2. Pengertian Perkawinan
1. Undang Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1 UU
Perkawinan)
2. KUHPerdata: hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup
bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara (Pasal 27, 28 BW)
3. Perkawinan Dalam Islam dinamakan Nikah. artinya melakukan suatu akad/perjanjian untuk
mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan keridloan kedua belah
pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih
sayang dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridloi Allah SWT.
4. Kompilasi Hukum Islam (Pasal 2) mengatakan, perkawinan menurut Hukum Islam
adalah pernikahan , yaitu akad yang sangat kuat (mitsaaqan gholiidhan) untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
3. Dasar Hukum Perkawinan
1.Undang Dasar 1945 (Pasal 28 B) yang berbunyi : “Setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
2.Undang-Undang No.1 Tahun 1974 (Pasal 1) tentang Perkawinan mengenai perngertian
perkawinan yang menyebutkan bahwa : “Ikatan lahir bathin seorang pria dengan seorang
Wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YangMaha Esa.”
3.Di dalam hukum islam dapa dilihat dalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21, disebutkan
bahwa : “Dari sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, yaitu bahwa ia telah menciptakan
untukmu istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang yang berfikir.”
4. Hukum Melakukan Perkawinan
Beberapa penggolongan hukum : asal hukm pernikahan adalah mubah/ibahah/boleh. Karena
perubahan sebab-sebabnya, maka bisa berubah menjadi makruh, sunat, wajib dan haram.
1. Hukum makruh ------- seseorang yang dari segi fisik sudah wajar untuk nikah, walaupun
belum sangat mendesak, tetapi tidak punya biaya utk menghidupi keluarga, maka
hukumnya makruh, sebab kalau menikah juga dikhawatirkan akan membawa keburukan
pada isteri dan anak-anaknya.dipandang dari sudut wanita, seandainya si wanita menikah,
padahal ia masih ragu bisa mentaati suami dan mendidik anak-anaknya, maka ini termasuk
makruh untuk menikah.
2. Hukumnya sunat --------- dari aspek fisik seorang pria sudah wajar untuk menikah dan
dia pun sudah ingin menikah dan dia pun punya biaya hidup untuk menjalani kehidupan
sederhana, maka sunat untuk menikah.
3. Hukum nikah wajib ------- apabila seseorang dipandang dari aspek fisik sudah wajar
untuk menikah dan sangat mendesak ingin nikah. Dari sudut biaya sudah lebih dari mampu,
seandainya tak menikah akan terjerumus dalam dosa seksual, maka wajiblah dia menikah.
Bila seorang wanita tidak bisa terhindar dari perbuatan orang jahat, bila tak segera menikah,
maka wajib baginya segera menikah.
4. Haram --------- bila seorang pria atau wanita tidak bermaksud untuk menikah dengan
kesungguhan dan hanya ingin berbuat jahat pada pasangannya, maka status
perkawinannya haram.
5. Asas Asas Perkawinan
Dalam Islam :
1. Harus ada persetujuan dan kesukarelaan dari para pihak. Tanda adanya persetujuan
secara formal adalah melalui prosesi peminangan
2. Tidak semua wanita dapat dinikahi. Ada ketentuan-ketentuan tentang siapa saja yang
boleh dan tidak untuk dinikahi.
3. Perkawinan harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan
4. Perkawinan harus ditujukan untuk membentuk keluarga yang tenteram dan Bahagia
5. Hak dan kewajiban suami adalah seimbang. Pemimpin rumah tangga ada di tangan suami.
Dalam UU Perkawinan :
1. Tujuan perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal, oleh
karena itu suami isteri harus saling mendukung
2. Perkawinan akan sah, bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya. Selain itu
setiap perkawinan harus dicatat secara resmi
3. Pada asasnya perkawinan bersifat monogami. Seandainya memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan, maka poligami boleh dilakukan
4. Perkawinan harus dilakukan oleh para pasangan yang telah matang jiwa raganya
5. Perceraian dipersukar
6. Hak dan kewajiban isteri seimbang dengan hak dan kewajiban suami.
6. Syarat Sah Perkawinan
Syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 sebagai berikut :
1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat (1))
2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6
ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) ).
3. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tdak dalam hubungan
darah/keluarga yang tidak boleh kawin (Pasal 8).
4. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain (Pasal 9).
7. Syarat Sah Perkawinan dalam Islam
1. PARA PIHAK YANG AKAN MENIKAH ----------- dewasa, sehat, Islam, sama-sama cinta, juga
harus memperhatikan aturan larangan menikah.
2. WALI NIKAH.
o Pada umumnya wali ------- Dalam KHI ----- wali nasab/wali kerabat; wali
hakim/perwakilan negara atau pemerintah. Dalam hal ini yang berhak menjadi wali adalah
seorang muslim laki-laki yang memenuhi syarat , yaitu sudah balig dan muslim.
o Wali nasab terbagi empat kelompok yang mana kelompok yang satu harus didahulukan
dari kelompok lainnya, karena hubungan kekeluargaannya lebih erat dengan si calon
pengantin wanita.
o Kelompok I : Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas, seperti ayah, kakek dari pihak
ayah , dan seterusnya.
o Kelompok II : Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah
beserta keturunannya yang laki-laki
o Kelompok III : kelompok kerabat paman, yakni saudara kandung laki-laki ayah, saudara
seayah saja beserta keturunannya yang laki-laki
o Kelompok IV : kelompok kerabat saudara kandung kakek, saudara seayah kakek beserta
keturunannya yg laki-laki.
8. Syarat Sah Perkawinan dalam Islam
o Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama
berhak menjadi wali nikah, maka yang paling berhak menjadi wali adalah yang lebih dekat
derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita
o Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya, maka yang paling berhak
menjadi wali nikah ialah kerabat kandung daripada kerabat yang hanya seayah
o Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama, yakni sama-sama derajat
kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah, mereka sama-sama berhak nenjadi wali
nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali
3. SAKSI NIKAH.
o Dalam KHI ditentukan : saksi nikah itu adalah rukun pelaksanaan akad nikah dan setiap
pernikahan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil. Yang menjadi saksi nikah ialah
seorang laki-laki muslim , adil, baligh, tidak terganggu ingatn, bukan tuna rungu atau tuli.
o Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani
akta nikah waktu itu dan di temapt akad nikah dilangsungkan
4. AKAD NIKAH
o Ijab dan kabul dalam pernikahan harus beruntun dan tidak berselang waktu
o Akad nikah/ijab kabul dapat dilakukan oleh wali nikah yang bersangkutan ataupun dapat
diwakilkan pada orang lain
o Yang dapat mengucapkan qabul ialah calon mempelai pria secara pribadi
o Dalam hal-hal tertentu ucapan qabul dapat diwakilkan pada pria lain dengan ketentuan
calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis, bahwa penerimaan wakil
atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria
o Dalam hal calon mempelai wanita atau wali nikah keberatan calon mempelai pria diwakili,
maka akad nikah tak boleh dilangsungkan
9. Syarat Sah Perkawinan dalam Islam
E.MAHAR/MAS KAWIN
o Calon mempelai pria harus memberikan mahar/mas kawin pada calon mempelai wanita
yang jumlah, bentuk dan jenisnya harus disepkati kedua belah pihak
o Mahar harus diberikan atas dasar kesederhanaan dan kemudahan.
o Biasanya mahar diberikan dengan tunai. Namun apabila calon mempelai wanita
menyetujui, maka penyerahan mahar boleh ditangguhkan, baik untuk seluruhnya atau
sebagian. Mahar yang belum ditunaikan itu menjadi utangnya calon mempelai pria
o Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah tidak menyebabkan
batalnya pernikahan. Begitu pula halnya kalau mahar masih terutang, maka tidak
mengurangi sahnya nikah
o Suami yang menolak isterinya qabla ad-dhukul wajib membayar setengah mahar yang
telah ditentukan dalam akad nikah
10. Larangan Perkawinan
Pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur larangan
perkawinan yang menentukan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/ bapak tiri;
4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman
susuan;
5. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.