Pengertian dan Bentuk Amar dan Nahi dalam Ushul Fiqh
1. DOSEN PENGAMPU:
H. AHMAD LUTHFI, S. AG.,
M.EI
KELOMPOK II:
FITRI ANGGILIA
FONI NURLITA
HERLINDA
AMAR DAN NAHI
2. Pengertian Amar
Menurut jumhur ulama ushul, definisi amar adalah
lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada
bawahannya untuk mengerjakan suatu
pekerjaan. Adapun menurut bahasa amar itu berarti
perintah. Definisi tersebut tidak hanya ditujukan pada
lafazh yang memakai sighat amar, tetapi ditujukan pula
pada semua kalimat yang mengandung perintah, karena
kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan
kalimat majazi (samar). Namun yang paling penting
dalam amar adalah bahwa kalimat tersebut mengandung
unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu.
3. Bentuk-bentuk Amar
1. Fi’il amar
2. Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam
amar
3. Isim fi’il amar
4. Isim masdar pengganti fi’il
5. Kalimat berita (kalam khabari) bermakna insya
(perintah)
6. Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti
perintah
4. Kaidah Amar
1. Pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukan kepada
wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali
dengan adanya qaninah.
2. Apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang,
lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut
bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan.
3. Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera di
laksanakan.
4. Pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki
pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah).
5. perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,
tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat
mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti
kewajiban mengerjakan shalat.
5. Pengertian Nahi
Secara bahasa nahi bisa berarti larangan dan
mencegah. Adapun dalam istilah ushul, nahi berarti :
“annahyu huwa thalabul kaffa a’nil fi’lin”, artinya :
“tuntutan untuk meningggalkan
perbuatan“. Jumhur
ulama sepakat bahwa pada asalnya nahi itu
mengandung hukum haram karena semua bentuk
larangan akan mendatangkan kerusakan. Contohnya
larangan merusak alam, larangan berzina, larangan
berlaku riba, dan sebagainya. Jika larangan-larangan
tersebut dilanggar oleh manusia, maka akan
mengakibatkan kerusakan dan kemusnahan bagi
kehidupan manusia.
6. Bentuk-bentuk Nahi
1. Fi’il Mudhari yang disertai dengan La An-
Nahiyah.
2. Larangan secara tegas dengan menggunakan
kata NAHA yang secara bahasa berarti
melarang.
3. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu
perbuatan itu diharamkan.
4. Larangan dengan memakai kata perintah
namun bermakna tuntutan untuk
meninggalkan.
7. Kaidah Nahi
1. Pada dasarnya larangan itu menunjukan
makruh. Menurut kaidah ini, nahi bermakna
sesuatu yang dilarang itu adalah tidak baik.
2. Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan
kebalikannya.
3. Pada dasarnya larangan yang mutlak
menghendaki pengulangan larangan dalam
setiap waktu.
4. Pada dasarnya larangan itu bermakna fasad
(rusak) secara mutlak.