SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
1
Tafsir QS al-Baqarah/2: 286
Rahmat Allah Bagi Umat Islam
Nash (Teks) Ayat al-Quran
‫ا‬
َ
‫ل‬‫ا‬‫ا‬
ُ
‫ف‬
ّ
ِ‫ل‬
َ
‫ك‬ُ‫ي‬‫ا‬‫ا‬ُ َ
‫اّلل‬‫ا‬‫ا‬ ً‫س‬
ْ
‫ف‬
َ
‫ن‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ل‬ِ‫إ‬‫ا‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ع‬ْ‫س‬ُ‫و‬ۚ‫ا‬َ‫ه‬
َ
‫ل‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ت‬َ‫ب‬ َ‫س‬
َ
‫ك‬‫ا‬‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ت‬َ‫ب‬ َ‫س‬
َ
‫ت‬
ْ
‫اك‬
ۗ‫ا‬
َ
‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ل‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ذ‬ِ‫اخ‬
َ
‫ؤ‬
ُ
‫ت‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ين‬ ِ‫س‬
َ
‫ّن‬‫ا‬‫ا‬ْ‫و‬
َ
‫أ‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬
ْ
‫أ‬ َ‫ط‬
ْ
‫خ‬
َ
‫أ‬ۚ‫ا‬
َ
‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ل‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬
ْ
‫ل‬ِ‫م‬
ْ َ
‫َت‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬‫ا‬ً ْ
‫ْص‬ِ‫إ‬‫ا‬
‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ك‬‫ا‬‫ا‬
ُ
‫ه‬َ‫ت‬
ْ
‫ل‬َ َ
‫َح‬‫ا‬‫ا‬
َ َ‫َع‬‫ا‬‫ا‬َ‫ين‬ِ
َ
‫اَّل‬‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬ِ‫ل‬ْ‫ب‬
َ
‫ق‬ۚ‫ا‬
َ
‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ل‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ل‬ّ
ِ‫م‬َ ُ
‫َت‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ل‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ة‬
َ
‫اق‬ َ‫ط‬‫ا‬‫ا‬َ َ
‫َل‬‫ا‬‫ا‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ۖ
‫ا‬
ُ
‫ف‬
ْ
‫اع‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬
َ
‫ع‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬
ْ
‫اغ‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬َ َ
‫َل‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬ْ َ
‫َح‬ْ‫ار‬َ‫و‬ۚ‫ا‬َ‫نت‬
َ
‫أ‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬
َ
‫ل‬ْ‫و‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬
َ
‫ن‬ْ ُ‫انُص‬
َ
‫ف‬‫ا‬‫ا‬
َ َ‫َع‬‫ا‬‫مِا‬ْ‫و‬
َ
‫ق‬
ْ
‫ال‬‫ا‬
‫ا‬َ‫ين‬ِ‫ر‬ِ‫ف‬
َ
‫َك‬
ْ
‫ال‬
“Allah tidak membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kemaksiatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Wahai Rabb kami, janganlah
Engkau hukum kami apabila kami lupa atau kami tersalah. Wahai Rabb kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami dengan beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Rabb kami, janganlah
Engkau embankan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Berilah
maaf bagi kami, ampuni dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS al-Baqarah/2: 286)
: Dia (Allah) senantiasa membebani. Allah selalu
akan memberikan tugas (kewajiban yang harus
ditunaikan) kepada setiap orang.
: Kemampuannya. Batas kemampuan setiap orang
untuk (dapat) melaksanakannya. Maknanya:
“setiap orang hanya akan dibebani tugas oleh
Allah selaras dengan kemampuan masing-
masing.
: Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya. Kata ‫َا‬‫ه‬َ‫ل‬ dipahami sebagai ”dia
memeroleh pahala”; sedang kata ‫َا‬‫م‬ْ‫ت‬َ‫ب‬َ‫س‬َ‫ك‬ ,
maknanya: “apa pun kebajikan yang telah
dikerjakan olehnya”.
: Ia mendapat siksa (dari kemaksiatan) yang
dikerjakannya. Kata ‘‫َا‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ dipahami sebagai ”dia
mendapatkan dosa, yang berakibat pada azab
atau siksa dari Allah; sedang kata ‫َا‬‫م‬ْ‫ت‬َ‫ب‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫ك‬‫ا‬ ,
2
maknanya: “apa pun kemaksiatan yang telah
dikerjakan olehnya”
Al-Îdhâh (Penjelasan)
Agama Islam ini mudah, semua tuntunan ajarannya indah. Tak
pernah Allâh membiarkan umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam
berada dalam kesulitan dan kebingungan yang berkepanjangan. Manakala
seorang mukmin menghadapi sebuah permasalahan, Islam selalu
memberikan kemudahan jalan. Bukan seperti perkataan sebagian orang yang
belum mengenal Islam lebih mendalam, “Islam begitu sulit dijalankan, berat,
menetapkan hukum yang menyisakan kebuntuan tanpa solusi
(penyelesaian)”.
Syariat Islam begitu sempurna dan tak sedikit pun membenarkan
kezhaliman. Islam menetapkan formula tepat dan kehebatan ajaran yang
mencakup setiap sendi kehidupan umat manusia. Kasih sayang Allâh yang
begitu luas terbukti menghadirkan kesejukan kalbu dan meringankan setiap
hamba-Nya yang beriman dari berbagai beban berat. Hal ini dapat kita
saksikan dengan seksama dalam banyak ayat-ayat suci al-Qur`ân dan sabda-
sabda mulia Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dan di antara
ayat yang menunjukkan sifat kebijaksanaan, kasih sayang dan keagungan
serta kemurahan Allâh bagi para hamba-Nya ialah akhir QS al-Baqarah di
atas.
Fadhîlah al-Āyah (Keutamaan Yang Terkandung Di Dalam Ayat Ini)
Ayat ini, dan ayat-ayat yang disebut sebelumnya -- menurut para
ulama – memiliki beberapa keutamaan. Antara lain:
1. Ayat ini merupakan bagian dari kekayaan di bawah `Arsy Allâh
2. Belum pernah seorang Nabi pun, sebelum Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam diberikan yang semisal dengan ayat-ayat tersebut.
3. Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surat al-Baqarah (ayat 285-
286) pada malam hari, maka dua ayat tersebut akan memberikan
kecukupan sebagai perlindungan baginya.
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh, kedua simpanan yang ada dalam rumah di bawah 'Arsy telah diberikan
3
kepadaku, dan keduanya tidak diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku; yaitu
dua ayat di akhir surat al-Baqarah.”1
Beliau juga bersabda:
“Barangsiapa membaca keduanya pada malam hari, maka itu cukup baginya
(menjadi pelindung).”2
Sabab an-Nuzûl (Sebab Turun Ayat)
Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu menuturkan,
1
HR. Ahmad bin Hanbal dari Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu, Musnad Ahmad
ibn Hanbal, juz V, hal. 151, hadits no. 21381..
2
HR al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâriy, juz V, hal. 107, hadits no. 4008 dan
Muslim, Shahîh Muslim, juz II, hal. 246, hadits no. 11914 dari Abu Mas`ûd al-Badri
al-Anshâri radhiyallâhu ‘anhu.
4
“Ketika turun ayat pada Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam: '(Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa
yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-
Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) ' (QS al-Baqarah/2: 284) ' Abu
Hurairah berkata, 'Maka hal tersebut terasa berat atas para sahabat Rasulullah
shallallâhu 'alaihi wa sallam, lalu mereka mendatangi Rasulullah shallallâhu 'alaihi
wa sallam dan mengucapkan salam di atas kendaraan seraya berkata, 'Wahai
Rasulullah, kami diberi beban amalan yang mana kami tidak mampu melakukan
shalat, puasa, jihad, dan sedekah. Sungguh telah diturunkan ayat ini kepadamu, dan
kami tidak mampu melakukannya! Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Apakah kamu ingin mengucapkan sebagaimana ahli kitab sebelum kalian
mengucapkan, 'Kami mendengar dan kami mendurhakai', akan tetapi katakanlah,
'Kami mendengar dan kami menaati, Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali'. Mereka menjawab, 'Kami mendengar dan kami
menaatinya, ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali.' Ketika kaum tersebut membacanya, maka lisan-lisan mereka tunduk
dengannya, lalu Allah menurunkan sesudahnya: '(Rasul telah beriman kepada al-
Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), 'Kami tidak membeda-bedakan antara
seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya', dan mereka mengatakan,
'Kami dengar dan kami taat'. (Mereka berdoa), 'Ampunilah kami ya Rabb kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali'. (QS al-Baqarah/2: 285). Ketika mereka
5
melakukan hal tersebut, maka Allah menghapusnya, lalu menurunkan: '(Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami bersalah) ' Allah menjawab: "Ya." '(Ya Rabb kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami) ' Allah menjawab: "Ya." '(Wahai
Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya) ' Allah menjawab: "Ya." '(Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir'. (QS al-Baqarah/2: 286). Allah menjawab: "Ya”.3
Kandungan Makna Ayat
Tentang kandungan makna ayat ini, Sahabat Abdullah bin Abbâs
radhiyallâhu anhumâ bertutur,4
“maksudnya Allâh tidak akan membebani
kaum mukminin (di luar kemampuan mereka), sebagaimana dalam ayat-ayat
lainnya yang serupa dengan kandungan makna ayat di atas5
. Ini merupakan
petunjuk kemurahan, kasih sayang dan ihsân (kebaikan) Allâh terhadap para
makhluk-Nya.
Ayat ini menghapus apa yang sempat dirasa membebani oleh para
Sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam ayat sebelumnya. Meskipun
Allâh meminta pertanggungjawaban dan memerhitungkan seluruh amalan,
akan tetapi Allâh tidak menyiksa hamba-Nya melainkan dengan apa yang
dapat ia hindari. Adapun yang tidak kuasa dihindari oleh diri seorang hamba
berupa bisikan-bisikan jiwa dan rayuan nafsu, maka seseorang tidak dibebani
dengannya (tidak dimintai pertanggungjawaban tentang itu). Dan kebencian
terhadap bisikan nafsu yang buruk itu sudah merupakan bagian dari
keimanan6
.
Allâh, al-Khâliq (Dzat Yang Maha Pencipta) sangat mengetahui
batas kemampuan manusia (kita semua) untuk menjalankan perintah
maupun menjauh dari larangan. Allâh berfirman:
“Apakah Allâh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan
rahasiakan), dan Dia Maha lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS al-Mulk/67: 14)
3
HR Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz I, hal.
80, hadits no. 344.
4
Ath-Thabari, Jâmi` al-Bayân fî Ta'wîl al-Qur`ân, juz III, hal. 154.
5
QS al-Hajj/22: 78; QS al-Baqarah/2: 185, at-Taghâbun/64: 16.
6
Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhim, juz 1, hal. 741.
6
Namun ketahuilah, sesungguhnya sebagian orang telah gegabah
bahkan salah kaprah dalam memahami ayat ini. Mereka menjadikannya
sebagai hujjah (dalil) atau celah kesempatan untuk menjalankan syari’at
Islam dengan sembarangan. Ada saja di antara mereka yang memahami
bahwa apabila seseorang tidak mampu shalat karena sakit, maka dirinya
boleh meninggalkan shalat. Atau mengatakan bila belum bisa (mau)
mengenakan busana muslimah, maka tidak mengapa bila kaum Muslimah
‘pamer’ (memerlihatkan) aurat, karena Allâh tidak membebani satu orang di
luar kemampuannya, ungkapan lainnya (benarkah?). Pemahaman yang
keliru ini merasuki sebagian orang yang berilmu yang sebenarnya ‘dangkal
ilmu’, pemahaman yang justeru akan menjerumuskan diri mereka sendiri ke
dalam lubang kenistaan dan lumpur kebinasaan. Na`ûdzubillâh min dzâlik!
Al-‘Ibrah (Beberapa Pelajaran Penting dan Berharga Yang Dapat Dipetik)7
Dari penjelasan di atas, kita bisa memetik beberapa pelajaran.
Antara lain:
1. Kasih sayang Allâh terhadap para hamba-Nya. Sesungguhnya
bilamana Allâh hendak membebani mereka dengan yang mereka
tidak mampu sekalipun, niscaya Allâh akan melakukannya, namun
Allâh tidak membebani mereka melainkan sesuai dengan
kemampuan mereka. Mungkin seseorang akan berkata, “Memang
haruslah demikian! Sebab bagaimana mungkin Allâh akan
membebani mereka dengan sesuatu di luar kesanggupan mereka
padahal mereka pasti tidak menyanggupinya? Apalah untungnya
bila Allâh memerintahkan mereka dengan sesuatu yang mereka
tidak sanggupi mengerjakannya!” Ungkapan demikian ini harus
diluruskan; bahwa di antara pelajaran yang dapat dipetik bila Allâh
tetap membebani mereka dengan urusan yang tidak kuasa mereka
kerjakan adalah jika mereka tidak menjalankannya, maka Allâh
akan menghukum mereka. Hal ini merupakan kaedah agung di
antara sejumlah prinsip dasar syariat Islam, dan yang semisal
dengan kaedah ini banyak di dalam al-Qur`an dan as-Sunnah.
2. Dalam ayat ini terdapat penetapan sebuah kaedah luhur yang
masyhur di kalangan ulama, yaitu “tidak terdapat kewajiban dalam
kondisi tidak mampu, dan tidak berlaku hukum haram pada saat
darurat”. Akan tetapi, bilamana kewajiban yang tidak mampu
diwujudkan itu memiliki pengganti (yang juga disyariatkan), maka
menjadi wajib menjalankan pengganti tersebut. Dan bilamana tidak
terdapat pengganti, maka hukum wajib itu gugur. Demikian halnya
bila pengganti itu juga tidak dapat dilaksanakan, maka itu pun
menjadi gugur. Contoh, apabila seseorang tidak sanggup bersuci
7
Lihat: Tafsir Syaikh al-Utsaimin, juz III, hal. 451-461.
7
dengan air, maka gugurlah kewajiban bersuci dengan air. Namun,
kewajiban tersebut berpindah kepada tayamum. Dan apabila dia
pun tidak mampu untuk bertayamum pula, maka gugurlah hukum
tayammum tersebut. Seperti bilamana seseorang dalam kondisi
terkurung dan terbelenggu ikatan; dirinya tidak mampu berwudhu
tidak pula bertayamum, maka dia (diperbolehkan untuk) shalat
tanpa berwudhu maupun bertayamum. Contoh yang lain, seseorang
yang keliru membunuh jiwa, maka sang pembunuh berkewajiban
untuk memerdekakan seorang budak. Bila dia tidak
menemukannya, maka dia wajib melaksanakan puasa dua bulan
berturut-turut. Bila dia tidak mampu, maka gugurlah kewajiban
membayar kafarat.
Adapun contoh dari kaedah “tidak berlaku hukum haram pada saat
darurat” adalah seperti seseorang yang terdesak secara darurat
untuk makan bangkai pada saat dia tidak mendapatkan sesuatu pun
untuk menghilangkan rasa laparnya selain bangkai tersebut, maka
boleh bagi dirinya untuk makan bangkai itu. Namun, apakah boleh
baginya untuk makan sehingga kenyang? Atau dia makan hanya
sekedar untuk memertahankan hayatnya? Jawabnya, apabila dia
menduga akan mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu
dekat, maka wajib atas dirinya untuk makan (bangkai tersebut)
sekedar untuk memertahankan hayatnya saja. Namun, apabila dia
tidak menduga akan mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu
dekat, maka diperbolehkan baginya untuk makan bangkai tadi
sehingga kenyang. Bahkan dibenarkan baginya untuk menjadikan
bangkai tersebut sebagai persediaan bila dikhawatirkan dirinya
tidak mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu dekat. Jadi
pengertian darurat (di sini) ialah pada saat dia tidak mungkin
meninggalkan yang haram tersebut, dan kondisi daruratnya dapat
teratasi dengan hal tersebut. Bila ternyata tidak, maka tidak
dibenarkan. Seperti bilamana seseorang menyangka bahwa dia
berada dalam kondisi darurat untuk berobat dengan yang haram
sehingga dia hendak memakannya, maka yang demikian ini tetap
tidak diperbolehkan dengan beberapa alasan:
a. Sesungguhnya Allâh mengharamkan yang demikian, dan
tidaklah mungkin sesuatu yang diharamkan oleh Allâh menjadi
obat bagi para hamba-Nya atau bermanfaat bagi mereka.
b. Sesungguhnya belum masuk kondisi darurat baginya untuk
mengonsumsi obat haram ini, sebab boleh jadi kesembuhan
(dari Allah) terdapat pada sesuatu yang lain, atau bahkan dia
dapat sembuh tanpa obat sekalipun.
c. Kita tidak dapat mengetahui (keberhasilan) kesembuhan pada
obat tersebut. Berapa banyak kita ketahui obat halal yang
dikonsumsi oleh seorang yang sakit, namun tidak bermanfaat
8
sama sekali. Karenanya, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam
bersabda tentang jintan hitam,
“Sesungguhnya ia (jintan hitam) merupakan penyembuh dari semua
sakit kecuali kematian”8
. Berarti, sekali pun jintan hitam adalah
obat penyembuh, namun tidak dapat menghalangi kematian.
3. Sesungguhnya seseorang tidaklah memikul dosa orang lain. Allâh
berfirman dalam ayat utama di atas ”dan ia mendapat siksa (dari
kemaksiatan) yang dikerjakannya”.
Apabila seseorang bertanya, “Lantas bagaimana halnya dengan
sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang
memelopori suatu kejelekan dalam Islam, maka dia akan
mendapatkan dosanya beserta dosa setiap orang yang mengikuti
jejaknya tanpa dikurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”?! . Maka
jawabnya ialah bahwa hal ini tidak berkaitan, sebab perbuatan itu
telah dilakukannya terlebih dahulu, barulah kemudian diikuti oleh
orang lain, sehingga perbuatan mereka merupakan dampak dari
perbuatannya, dialah penyebabnya dan dialah yang memberikan
contoh perbuatan tersebut, maka dia memeroleh akibat perbuatan
buruknya.
4. Kemudahan dalam agama Islam. Allâh berfirman, “Allâh tidak
membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya”.
Dapat terpahami dari hal ini bahwa manusia berbeda-beda dalam
kewajiban yang mereka jalankan. Seorang yang mampu
melaksanakan shalat dengan berdiri, maka wajib atas dirinya untuk
berdiri. Adapun yang tidak mampu berdiri, maka melaksanakannya
dengan duduk. Dan yang tidak memu duduk, maka
melaksanakannya dengan berbaring. Demikian halnya seorang
yang mampu melaksanakan ibadah haji dengan harta dan dirinya
sendiri, maka dia wajib melaksanakannya sendiri. Adapun yang
tidak mampu demikian karena kondisi fisiknya lemah secara
permanen, akan tetapi dia masih mampu berhaji dengan hartanya,
maka wajib atasnya untuk mewakilkan kepada orang lain berhaji
untuknya. Sedangkan orang yang tidak sanggup pergi haji baik
dengan harta maupun fisiknya, maka tidak wajib atasnya untuk
melaksanakan haji. Karena setiap orang memiliki kemampuan yang
8
HR al-Bukhâri dari Khâlid bin Sa`ad radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh al-Bukhâriy,
juz VII, hal. 160, hadits no: 5687 dan dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, hadits
no. 5688 dari Khâlid bin Sa`ad radhiyallâhu ‘anhu dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu,
dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VII, hal. 25, hadits no: 5896 dari Abu Hurairah
radhiyallâhu ‘anhu.
9
terbatas, dalam segala hal; dalam hal ilmu, pemahaman, kekuatan
hafalan, semua sesuai dengan kemampuannya.
5. Melalui ayat ini, dipahami pula sesungguhnya perbuatan manusia
dilakukan berdasarkan keinginannya: “Allâh tidak membebani
suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya”. Ayat ini
sekaligus menjadi koreksi total dan bantahan terhadap kaum
Jabariyyah yang beranggapan bahwa sesungguhnya seorang
manusia tidak memiliki kehendak (keinginan sendiri) dalam
apapun yang dilakukannya. Adapun rician prinsip mereka dan
bantahan terhadapnya dapat ditelaah di dalam kitab-kitab aqidah.
6. Setiap hamba akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang
telah diupayakannya, tanpa dikurangi sedikit pun, berdasarkan
firman Allâh,
“Dan barangsiapa beramal shalih dan dia adalah seorang mukmin, maka
dia tidak (perlu) takut akan dizhalimi atau dikurangi haknya” (QS
Thâhâ/20: 112). Setiap amal shalih adalah keberuntungan dan
setiap amal keburukan adalah kerugian.
7. Sekali lagi, Allâh mencurahkan cinta kasih-Nya melalui bimbingan
doa kepada para hamba-Nya ‫َا‬‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ال‬‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬ِ‫خ‬‫َا‬‫ؤ‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬‫َا‬‫ن‬‫ِي‬‫س‬َ‫ن‬ْ‫و‬َ‫أ‬‫َا‬‫ن‬ْ‫أ‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬ “Duhai Rabb
kami, janganlah Engkau hukum kami apabila kami lupa atau kami
tersalah”. Pada saat kaum Mukminin memanjatkan doa tersebut,
Allâh mengabulkannya seraya berfirman, “Ya, Aku telah
melakukannya”. Lebih lanjut, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam menegaskan dalam sebuah hadits,
“Sesungguhnya Allâh telah menggugurkan beban (perhitungan hisab) dari
umatku dalam hal kekeliruan, lupa serta desakan paksaan.”9
Sesungguhnya lupa dan khilaf adalah kewajaran manusiawi setiap
manusia. Hikmah di balik lupa dan khilaf yang Allâh ciptakan pada
manusia adalah agar manusia menyadari kelemahan dan
kekurangan yang ada pada dirinya, dan agar semakin tampak nyata
karunia Allâh padanya sehingga dia akan selalu merasa
membutuhkan kepada Allâh. Pada akhirnya, dia pun memohon
perlindungan dan keselamatan dari Allâh dalam hal-hal di luar
9
HR Ibnu Majah dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallâhu ‘anhu, Sunan ibn
Mâjah, juz III, hal. 99, hadits no. 2043.
10
batas kemampuannya, kemudian dia memohon ampun dari segala
dosa dan kekurangan.
8. Selayaknya setiap hamba untuk bertawassul dalam berdoa dengan
sifat-sifat Allâh yang sesuai, semisal dengan rubûbiyyah Allâh.
Mayoritas doa al-Qur`an menyebutkan ‫َا‬‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬ “Wahai Rabb kami”
atau ِ‫ّب‬‫ر‬ “Wahai Rabbku”.
9. Lupa dan kebodohan merupakan penghalang ancaman adzab.
Namun hal ini tidak bermakna tergugurkannya perintah. Sehingga
barangsiapa meninggalkan suatu kewajiban karena lupa atau tidak
mengetahuinya, maka ia wajib mengqadha’.
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang terlupa melakukan sebuah shalat, maka hendaklah ia
shalat pada saat mengingatnya, sebab Allah ta'ala berfirman "Dirikanlah
shalat untuk mengingat-Ku.”10
.
Demikian pula ketika seorang pria yang tergesa-gesa dalam
melaksanakan shalat, Abdullah bin Umar radhiyyallâhu ‘anhumâ
pun berkata kepadanya,
“Sesungguhnya engkau belum shalat. (Oleh karena itu) kerjakan lagi
shalatmu,!”11
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan dispensasi
karena ketidak tahuannya sekalipun orang tersebut tidak dapat
melakukan yang lebih baik dari shalatnya itu. Inilah yang berlaku
dalam perkara-perkara berisi perintah. Adapun dalam perkara
larangan; barangsiapa melanggar sebuah larangan karena tidak
tahu atau lupa, maka dia tidak berdosa dan tidak pula berkewajiban
menunaikan kafarat. Sebagaimana apabila seorang terlupa makan
pada saat dia berpuasa, maka dia tidak berdosa.
Rasûlullâh shallallîhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
10
HR Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz II,
hal. 138, hadits no. 1592.
11
Al-Baihaiqi, Syu’ab al-Îmân, juz II, hal. 386, hadits no. 4168 dan Ath-
Thabrani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz XVIII, hal. 266, hadits 20741, keduanya dari
Harmalah Maula Usamah bin Zaid.
11
“Barangsiapa makan atau minum karena terlupa pada saat dia berpuasa,
maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan (rezeki berupa) makan dan minum
kepadanya.”12
Akan tetapi, bilamana dia melakukan suatu ‘keharaman’
(perbuatan haram) setelah dia mengetahui hukumnya yang haram,
meskipun belum mengetahui kafarat dan akibatnya, maka dia tetap
berdosa. Sementara itu ketika seseorang berhubungan suami-isteri
pada siang hari di bulan Ramadhan, maka dia pun harus
membayar kafaratnya. Tetapi, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam tetap berkenan untuk memberikan dispensasi, kalau dirinya
tidak mampu untuk membayar kafarat yang seharunya dibayar
olehnya karena pelanggaran yang telah dilakukan olehnya.
Sebagaimana sabdanya.13
12
HR Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Musnad
Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal. 489, hadits no. 10353.
13
HR al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 41, hadits no. 1936 dan
Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 138, hadits no. 2651, dari Abu Hurairah
radhiyallâhu ‘anhu.
12
“Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia
lalu berkata, "Aku telah celaka, " beliau bertanya: "Apa yang membuatmu
celaka?" ia menjawab, "Aku telah menggauli isteriku di bulan Ramadhan,
"Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Merdekakanlah
seorang budak, "ia berkata, "Aku tidak memunyai budak, " beliau
bersabda: "Berpuasalah dua bulan berturut-turut. "Ia berkata, "Aku tidak
sanggup, " beliau bersabda: "Berilah makan enam puluh orang miskin." Ia
berkata, "Aku tidak sanggup," beliau bersabda: "Duduklah." Maka ia pun
duduk, di saat ia sedang duduk dihadapkanlah kepadanya keranjang yang
disebut Al-‘Araq (sebanding antara lima belas hingga dua puluh sha').
Beliau lalu bersabda: "Pergi dan bersedekahlah ini," ia menjawab, "Wahai
Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan al-haq, antara dua
lembah ini tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan ini kecuali kami.
"Beliau bersabda: "Pergi dan berilah makan keluargamu.”
10. Ketundukan hati dan kesungguhan seorang hamba ketika
bersimpuh memohon kepada Allâh saat berdoa kepada-Nya
merupakan bagian dari sebab terkabulnya doa dan permohonan
tersebut.
Semoga Allâh senantiasa meringankan langkah kita dalam
menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, mengampuni segala dosa dan
mengasihi kita dengan taufiq dan hidayah-Nya. Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn.
Wallâhu A`lamu bish-Shawâb.
Yogyakarta, 25 Mei 2015

More Related Content

What's hot

What's hot (18)

2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
 
Tafsir al-fatihah
Tafsir al-fatihahTafsir al-fatihah
Tafsir al-fatihah
 
Presentasi Fiqh 6 ( Kisi)
Presentasi Fiqh 6 ( Kisi)Presentasi Fiqh 6 ( Kisi)
Presentasi Fiqh 6 ( Kisi)
 
Pengertian as sunnah menurut syari’at
Pengertian as sunnah menurut syari’atPengertian as sunnah menurut syari’at
Pengertian as sunnah menurut syari’at
 
Nasikh dan mansukh
Nasikh dan mansukhNasikh dan mansukh
Nasikh dan mansukh
 
Ikhbat
IkhbatIkhbat
Ikhbat
 
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah KuburPeringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
 
Dalil syara (2)
Dalil syara (2)Dalil syara (2)
Dalil syara (2)
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
Bacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyahBacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyah
 
Nasakh (nasikh mansukh)
Nasakh (nasikh mansukh)Nasakh (nasikh mansukh)
Nasakh (nasikh mansukh)
 
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa MansukhUlumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
 
Doa
DoaDoa
Doa
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
 
10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkan10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkan
 
Al wajiz fi manhajis salaf
Al wajiz fi manhajis salafAl wajiz fi manhajis salaf
Al wajiz fi manhajis salaf
 
Tugas Hadits Husnul Arifin. SM I PMI-B FDK UINSU 2019
Tugas Hadits Husnul Arifin. SM I PMI-B FDK UINSU 2019Tugas Hadits Husnul Arifin. SM I PMI-B FDK UINSU 2019
Tugas Hadits Husnul Arifin. SM I PMI-B FDK UINSU 2019
 
tata cara shalat tarawih dan witir
tata cara shalat tarawih dan witirtata cara shalat tarawih dan witir
tata cara shalat tarawih dan witir
 

Similar to Rahmat allah bagi umat islam

almatsurat pagi.pdf
almatsurat pagi.pdfalmatsurat pagi.pdf
almatsurat pagi.pdfadepahmi2
 
Funsi al-qur'an dan hadist
Funsi al-qur'an dan hadistFunsi al-qur'an dan hadist
Funsi al-qur'an dan hadistMuhammad Rifalza
 
Tugas pendidikan agama islam uas
Tugas pendidikan agama islam   uasTugas pendidikan agama islam   uas
Tugas pendidikan agama islam uasSiKholis1
 
10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menuju10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menujumochammad rasyiid
 
Aneka doaku 2
Aneka doaku 2Aneka doaku 2
Aneka doaku 2teguh.qi
 
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahan
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahanSenarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahan
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahanKhirulnizam Abd Rahman
 
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah saw
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah sawzikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah saw
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah sawCaknur16
 
Memelihara dan mengamalkan al quran
Memelihara dan mengamalkan al quranMemelihara dan mengamalkan al quran
Memelihara dan mengamalkan al quranaldianzeta
 
Alwajiz fil manhaj
Alwajiz fil manhajAlwajiz fil manhaj
Alwajiz fil manhajArdian DP
 
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxMANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxAshabulJawiyin
 
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxMANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxAshabulJawiyin
 
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa Iftitah
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa IftitahMemahami bacaan sholat-Takbir dan Doa Iftitah
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa IftitahIyeh Solichin
 
Adab terhadap Al-Qur'an
Adab terhadap Al-Qur'anAdab terhadap Al-Qur'an
Adab terhadap Al-Qur'anridwansyah218
 
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...personal person
 

Similar to Rahmat allah bagi umat islam (20)

almatsurat pagi.pdf
almatsurat pagi.pdfalmatsurat pagi.pdf
almatsurat pagi.pdf
 
Funsi al-qur'an dan hadist
Funsi al-qur'an dan hadistFunsi al-qur'an dan hadist
Funsi al-qur'an dan hadist
 
Tugas pendidikan agama islam uas
Tugas pendidikan agama islam   uasTugas pendidikan agama islam   uas
Tugas pendidikan agama islam uas
 
Berlaku istiqomah
Berlaku istiqomahBerlaku istiqomah
Berlaku istiqomah
 
Berlaku istiqomah
Berlaku istiqomahBerlaku istiqomah
Berlaku istiqomah
 
Iman kepada kitab
Iman kepada kitabIman kepada kitab
Iman kepada kitab
 
10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menuju10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menuju
 
Aneka doaku 2
Aneka doaku 2Aneka doaku 2
Aneka doaku 2
 
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahan
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahanSenarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahan
Senarai doa al-mathurat sughro - dengan terjemahan
 
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah saw
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah sawzikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah saw
zikir setelah shalat berdasarkan sunnah rasulullah saw
 
Memelihara dan mengamalkan al quran
Memelihara dan mengamalkan al quranMemelihara dan mengamalkan al quran
Memelihara dan mengamalkan al quran
 
Alwajiz fil manhaj
Alwajiz fil manhajAlwajiz fil manhaj
Alwajiz fil manhaj
 
Keutamaan Sabar
Keutamaan SabarKeutamaan Sabar
Keutamaan Sabar
 
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxMANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
 
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docxMANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
MANHAJ TALAQQI WAL ISTIDLAL.docx
 
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa Iftitah
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa IftitahMemahami bacaan sholat-Takbir dan Doa Iftitah
Memahami bacaan sholat-Takbir dan Doa Iftitah
 
Adab terhadap Al-Qur'an
Adab terhadap Al-Qur'anAdab terhadap Al-Qur'an
Adab terhadap Al-Qur'an
 
Beriman kepada kitabkitab allah
Beriman kepada kitabkitab allahBeriman kepada kitabkitab allah
Beriman kepada kitabkitab allah
 
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...
Mochamad Iqbal Ramanda, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th...
 
Doa sesudah solat
Doa sesudah solatDoa sesudah solat
Doa sesudah solat
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Rahmat allah bagi umat islam

  • 1. 1 Tafsir QS al-Baqarah/2: 286 Rahmat Allah Bagi Umat Islam Nash (Teks) Ayat al-Quran ‫ا‬ َ ‫ل‬‫ا‬‫ا‬ ُ ‫ف‬ ّ ِ‫ل‬ َ ‫ك‬ُ‫ي‬‫ا‬‫ا‬ُ َ ‫اّلل‬‫ا‬‫ا‬ ً‫س‬ ْ ‫ف‬ َ ‫ن‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ل‬ِ‫إ‬‫ا‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ع‬ْ‫س‬ُ‫و‬ۚ‫ا‬َ‫ه‬ َ ‫ل‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ت‬َ‫ب‬ َ‫س‬ َ ‫ك‬‫ا‬‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ت‬َ‫ب‬ َ‫س‬ َ ‫ت‬ ْ ‫اك‬ ۗ‫ا‬ َ ‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ل‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ذ‬ِ‫اخ‬ َ ‫ؤ‬ ُ ‫ت‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ين‬ ِ‫س‬ َ ‫ّن‬‫ا‬‫ا‬ْ‫و‬ َ ‫أ‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫أ‬ َ‫ط‬ ْ ‫خ‬ َ ‫أ‬ۚ‫ا‬ َ ‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ل‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬ ْ ‫ل‬ِ‫م‬ ْ َ ‫َت‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬‫ا‬ً ْ ‫ْص‬ِ‫إ‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ك‬‫ا‬‫ا‬ ُ ‫ه‬َ‫ت‬ ْ ‫ل‬َ َ ‫َح‬‫ا‬‫ا‬ َ َ‫َع‬‫ا‬‫ا‬َ‫ين‬ِ َ ‫اَّل‬‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ِ‫ل‬ْ‫ب‬ َ ‫ق‬ۚ‫ا‬ َ ‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ل‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ل‬ّ ِ‫م‬َ ُ ‫َت‬‫ا‬‫ا‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ل‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ة‬ َ ‫اق‬ َ‫ط‬‫ا‬‫ا‬َ َ ‫َل‬‫ا‬‫ا‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ۖ ‫ا‬ ُ ‫ف‬ ْ ‫اع‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ َ ‫ع‬‫ا‬‫ا‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬ ْ ‫اغ‬َ‫و‬‫ا‬‫ا‬َ َ ‫َل‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ْ َ ‫َح‬ْ‫ار‬َ‫و‬ۚ‫ا‬َ‫نت‬ َ ‫أ‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ َ ‫ل‬ْ‫و‬َ‫م‬‫ا‬‫ا‬ َ ‫ن‬ْ ُ‫انُص‬ َ ‫ف‬‫ا‬‫ا‬ َ َ‫َع‬‫ا‬‫مِا‬ْ‫و‬ َ ‫ق‬ ْ ‫ال‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ين‬ِ‫ر‬ِ‫ف‬ َ ‫َك‬ ْ ‫ال‬ “Allah tidak membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kemaksiatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami apabila kami lupa atau kami tersalah. Wahai Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Rabb kami, janganlah Engkau embankan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Berilah maaf bagi kami, ampuni dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS al-Baqarah/2: 286) : Dia (Allah) senantiasa membebani. Allah selalu akan memberikan tugas (kewajiban yang harus ditunaikan) kepada setiap orang. : Kemampuannya. Batas kemampuan setiap orang untuk (dapat) melaksanakannya. Maknanya: “setiap orang hanya akan dibebani tugas oleh Allah selaras dengan kemampuan masing- masing. : Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya. Kata ‫َا‬‫ه‬َ‫ل‬ dipahami sebagai ”dia memeroleh pahala”; sedang kata ‫َا‬‫م‬ْ‫ت‬َ‫ب‬َ‫س‬َ‫ك‬ , maknanya: “apa pun kebajikan yang telah dikerjakan olehnya”. : Ia mendapat siksa (dari kemaksiatan) yang dikerjakannya. Kata ‘‫َا‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ dipahami sebagai ”dia mendapatkan dosa, yang berakibat pada azab atau siksa dari Allah; sedang kata ‫َا‬‫م‬ْ‫ت‬َ‫ب‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫ك‬‫ا‬ ,
  • 2. 2 maknanya: “apa pun kemaksiatan yang telah dikerjakan olehnya” Al-Îdhâh (Penjelasan) Agama Islam ini mudah, semua tuntunan ajarannya indah. Tak pernah Allâh membiarkan umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam berada dalam kesulitan dan kebingungan yang berkepanjangan. Manakala seorang mukmin menghadapi sebuah permasalahan, Islam selalu memberikan kemudahan jalan. Bukan seperti perkataan sebagian orang yang belum mengenal Islam lebih mendalam, “Islam begitu sulit dijalankan, berat, menetapkan hukum yang menyisakan kebuntuan tanpa solusi (penyelesaian)”. Syariat Islam begitu sempurna dan tak sedikit pun membenarkan kezhaliman. Islam menetapkan formula tepat dan kehebatan ajaran yang mencakup setiap sendi kehidupan umat manusia. Kasih sayang Allâh yang begitu luas terbukti menghadirkan kesejukan kalbu dan meringankan setiap hamba-Nya yang beriman dari berbagai beban berat. Hal ini dapat kita saksikan dengan seksama dalam banyak ayat-ayat suci al-Qur`ân dan sabda- sabda mulia Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dan di antara ayat yang menunjukkan sifat kebijaksanaan, kasih sayang dan keagungan serta kemurahan Allâh bagi para hamba-Nya ialah akhir QS al-Baqarah di atas. Fadhîlah al-Āyah (Keutamaan Yang Terkandung Di Dalam Ayat Ini) Ayat ini, dan ayat-ayat yang disebut sebelumnya -- menurut para ulama – memiliki beberapa keutamaan. Antara lain: 1. Ayat ini merupakan bagian dari kekayaan di bawah `Arsy Allâh 2. Belum pernah seorang Nabi pun, sebelum Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam diberikan yang semisal dengan ayat-ayat tersebut. 3. Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surat al-Baqarah (ayat 285- 286) pada malam hari, maka dua ayat tersebut akan memberikan kecukupan sebagai perlindungan baginya. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, kedua simpanan yang ada dalam rumah di bawah 'Arsy telah diberikan
  • 3. 3 kepadaku, dan keduanya tidak diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku; yaitu dua ayat di akhir surat al-Baqarah.”1 Beliau juga bersabda: “Barangsiapa membaca keduanya pada malam hari, maka itu cukup baginya (menjadi pelindung).”2 Sabab an-Nuzûl (Sebab Turun Ayat) Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu menuturkan, 1 HR. Ahmad bin Hanbal dari Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz V, hal. 151, hadits no. 21381.. 2 HR al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâriy, juz V, hal. 107, hadits no. 4008 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz II, hal. 246, hadits no. 11914 dari Abu Mas`ûd al-Badri al-Anshâri radhiyallâhu ‘anhu.
  • 4. 4 “Ketika turun ayat pada Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam: '(Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki- Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) ' (QS al-Baqarah/2: 284) ' Abu Hurairah berkata, 'Maka hal tersebut terasa berat atas para sahabat Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, lalu mereka mendatangi Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam dan mengucapkan salam di atas kendaraan seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, kami diberi beban amalan yang mana kami tidak mampu melakukan shalat, puasa, jihad, dan sedekah. Sungguh telah diturunkan ayat ini kepadamu, dan kami tidak mampu melakukannya! Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah kamu ingin mengucapkan sebagaimana ahli kitab sebelum kalian mengucapkan, 'Kami mendengar dan kami mendurhakai', akan tetapi katakanlah, 'Kami mendengar dan kami menaati, Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali'. Mereka menjawab, 'Kami mendengar dan kami menaatinya, ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.' Ketika kaum tersebut membacanya, maka lisan-lisan mereka tunduk dengannya, lalu Allah menurunkan sesudahnya: '(Rasul telah beriman kepada al- Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), 'Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya', dan mereka mengatakan, 'Kami dengar dan kami taat'. (Mereka berdoa), 'Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali'. (QS al-Baqarah/2: 285). Ketika mereka
  • 5. 5 melakukan hal tersebut, maka Allah menghapusnya, lalu menurunkan: '(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah) ' Allah menjawab: "Ya." '(Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami) ' Allah menjawab: "Ya." '(Wahai Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya) ' Allah menjawab: "Ya." '(Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. (QS al-Baqarah/2: 286). Allah menjawab: "Ya”.3 Kandungan Makna Ayat Tentang kandungan makna ayat ini, Sahabat Abdullah bin Abbâs radhiyallâhu anhumâ bertutur,4 “maksudnya Allâh tidak akan membebani kaum mukminin (di luar kemampuan mereka), sebagaimana dalam ayat-ayat lainnya yang serupa dengan kandungan makna ayat di atas5 . Ini merupakan petunjuk kemurahan, kasih sayang dan ihsân (kebaikan) Allâh terhadap para makhluk-Nya. Ayat ini menghapus apa yang sempat dirasa membebani oleh para Sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam ayat sebelumnya. Meskipun Allâh meminta pertanggungjawaban dan memerhitungkan seluruh amalan, akan tetapi Allâh tidak menyiksa hamba-Nya melainkan dengan apa yang dapat ia hindari. Adapun yang tidak kuasa dihindari oleh diri seorang hamba berupa bisikan-bisikan jiwa dan rayuan nafsu, maka seseorang tidak dibebani dengannya (tidak dimintai pertanggungjawaban tentang itu). Dan kebencian terhadap bisikan nafsu yang buruk itu sudah merupakan bagian dari keimanan6 . Allâh, al-Khâliq (Dzat Yang Maha Pencipta) sangat mengetahui batas kemampuan manusia (kita semua) untuk menjalankan perintah maupun menjauh dari larangan. Allâh berfirman: “Apakah Allâh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan), dan Dia Maha lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS al-Mulk/67: 14) 3 HR Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz I, hal. 80, hadits no. 344. 4 Ath-Thabari, Jâmi` al-Bayân fî Ta'wîl al-Qur`ân, juz III, hal. 154. 5 QS al-Hajj/22: 78; QS al-Baqarah/2: 185, at-Taghâbun/64: 16. 6 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhim, juz 1, hal. 741.
  • 6. 6 Namun ketahuilah, sesungguhnya sebagian orang telah gegabah bahkan salah kaprah dalam memahami ayat ini. Mereka menjadikannya sebagai hujjah (dalil) atau celah kesempatan untuk menjalankan syari’at Islam dengan sembarangan. Ada saja di antara mereka yang memahami bahwa apabila seseorang tidak mampu shalat karena sakit, maka dirinya boleh meninggalkan shalat. Atau mengatakan bila belum bisa (mau) mengenakan busana muslimah, maka tidak mengapa bila kaum Muslimah ‘pamer’ (memerlihatkan) aurat, karena Allâh tidak membebani satu orang di luar kemampuannya, ungkapan lainnya (benarkah?). Pemahaman yang keliru ini merasuki sebagian orang yang berilmu yang sebenarnya ‘dangkal ilmu’, pemahaman yang justeru akan menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam lubang kenistaan dan lumpur kebinasaan. Na`ûdzubillâh min dzâlik! Al-‘Ibrah (Beberapa Pelajaran Penting dan Berharga Yang Dapat Dipetik)7 Dari penjelasan di atas, kita bisa memetik beberapa pelajaran. Antara lain: 1. Kasih sayang Allâh terhadap para hamba-Nya. Sesungguhnya bilamana Allâh hendak membebani mereka dengan yang mereka tidak mampu sekalipun, niscaya Allâh akan melakukannya, namun Allâh tidak membebani mereka melainkan sesuai dengan kemampuan mereka. Mungkin seseorang akan berkata, “Memang haruslah demikian! Sebab bagaimana mungkin Allâh akan membebani mereka dengan sesuatu di luar kesanggupan mereka padahal mereka pasti tidak menyanggupinya? Apalah untungnya bila Allâh memerintahkan mereka dengan sesuatu yang mereka tidak sanggupi mengerjakannya!” Ungkapan demikian ini harus diluruskan; bahwa di antara pelajaran yang dapat dipetik bila Allâh tetap membebani mereka dengan urusan yang tidak kuasa mereka kerjakan adalah jika mereka tidak menjalankannya, maka Allâh akan menghukum mereka. Hal ini merupakan kaedah agung di antara sejumlah prinsip dasar syariat Islam, dan yang semisal dengan kaedah ini banyak di dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. 2. Dalam ayat ini terdapat penetapan sebuah kaedah luhur yang masyhur di kalangan ulama, yaitu “tidak terdapat kewajiban dalam kondisi tidak mampu, dan tidak berlaku hukum haram pada saat darurat”. Akan tetapi, bilamana kewajiban yang tidak mampu diwujudkan itu memiliki pengganti (yang juga disyariatkan), maka menjadi wajib menjalankan pengganti tersebut. Dan bilamana tidak terdapat pengganti, maka hukum wajib itu gugur. Demikian halnya bila pengganti itu juga tidak dapat dilaksanakan, maka itu pun menjadi gugur. Contoh, apabila seseorang tidak sanggup bersuci 7 Lihat: Tafsir Syaikh al-Utsaimin, juz III, hal. 451-461.
  • 7. 7 dengan air, maka gugurlah kewajiban bersuci dengan air. Namun, kewajiban tersebut berpindah kepada tayamum. Dan apabila dia pun tidak mampu untuk bertayamum pula, maka gugurlah hukum tayammum tersebut. Seperti bilamana seseorang dalam kondisi terkurung dan terbelenggu ikatan; dirinya tidak mampu berwudhu tidak pula bertayamum, maka dia (diperbolehkan untuk) shalat tanpa berwudhu maupun bertayamum. Contoh yang lain, seseorang yang keliru membunuh jiwa, maka sang pembunuh berkewajiban untuk memerdekakan seorang budak. Bila dia tidak menemukannya, maka dia wajib melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut. Bila dia tidak mampu, maka gugurlah kewajiban membayar kafarat. Adapun contoh dari kaedah “tidak berlaku hukum haram pada saat darurat” adalah seperti seseorang yang terdesak secara darurat untuk makan bangkai pada saat dia tidak mendapatkan sesuatu pun untuk menghilangkan rasa laparnya selain bangkai tersebut, maka boleh bagi dirinya untuk makan bangkai itu. Namun, apakah boleh baginya untuk makan sehingga kenyang? Atau dia makan hanya sekedar untuk memertahankan hayatnya? Jawabnya, apabila dia menduga akan mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu dekat, maka wajib atas dirinya untuk makan (bangkai tersebut) sekedar untuk memertahankan hayatnya saja. Namun, apabila dia tidak menduga akan mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu dekat, maka diperbolehkan baginya untuk makan bangkai tadi sehingga kenyang. Bahkan dibenarkan baginya untuk menjadikan bangkai tersebut sebagai persediaan bila dikhawatirkan dirinya tidak mendapatkan sesuatu yang halal dalam waktu dekat. Jadi pengertian darurat (di sini) ialah pada saat dia tidak mungkin meninggalkan yang haram tersebut, dan kondisi daruratnya dapat teratasi dengan hal tersebut. Bila ternyata tidak, maka tidak dibenarkan. Seperti bilamana seseorang menyangka bahwa dia berada dalam kondisi darurat untuk berobat dengan yang haram sehingga dia hendak memakannya, maka yang demikian ini tetap tidak diperbolehkan dengan beberapa alasan: a. Sesungguhnya Allâh mengharamkan yang demikian, dan tidaklah mungkin sesuatu yang diharamkan oleh Allâh menjadi obat bagi para hamba-Nya atau bermanfaat bagi mereka. b. Sesungguhnya belum masuk kondisi darurat baginya untuk mengonsumsi obat haram ini, sebab boleh jadi kesembuhan (dari Allah) terdapat pada sesuatu yang lain, atau bahkan dia dapat sembuh tanpa obat sekalipun. c. Kita tidak dapat mengetahui (keberhasilan) kesembuhan pada obat tersebut. Berapa banyak kita ketahui obat halal yang dikonsumsi oleh seorang yang sakit, namun tidak bermanfaat
  • 8. 8 sama sekali. Karenanya, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda tentang jintan hitam, “Sesungguhnya ia (jintan hitam) merupakan penyembuh dari semua sakit kecuali kematian”8 . Berarti, sekali pun jintan hitam adalah obat penyembuh, namun tidak dapat menghalangi kematian. 3. Sesungguhnya seseorang tidaklah memikul dosa orang lain. Allâh berfirman dalam ayat utama di atas ”dan ia mendapat siksa (dari kemaksiatan) yang dikerjakannya”. Apabila seseorang bertanya, “Lantas bagaimana halnya dengan sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang memelopori suatu kejelekan dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosanya beserta dosa setiap orang yang mengikuti jejaknya tanpa dikurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”?! . Maka jawabnya ialah bahwa hal ini tidak berkaitan, sebab perbuatan itu telah dilakukannya terlebih dahulu, barulah kemudian diikuti oleh orang lain, sehingga perbuatan mereka merupakan dampak dari perbuatannya, dialah penyebabnya dan dialah yang memberikan contoh perbuatan tersebut, maka dia memeroleh akibat perbuatan buruknya. 4. Kemudahan dalam agama Islam. Allâh berfirman, “Allâh tidak membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya”. Dapat terpahami dari hal ini bahwa manusia berbeda-beda dalam kewajiban yang mereka jalankan. Seorang yang mampu melaksanakan shalat dengan berdiri, maka wajib atas dirinya untuk berdiri. Adapun yang tidak mampu berdiri, maka melaksanakannya dengan duduk. Dan yang tidak memu duduk, maka melaksanakannya dengan berbaring. Demikian halnya seorang yang mampu melaksanakan ibadah haji dengan harta dan dirinya sendiri, maka dia wajib melaksanakannya sendiri. Adapun yang tidak mampu demikian karena kondisi fisiknya lemah secara permanen, akan tetapi dia masih mampu berhaji dengan hartanya, maka wajib atasnya untuk mewakilkan kepada orang lain berhaji untuknya. Sedangkan orang yang tidak sanggup pergi haji baik dengan harta maupun fisiknya, maka tidak wajib atasnya untuk melaksanakan haji. Karena setiap orang memiliki kemampuan yang 8 HR al-Bukhâri dari Khâlid bin Sa`ad radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh al-Bukhâriy, juz VII, hal. 160, hadits no: 5687 dan dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, hadits no. 5688 dari Khâlid bin Sa`ad radhiyallâhu ‘anhu dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VII, hal. 25, hadits no: 5896 dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu.
  • 9. 9 terbatas, dalam segala hal; dalam hal ilmu, pemahaman, kekuatan hafalan, semua sesuai dengan kemampuannya. 5. Melalui ayat ini, dipahami pula sesungguhnya perbuatan manusia dilakukan berdasarkan keinginannya: “Allâh tidak membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya”. Ayat ini sekaligus menjadi koreksi total dan bantahan terhadap kaum Jabariyyah yang beranggapan bahwa sesungguhnya seorang manusia tidak memiliki kehendak (keinginan sendiri) dalam apapun yang dilakukannya. Adapun rician prinsip mereka dan bantahan terhadapnya dapat ditelaah di dalam kitab-kitab aqidah. 6. Setiap hamba akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang telah diupayakannya, tanpa dikurangi sedikit pun, berdasarkan firman Allâh, “Dan barangsiapa beramal shalih dan dia adalah seorang mukmin, maka dia tidak (perlu) takut akan dizhalimi atau dikurangi haknya” (QS Thâhâ/20: 112). Setiap amal shalih adalah keberuntungan dan setiap amal keburukan adalah kerugian. 7. Sekali lagi, Allâh mencurahkan cinta kasih-Nya melalui bimbingan doa kepada para hamba-Nya ‫َا‬‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬‫ال‬‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬ِ‫خ‬‫َا‬‫ؤ‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬‫َا‬‫ن‬‫ِي‬‫س‬َ‫ن‬ْ‫و‬َ‫أ‬‫َا‬‫ن‬ْ‫أ‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬ “Duhai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami apabila kami lupa atau kami tersalah”. Pada saat kaum Mukminin memanjatkan doa tersebut, Allâh mengabulkannya seraya berfirman, “Ya, Aku telah melakukannya”. Lebih lanjut, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam menegaskan dalam sebuah hadits, “Sesungguhnya Allâh telah menggugurkan beban (perhitungan hisab) dari umatku dalam hal kekeliruan, lupa serta desakan paksaan.”9 Sesungguhnya lupa dan khilaf adalah kewajaran manusiawi setiap manusia. Hikmah di balik lupa dan khilaf yang Allâh ciptakan pada manusia adalah agar manusia menyadari kelemahan dan kekurangan yang ada pada dirinya, dan agar semakin tampak nyata karunia Allâh padanya sehingga dia akan selalu merasa membutuhkan kepada Allâh. Pada akhirnya, dia pun memohon perlindungan dan keselamatan dari Allâh dalam hal-hal di luar 9 HR Ibnu Majah dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallâhu ‘anhu, Sunan ibn Mâjah, juz III, hal. 99, hadits no. 2043.
  • 10. 10 batas kemampuannya, kemudian dia memohon ampun dari segala dosa dan kekurangan. 8. Selayaknya setiap hamba untuk bertawassul dalam berdoa dengan sifat-sifat Allâh yang sesuai, semisal dengan rubûbiyyah Allâh. Mayoritas doa al-Qur`an menyebutkan ‫َا‬‫ن‬َ‫ّب‬َ‫ر‬ “Wahai Rabb kami” atau ِ‫ّب‬‫ر‬ “Wahai Rabbku”. 9. Lupa dan kebodohan merupakan penghalang ancaman adzab. Namun hal ini tidak bermakna tergugurkannya perintah. Sehingga barangsiapa meninggalkan suatu kewajiban karena lupa atau tidak mengetahuinya, maka ia wajib mengqadha’. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang terlupa melakukan sebuah shalat, maka hendaklah ia shalat pada saat mengingatnya, sebab Allah ta'ala berfirman "Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”10 . Demikian pula ketika seorang pria yang tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat, Abdullah bin Umar radhiyyallâhu ‘anhumâ pun berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau belum shalat. (Oleh karena itu) kerjakan lagi shalatmu,!”11 Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan dispensasi karena ketidak tahuannya sekalipun orang tersebut tidak dapat melakukan yang lebih baik dari shalatnya itu. Inilah yang berlaku dalam perkara-perkara berisi perintah. Adapun dalam perkara larangan; barangsiapa melanggar sebuah larangan karena tidak tahu atau lupa, maka dia tidak berdosa dan tidak pula berkewajiban menunaikan kafarat. Sebagaimana apabila seorang terlupa makan pada saat dia berpuasa, maka dia tidak berdosa. Rasûlullâh shallallîhu ‘alaihi wa sallam bersabda, 10 HR Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz II, hal. 138, hadits no. 1592. 11 Al-Baihaiqi, Syu’ab al-Îmân, juz II, hal. 386, hadits no. 4168 dan Ath- Thabrani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz XVIII, hal. 266, hadits 20741, keduanya dari Harmalah Maula Usamah bin Zaid.
  • 11. 11 “Barangsiapa makan atau minum karena terlupa pada saat dia berpuasa, maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan (rezeki berupa) makan dan minum kepadanya.”12 Akan tetapi, bilamana dia melakukan suatu ‘keharaman’ (perbuatan haram) setelah dia mengetahui hukumnya yang haram, meskipun belum mengetahui kafarat dan akibatnya, maka dia tetap berdosa. Sementara itu ketika seseorang berhubungan suami-isteri pada siang hari di bulan Ramadhan, maka dia pun harus membayar kafaratnya. Tetapi, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tetap berkenan untuk memberikan dispensasi, kalau dirinya tidak mampu untuk membayar kafarat yang seharunya dibayar olehnya karena pelanggaran yang telah dilakukan olehnya. Sebagaimana sabdanya.13 12 HR Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal. 489, hadits no. 10353. 13 HR al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 41, hadits no. 1936 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 138, hadits no. 2651, dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu.
  • 12. 12 “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia lalu berkata, "Aku telah celaka, " beliau bertanya: "Apa yang membuatmu celaka?" ia menjawab, "Aku telah menggauli isteriku di bulan Ramadhan, "Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Merdekakanlah seorang budak, "ia berkata, "Aku tidak memunyai budak, " beliau bersabda: "Berpuasalah dua bulan berturut-turut. "Ia berkata, "Aku tidak sanggup, " beliau bersabda: "Berilah makan enam puluh orang miskin." Ia berkata, "Aku tidak sanggup," beliau bersabda: "Duduklah." Maka ia pun duduk, di saat ia sedang duduk dihadapkanlah kepadanya keranjang yang disebut Al-‘Araq (sebanding antara lima belas hingga dua puluh sha'). Beliau lalu bersabda: "Pergi dan bersedekahlah ini," ia menjawab, "Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan al-haq, antara dua lembah ini tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan ini kecuali kami. "Beliau bersabda: "Pergi dan berilah makan keluargamu.” 10. Ketundukan hati dan kesungguhan seorang hamba ketika bersimpuh memohon kepada Allâh saat berdoa kepada-Nya merupakan bagian dari sebab terkabulnya doa dan permohonan tersebut. Semoga Allâh senantiasa meringankan langkah kita dalam menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, mengampuni segala dosa dan mengasihi kita dengan taufiq dan hidayah-Nya. Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn. Wallâhu A`lamu bish-Shawâb. Yogyakarta, 25 Mei 2015