2. Deskripsi awal
Trypanosoma gambiense merupakan protozoa berflagella
yang hidup dalam darah (Haemoflagellates) dan
dikelompokkan dalam family Trypanosomidae.
Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai vektor
pambawa parasit ini, terutama Glossina palpalis. Lalat
ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai yang
mengalir di bagian barat dan tengah Afrika.
Trypanosoma gambiense ini merupakan penyebab
penyakit sleeping sickness, sedangkan nama penyakit
yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense dapat
disebut gambie trypanosomiasis.
6. 1. Morfologi T. gambiense dapat dilihat bentuknya
memanjang dan seluruh tubuhnya diliputi oleh
gelombang membrane.
2. T. gambiense didalam darah adalah polimorfik, dari
bentuk Trypanosoma yang khas panjang dan langsing,
hingga bentuk pendek tumpul tanpa flagella bebas,
malahan juga terdapat bentuk degeneraso yang ganjil.
3. Di dalam cairan otak parasit ini dapat ditemukan dalam
berbagai ukuran, bentuk termasuk yang multiple dan yang
bulat yang menyerupai buah jambu.
4. Mempunyai panjang antara 15 – 30 mikron dan lebarnya
antara 1,5 – 3,5 mikron.
8. Patologi dan gejala klinis
Gejala dan tanda penyakit ini dapat bervariasi dan umumnya dibagi atas 3 fase :
1. Fase awal (Initial stage)
Ditandai dengan timbulnya reaksi inflamasi lokal pada daerah gigitan lalat tsetse.
Reaksi inflamasi dapat berkembang menjadi bentuk ulkus atau parut ( primary
chancre). Reaksi inflamasi ini biasanya mereda dalam waktu 1-2 minggu.
2. Fase penyebaran (Haemoflagellates stage)
Setelah fase awal mereda, parasit masuk ke dalam darah dan kelenjar getah bening
(parasitemia). Gejala klinis yang sering muncul adalah demam yang tidak teratur,
sakit kepala, nyeri pada otot dan persendian. Tanda klinis yang sering muncul
antara lain : Lymphadenopati, lymphadenitis yang terjadi pada bagian posterior
kelenjar cervical (Winterbotton’s sign), papula dan rash pada kulit.
Pada fase ini juga terjadi proses infiltrasi perivascular oleh sel-sel endotel, sel limfoid
dan sel plasma, hingga dapat menyebabkan terjadinya pelunakan jaringan iskemik
dan perdarahan di bawah kulit (ptechial haemorhagic). Parasitemia yang berat
(toksemia) dapat mengakibatkan kematian pada penderita.
9. 3. Fase kronik (Meningoencephalitic stage)
Pada fase ini terjadi invasi parasit ke dalam susunan saraf pusat dan
mengakibatkan terjadinya meningoenchepalitis difusa dan
meningomyelitis.
Demam dan sakit kepala menjadi lebih nyata. Terjadi gangguan pola
tidur , insomnia pada malam hari dan mengantuk pada siang hari.
Gangguan ekstrapiramidal dan keseimbangan otak kecil menjadi
nyata. Pada kondisi yang lain dijumpai juga perubahan mental yang
sangat nyata. Gangguan gizi umumnya terjadi dan diikuti dengan
infeksi sekunder oleh karena immunosupresi. Jumlah lekosit normal
atau sedikit meningkat. Bila tercapai stadium tidur terakhir,
penderita sukar dibangunkan. Kematian dapat terjadi oleh karena
penyakit itu sendiri atau diperberat oleh penyakit lain seperti
malaria, disentri, pneumonia atau juga kelemahan tubuh
10. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan
penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik
hasilnya. Obat-obat yang sering digunakan antara lain :
1. Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama
14hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari.
2. Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg untuk
test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak menembus
blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal.
3. Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari.
4. Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke
1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg.
Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi oleh
karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga oleh
karena reaksi penghancuran dari Trypanosma (reactive enchepalopathy). Bila efek
tersebut muncul,pengobatan harus dihentikan.
11. Pencegahan penyakit ini meliputi :
1. Mengurangi sumber infeksi
Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengobatan secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan
hewan vertebrata yang terinfeksi
2. Melindungi manusia terhadap infeksi
Kontak terhadap vektor dapat dihindari dengan menjauhi
habitat vektor, memakai pelindung kepala dan tubuh, menggunakan
kelambu serta memakai reppellent.
Mengendalikan vektor
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan mengurangi
tempat hidup dan perindukan vektor. Pengendalian juga dapat
dilakukan dengan menggunakan insektisida untuk mengurangi
jumlah lalat dewasa.