PADA
BINATANG
PERCOBAAN
dan
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
II.
PENDAHULUAN
II.1. Tujuan Percobaan
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan berbagaicara
pemberian obat terhadap hewan uji dan cara memperlakukan hewan uji.
Dan mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan berbagai cara
pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data
farmakologi sebagai tolak ukurnya.
II.2. Dasar Teori
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
kedalam darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru,
otot, dan lain-lain. (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008)
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai
barier absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya
semua membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua
membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian ,
agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki
kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air). (Farmakologi
dan Terapi edisi revisi 5, 2008).
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu.
Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau
keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya,
disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
3. memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu
pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan
adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik
(besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat
menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini
akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan
darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya. (Katzug,
B.G, 1989).
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah
lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui
intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan
proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara
parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal
dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor
site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan
secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar
penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau
kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi
aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. ( Siswandono
dan Soekardjo, B., 1995).
Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah
intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena :
-
Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat
langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
-
Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil
sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
-
Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
4. -
Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk
mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki
banyak factor penghambat seperti protein plasma.
Dan
durasi
paling
cepat
adalah
peroral,
intraperitonial,
intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena :
-
Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup
panjang dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang
terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat.
-
Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah
sehingga
efek
yang
dihasilkan
lebih
cepat
dibandingkan
intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak
sehingga durasinya agak cepat.
-
Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga
obat akan konstan dan lebih tahan lama.
-
Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga
durasi lebih lama disbanding intramuscular.
III.
CARA PERCOBAAN
III.1. Bahan dan Alat yang digunakan
A. Bahan
1) Diazepam tablet, di buat suspensi dengan PGS 2%
2) Alkohol 70 %
B. Alat
1) Spuit injeksi dan jaru (1-2 ml)
2) Jarum berujung tumpul (untuk per oral)
C. Hewan Uji : Mencit atau tikus
5. III.2. Cara Kerja
Tiap kelompok mendapat 3 mencit atau tikus
tandai serta ditimbang BB mencit
dihitung volume obat yang akan diberikan dengan dosis 35mg/kg BB
mencit
berturut-turut mengerjakan percobaan Oral (melalui mulut dengan
jarum ujung tumpul)
Subkutan (masukkan sampai dibawah kulit pada tengkuk hewan uji
dengan jarum injeksi)
dan Intra Peritoneal (suntikkan ke dalam rongga perut. Hati-hati
jangan sampai masuk kedalam usus).
lalu amati dan catat waktu hilangnya reflex atau mencit tidak bergerak
lagi dan catat kemampuan mencit bergerak kembali
hitung onset dan durasi waktu tidur Diazepam suspense dan masingmasing kelompok percobaan membandingkan hasilnya menggunakan
uji statistic “analisa varian pola searah (AVSP)” dengan taraf
kepercayaan 95%
IV.
HASIL PERCOBAAN
Per Oral
Sub Kutan
Intra Peritoneal
Mencit
Onset
Durasi
Onset
Durasi
Onset
Durasi
Kel IV
17:33
15:22
13:18
16:01
10:55
15:05
Kel V
25:48
10:48
17:38
12:24
04:35
34:31
Kel VI
22:41
08:05
14:18
11:15
09:15
36:02
6. ** Dengan menggunakan stopwatch
V.
PERHITUNGAN
Dosis manusia = 1mg
Konversi manusia ke mencit
0,00261 mg
20 gr mencit
Rumus :
Mg Dosis yang di berikan = BB Mecit/1000 gr x DosisManusia
Volume Obat di berikan = Mg Dosis yang di berikan : 1mg/ml (larutanstok)
1.
Untuk Intra Peritoneal, BB Mencit = 25 gr
25 gr
1000 gr
X
0,025 mg
1 mg/ml
2.
1 mg = 0,025 mg
= 0,025 ml
Untuk Subkutan, BB Mencit = 30 gr
30 gr
X
1000 gr
0,030 mg
1 mg/ml
3.
1 mg = 0,030 mg
= 0,03 ml
Untuk perOral, BB Mencit = 30 gr
30 gr
1000 gr
X
0,030 mg
1 mg/ml
1 mg = 0,030 mg
= 0,03 ml
7. VI.
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui cara pemberian obat pada
binatang percobaan dan untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat yang
diberikan pada mecit.
3 metode yang dipakai untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat
yang diberikan pada mecit yaitu, per oral, subcutan, dan intra peritoneal.
Masing-masing metode diberikan pada 1 mecit dan dihitung berapa lama
akolasi waktu mecit mengalami masa tenang, tidur dan bangun kembali
dengan stopwatch.
Mecit dibunuh dengan dipatahkan pada bagian kerangka belakangnya.
Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai
objek pengamatan.
Per Oral
Sub Kutan
Intra Peritoneal
Mencit
Onset
Durasi
Onset
Durasi
Onset
Durasi
Kel IV
17:33
15:22
13:18
16:01
10:55
15:05
Kel V
25:48
10:48
17:38
12:24
04:35
34:31
Kel VI
22:41
08:05
14:18
11:15
09:15
36:02
Dari hasil percobaan kami (kelompok IV) pada tabel diatas,
mendapatkan perbandingan rute pemberian obat terhadap efektifitasnya,
menunjukkan bahwa rute yang paling cepat tercapai adalah melalui
intraperitoneal, yaitu didapatkan hasil sekitar 10-26 menit. Sedangkan rute
paling lama tercapai adalah melalui per oral yang didapatkan hasil sekitar
17-32 menit.
Hasil percobaan dari 3 kelompok diatas punya perbedaan waktu onset
dan durasi yang cukup signifikan, hal tersebut dapat dikarenakan ada
kesalahan saat melakukan pemberian obat kepada mencit, kekurangan atau
8. kelebihan dosis obat yang diberikan pada mencit, dan kondisi mencit yang
strees karena tidak mendapatkan perlakuan yang baik sebelum pemberian
obat.
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar yang umum
dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat
cukup lama. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian
intravena, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan
teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami
tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat
dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
9. Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic
df1
df2
Sig.
onset
.402
2
6
.685
durasi
6.980
2
6
.027
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
onset
.119
9
.200*
.981
9
.968
durasi
.339
9
.004
.766
9
.008
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Kruskal-Wallis Test
Ranks
pemberian
onset
N
Mean Rank
3
7.67
subcutan
3
5.33
intraperitonial
3
2.00
Total
9
peroral
3
3.00
subcutan
3
4.67
intraperitonial
3
7.33
Total
durasi
peroral
9
Test Statisticsa,b
onset
Chi-Square
Df
Asymp. Sig.
durasi
6.489
2
.039
3.822
2 a. Kruskal Wallis Test
.148 b. Grouping Variable: pemberian
10. VII.
KESIMPULAN
1. 3 metode untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat yang diberikan
pada mecit yaitu, per oral, subcutan, dan intra peritoneal.
2. Hewan mencit atau tikus sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek
pengamatan karena metabolisme tubuh mencit yang berlangsung cepat.
3. Rute yang paling cepat tercapai adalah melalui intraperitoneal, yaitu
didapatkan hasil sekitar 10-26 menit.
4. Rute paling lama tercapai adalah melalui per oral yang didapatkan hasil
sekitar 17-32 menit.
5. Hal yang menyebabkan pemberian intraperitoneal lebih cepat dari
pemberian per oral adalah intraperitoneal tidak mengalami fase absorpsi
seperti pemberian per oral.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V,
Balai Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Holck, H.G.O., 1959, Laboratory Guide in Pharmacology, Burgess
Publishing Company : Minnesotta, 1-3
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,
Jakarta.
Levine, R.R., 1978, Pharmacology : Drug actions and Reactions, 2nd edition,
little, Brown & company, Boston.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia,
Jakarta.
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal , Airlangga Press,
Surabaya.