SlideShare a Scribd company logo
1 of 106
Download to read offline
Siaga Selalu
Aman Seterusnya
Sebuah Pembelajaran Menuju Desa Tangguh




           Wawan Andriyanto, dkk


                   2011
KA
 ATA PE
      ENGAN
          NTAR


Assa
   alamualaiku Wr. Wb.
             um

         Sudah banyak yang menyampaikan bahwa N
                    k                 n       Negara Ind
                                                       donesia me
                                                                emiliki
         kera
            awanan tinggi terhadap berbag jenis bencana terutama. Na
                                        gai                        amun
         perh
            hatian yang lebih mem
                      g         madai pada Pengurang
                                                   gan Risiko Bencana (PRB)
         baru muncul se
            u         ekitar enam tahun tera
                                m          akhir setelah terjadi beberapa ben
                                                       h                    ncana
         alam besar
            m            berturut-turut di Indo
                                              onesia. Pe
                                                       enanganan bencana yang
         sebe
            elumnya ce
                     enderung be           onsif dan spontan, kin mulai berg
                               ersifat respo                    ni         gerak
         ke arah preve
                     entif dan k
                               kesiap-siagaan denga bertump pada upaya
                                                  an      pu     u
            gurangan ri
         peng         isiko bencana walaupu masih be
                                          un       elum signifik dampaknya.
                                                               kan
         Pada saat ini pula tingka kesiapsia
                                 at        agaan benc
                                                    cana di ma
                                                             asyarakat masih
                                                                       m
             olong rendah sehingg masih perlu menja perhatia semua pihak
         tergo                  ga      p         adi      an
         yang bekerja di
            g          iarea penan
                                 nggulangan bencana.
                                          n

         Men
           ningkatnya f
                      frekuensi ke
                                 ejadian ben
                                           ncana di Ind
                                                      donesia pad umumnya dan
                                                                da      a
         di DIY pada khu
                       ususnya tel membuka mata semua pihak a
                                 lah                        akan pentin
                                                                      ngnya
         pertimbangan a
                      aspek kebe
                               encanaan dalam pemb
                                        d        bangunan. Kejadian ge
                                                                     empa
         bum besar Mei 2006, bencana tanah longsor di Kulon Prog kekering di
           mi                            h                     go,      gan
         Gun
           nung Kidul, erupsi Me
                               erapi di Sleman, ancaman tsunam dan ban di
                                                             mi      njir
         sepa
            anjang pesi Bantul-K
                      isir     Kulonprogo dan angin puting beliung di bebe
                                                                         erapa
         wilay
             yah DIY me
                      enyadarkan semua pe
                               n        elaku dan p
                                                  pelaksana p
                                                            pembangun di
                                                                    nan
         DIY akan perlunya perha
                               atian mens
                                        sinergikan upaya pen
                                                           ngurangan risiko
         benc         bencana ala maupun non alam.
            cana baik b         am

         Bencana dapat diredam dan dikurang risiko dan dampakny secara berarti
                     t                    gi         n        ya       b
            bila masyarakat mem
         apab                 mpunyai info
                                         ormasi dan pengetahu
                                                            uan yang cukup
                                                                     c
         serta adanya budaya penc
             a                  cegahan da ketahana terhadap bencana. Salah
                                         an       an       p          S
         satu aspek pen
            u         nting dalam penanggu
                                m        ulangan bencana adalah memba
                                                                    angun
         kesiapan dan      ketangg
                                 guhan ditin
                                           ngkat mas
                                                   syarakat. H
                                                             Hal inilah yang
           ndasari BAP
         men         PPEDA Provinsi DIY se
                                         elaku badan perencana pembang
                                                   n                 gunan
         daer
            rah di Prov
                      vinsi DIY, b
                                 bersama de
                                          engan Bada Kesbang
                                                   an      glinmas Pro
                                                                     ovinsi
         DIY dan Proyek “Safer Co
                      k         ommunities through Dis
                                                     saster Risk Reduction” (SC-
                                                                          ”




                                          i
DRR) yang didukung oleh BAPPENAS-KEMENDAGRI-BNPB dan UNDP
           untuk membuat pilot project bernama “Desa Tangguh’ di Provinsi DIY.

           Seluruh komponen, dalam hal ini warga, kepala keluarga, para pemimpin
           masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
           institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik
           diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam upaya mengurangi
           kerentanan bencana di tingkat komunitas yang berada di wilayah berisiko
           bencana.

           Untuk ke depan, apa yang dilakukan oleh            YP2SU melalui Program
           Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas “Desa Tangguh”,
           diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan ketangguhan masyarakat
           dalam menghadapi bencana. Dibutuhan kerja sama untuk mensinergikan
           sumber daya, koordinasi kegiatan, membentuk jejaring dan kemitraan
           dalam usaha menjalankan program PRBBK yang berkelanjutan ini.

           Dengan diterbitkannya buku Memoar Desa Tangguh YP2SU diharapkan
           dapat menjadi kontribusi yang mampu menjawab kurangnya bahan
           pembelajaran       bagi   upaya   pengurangan   risiko   bencana   di   tingkat
           komunitas. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua
           pihak yang telah bekerjasama dalam pilot project Desa Tangguh dan dalam
           penyusunan buku ini terutama YP2SU dan SCDRR-UNDP yang telah
           menfasilitasi dan berbagai pihak yang      tidak dapat kami sebutkan satu
           persatu. Semoga buku ini dapat memenuhi maksud dan tujuan penyusun
           dan kerjasama ini akan terus terjalin di kelak kemudian hari dalam rangka
           meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Januari 2011
Koordinator Project Officer
PPMU SCDDR Provinsi DIY




DANANG SAMSURIZAL



                                                i
SEBUAH CATATAN 
                                            

                                            

                              Oleh: Eko Teguh Paripurno* 

                                Telah kita ketahui bersama, desa telah lama menjadi
                                subyek (atau obyek?) pelaksanaan program oleh
                                lembaga-lembaga pemerintah dalam negeri,lembaga
                                pemerintah luar negeri, lembaga non pemerintah
                                dalam negeri maupun lembaga non pemerintah luar
                                negeri. Dahulu pernah kita kenal status desa sebagai
                                Desa Pancasila, Desa Mandiri, Desa Wisata, Desa
                                Konservasi, Desa Sehat, Desa Sadar Hukum dan
                                lainnya. Dari namanya tentu kita sudah paham siapa
                                lembaga-lembaga "penggagasnya". Sekarang, dalam
                                konteks penangulangan bencana, diantara kita
                                sedang mewujudkan Desa Siaga Bencana, Kampung
                                Siaga Bencana, Desa Tangguh dan lainnya.
                                Nah,buku ini adalah catatan pengalaman untuk
                                mewujudkan Desa Tangguh itu.

Mewujudkan “Desa Tangguh”, bagaimana prosesnya? Proses pengorganisasian untuk
pemberdayaan masyarakat adalah proses pembelajaran bagi para pelakunya.
Sebelum memulai proses pengorganisasian ini, tentu YP2SU telah memikirkan
berbagai “menu” proses yang telah tersedia hasil para pelaku pendahulunya, untuk
dipilih             dan           diadaptasikan             di           wilayah
kerjanya. Tentu termasuk di dalamnya pengalaman-pengalaman internal lembaga
dalam melakukan pendampingan pemberdayaan ekonomi – yang merupakan isu
sentral kerja-kerja YP2SU sebelum program ini dilaksanakan. Pada akhirnya, ruang
dan waktu yang menentukan proses yang dipilih untuk dilakukan, yaitu 6 (enam)
tahapan proses pemberdayaan: (1) Pengorganisasian Awal, (2) Identifikasi Potensi
dan Risiko Bencana, (3) Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, (4)
Edukasi Masyarakat, (5) Pemberdayaan Ekonomi dan           (6) Pelembagaan dan
Legalisasi Desa Tangguh. Dan, YP2SU telah berhasil menjalankan mendatnya untuk
mewujudkan Desa Tangguh itu...

Desa yang bersedia memahami ancaman dan kerentanannya adalah modal dasar bagi
memungkinkanya sebuah desa menjadi Desa Tangguh. Biasanya kita mudah
mengupas ancmaan yang ada di desa kita, tetapi enggan membaca kerentanan di
desa kita secara jujur. Bahkan cenderung ditutup-tutupi. Paparan kerentanan terbaca
rinci di masyarakat, tetapi belum cukup kuat membaca kerentanan birokrasi, baik di
desa sampai jajaran di atasnya. Tidak disinggung perkara korupsi. Birokrasi korup, itu
rentan. Tidak korup, itu berkapasitas.
Kaparitas yang penting bagi sebuah ketangguhan desa adalah kemampuan
memobilisasi dana. Deklarasi Mulyodadi yang diamini oleh banyak pelaku eksternal
telah menunjukan hal tersebut. Masyarakat bersepakat untuk sebaik-baiknya
mengorganisasikan sumberdaya dari semua pihak untuk membangun ketangguhan itu.
Semoga di dalamnya termasuk memobilisasi sumberdaya internal, Ini menjadi hal
penting karena ketangguhan sejati adalah ketangguhan yang berbasis pada
keswadayaan; yang dalam jangka panjang tidak memunculkan ketergantungan.
Bukankah pengurangan risiko bencana itu merupakan strategi pengurangan risiko
bencana dengan input eksternal minimum?

Ketangguhan ekonomi menjadi pilar penting agar ketangguhan terhadap bencana itu
bisa terjadi. Tentu menjadi tidak nyaman bila ketangguhan bencana kita disandarkan
kepada pihak lain, tergantung sumberdaya pihak lain. Oleh karenanya penguatan
ekonomi menjadi hal yang tidak terpisahkan. Ajakan untuk bermain di sektor ekonomi
lewat GEMI-nya, yang beriring dengan penanggulangan bencana, yang dikemukakan
sebagai Slamet lan Raharjo benar adanya. Jadi, jangan memisahkan ketangguhan
terhadap bencana dari ketangguhan terhadap aset penghidupan (termasuk ekonomi di
dalamnya)...

Dan akhirnya, lembaga yang akan mengawal untuk mewujudkan dan menjaga
ketangguhan ini lembaga macam apa? Tentunya lembaga yang sadar bahwa ada
investasi 1:6,5 yang diperlukan untuk menjaga aset yang kita miliki. Lembaga yang
mampu memobilisasi aset internal untuk menjamin keberlanjutan itu. Semoga Forum
PRB Desa selalu bersemangat dan bernenergi untuk mewujudkan hal itu, dengan atau
tanpa YP2SU dan UNDP maupun aktor external lain. Mari kita membuktikan bahwa
kita bisa mandiri.


*Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta/Penerima
Penghargaan United Nations Sasakawa Award 2010
SEKEDAR PRAKATA PENULIS 
                                                   

 

Puji  syukur  kepada  Allah  SWT,  atas  segala  rahmat  dan  hidayahNya,  sehingga  buku  ini  dapat 
diselesaikan dan dipublikasikan. 

             Buku  “Siaga  Selalu  Aman  Seterusnya”  ini  disusun  sebagai  hasil  pembelajaran 
             bersama setelah satu tahun lebih YP2SU Yogyakarta, dengan dukungan penuh dari 
             Program  SCDRR  UNDP  dan  Pemerintah  Indonesia,  menyelenggarakan  Program 
             Desa  Tangguh,  sebuah  program  pengurangan  risiko  bencana  berbasis  komunitas 
             (PRBBK)  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  Daerah  Istimewa 
             Yogyakarta. Sehingga, semua hal yang  ditulis oleh penulis dalam  buku ini adalah 
             hasil pembelajaran semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik tim Program Desa 
             Tangguh, Pemerintah Desa lokasi program, maupun masyarakat di lokasi program. 

             Hal  yang  cukup  menarik  adalah,  bahwa  program  Desa  Tangguh  yang 
             diselenggarakan  dalam  Program  ini  adalah  adanya  dukungan  penuh  dari 
             Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DIY maupun Pemerintah 
             Kabupaten  Bantul.  Hal  ini,  bagi  penulis,  menunjukkan  sebuah  potensi  besar 
             sinergisitas antara semua pihak untuk membangun masyarakat yang tanggap dan 
             tangguh menghadapi ancaman bencana yang sedemikian besar.  

             Di level masyarakat, program ini diterima dengan baik, ditandai dengan partisipasi 
             masyarakat yang aktif dan produktif. Banyak dinamika menantang yang mewarnai 
             hubungan  antara  masyarakat  dengan  tim  program,  mulai  dari  dinamika  yang 
             menguntungkan,  hingga  dinamika  yang  memerlukan  penyelesaian.  Hanya  saja, 
             begitulah  lika‐liku  penyelenggaraan  program  berbasis  isu  yang  relative  baru 
             dikembangkan di Indonesia. 

             Dalam pengantar ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar‐besarnya kepada 
             semua pihak, termasuk contributor penulisan  yang terlibat dalam penulisan buku 
             ini, yang semakin memperkaya hasil pembelajaran program Desa Tangguh.  

Akhirnya,  tiada  gading  yang  tak  retak.  Penulis  menyadari  masih  banyak  kekurangan  yang 
belum  terisi  dalam  penulisan  buku  ini.  Penulis  mengharapkan  adanya  masukan  konstruktif 
demi tersempurnakannya isi buku ini untuk di kemudian hari. 

 

             Yogyakarta,  14 Februari 2010    

             Penulis 
 

DAFTAR ISI 
                                                                

                                                                                                                            
Halaman Cover…………………………………………………………………………….                                                                                     i
Kata Pengantar…....……………………………………………………………………….                                                                            viii
Daftar Isi…………..……………………………………………………………………..…                                                                                  ix
Bab I Sekilas Tentang Program Desa Tangguh……………………………...………..                                                                  1
Bab II Saat-saat Awal Pengorganisasian……………………………………………….                                                                  11
Bab III Pengkajian Potensi Dan Pemetaan Risiko Bencana Desa…………………..                                                       17
Bab IV Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana……...………………..                                                           31
Bab V Edukasi Masyarakat……………………..………………………………………..                                                                        43
Bab VI Slamet Raharjo: Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk
Masyarakat….............................................................................................................   58
Bab VII Pelembagaan Dan Legalisasi Desa Tangguh…...……………………………                                                             65
Bab VIII Penutup…………………....……………………………………………………..                                                                          87
Daftar Pustaka……………………....……………………………………………………..                                                                           92
Factsheet Program Desa Tangguh………………………..…………………………….                                                                      94
Personel Program Desa Tangguh…………………………..……………………………                                                                       95
Profil Penulis……………………………………………………………………………….                                                                              97
 
 

     




        1
 

                                                   

                                                   

                                                   

BAB I  
SEKILAS TENTANG PROGRAM DESA TANGGUH 
 

A.        Profil Singkat Program Desa Tangguh 

Program  Desa  Tangguh  adalah  program  pendampingan  masyarakat  tingkat  desa  untuk 
mengurangi  potensi  dampak  bencana,  dengan  membangun  dan  memperkuat  pengetahuan, 
partisipasi  dan  sistem  regulasi  masyarakat  dan  pemerintah  desa  untuk  pengurangan  risiko 
bencana. Program ini telah diselenggarakan selama 1 (satu) tahun di 2 (dua) desa di Kabupaten 
Bantul  Provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta,  yakni  Desa  Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan 
Desa  Mulyodadi  (Kecamatan  Bambanglipuro).  Program  ini  diselenggarakan  mengingat 
kerentanan  kedua  desa  ini  terhadap  ancaman  bencana,  yang  telah  terbukti  dalam  sejarah 
perjalanannya.  Desa  Mulyodadi  adalah  desa  rawan  bencana  gempa  bumi,  yang  dibuktikan 
ketika pada peristiwa gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006, 80% rumah di wilayahnya hancur 
dan  lebih  dari  200  warga  meninggal  dunia.  Desa  Wonolelo  juga  rawan  bencana  gempa  bumi 
karena  berdekatan  dengan  sesar  Opak,  dan  juga  rawan  tanah  longsor  karena  daerahnya 
berbukit‐bukit. 

Selama  pelaksanaannya  sepanjang  tahun  2010  silam,  Program  Desa  Tangguh  telah 
menghasilkan beberapa output, seperti yang disebutkan dalam table di bawah ini: 

                                             Tabel 1.1 

                              Deskripsi Aktivitas Program Desa Tangguh 

    No    Keluaran Program      Bentuk 

    1     Regulasi&                 a. Peraturan  Desa  tentang  Rencana  Penanggulangan 
          Kelembagaan    PB            Bencana Desa; 
          Desa                      b. SK Lurah Desa tentang Rencana Aksi Komunitas Desa; 
                                    c. SK  Lurah  Desa  tentang  Perencanaan  Kontinjensi 
                                       Bencana Desa; 
                                    d. SK  Lurah  Desa  tentang  Forum  Pengurangan  Risiko 
                                       Bencana Desa 
    2     Kajian     Bahaya,        a. Video Komunitas Desa 
          Kerentanan      &         b. Kajian Risiko Bencana Desa 
          Kapasitas Desa            c. Penyusunan Peta Risiko Bencana Desa 




                                                 2
3    Pelatihan/Sosialisa         a. Simulasi Bencana Gempa Bumi 
         si Kebencanaan              b. Sosialisasi  Kebencanaan  (Penanganan  Pengungsi,  PPPK, 
                                        Ketahanan  Pangan,  Penggunaan  Alat  Deteksi  Longsor, 
                                        Perubahan Iklim, Penanganan Kebakaran. 
    4    Kampanye/Edukasi            a. Pentas  Kesenian  Bertemakan  Kebencanaan  (Ketoprak, 
         Masyarakat                     Teater, Macapat, Lagu) 
                                     b. Penulisan  Buletin,  Media  Kampanye  (poster,  bulletin) 
                                        untuk warga desa. 
                                     c. Edukasi Penanggulangan Bencana untuk Anak 
                                     d. Edukasi Bencana untuk Perempuan 
                                     e. Edukasi Bencana Untuk Petani 
    5    Pelatihan                   a. Pelatihan manajemen Usaha Mikro‐Kecil‐Menengah dan 
         Pemberdayaan                   Lembaga Keuangan Mikro Desa. 
         Ekonomi                     b. Pembentukan Forum Pengembangan Ekonomi Desa 

    6    Hibah                       a. Dana  Hibah  untuk  kegiatan  Penanggulangan  Bencana 
                                        Rp.100 juta per desa 
                                     b. Monitoring dan pendampingan penggunaan dana hibah 
 




                                                                                                      
                                             Gambar 1.1 

                                   Kesenian Hadroh Desa Wonolelo, 

                               Salah satu potensi media PRBBK pedesaan 




                                                  3
 

Demi mencapai hasil yang optimal, Program Desa Tangguh bersinergi dengan potensi yang ada 
di masyarakat, yaitu: 

        •     Potensi Lokal (Kelompok Seni Budaya, Ormas Keagamaan Lokal); 

        •     Eksisting  Regulasi+Kebijakan  Pemerintah  Daerah  tentang  PRBBK  (Mis:Perda 
              Penanggulangan  Bencana,  RPJMDes,  RPJMD/RKPD,  RPBD/RAD  PRB),  beserta 
              Kelembagaan (BPBD, Bappeda, Kesbangpollinmas; dan SKPD lain); 

        •     Program‐Program Stake holders Lain (NGO‐Donor, PNPM, Organisasi Lokal, dll); 

        •     Pelembagaan  Partisipasi  (Regulasi  dan  Dokumen  Kebencanaan  Masyarakat  dan 
              Lembaga  Forum  PRB  Masyarakat  –  dibentuk  oleh  perwakilan  masyarakat 
              rentan+pemerintah masyarakat, dilegalisasi, diberdayakan);  

        •     Isu Lintas Sektoral (sensitive gender, perubahan iklim); 

        •     Pemberdayaan  Ekonomi  Masyarakat  untuk  mendukung  perkembangan  asset  untuk 
              PRB Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan. 

B.            Profil Lokasi 

Program  Desa  Tangguh  diselenggarakan  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  DI 
Yogyakarta,  yakni  di  Desa  Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan  Desa  Mulyodadi  (Kecamatan 
Bambanglipuro). Adapun profil singkat lokasi program tersebut dapat diperiksa dalam tabel di 
bawah ini: 

                                                 Tabel 1.2. 

                                Profil Singkat Lokasi Program Desa Tangguh 

Desa Wonolelo                                               Desa Mulyodadi 

           Lokasi: Kecamatan Pleret, Bantul, DIY;             Lokasi: Kec. Bambanglipuro, Bantul, 
           Luas Wilayah: 453,4705 Ha; luas daratan             DIY; 
            185,7736 Ha (40% luas lahan), luas                 Luas Wilayah: 644,7575 Ha; 8 dusun;  
            perbukitan/pegunungan 267,6969 Ha                  Jumlah penduduk : 11.873 jiwa (2010); 
            (60% luas lahan); 14 dusun, 4 kring;               Ancaman utama: gempa bumi, 
           Jumlah penduduk: 4,471 jiwa (2010);                 kekeringan irigasi, banjir, putting 
           Ancaman utama: tanah longsor, gempa                 beliung, tanggul longsor, kebakaran, 
            bumi, kekeringan, angin ribut, kebakaran,           pencemaran air dan lingkungan, 
            banjir, epidemic, ancaman sosial;                   penyakit menular, bencana sosial; 
           Potensi Utama:  Gerakan masyarakat /               Potensi Utama:  Kesenian, gerakan 
            ormas, kesenian tradisional, hadroh,                masyarakat/ormas, pengalaman 
            budaya Islam, pengalaman menjadi korban             menjadi korban bencana gempa bumi 
            gempa bumi 2006.                                    2006. 

                                                       

                                                    ‐‐‐‐ 




                                                     4
Banyaknya  bencana  dengan  dampak  yang  besar  di  negara  ini  telah  menjadi  refleksi,  bahwa 
pembangunan  belum  sepenuhnya  dapat  menampung  hak‐hak  masyarakat  untuk  lepas  dari 
ancaman  bencana.  Tak  terkecuali,  bagi  warga  Bantul  DIY,  yang  telah  melalui  salah  satu  ujian 
terberatnya,  Gempa  Bumi  27  Mei  2006.  Tak  tanggung‐tanggung  dampaknya,  jumlah  korban 
jiwa  meninggal  mencapai  nilai  total  rupiah  kerusakan  fisik  dan  kerugian  ekonomi  sebesar 
Rp.29,1  Trilliun  (Sumber:  BAPPENAS,  2010;  PDLA  Gempa  Yogyakarta).  Kasus  bencana  DIY 
terkini,  erupsi  Merapi  2010,  dampaknya  tidak  hanya  terasa  di  Kabupaten  Sleman  saja;  tetapi 
juga  di  seluruh  Kabupaten  dan  Kota  di  seluruh  Provinsi  DIY.  Termasuk  di  Kabupaten  Bantul, 
hingga tanggal 29 November 2010, tercatat sebanyak 6.359 penyintas Merapi, berlokasi di 17 
titik (BNPB, laporan 29 November 2010 pukul 12 siang). Salah satu titik penyintas ada di desa 
Wonolelo,  Pleret,  Bantul,  dengan  jumlah  penyintas  mencapai  79  orang  (Sumber:  Akhmat 
Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo, 2010). 

Untuk  itulah,  perlu  adanya  sebuah  upaya  pengurangan  risiko  bencana  yang  diinisiasi  di  level 
yang paling strategis, yang memungkinkan adanya pendekatan dan penyatuan antara berbagai 
sektor  di  level  komunitas.  Tujuannya  jelas:  pengerahan  sumber  daya  di  level  komunitas, 
dengan berlandaskan kultur masyarakat. 

Desa sebagai unit pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, adalah titik 
strategis  untuk  pemberdayaan  masyarakat  dan  perencanaan  pembangunan  dengan  skema 
bottom‐up. Proses perencanaan pembangunan dimulai dari musyawarah tingkat dusun, untuk 
dijadikan perencanaan pembangunan di level desa dan di atas desa. Di desa, kultur masyarakat 
dapat  lebih  terpelihara,  karena  di  situlah  kekuatan  pengaruh  tokoh  masyarakat  dipadukan 
dengan kekuatan politik komunitas, dan membentuk gerakan bersama untuk menjaga warisan 
kultur  masyarakat.  Warga  desa  Mulyodadi  (Salah  Satu  lokasi  Program  Desa  Tangguh  2010), 
telah  lama  menyadari  hal  ini,  sehingga  mereka  berjuang  dengan  serius,  membangun  seni 
budaya sebagai identitas desa mereka, dan Desa Mulyodadi dikukuhkan menjadi Desa Budaya 
pada tahun 2008 silam (Sumber: Bapak Subardi, ketua BPD, tokoh budaya Desa Mulyodadi).  

Di  samping  itu,  desa  adalah  tempat  bertemunya  berbagai  program  pemberdayaan  berbasis 
masyarakat, yang diselenggarakan oleh berbagai pihak; mulai dari PUAP; UED‐SP dan berbagai 
program lain. Sehingga, desa adalah titik strategis, untuk menggalang partisipasi masyarakat, 
sekaligus integrasi PRB ke dalam sistem regulasi pemerintah. 

Desa,  juga  merupakan  laboratorium  dinamika  yang  pada  rentetannya  menghasilkan  setiap 
struktur dan kultur masyarakat yang ada sekarang. Dengan kata lain, keberdayaan masyarakat 
itu ada karena dibentuk, dan pembentukan masyarakat tersebut melalui proses yang panjang 
dan berliku, melalui proses penggalian potensi lokal maupun intervensi potensi dari luar. Dan, 
untuk  merubah  setiap  kondisi,  diperlukan  konsistensi  dan  kontinuitas  proses  penciptaan 
perubahan,  dan  konsistensi  dan  kontinuitas  itu  harus  dijaga  dengan  sistem  yang  disepakati 
bersama  antarpelaku  pembangunan,  sekaligus  aktor‐aktor  yang  memiliki  sikap  terbuka 
terhadap dinamika kemajuan modern. 

Hal ini juga berlaku dalam program Desa Tangguh. Sebuah desa, disebut tangguh menghadapi 
bencana apabila di desa tersebut, ada beberapa unsur sebagai berikut: 

    a. Aktor‐aktor  penanggulangan  bencana,  mewakili  stakeholders  desa,  yang  visioner  dan 
       tanggap terhadap perubahan; 
    b. Sistem  regulasi  penanggulangan  bencana  yang  terbuka,  memuat  hasil  kajian 
       partisipatif atas potensi bencana dan memberikan arahan strategis, sekaligus peluang 




                                                   5
untuk  mobilisasi  sumber  daya  pemerintah  maupun  non  pemerintah,  internal  desa 
         maupun eksternal desa, termasuk di dalamnya adalah program dan anggaran publik; 
      c. Perencanaan  pembangunan  yang  partisipatif,  yang  menjadikan  pengurangan  risiko 
         bencana  sebagai  kerangka  berpijak,  sekaligus  direncanakan  sebagai  bagian  dari 
         kegiatan pembangun desa.   
      d. Adanya upaya edukasi, advokasi, dan pemberdayaan masyarakat yang diiringi dengan 
         kebesertaan masyarakat secara partisipatif aktif dan kontinu tersusun sebagai sebuah 
         sistem untuk penanggulangan bencana desa. 
      e. Pendayagunaan  potensi  lokal  (misal  kearifan,  pengetahuan,  religi,  dan  seni  budaya) 
         masyarakat dalam penanggulangan bencana desa. 
      f. Kesinambungan/Keberlanjutan gerakan Pengurangan Risiko Bencana, ditandai dengan 
         adanya  skema  strategis  kemandirian  masyarakat,  yang  didukung  dengan  regulasi, 
         institusionalisasi, perencanaan, penganggaran, dan monitoring‐evaluasi yang jelas. 

Semua  hal  tersebut,  harus  secara  kontinu  berproses  dan  beradaptasi  dengan  kebutuhan‐
kebutuhan  baru  yang  semakin  berkembang.  Karena,  ketangguhan  desa  terhadap  ancaman 
bencana  dinilai  dari  kemauan  dan  kemampuan  seluruh  elemen  dalam  masyarakat  tersebut 
untuk  berproses  dan  belajar  dalam  meningkatkan  kapasitas,  mengurangi  kerentanan,  dan 
meredam  ancaman  bencana  di  desa.  Sebagaimana,  perkembangan  kapasitas  Karang  Taruna 
desa  Mulyodadi  dalam  mengolah  seni  budaya  desanya,  sebagaimana  Video  Komunitas 
Wonolelo dalam mengolah video‐video bermutu mengenai pemberdayaan masyarakatnya. 

 

      “Alhamdulillah Mas, sekarang ini pasca Program Desa Tangguh selesai, Forum PRB Desa 
    Wonolelo dapat dukungan dari banyak pihak. Kemarin kami dapat pelatihan dari CSPJRF, trus 
     kami kemarin pelatihan yang mengisi Kepala BPBD Bantul. Tokoh‐tokoh masyarakat juga 
     banyak yang masuk ke Forum PRB Desa. Harapannya ke depan ada program‐program lain 
            yang dapat kami akses Mas” (Akhmat Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo)  

 

C.        Tujuan Dan Strategi Dasar Program 

        Desa ini adalah salah satu dari dua desa di Kabupaten Bantul yang memperoleh 
 pendampingan dari program Desa Tangguh SCDRR UNDP. Semoga dengan adanya program 
ini, tidak ada korban lagi kalau bencana terjadi… (harapan Bapak Kuswanto, Kaur Kesra Desa 
Mulyodadi,yang selalu disampaikan bahkan di setiap beliau menyampaikan pidato pembukaan 
acara program). Sungguh, penulis merasakan bahwa program ini memiliki beban yang sangat 
  berat, memberikan jaminan bahwa bencana mengerikan pada tanggal 27 Mei 2006 yang 
meluluhlantakkan hampir 80% rumah di desa ini, menelan 242 orang korban jiwa meninggal, 
  dan menyebabkan ribuan orang luka‐luka dan kehilangan tempat tinggal. Dampak gempa 
bumi itu  ternyata masih dirasakan sampai sekarang, dan menjadi bagian dari memori sejarah 
   yang telah merubah mindset masyarakat Bantul, bahwa ternyata,daerah mereka bukan 
   daerah aman. Daerah Bantul, merupakan daerah yang dilalui oleh Sesar Opak, yang siap 
                         mengguncang wilayah Bantul dan sekitarnya.  

Tujuan  desa  tangguh  adalah  untuk  mewujudkan  warga  masyarakat  dan  desa  yang  tangguh 
serta  tanggap  terhadap  bencana,  sehingga  diperlukan  pola  edukasi  dan  pemberdayaan  yang 
berkelanjutan, dan advokasi yang tak kenal titik henti ke semua stakeholders, baik pemerintah 
maupun non‐pemerintah. Untuk itulah, dalam program Desa Tangguh ini, yang dilakukan oleh 




                                                  6
YP2SU  sebagai  penyelenggara  program  lebih  kepada  pembentukan  pondasi  yang  kokoh  bagi 
masyarakat  dan  semua  stakeholders  untuk    kemudian  dikembangkan  lebih  jauh  di  masa 
depan,  dengan  mengedepankan  potensi‐potensi  lokal,  kearifan  dan  pengetahuan  lokal  yang 
relevan,  serta  SDM‐SDM  lokal.  Pengembangan  ini  harus  mendapat  dukungan  regulasi 
pemerintah yang memadai. 

Memahami  strategi  proses  pembangunan  Desa  Tangguh  dimulai  dari  memetakan  dua  sektor 
kunci  pembentuk  elemen  dasar  desa,  yakni:  pemerintah  dan  non  pemerintah.  Sektor 
pemerintah,  berperan  dalam  integrasi  PRB  ke  dalam  pembangunan  dan  penyelarasan 
program‐program  pembangunan  dengan  aspirasi  dari  masyarakat.  Sedangkan,  sektor  non 
pemerintah,  berperan  dalam  penggalangan  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan, 
penciptaan  ide‐ide  kreatif  pembaharuan  dalam  perencanaan  pembangunan,  sekaligus 
pemanfaat langsung, dan pelaku monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.  

 

D.       Desa Tangguh untuk Pemberdayaan Perempuan 

Bencana/krisis selalu dikaitkan dengan kurangnya kapasitas masyarakat, yang sangat mungkin 
timbul  karena  kesenjangan  kapasitas  antar  anggota  masyarakatnya.  Kesenjangan  ini  dapat 
timbul  juga  dari  factor  peran  antar  gender  yang  berbeda,  sehingga  konsekuensinya  adalah 
kesenjangan  kapasitas  juga.  Dalam  penanggulangan  bencana,  isu  peningkatan  kapasitas 
perempuan  selalu  menjadi  masalah  yang  harus  diselesaikan,  mengingat  perempuan  juga 
potensial sebagai penggerak masyarakat. 

Program Desa Tangguh 2010 mencoba untuk mengoptimalkan potensi perempuan penggerak 
di  masyarakat  kedua  desa.  Para  kaum  perempuan  penggerak  ini  terlibat  secara  aktif  sebagai 
pengorganisasi  yang  efektif  di  kedua  desa  lokasi  program.  Ada  beberapa  strategi  pelibatan 
perempuan dalam program Desa Tangguh, yaitu:  

     1. Perempuan sebagai CO (Community Organizer) 
        Dalam  banyak  hal,  perempuan  adalah  komunikator  yang  efektif  untuk  melakukan/ 
        memperlancar  pengorganisasian  masyarakat.  Di  kedua  desa  lokasi  Program, 
        perempuan  secara  efektif  mengorganisasi  masyarakat  peserta  program  baik  dalam 
        tahapan kajian partisipatif maupun pembuatan keputusan aksi dan pelaksanaannya. Di 
        desa  Wonolelo  kaum  perempuan  yang  terlibat  dalam  organisasi‐organisasi  lokal 
        (Forum Komunikasi Kader Posyandu, Jaringan Kerja Perempuan Pedesaan, dan Satuan 
        Tanggap  Darurat  Desa  Wonolelo)  memegang  peranan  penting  menggerakkan 
        kekuatan kaum ibu dan pemuda dalam program desa tangguh. Misalnya Mbak Ulil (Bu 
        Khulil Khasanah), Mbak Tri (Bu Tri Baskoro), dan Bu Hadmiyati. Demikian juga di desa 
        Mulyodadi, kaum perempuan terlibat aktif sebagai komunikator dan inspirator ide‐ide 
        pengembangan  program  di  lapangan,  misalnya  Bu  Listy  Setyaningsih  (Dukuh 
        Wonodoro), dan Bu Rajiyem (Guru). 
     2. Perempuan sebagai pengurus Forum PRB Desa  
        Forum  PRB  Desa  dibentuk  sebagai  strategi  pelembagaan  partisipasi  masyarakat  desa 
        dalam  program  desa  tangguh,  sekaligus  mengorganisasikan  SDM  visioner  yang 




                                                  7
diperlukan untuk keberlanjutan program Desa Tangguh pada masa yang akan datang. 
        Sebagai sebuah forum yang terbuka, elemen perempuan pun masuk ke dalamnya. 
     3. Perempuan  dilibatkan  secara  aktif  sebagai  actor  dalam  rencana  kontinjensi  bencana 
        prioritas  desa,  baik  untuk  gempa  bumi  (Mulyodadi,  Bambanglipuro),  maupun  tanah 
        longsor (Wonolelo, Pleret).  




                                                                                                
                                           Gambar 1.2. 

        Ibu‐ibu di Desa Wonolelo sedang mengikuti kegiatan pelatihan video komunitas 

 

E.       Hasil Pembelajaran YP2SU Yogya 2010 
Program Desa Tangguh 2010 YP2SU Yogyakarta yang diselenggarakan di 2 (dua) desa di Bantul 
(Wonolelo,  Pleret  dan  Mulyodadi,  Bambanglipuro),  bekerjasama  dengan  Program  SCDRR 
UNDP  dan  Pemerintah  Indonesia  adalah  pembelajaran  yang  sangat  berharga  untuk  dijadikan 
salah satu referensi pengembangan desa siaga bencana. Memang, kalau dilihat dari timeframe 
programnya  yang  hanya  1  (satu)  tahun,  program  ini  jelas  tidak  memadai  untuk  membentuk 
desa  tangguh  yang  sesungguhnya.  Sehingga,  kata  kunci  keberhasilan  pembentukan  desa 
tangguh  adalah  keberlanjutan/sustainability,  baik  sustainability  di  tingkat  masyarakat, 
pemerintah, maupun lembaga non pemerintah pendamping.   

Secara  umum,  pola  pembentukan  desa  tangguh  ini  secara  ideal  tergambar  dalam  skema  di 
bawah ini: 




                                                 8
 
                                           Gambar 1.3. 

                            Skema Pola Pembentukan Desa Tangguh 

                                                   

Berdasarkan  hasil  pembelajaran  YP2SU  Yogyakarta,  seperti  halnya  yang  tergambar  dalam 
skema  di  atas  proses  membangun  desa  tangguh  terbagi  menjadi  6  (enam)  tahap.  Masing‐
masing  tahap  berkorelasi  positif  terhadap  kesuksesan  pengorganisasian  masyarakat  dan 
mobilisasi sumber daya (internal dan eksternal) yang diperlukan. Pentahapan ini tidaklah kaku, 
namun menyesuaikan dengan akar masalah yang dihadapi masyarakat dampingan dan semua 
stakeholders,  sekaligus  kapasitas/daya  dukung  penyelenggara  program,  masyarakat 
dampingan,  kebijakan  pemerintah  (regulasi,  program  dan  anggaran),  sekaligus  stakeholders 
setempat.  

Untuk  keperluan  efisiensi  dan  efektivitas  pemberdayaan  masyarakat,  bisa  saja  tahap‐tahap 
yang dilalui sangat berbeda, khususnya dalam konteks isu lintas sektoral (cross‐cutting issues). 
Misalnya,  jika  masalah  perubahan  iklim  lebih  menonjol  daripada  masalah  ekonomi,  maka 
tahap  pemberdayaan  ekonomi  bisa  saja  dikesampingkan.  Atau,  jika  kedua‐duanya  sangat 
menonjol, sangat mungkin perubahan iklim dan pemberdayaan ekonomi dimunculkan. 

Pentahapan di atas adalah hasil dari pembelajaran YP2SU dalam Program Desa Tangguh 2010. 

Dari skema di atas, dapat diidentifikasi beberapa tahap pembentukan desa tangguh/desa siaga 
bencana, dengan deskripsi singkat tersebut di bawah ini: 

    1. Tahap I: Pengorganisasian Awal 
       Tahap  ini,  lebih  kepada  pengidentifikasian  pihak‐pihak  yang  akan  dilibatkan  secara 
       langsung  dalam  program,  mulai  dari  penyediaan  fasilitator,  CO  dan  pengorganisasian 
       masyarakat  di  tahap  awal.  Tahap  ini  dibahas  dalam  Bab  II  buku  ini:  Saat‐Saat  Awal 
       Pengorganisasian. 
        
        
        




                                                 9
2. Tahap II: Identifikasi Potensi dan Pemetaan Risiko Bencana 
       Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk mengenal desa mereka sendiri menggunakan 
       media  PRA  dan  peta  risiko  bencana.  Tahap  ini  dibahas  dalam  Bab  III  buku  ini:  Kajian 
       Potensi dan Peta Risiko Bencana Desa. 
        
    3. Tahap III: Penyusunan Rencana PB (Penanggulangan Bencana) 
       Tahap  ini  dilaksanakan  dalam  rangka  menyusun  rencana  strategis,  rencana  aksi, 
       maupun  rencana  kesiapsiagaan  menghadapi  bencana.  Penyusunan  rencana 
       dilaksanakan  berdasarkan  pengenalan  potensi  dan  risiko  bencana  desa.  Tahap  ini 
       dibahas dalam Bab IV buku ini: Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana. 
        
    4. Tahap IV: Edukasi Masyarakat 
       Tahap ini dilaksanakan dalam rangka transfer pengetahuan penanggulangan bencana, 
       sekaligus  pelaksanaan  dari  rencana  yang  telah  dibuat.  Untuk  program  desa  tangguh, 
       edukasi  ini  juga  dilaksanakan  untuk  keperluan  mengefektifkan  pengorganisasian 
       masyarakat. Tahap ini dibahas dalam Bab V buku ini: Edukasi Masyarakat. 
        
    5. Tahap V: Pemberdayaan Ekonomi 
       Pada  tahap  ini,  masyarakat  mengidentifikasikan  titik‐titik  paling  strategis  untuk 
       “mengungkit”  potensi  ekonomi  desa.  Untuk  program  Desa  Tangguh,  program  ini 
       dilaksanakan  dengan  memberdayakan  Lembaga  Keuangan  Mikro  desa  dan  Usaha 
       Mikro‐Kecil dan Menengah yang berdomisili dan mengembangkan usahanya di sekitar 
       desa lokasi Program. Detail tahap ini dibahas dalam Bab VI Buku Ini: Slamet Raharjo: 
       Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk Masyarakat. 
        
    6. Tahap VI: Pelembagaan dan Legalisasi Desa Tangguh 
       Pada  tahap  ini,  dilaksanakan  2  (dua)  kategori  aktivitas,  tujuannya  untuk  member 
       payung hukum keberlanjutan program, yakni: 
       ‐ Legalisasi  dokumen  pengurangan  risiko  bencana  (perencanaan‐perencanaan 
           dalam  Bab  VII  Buku  ini),  termasuk  integrasi  ke  dalam  sistem  perencanaan 
           pembangunan pemerintah. 
       ‐ Pembentukan  Forum  PRB  Desa  sebagai  tim  lokal  yang  akan  bertanggungjawab 
           untuk penanggulangan bencana di tingkat desa.  

 




                                                  10
 

         




            11
 

                                                  

                                                  

                                                  

     BAB II 
     SAAT‐SAAT AWAL PENGORGANISASIAN 
                                                  

Untuk pengorganisasian awal program Desa Tangguh, dilakukan dalam beberapa langkah: 

     1)  Penentuan Fasilitator dan Community Organizer desa; 
     2)  Penentuan warga masyarakat yang terlibat program; 
     3)  Kajian ancaman‐kerentanan‐kapasitas desa dan potensi desa; 
     4)  Pembentukan Tim Formatur FPRB. 
          
A.    Penentuan Fasilitator dan Community Organizer Desa 

     Untuk  penyelenggaraan  program  Desa  Tangguh  di  masyarakat,  dilakukan  rekruitmen 
     fasilitator dan CO. Fasilitator direkrut dengan kriteria sebagai berikut: 

         Pemuda (laki‐laki/perempuan); 
         Menguasai minimal 3 (tiga) isu strategis (PRBBK, advokasi masyarakat, pemberdayaan 
          ekonomi); 
         Berpengalaman  dalam  pemberdayaan  masyarakat,  atau,  minimal  memiliki  keinginan 
          kuat untuk belajar memberdayakan masyarakat; 
         Dapat beradaptasi dengan dinamika dan isu yang berkembang di masyarakat; 
         Bersikap terbuka dan komunikatif; 
         Memiliki sikap kepemimpinan;  
         Khusus  untuk  media  pembelajaran,  menguasai  materi  video  komunitas  dan  media 
          pembelajaran lain. 

     Warga  desa  dilibatkan  secara  aktif  sebagai  Community  Organizer  (CO).  Ada  beberapa 
     kriteria yang digunakan untuk perekrutan CO ini, yaitu: 

         Pemuda, berdomisili di desa setempat (laki‐laki/perempuan); 
         Memiliki riwayat baik di komunitas; 
         Memiliki visi dan misi untuk pemberdayaan masyarakat; 
         Komunikatif; 
         Mengenal dan dikenal masyarakatnya. 

     Penentuan  CO  dari  pemuda  mendukung  visi  pembelajaran  dari  program  Desa  Tangguh. 
     Pemuda,  yang  diharapkan  menjadi  community  leader  di  masa  yang  akan  datang,  harus 
     dibekali  dengan  isu‐isu  dan  pembinaan  strategis  mengenai  pengurangan  risiko  bencana 
     dengan  cara  langsung  menerjunkan  para  CO  tersebut  di  masyarakat.  Pola  edukasi  yang 
     dikembangkan, para CO diberikan arahan oleh Fasilitator Program, untuk kemudian bahu 




                                                12
membahu  beserta  para  fasilitator  program  untuk  melakukan  pengorganisasian 
masyarakat.  




                                                                                                      
                                          Gambar 2.1. 

  Mas Kholis (paling kiri) sedang memfasilitasi kajian kelompok untuk kajian potensi desa 

                                                    

Seiring dengan cita‐cita menjadikan CO sebagai future community leaders, rekrutmen CO 
juga  memperhatikan  potensi  sosial  yang  dimiliki  oleh  masing‐masing  CO,  yang 
memungkinkan mereka berkomunikasi dengan masyarakat.  

Dari hasil rekruitmen, diperoleh 4 (empat) nama, dengan keunggulan dan potensi masing‐
masing: 

1. Desa Wonolelo 
   Untuk Desa Wonolelo, muncul 2 nama, yakni Akhmad Furqon (aka Mas Uqon) dan Nur 
   Kholis  Majid  (aka  Mas  Kholis).  Pemilihan  kedua  CO  ini  dilakukan,  di  samping  karena 
   memenuhi  beberapa  kriteria  di  atas,  mengingat  adanya  beberapa  potensi  sosial 
   berikut: 
        Kedua  CO  ini  merepresentasikan  organisasi  kemasyarakatan  yang  berbeda. 
            Mas  Uqon  merupakan  representasi  NU  (Ketua  GP  Anshor  Wonolelo),  Mas 
            Kholis  merupakan  representasi  Muhammadiyah.  Penyatuan  kedua 
            representasi ini diharapkan dapat memicu penyatuan sumber daya yang lebih 
            besar untuk masa yang akan datang.  




                                             13
   Kedua CO ini memiliki potensi maupun latar belakang profesi yang mendukung 
                  untuk  komunikasi  dengan  stake  holders  desa.  Mas  Uqon  adalah  putra  dari 
                  Kabag  Ekbang  Pemdes  Wonolelo  (Pak  Makmur)  yang  aktif  dalam 
                  pengorganisasian  masyarakat,  sedangkan  Mas  Kholis  adalah  THL‐TBPP  pada 
                  Kementerian  Pertanian  RI,  yang  sering  berhubungan  dengan  masyarakat, 
                  terutama petani. 
                   
      2. Desa Mulyodadi 
         CO  di  desa  Mulyodadi  ini  kedua‐duanya  adalah  perempuan.  Untuk  Desa  Mulyodadi, 
         muncul  2  (dua)  nama,  yakni  Sri  Wahyuni  (aka  Mbak  Yuni)  dan  Retna  Heryanti  (aka 
         Mbak  Retna).  Pemilihan  kedua  CO  ini  dilakukan,  di  samping  karena  memenuhi 
         beberapa  kriteria  di  atas,  Mbak  Yuni  berlatar  belakang  marketing,  biasa  dengan 
         komunikasi dengan banyak pihak (terutama kalangan elite/stake holders) harapannya 
         mampu mengorganisasikan masyarakat di tingkat elit, sementara Mbak Retna adalah 
         putri  Pak  Dukuh  Kraton,  punya  kapasitas  untuk  mengorganisasikan  masyarakat  di 
         tingkat grassroots.  

B.        Pemetaan Aktor  

Pendekatan  untuk  melibatkan  warga  desa  dilakukan  dengan  menjalin  kerjasama  yang  baik 
dengan  tokoh‐tokoh  masyarakat  lokal,  serta  melibatkan  representasi  masyarakat  rentan 
sebagai mitra kunci/key partner.  

Penentuan  masyarakat  yang  terlibat  ini  menjadi  batu  loncatan  untuk  kegiatan‐kegiatan 
selanjutnya,  termasuk  menjadi  aktor  utama  penggerak  untuk  keberlanjutan  pasca  program. 
Untuk  awal  program,  pelibatan  masyarakat  ditentukan  berdasarkan  kesepakatan  antara 
lembaga YP2SU dengan stake holders desa (pemerintah dan tokoh masyarakat desa), dengan 
latar belakang sebagai berikut: 

      1. Desa Wonolelo 
         Desa  Wonolelo  adalah  desa  yang  relatif  tertinggal  di  Bantul.  Namun,  masyarakat 
         Wonolelo  ini  adalah  masyarakat  religius,  ditandai  dengan  berkembangnya  Organisasi 
         Nahdatul Ulama/NU di sana. Tradisi pergerakan di desa ini cukup kuat, dimotori antara 
         lain  oleh  tokoh  Lakpesdam  NU/Ketua  LPMD  (Pak  Muhyidin),  dan  tokoh  pergerakan 
         perempuan  (Bu  Khulil  Khasanah  a.k.a  Mbak  Ulil),  dengan  metode  penggerakan  dan 
         basis massa yang berbeda. Pak Muhyidin memiliki pengaruh kuat terhadap pemerintah 
         desa  dan  pemuda  desa,  sementara  Mbak  Ulil  memiliki  pengaruh  kuat  terhadap 
         kalangan perempuan.  
          
         Untuk  itulah,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  kultur  di  masyarakat 
         seperti itu: titik awal pengorganisasian dimulai dari golongan pemuda dan perempuan, 
         serta beberapa orang tokoh yang mendukung, termasuk pemerintah desa. Hikmahnya, 
         orang‐orang  yang  berada  di  titik  awal  ini  menerjemahkan  dan  mengembangkan 
         dukungan dari para tokoh dan pemerintah desa terhadap PRBBK, dan itu diwujudkan 
         dalam pembentukan dan legalisasi PRBBK untuk selanjutnya. 
          
      2. Desa Mulyodadi 
         Untuk  desa  Mulyodadi,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  potensi 
         kelompok masyarakat yang ada, yakni tim perumus RPJMDesa Mulyodadi, yang telah 
         diberdayakan  oleh  program  Desa  Tangguh  tahun  2008,  dan  menghasilkan  Perdes 
         Mulyodadi Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 




                                                  14
Desa Mulyodadi tahun 2008 – 2013. Untuk itulah, pembasisan program desa tangguh 
         ini dimulai dari tim perumus RPJMDesa tersebut. 
          
         Di  samping  itu,  tim  ini  juga  melibatkan  pamong  desa  secara  aktif  sebagai  titik  tolak 
         pengorganisasian.  
          
         Salah  satu  ciri  yang  membedakan  antara  masyarakat  Mulyodadi  dengan  masyarakat 
         Wonolelo  adalah,  bahwa  masyarakat  Mulyodadi  lebih  menekankan  keterwakilan 
         aspirasi  mereka  kepada  tokoh‐tokoh  yang  telah  ditentukan  secara  formal,  sehingga, 
         memunculkan  isu  bencana  harus  juga  dengan  memunculkan  kelembagaan  khusus 
         beserta tokohnya. Hikmah yang dapat diambil adalah, bahwa semua perencanaan dan 
         legalisasi  PRBBK  (Rencana  Penanggulangan  Bencana  (RPB),  Rencana  Aksi  Komunitas 
         (RAK), Rencana Kontinjensi Bencana, dan Forum PRB Desa) mengandung konsekuensi 
         pemunculan isu (regulasi) dan kekuatan sosial (kelembagaan) yang baru untuk PRBBK.  

C.       Perumusan/Pembentukan Tim Formatur Forum PRB Desa 

Pembentukan  tim  Formatur  Forum  PRB  adalah  upaya  awal  untuk  pengorganisasian 
penanggulangan  bencana  secara  berkelanjutan.  Pembentukan  formatur  ini  dilaksanakan 
dengan dua tujuan, yakni: 

      1) Pengenalan Forum PRB Desa kepada masyarakat; 
      2) Penyusunan struktur dan sistem dalam Forum PRB Desa. 

Formatur Forum PRB Desa ini dibentuk manakala di desa lokasi program belum ada Forum PRB 
Desa. Dalam pembelajaran Program Desa Tangguh 2010, pengorganisasian masyarakat untuk 
sebuah  isu  baru  yang  “tidak  lazim”  di  kalangan  masyarakat  bukanlah  hal  yang  mudah. 
Sehingga, pembentukan Forum PRB Desa sebagai titik tolak pengorganisasian dilakukan secara 
bertahap.  




                                                                                         
                                              Gambar 2.2. 

      Mas Wawan (nomor 2 dari kanan) sedang menjadi pembicara dialog interaktif Jogja TV  

                                    terkait program Desa Tangguh 




                                                    15
Tahap pertama dengan mengenalkan Forum PRB Desa kepada masyarakat dan seluruh elemen 
stakeholders,  dengan  melibatkan  warga  dan  tokoh  pemerintah  yang  selama  ini  menjadi 
“aktivis”  di  masyarakatnya.  Tujuannya  adalah  menciptakan  “magnet”  penarik  semua  elemen 
substansial  pembangunan  desa.  Dengan  kata  lain,  hal  ini  sangat  terkait  dengan  potensi 
pengaruh para aktivis desa tersebut kepada banyak pihak, yang dengan potensi itu, perubahan 
dapat  dilakukan  ke  banyak  sektor,  baik  sektor  pemerintahan,  sektor  swasta,  maupun  sektor 
non pemerintah.  

Dalam perkembangan selanjutnya, Forum PRB Desa dibentuk, dan secara otomatis, Formatur 
Forum  ini  dilebur  ke  dalam  Forum  PRB  Desa.  Para  aktivis  yang  tergabung  dalam  formatur 
forum menjadi pengurus Forum PRB Desa, untuk terus‐menerus memotori proses dinamisasi 
keorganisasian di sana.  

 

                                                  




                                                                                                    
                                           Gambar 2.3. 

    Mbak Yuni sedang menyerahkan paket mesin pompa air, skema Dana Hibah Rencana Aksi 
                            Komunitas Desa Mulyodadi 2010 

 

 




                                                16
 

     




        17
 

                                                  

                                                  

    BAB III 
    PENGKAJIAN POTENSI  
    DAN PEMETAAN RISIKO BENCANA DESA 
 

Masyarakat  desa,  adalah  salah  satu  gambaran  unik  dari  keanekaragaman  kehidupan  dan 
penghidupan  bangsa  Indonesia,  baik  dalam  konteks  pola  mata  pencaharian,  kebiasaan  dan 
adat, maupun pola relasi antar elemen yang ada. Hal ini sangat dimungkinkan untuk ada dan 
terjadi,  mengingat,  desa  tumbuh  dan  berkembang,  sama  dengan  pola  laju  zaman  di 
lingkungannya,  dan  membentuk  semua  cirri  yang  melekat  di  desa  tersebut.  Untuk  dapat 
menjalankan  program  dengan  pemahaman  komprehensif,  ciri‐ciri  ini  diidentifikasi.  Termasuk 
dalam  konteks  pelaksanaan  program  Desa  Tangguh.  Ada  2  (dua)  metode  yang  digunakan 
dalam program Desa Tangguh ini, yaitu metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dan HVCA 
(Hazard‐Vulnerability‐Capacity Analysis). Hasil dari kajian ini digunakan sebagai bahan fasilitasi 
untuk kegiatan‐kegiatan berikutnya.  




                                                                                           
                                          Gambar 3.1. 

       Warga desa Mulyodadi sedang membuat diagram kelembagaan desa Mulyodadi 




                                                18
Kajian  ini  hanyalah  sebuah  kajian  awal,  dan  bukan  merupakan  sebuah  titik  akhir  dari 
pengenalan lokasi program yang seyogyanya harus dilakukan secara terus menerus, mengingat 
banyak dinamika social yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Maka, kegiatan ini 
hanya  dapat  disimpulkan  sebagai  “pembuka”  untuk  mengenal  masyarakat  secara  lebih  jauh, 
singkat  kata,  tidak  mungkin  mengenal  masyarakat  secara  komprehensif  dalam  program  ini. 
Pengenalan masyarakat dilakukan secara sinergis dengan kegiatan‐kegiatan yang lain, karena, 
inti  proses  dari  fasilitasi  program  adalah:  bertemu  dengan  banyak  orang.  Ada  beberapa 
metode yang digunakan dalam  kajian potensi ini, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 
2 (dua) bagian, yaitu: 

1. Kajian Desa Partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA), dilakukan dengan: 
   a. Peta Komunitas; 
   b. Sejarah Desa; 
   c. Potensi Ekonomi Desa; 
   d. Kalender Musim; 
   e. Transek; 

2.   Penyusunan Peta Risiko Bencana 

 

A. Kajian Desa Partisipatif / Participatory Rural Appraisal 

1. Peta komunitas / community mapping 

Tujuan  dasar  dari  penggunaan  metode  community  mapping  sebenarnya  adalah  menjadikan 
media  pengenalan  kewilayahan  sebuah  komunitas  menjadi  hal  yang  dapat  diperiksa  secara 
visual.  Masyarakat  diajak  menggambarkan  wilayah  tempat  tinggalnya  dalam  sebuah  peta 
komunitas yang memuat beberapa informasi dasar yang bermanfaat. 

Ada beberapa catatan yang terkait dengan penyusunan peta komunitas ini, yaitu: 

    a. Peta  komunitas  ini  digunakan  untuk  memetakan  ancaman,  kerentanan  dan  kapasitas 
       masyarakat melalui media visual yang dibuat oleh masyarakat sendiri. 
    b. Cara  membuat  peta  komunitas  disesuaikan  dengan  kapasitas  masyarakat.  Tim 
       Program Desa Tangguh  hanya menentukan untuk  membuat peta desa. Peta tersebut 
       harus memuat informasi‐informasi dasar, untuk titik‐titik tertentu bisa dengan simbol; 
       yakni: 
           a) Jalur‐jalur penting desa (jalan, sungai, jembatan,) 

            b) Pemukiman (rumah penduduk) 

            c)  Fasilitas  Umum  atau  Tempat  Kegiatan  Umum  (misal:  balai  desa,  PUSKESMAS, 
            rumah  sakit,  sekolah,  masjid,  pesantren,  lapangan,  embung,  sumur  bor,  gedung 
            pertemuan,  gardu  ronda,  gardu  listrik,  kantor‐kantor,  pasar,  rumah  perangkat 
            desa, dokter desa); 

            d) Wilayah geografis (perbukitan, danau/telaga, wilayah pesisir, dll) 

            e)  Peta  aset  masyarakat  (persawahan/ladang,  hutan,  mata  air,  padang  rumput, 
            rumah pedagang, rumah pengrajin, koperasi, dll) 

            f) Daerah‐daerah atau titik rawan bencana desa. 




                                               19
 
Berikut ini contoh peta komunitas yang dibuat oleh masyarakat di kedua desa lokasi program 
Desa Tangguh: 

 

 

 

 

 

 

 

 

     

                                       Gambar 3.2 

                          Gambar Peta Komunitas desa Wonolelo 




                                                                                           
                                         Gambar 3.3. 

                                  Peta Komunitas Mulyodadi 




                                            20
Peta  komunitas  ini  juga  menjadi  salah  satu  bahan  dasar  untuk  menyusun  peta  risiko 
    bencana desa. 

     

2. Kalender Musim 
 

Kalender  musim  menggambarkan  aktivitas  keseharian  masyarakat  desa,  yang  menunjukkan 
relasi  antara  masyarakat  dengan  dengan  kondisi  musim  yang  dihadapinya.    Kalender  ini  juga 
dapat dimanfaatkan untuk melihat kecenderungan waktu terjadinya bencana.  

Dalam  pengalaman  di  kedua  desa  lokasi  program,  kalender  musim  ini  juga  digunakan  untuk 
pendekatan  kepada  kelompok  petani,  dalam  hal  ini  adalah  Gapoktan/Gabungan  Kelompok 
Tani. Untuk desa Mulyodadi, hal inilah yang memberikan “inspirasi” untuk menyentuh sector 
pertanian, baik dalam pola edukasi maupun perencanaan Program Desa Tangguh. 




                                                                                                          
                                                   

                                            Gambar 3.4 

                                 Kalender Musim Desa Wonolelo 

                                                   




                                                 21
BULAN 
        VARIABEL PRA                                                                                                               KETERANGAN 
                                 3        4        5        6        7      8    9    10        11     12        1        2 
Pola Curah Hujan                                                                                                                
Kalender Musim                                                                                                                  
       Musin Hujan                                                                                                             
       Musim Kemarau                                                                                                           
 
Pola Tanam                                                                                                                      
       Padi                                                                                                                    
       Kedelai                                                                                                                 
       Jagung                                                                                                                  
       Lahan Tak Digarap                                                                                                       
       Kacang                                                                                                                  
 
Saat Ancaman                                                                                                                    
(Sumber : Hasil FGD)                                                                                                            
     Banjir                                                                                                                    
     Demam Berdarah                                                                                                            
     Angin Ribut / Petir                                                                                                       
     Tanah Longsor                                                                                                             
     Kebakaran                                                                                                                 
     Gempa bumi                                                                                                                
     Pencemaran Air /                                                                                                         Tanggal 11 Maret 
      Udara                                                                                                                    2010 dan 14 
                                                                                                                               Maret  2010 
     Kekeringan                                                                                                               Sudah ± 7 Tahun 
                                                                                                                               Di Grogol, Paker, 
                                                                                                                               Plumutan dan 
     Ancaman Lain                                                                                                             Masahan 
      Hama                                                                                                                      
 
Tingkat Kesibukan                                                                                                               
Keluarga Terkait Musim 


       Ayah                                                                                                                   XXX : 
       Ibu                                                                                                                    XX 
       Anak                                                                                                                   X 
 
Tingkat Produktivitas                                                                                                           
Keluarga Terkait Musim 
    Ayah                                                                                                                       
    Ibu                                                                                                                        
    Anak                                                                                                                       
 
Munculnya Masalah                                                                                                               
Pertanian  
       Serangan Hama                                                                                                          Wereng, 
       Kekeringan                                                                                                             Belalang, Keong, 
                                                                                                                               Sundep, Tikus  

                                                                                                                                
                                                             Gambar 3.5 

                                           Kalender Musim Desa Mulyodadi 




                                                                     22
3.        Analisis Potensi Ekonomi Desa 

Analisis potensi ekonomi desa dilakukan dengan mendaftar secara garis besar potensi ekonomi 
warga  desa.  Analisis  ini  digunakan  juga  sebagai  salah  satu  sarana  untuk  memperoleh  data 
untuk  kebijakan  bencana  desa  dan  analisis  risiko  untuk  keperluan  pemetaan  risiko  bencana 
desa. 

             Jumlah satu              Pelaku dan                                                 Masalah     Keterangan
Jenis mata 
               desa dan               aktivitasnya         Hasil/                 Alokasi          yang 
pencahari                                                              Pasar 
            persebaranny         Laki‐       Perem         bahan                   hasil         biasanya 
    an 
                  a              laki        puan                                                 timbul 
Tani           270 / desa        √           √           Padi,       Pleret       Biaya      Pengairan  Tani 
               34 / dusun                                sayuran,    disekitar    hidup      Pemasaran  seseorang 
                                                         jagung,     jejeran      masyara               yang 
                                                         palawija                 kat                   memiliki 
                                                                                                        sawah 
Buruh          734 KK            √           √                                               Di  bawah 
                                                                                             UMR 
                                                                                             Lahan 
                                                                                             pekerjaan 
                                                                                             susah 
                                                                                             SDM 
Pengrajin      50                √           √           Mebel,      DIY  dan                Pemasaran 
               40, 5, 5                                  lincak      Jateng                  Bahan 
                                                         bamboo                              baku 
                                                                                             Modal 
Pedagang       102 jiwa          √           √           Krecek      Pleret                   
               18,  9,  5,  10,                                      Jejeran 
               13, 19, 13, 15                                        DIY/ 
                                                                     jateng 
PNS            43               √            √                                                
               11,  6,  1,  5, 
               1,4, 15 
Polri / TNI    15               15                                                            
               2, 2, 6, 5 
Jasa           60               60                                                                           Bengkel, 
               4,  7,  15,  4,                                                                               transportasi, 
               12, 9, 4, 5                                                                                   service 
                                                      Gambar 3.6. 

                           Contoh Hasil Analisis Potensi Ekonomi Desa Mulyodadi 

4.        Alur Sejarah Desa (untuk Kebencanaan dan Pertanian) 

Tujuan penyusunan alur sejarah desa  adalah untuk mengetahui sejarah desa lokasi program 
pada isu bencana dan pertanian pada tonggak‐tonggak waktu tertentu yang dianggap penting 
oleh masyarakat. 
Manfaat sejarah desa antara lain untuk menggali: 
 
        1. Penyebab timbulnya masalah. 

          2. Kisah sukses masyarakat. 




                                                          23
       3. Peran masyarakat yang sudah dilakukan. 

       4.dsb 

Dalam  program  desa  tanggu  di  kedua  desa,  penggalian  sejarah  desa  menghasilkan 
pengetahuan‐pengetahuan sebagai berikut: 
    a. Desa Mulyodadi 
 
        No                       Peristiwa                             Tahun 
         1      Bencana Gempa Bumi                                      1954 
         2      Bencana kekeringan                                      1972 
         3      Bencana serangan wereng                                 1979 
         4      Bencana Gempa bumi                                      2006 
         5      Serangan demam berdarah                                 2010 
     
                                             Gambar 3.7. 
                                 Hasil Alur Sejarah Desa Mulyodadi 
                                                    
1. Bencana gempa bumi tahun 1954 disebabkan tektonik, rumah bangunan rusak, korban 
    tidak terlalu banyak. 
2. Bencana kekeringan tahun 1972 disebabkan kemarau panjang akibatnya pertanian tidak 
    berhasil panen  
3. Bencana Serangan wereng tahun 1979 mengakibatkan gagal panen dan bagi yang mampu 
    bisa panen dengan diusahakan penyemprotan hama wereng. 
4. Bencana gempa bumi tahun 2006 disebabkan tektonik korban banyak yang meninggal 
    ±252 orang, luka berat, luka ringan dan rumah sebagian roboh. 
5. Serangan demam berdarah tahun 2010 disebabkan nyamuk korban meninggal 1 dan yang 
    sakit opname di rumah sakit tiap kring ada. Penanggulangan DB : disemprot, dengan 3M 
    (Mengubur, Menguras, Menutup) 
 
    b. Desa Wonolelo 
     No      Tahun                                  Peristiwa 
      1     1950‐an   Gempa Bumi 
      2        1984   Longsor Bukit Becici 
            1990‐an
      3                Banjir Depok  
              (awal) 
                         Pencurian yang meresahkan selama berminggu – minggu. 
                        Akhirnya pencurinya tertangkap dan ada kesespakatan apabila  
            1990‐an
      4                 mengulangi lagi, maka siap dihukum mati. 
             (akhir) 
                        Ternyata masih terjadi pencurian, sehingga saat pencurinya 
                        tertangkap dihukum setrum hingga mati 
      5        2006     Gempa Bumi 27 Mei 
      6        2008   Banjir Bandang (kedungrejo + Guyangan) 
      7        2008   Angin Ribut 
      8    Tiap Tahun Kemarau dan kekeringan  
                                          Gambar 3.8. 

                                 Alur sejarah Desa Wonolelo 




                                             24
5.        Hubungan Kelembagaan 

Diagram Venn digunakan untuk meneliti hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang 
terdapat  di  desa  (dan  lingkungannya),  yang  berpotensi  untuk  dilibatkan  dalam 
penanggulangan  bencana  desa.  Hubungan  tersebut  terbagi  dalam  2  (dua)  parameter,  yakni 
besarnya potensi dukungan dan kedekatan relasi dengan masyarakat.  

           

           

           

           

           

           

           

           

 

                                             Gambar 3.9. 

                               Hubungan Kelembagaan Desa Wonolelo 

           

           

           

           

           

           

       
       
       
       
       
       
       
       
                                      Gambar 3.10. 
                             Hubungan Kelembagaan Mulyodadi 
                                             
                                             
                                             




                                              25
B. Peta Risiko Bencana Desa 

Sebagai  bahan  untuk  menyusun  kebijakan  penanggulangan  bencana  desa  dan  kebijakan 
pembangunan  sector  lain  oleh  seluruh  stake  holders,  dilaksanakan  pemetaan  risiko  bencana 
desa, terutama untuk ancaman bencana yang dapat dipetakan secara mudah oleh masyarakat 
dan tidak menimbulkan  konflik baru. Pemetaan ini  dilakukan dengan menggabungkan antara 
teknologi  (software  computer  peta)  dengan  proses  partisipatif  dalam  pengumpulan  data  di 
masyarakat. 

Untuk  memberi  contoh  penerapan  peta  ini,  maka  program  desa  tangguh  juga  menyusun 
rencana  kontinjensi  (secara  detail  dapat  diperiksa  di  bab  IV  dan  Bab  VII  buku  ini),  sebagai 
respon  atas  kebutuhan  masyarakat  untuk  kesiapsiagaan  menghadapi  ancaman  bencana 
prioritas. Harapannya, dengan contoh yang ada, semangat penerapan penggunaan peta risiko 
bencana  dapat  menular  menjadi  sebuah  semangat  umum  untuk  memapankan  kebijakan 
penanggulangan bencana di tingkat desa. 

Adapun langkah yang ditempuh untuk pemetaan multi risiko bencana adalah dapat dicermati 
dalam skema di bawah ini: 




                                             Gambar 3.11 

                                 Alur pemetaan risiko bencana desa 

1. Deskripsi Skema 
 
a. Peta Dasar merupakan peta yang dibuat guna memberikan gambaran dasar mengenai area 
cakupan wilayah suatu Dusun dalam konteks wilayah Desa. Peta ini dibuat berdasarkan peta 
batas wilayah dan perspektif warga.  
 
b. Deep Interview, kegiatan yang dilakukan dalam proses deep interview adalah: 
         Wawancara mendalam mengenai pengisian form pendataan. Pengisian dilakukan 
             sesuai dengan data yang diperlukan.  




                                                   26
    Pak Dukuh / warga menggambarkan data dalam peta sesuai simbol yang 
            diperlukan dalam kebencanaan sekaligus memberikan keterangan mengenai batas 
            jalan, batas RT, persawahan, kemungkinan jalur dan tempat evakuasi. 
           Menggali keterangan lain yang diperlukan mengenai sejarah kebencanaan, 
            dampak yang ditimbulkan, proses penanganannya serta tokoh kunci. 
           Diusahakan dapat membuat kesefahaman ataupun kesepakatan mengenai upaya 
            PRB, misal terkait dukungan Program, proses Penyusunan RPB, RAK, dan siap 
            berperan dalam Rencana Kontinjensi. 
             
c. Kompilasi Data, meliputi kegiatan: 
           Merekap seluruh data yang sudah terkumpul untuk dijadikan dalam sebuah 
            dokumen. 
           Mendigitalisasi peta sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk gambar yang lebih 
            menarik dan mudah difahami. 
           Menghitung besaran area tingkat risiko melalui perhitungan rumus sesuai dengan 
            kenampakan simbol yang ada. 
d. Hasil 
           Peta Risiko untuk area tingkat risiko Tinggi, Sedang, Rendah dalam satu Ancaman 
            Bencana dan Multi Ancaman Bencana 
           Data Desa – Dusun untuk penyusunan draft RPB, RAK dan RenKon yang 
            selanjutnya disampaikan pada pertemuan Forum untuk dibahas dan 
            ditindaklanjuti. 
             




                                                                                                
                                         Gambar 3.12. 

                     Ibu‐ibu di Wonolelo sedang mengikuti kajian potensi desa 
            




                                             27
 
                    Gambar 3.13 

Contoh Peta Risiko Bencana kekeringan Desa Mulyodadi 




                                                         
                    Gambar 3.14 

Contoh Peta Risiko Bencana Kebakaran Desa Mulyodadi 




                         28
 
                        Gambar 3.15. 

    Contoh Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Desa Wonolelo 

 




                              29
 
                   Gambar 3.16. 

Contoh Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Desa Wonolelo 




                        30
 
     




        31
 
                                                 

                                                 

     
    BAB IV 
    PERUMUSAN PERENCANAAN  
    PENANGGULANGAN BENCANA 
 

    “Pengelolaan  sumber  daya  pedesaan  seyogyanya  didekati  dari  cara  pandang  holistik 
    sekaligus  praksis  berdasarkan  sehari‐hari.  Kebijakan  pengelolaan  sumber  daya 
    pedesaan  secara  berkelanjutan  memerlukan  pemahaman  mendalam  mengenai  pola 
    pikir  dan  perilaku  penduduk  dalam  berinteraksi  dengan  lingkungannya.  Oleh  karena 
    itu,  nilai‐nilai  yang  diyakini  dan  dipraktekkan  masyarakat  pedesaan  menjadi  dasar 
    atau prinsip pengembangan kebijakan” (M.Baiquni, 2007) 

     

Perencanaan  penanggulangan  bencana  merupakan  salah  satu  kegiatan  inti  dalam 
pembangunan  masyarakat  desa  yang  memiliki  daya  tahan/ketangguhan  terhadap  bencana. 
Dalam  Undang‐Undang  Nomor  24  Tahun  2007  tentang  Penanggulangan  Bencana  pasal  33, 
ditentukan bahwa penanganan bencana dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:  
   a. Prabencana, meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya 
   bencana; 
   b. Saat tanggap darurat, yakni saat terjadi bencana dan penanganan kegawatdaruratan; dan 
   c. Pascabencana, yakni saat rehabilitasi dan rekonstruksi. 
    
Di samping itu, Undang‐undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana juga 
mengamanatkan  penanggulangan  bencana  yang  terencana  seperti  terumuskan  pada  pasal  4 
huruf c, sehingga, setiap tahap penanggulangan bencana harus direncanakan dalam berbagai 
bentuk  dan  sistematika  rencana  yang  disesuaikan  dengan  kebutuhan‐kebutuhan  yang  ada  di 
masing‐masing  tahapan,  sekaligus  sebuah  rencana  penanggulangan  bencana  yang  menjadi 
landasan  yuridis  bagi  setiap  perencanaan  di  setiap  tahapan.  Berikut  ini  tabel  yang 
mengindikasikan tahap dan rencana yang dibutuhkan. 
 
                                             Tabel 4. 1  
                  Tahap dan Perencanaan Kebutuhan Penanggulangan Bencana 
     No  Tahap                             Rencana Yang Dibutuhkan 

    1    Semua Tahap                     Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), catatan: RPB 
                                         ini  dibuat  pada  tahap  prabencana,  saat  tidak  terjadi 
                                         bencana. 
    2    Tahap Prabencana 

         a.  Mitigasi dan Pencegahan     Rencana Aksi Komunitas (RAK) 




                                               32
b. Kesia
                 apsiagaan                a. Rencana A
                                          a          Aksi Komunit tas (RAK) 
                                          b. Rencana K
                                          b          Kontinjensi BBencana (Ren ncana Kontin
                                                                                          njensi) 
     3 
     3    Tahap T
                Tanggap Darurat           Rencana Opeerasi Tangga ap Darurat  
     4 
     4    Tahap P
                Pascabencan
                          na              Rencana Rehhabilitasi dan
                                                                  n Rekonstruk ksi 
  

    m gambaran
Dalam         n skema, hub bungan antara tahap penanggulanga
                                                           an bencana d
                                                                      dan rencana
                                                                                a yang 
dibut          t diperiksa dalam skema di bawah ini: 
    tuhkan dapat




                                                                                   

                                          Gambar 4.1. 

       Skema pem          ap Penanggulangan Benc
               mbagian taha                    cana dan Ren
                                                          ncana yang d
                                                                     dibuat untuk 
                                penanggulangan bencana 

A.    D
      Deskripsi Sin
                  ngkat Perenc
                             canaan Pena
                                       anggulangan Bencana Program Desa Tangguh 20
                                                                                 010 

Dalam Program  Desa  Tangguh  2010,  diinisiasi  3  (tiga)  rencana  pra‐bencan yaitu  Rencana 
    m                                                                         na, 
Penanggulangan  Bencana  (RP Rencana Aksi  Komu
                           PB),         a             unitas  untuk  Penguranga Risiko  Bencana 
                                                                               an 
(RAK PRB), dan Re
                encana Konttinjensi Benc
                                       cana Prioritas             Kontinjensi).  
                                                       s (Rencana K

Salah
    h satu  tantan
                 ngan terbesa  ar yang dipeeroleh dalamm program D Desa Tangguh h 2010 ini ad
                                                                                            dalah, 
bahwwa di Kabupa aten Bantul bbelum ada pe  erangkat kebbijakan yang memadai un ntuk perencaanaan 
penanggulangan  bencana  di  tingkat  desa,  sek        kaligus  sistem  legal  yang  mendasari 
terselenggaranya a penanggula  angan benca             at desa. Sehingga, progra
                                           ana di tingka                        am desa tanngguh, 
melalui semua pr roses fasilitas
                               si di kedua d
                                           desa lokasi pr
                                                        rogram haru             cari bentuk”, yang 
                                                                    us “mencari‐c
akhirnya mengha  asilkan posisi konseptual di bawah ini i: 

     a Rencana  Penanggulangan  Bencana  (RPB)  De diposisik sebagai  rencana  strategis 
     a.                                                esa       kan 
        desa  untuk  mobilisas sumber  da
                             si          aya,  baik  yang  bersumb dari  desa sendiri,  ma
                                                                 ber         a           aupun 
                hak  ekstern
        pihak‐pih            nal.  Tujuann
                                         nya  adalah  menciptak   kan  kultur  kebijakan  yang 
        memposi              nggulangan  bencana  sebagai  renca multipih
                 isikan  penan                                   ana         hak.  RPB  De ini 
                                                                                         esa 
        berlaku selama 5 (lim
                            ma) tahun, seiring dengan n RPJM Desa. 




                                                33
b. Rencana  Aksi  Komunitas  untuk  Pengurangan  Risiko  Bencana  (RAK  PRB)  diposisikan 
          sebagai  rencana  aksi  konkret  untuk  pengurangan  risiko  bencana  yang  memuat 
          kegiatan‐kegiatan  pengurangan  risiko  bencana  yang  memuat  peredaman  ancaman, 
          pengurangan kerentanan, dan peningkatan kapasitas masyarakat. RAK PRB ini disusun 
          berdasarkan  RPB  Desa.  RAK  PRB  Desa  ini  berlaku  selama  3  (tiga)  tahun,  dalam 
          pelaksanaannya dibagi per tahun, sesuai dengan pentahapan dalam RKP Desa. 
       c. Rencana  Kontinjensi  Bencana  diposisikan  sebagai  rencana  kesiapsiagaan  masyarakat, 
          yang  mengidentifikasi  ketersediaan  potensi  asset  masyarakat  sekaligus 
          mengidentifikasi  kekurangan  yang  harus  dipenuhi  dengan  cara  mobilisasi  resources 
          pihak  eksternal,  untuk  keperluan  tanggap  darurat  bencana  tertentu  yang  spesifik, 
          misalnya Rencana Kontinjensi Gempa Bumi, Rencana Kontinjensi Tanah Longsor.  

       Sedangkan,  Rencana  Operasi  Tanggap  Darurat  dan  Rencana  Aksi  Rehabilitasi  dan 
       Rekonstruksi  secara  spesifik  tidak  diinisiasi  oleh  Program  Desa  Tangguh,    hanyasaja, 
       eksistensi kedua rencana ini ditegaskan di dalam RPB Desa. 

1. Penyusunan RPB Desa 

Penyusunan RPB Desa dilakukan dengan cara‐cara yang tercantum dalam tabel di bawah ini: 

                                                Tabel 4.2. 

                        Tahap Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 

    Tahapan           Aktivitas  
    Tahap I                 Sosialisasi  dan  kajian  partisipatif  risiko  bencana  dan  potensi  desa 
                               (PRA,  HVC  analysis,  Profil  Desa,  analisis  risiko  bencana  desa,  peta 
                               kebencanaan desa); 
                            Proses  ini  dilakukan,  sebagaimana  di  dalam  buku  ini  ditulis  dalam 
                               bab III Kajian Potensi dan Risiko Bencana Desa  
    Tahap II          Pengkajian bersama terhadap regulasi, perencanaan, program dan anggaran 
                      di tingkat pusat, daerah, dan desa yang mendukung tentang PRBBK;  
    Tahap III         Pengkajian RPB yang telah ada (RENAS PB 2010 – 2014); Draft RPB DIY;  
    Tahap IV          Pengkajian  format  RPB  Desa,  draft  Peraturan  Desa,  serta  strategi  dan 
                      legalisasi keberlanjutannya; 
    Tahap V           kajian  partisipatif  untuk  kebijakan  PB  Desa,  pilihan  tindakan,  mekanisme 
                      pengerahan  sumber  daya,  baik  untuk  tahap  pra‐bencana;  tahap  tanggap 
                      darurat; tahap pasca bencana; maupun untuk semua tahap.  
    Tahap VI          Penyusunan Draft RPB Desa 
    Tahap VII         Proses legalisasi Peraturan Desa 
 

Secara umum, RPB Desa ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut: 

       a. Pendahuluan, terdiri dari keterangan pendahuluan, maksud dan tujuan, serta landasan 
          hukum. 
       b. Gambaran  umum  wilayah,  berupa  profil  umum  wilayah  yang  mendeskripsikan  a.l. 
          profil  geografis,  kependudukan,  perekonomian,  sarana  dan  prasarana,  kelembagaan 
          desa,  agama,  dan  budaya  desa.  Dapat  ditambah  profil  mengenai  hal‐hal  lain  juga, 
          misalnya profil keagamaan desa, dll; 




                                                     34
c. Penilaian  risiko  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  profil  ancaman,  kerentanan  dan 
       kapasitas masyarakat, serta analisis risiko bencana desa, dan peta risiko bencana desa; 
    d. Kebijakan  penanggulangan  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  kerangka  konseptual 
       perencanaan penanggulangan bencana, posisi Forum PRB Desa, hubungan antara RPB 
       Desa dengan RPJMDesa dan perencanaan pembangunan desa lainnya. 
    e. Pilihan tindakan penanggulangan bencana, terdiri dari analisis stakeholders yang akan 
       terlibat, matriks pilihan tindakan penanggulangan bencana beserta stake holders yang 
       akan  dilibatkan,  nilai  sumber  daya  yang  dibutuhkan  serta  mobilisasi  sumber  daya 
       stakeholders yang akan dilakukan. 
    f. Penutup, berupa kesimpulan. 

 

                             Fakta menarik terkait dengan RPB Desa: 

    Kebutuhan Desa Mulyodadi untuk Penanggulangan Bencana Desa untuk 5 (lima) Tahun 
                          Rp.346.704.500.000,00. (Mulyodadi) 

                              Oleh Sri Wahyuni (CO Desa Mulyodadi) 

 
Setelah  dirunut‐runut,  ternyata  memperhitungkan  perkiraan  kebutuhan  sumber  daya  desa 
untuk penanggulangan bencana, baik untuk Pra Bencana, Tanggap Darurat, dan Pasca Bencana 
hasilnya  bisa  saja  hasilnya  sangat  mengejutkan.  Jumlah  sumber  daya  senilai 
Rp.346.704.500.000,00 tentunya harus didukung dengan semua pemangku kepentingan.  
 
Untuk tahap pra‐bencana (asumsi tanpa monev), Desa Mulyodadi memerlukan alokasi sumber 
daya senilai Rp.46.334.500.000,00 untuk melakukan pengurangan risiko bencana, termasuk  di 
dalamnya  adalah  upaya  peredaman  ancaman,  pengurangan  kerentanan,  dan  peningkatan 
kapasitas  agar  masyarakat    tetap  tanggap  dan  tangguh  menghadapi  bencana.  Kalau  alokasi 
sumber  daya  ini  terpenuhi  dan  masyarakat  menjadi  tangguh,  maka  harapannya,  semua 
pemangku  kepentingan  tidak  perlu  mengalokasikan  sumber  daya  senilai 
Rp.300.340.000.000,00  untuk  keperluan  Tahap  Saat  Tanggap  Darurat  dan  Tahap  Pasca 
Bencana (asumsi tanpa monev).  
 
Dengan  demikian  dapat  disimpulkan,  investasi  sebesar  Rp.  46.334.500.000,00  dapat 
menghemat sumber daya pembangunan senilai Rp.300.340.000.000,00 (Perbandingan 1:6,5)! 
Barangkali,  jumlah  itu  kelihatan  terlalu  berlebihan.  Tetapi,  sesungguhnya  ketika  kita  melihat 
fakta  pembangunan  rumah  misalnya,  kebutuhan  in  kind  untuk  pembangunan  rumah  pasca 
gempa bumi 27 Mei 2006 ternyata sangat besar per rumahnya.  
 
Di  luar  skema  bantuan  dana  Rehabilitasi  dan  Rekonstruksi  rumah  dari  pemerintah  yang 
“hanya”  Rp.15  juta  per  rumah,  setiap  pemilik  rumah  harus  menyediakan  tukang  (jumlah 
tukang  minimal  2  orang  @tukang  +  Rp.40  ribu  per  hari),  makan  tukang  @tukang  1x  sehari, 
snack  tukang  @tukang  2x  sehari);  biaya  untuk  pembersihan  puing‐puing  rumah  (yang  pada 
prakteknya  dilakukan  oleh  masyarakat  dan  relawan);  biaya  swadaya  untuk  material  rumah 
tambahan,  dan  komponen‐komponen  lain  seperti  transport  material,  dan  lain  sebagainya. 
Biaya seperti ini sebagian adalah biaya swadaya, dan sebagian juga dari skema gotong royong 
(dengan warga masyarakat dan para relawan yang terlibat). Sehingga, bisa saja, dalam skema 
pendirian rumah pasca bencana  
 




                                                  35
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

More Related Content

Viewers also liked

3 sk. pembentukan tim siaga bencana
3 sk. pembentukan tim siaga bencana3 sk. pembentukan tim siaga bencana
3 sk. pembentukan tim siaga bencanaDeddy Sutarmin
 
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana Tsunami
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana TsunamiPONCOSARI: Desa Tangguh Bencana Tsunami
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana TsunamiWawan Andriyanto
 
Buku master-plan-pertanian
Buku master-plan-pertanianBuku master-plan-pertanian
Buku master-plan-pertanianradengembull
 
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...Oswar Mungkasa
 
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNIDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNDede Saputra
 
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisSk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisChristine Roberts
 
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakat
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakatMateri pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakat
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakatNene Mulyana
 
Powerpoint desa
Powerpoint desaPowerpoint desa
Powerpoint desavae ri
 

Viewers also liked (10)

3 sk. pembentukan tim siaga bencana
3 sk. pembentukan tim siaga bencana3 sk. pembentukan tim siaga bencana
3 sk. pembentukan tim siaga bencana
 
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana Tsunami
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana TsunamiPONCOSARI: Desa Tangguh Bencana Tsunami
PONCOSARI: Desa Tangguh Bencana Tsunami
 
Buku master-plan-pertanian
Buku master-plan-pertanianBuku master-plan-pertanian
Buku master-plan-pertanian
 
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...
Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Ta...
 
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNIDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
 
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisSk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
 
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakat
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakatMateri pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakat
Materi pembinaan kades, prangkat dan lembaga kemasyarakat
 
Uu desa pembangunan desa
Uu desa   pembangunan desa Uu desa   pembangunan desa
Uu desa pembangunan desa
 
Powerpoint desa
Powerpoint desaPowerpoint desa
Powerpoint desa
 
Presentasi uu desa versi terbaru
Presentasi uu desa versi terbaruPresentasi uu desa versi terbaru
Presentasi uu desa versi terbaru
 

Recently uploaded

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 

Recently uploaded (20)

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 

Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

  • 1. Siaga Selalu Aman Seterusnya Sebuah Pembelajaran Menuju Desa Tangguh Wawan Andriyanto, dkk 2011
  • 2.
  • 3. KA ATA PE ENGAN NTAR Assa alamualaiku Wr. Wb. um Sudah banyak yang menyampaikan bahwa N k n Negara Ind donesia me emiliki kera awanan tinggi terhadap berbag jenis bencana terutama. Na gai amun perh hatian yang lebih mem g madai pada Pengurang gan Risiko Bencana (PRB) baru muncul se u ekitar enam tahun tera m akhir setelah terjadi beberapa ben h ncana alam besar m berturut-turut di Indo onesia. Pe enanganan bencana yang sebe elumnya ce enderung be onsif dan spontan, kin mulai berg ersifat respo ni gerak ke arah preve entif dan k kesiap-siagaan denga bertump pada upaya an pu u gurangan ri peng isiko bencana walaupu masih be un elum signifik dampaknya. kan Pada saat ini pula tingka kesiapsia at agaan benc cana di ma asyarakat masih m olong rendah sehingg masih perlu menja perhatia semua pihak tergo ga p adi an yang bekerja di g iarea penan nggulangan bencana. n Men ningkatnya f frekuensi ke ejadian ben ncana di Ind donesia pad umumnya dan da a di DIY pada khu ususnya tel membuka mata semua pihak a lah akan pentin ngnya pertimbangan a aspek kebe encanaan dalam pemb d bangunan. Kejadian ge empa bum besar Mei 2006, bencana tanah longsor di Kulon Prog kekering di mi h go, gan Gun nung Kidul, erupsi Me erapi di Sleman, ancaman tsunam dan ban di mi njir sepa anjang pesi Bantul-K isir Kulonprogo dan angin puting beliung di bebe erapa wilay yah DIY me enyadarkan semua pe n elaku dan p pelaksana p pembangun di nan DIY akan perlunya perha atian mens sinergikan upaya pen ngurangan risiko benc bencana ala maupun non alam. cana baik b am Bencana dapat diredam dan dikurang risiko dan dampakny secara berarti t gi n ya b bila masyarakat mem apab mpunyai info ormasi dan pengetahu uan yang cukup c serta adanya budaya penc a cegahan da ketahana terhadap bencana. Salah an an p S satu aspek pen u nting dalam penanggu m ulangan bencana adalah memba angun kesiapan dan ketangg guhan ditin ngkat mas syarakat. H Hal inilah yang ndasari BAP men PPEDA Provinsi DIY se elaku badan perencana pembang n gunan daer rah di Prov vinsi DIY, b bersama de engan Bada Kesbang an glinmas Pro ovinsi DIY dan Proyek “Safer Co k ommunities through Dis saster Risk Reduction” (SC- ” i
  • 4. DRR) yang didukung oleh BAPPENAS-KEMENDAGRI-BNPB dan UNDP untuk membuat pilot project bernama “Desa Tangguh’ di Provinsi DIY. Seluruh komponen, dalam hal ini warga, kepala keluarga, para pemimpin masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam upaya mengurangi kerentanan bencana di tingkat komunitas yang berada di wilayah berisiko bencana. Untuk ke depan, apa yang dilakukan oleh YP2SU melalui Program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas “Desa Tangguh”, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dibutuhan kerja sama untuk mensinergikan sumber daya, koordinasi kegiatan, membentuk jejaring dan kemitraan dalam usaha menjalankan program PRBBK yang berkelanjutan ini. Dengan diterbitkannya buku Memoar Desa Tangguh YP2SU diharapkan dapat menjadi kontribusi yang mampu menjawab kurangnya bahan pembelajaran bagi upaya pengurangan risiko bencana di tingkat komunitas. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pilot project Desa Tangguh dan dalam penyusunan buku ini terutama YP2SU dan SCDRR-UNDP yang telah menfasilitasi dan berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga buku ini dapat memenuhi maksud dan tujuan penyusun dan kerjasama ini akan terus terjalin di kelak kemudian hari dalam rangka meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Wassalamualaikum Wr. Wb. Yogyakarta, Januari 2011 Koordinator Project Officer PPMU SCDDR Provinsi DIY DANANG SAMSURIZAL i
  • 5. SEBUAH CATATAN      Oleh: Eko Teguh Paripurno*  Telah kita ketahui bersama, desa telah lama menjadi subyek (atau obyek?) pelaksanaan program oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam negeri,lembaga pemerintah luar negeri, lembaga non pemerintah dalam negeri maupun lembaga non pemerintah luar negeri. Dahulu pernah kita kenal status desa sebagai Desa Pancasila, Desa Mandiri, Desa Wisata, Desa Konservasi, Desa Sehat, Desa Sadar Hukum dan lainnya. Dari namanya tentu kita sudah paham siapa lembaga-lembaga "penggagasnya". Sekarang, dalam konteks penangulangan bencana, diantara kita sedang mewujudkan Desa Siaga Bencana, Kampung Siaga Bencana, Desa Tangguh dan lainnya. Nah,buku ini adalah catatan pengalaman untuk mewujudkan Desa Tangguh itu. Mewujudkan “Desa Tangguh”, bagaimana prosesnya? Proses pengorganisasian untuk pemberdayaan masyarakat adalah proses pembelajaran bagi para pelakunya. Sebelum memulai proses pengorganisasian ini, tentu YP2SU telah memikirkan berbagai “menu” proses yang telah tersedia hasil para pelaku pendahulunya, untuk dipilih dan diadaptasikan di wilayah kerjanya. Tentu termasuk di dalamnya pengalaman-pengalaman internal lembaga dalam melakukan pendampingan pemberdayaan ekonomi – yang merupakan isu sentral kerja-kerja YP2SU sebelum program ini dilaksanakan. Pada akhirnya, ruang dan waktu yang menentukan proses yang dipilih untuk dilakukan, yaitu 6 (enam) tahapan proses pemberdayaan: (1) Pengorganisasian Awal, (2) Identifikasi Potensi dan Risiko Bencana, (3) Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, (4) Edukasi Masyarakat, (5) Pemberdayaan Ekonomi dan (6) Pelembagaan dan Legalisasi Desa Tangguh. Dan, YP2SU telah berhasil menjalankan mendatnya untuk mewujudkan Desa Tangguh itu... Desa yang bersedia memahami ancaman dan kerentanannya adalah modal dasar bagi memungkinkanya sebuah desa menjadi Desa Tangguh. Biasanya kita mudah mengupas ancmaan yang ada di desa kita, tetapi enggan membaca kerentanan di desa kita secara jujur. Bahkan cenderung ditutup-tutupi. Paparan kerentanan terbaca rinci di masyarakat, tetapi belum cukup kuat membaca kerentanan birokrasi, baik di desa sampai jajaran di atasnya. Tidak disinggung perkara korupsi. Birokrasi korup, itu rentan. Tidak korup, itu berkapasitas.
  • 6. Kaparitas yang penting bagi sebuah ketangguhan desa adalah kemampuan memobilisasi dana. Deklarasi Mulyodadi yang diamini oleh banyak pelaku eksternal telah menunjukan hal tersebut. Masyarakat bersepakat untuk sebaik-baiknya mengorganisasikan sumberdaya dari semua pihak untuk membangun ketangguhan itu. Semoga di dalamnya termasuk memobilisasi sumberdaya internal, Ini menjadi hal penting karena ketangguhan sejati adalah ketangguhan yang berbasis pada keswadayaan; yang dalam jangka panjang tidak memunculkan ketergantungan. Bukankah pengurangan risiko bencana itu merupakan strategi pengurangan risiko bencana dengan input eksternal minimum? Ketangguhan ekonomi menjadi pilar penting agar ketangguhan terhadap bencana itu bisa terjadi. Tentu menjadi tidak nyaman bila ketangguhan bencana kita disandarkan kepada pihak lain, tergantung sumberdaya pihak lain. Oleh karenanya penguatan ekonomi menjadi hal yang tidak terpisahkan. Ajakan untuk bermain di sektor ekonomi lewat GEMI-nya, yang beriring dengan penanggulangan bencana, yang dikemukakan sebagai Slamet lan Raharjo benar adanya. Jadi, jangan memisahkan ketangguhan terhadap bencana dari ketangguhan terhadap aset penghidupan (termasuk ekonomi di dalamnya)... Dan akhirnya, lembaga yang akan mengawal untuk mewujudkan dan menjaga ketangguhan ini lembaga macam apa? Tentunya lembaga yang sadar bahwa ada investasi 1:6,5 yang diperlukan untuk menjaga aset yang kita miliki. Lembaga yang mampu memobilisasi aset internal untuk menjamin keberlanjutan itu. Semoga Forum PRB Desa selalu bersemangat dan bernenergi untuk mewujudkan hal itu, dengan atau tanpa YP2SU dan UNDP maupun aktor external lain. Mari kita membuktikan bahwa kita bisa mandiri. *Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta/Penerima Penghargaan United Nations Sasakawa Award 2010
  • 7. SEKEDAR PRAKATA PENULIS      Puji  syukur  kepada  Allah  SWT,  atas  segala  rahmat  dan  hidayahNya,  sehingga  buku  ini  dapat  diselesaikan dan dipublikasikan.  Buku  “Siaga  Selalu  Aman  Seterusnya”  ini  disusun  sebagai  hasil  pembelajaran  bersama setelah satu tahun lebih YP2SU Yogyakarta, dengan dukungan penuh dari  Program  SCDRR  UNDP  dan  Pemerintah  Indonesia,  menyelenggarakan  Program  Desa  Tangguh,  sebuah  program  pengurangan  risiko  bencana  berbasis  komunitas  (PRBBK)  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta. Sehingga, semua hal yang  ditulis oleh penulis dalam  buku ini adalah  hasil pembelajaran semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik tim Program Desa  Tangguh, Pemerintah Desa lokasi program, maupun masyarakat di lokasi program.  Hal  yang  cukup  menarik  adalah,  bahwa  program  Desa  Tangguh  yang  diselenggarakan  dalam  Program  ini  adalah  adanya  dukungan  penuh  dari  Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DIY maupun Pemerintah  Kabupaten  Bantul.  Hal  ini,  bagi  penulis,  menunjukkan  sebuah  potensi  besar  sinergisitas antara semua pihak untuk membangun masyarakat yang tanggap dan  tangguh menghadapi ancaman bencana yang sedemikian besar.   Di level masyarakat, program ini diterima dengan baik, ditandai dengan partisipasi  masyarakat yang aktif dan produktif. Banyak dinamika menantang yang mewarnai  hubungan  antara  masyarakat  dengan  tim  program,  mulai  dari  dinamika  yang  menguntungkan,  hingga  dinamika  yang  memerlukan  penyelesaian.  Hanya  saja,  begitulah  lika‐liku  penyelenggaraan  program  berbasis  isu  yang  relative  baru  dikembangkan di Indonesia.  Dalam pengantar ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar‐besarnya kepada  semua pihak, termasuk contributor penulisan  yang terlibat dalam penulisan buku  ini, yang semakin memperkaya hasil pembelajaran program Desa Tangguh.   Akhirnya,  tiada  gading  yang  tak  retak.  Penulis  menyadari  masih  banyak  kekurangan  yang  belum  terisi  dalam  penulisan  buku  ini.  Penulis  mengharapkan  adanya  masukan  konstruktif  demi tersempurnakannya isi buku ini untuk di kemudian hari.    Yogyakarta,  14 Februari 2010     Penulis 
  • 8.   DAFTAR ISI      Halaman Cover……………………………………………………………………………. i Kata Pengantar…....………………………………………………………………………. viii Daftar Isi…………..……………………………………………………………………..… ix Bab I Sekilas Tentang Program Desa Tangguh……………………………...……….. 1 Bab II Saat-saat Awal Pengorganisasian………………………………………………. 11 Bab III Pengkajian Potensi Dan Pemetaan Risiko Bencana Desa………………….. 17 Bab IV Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana……...……………….. 31 Bab V Edukasi Masyarakat……………………..……………………………………….. 43 Bab VI Slamet Raharjo: Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk Masyarakat…............................................................................................................. 58 Bab VII Pelembagaan Dan Legalisasi Desa Tangguh…...…………………………… 65 Bab VIII Penutup…………………....…………………………………………………….. 87 Daftar Pustaka……………………....…………………………………………………….. 92 Factsheet Program Desa Tangguh………………………..……………………………. 94 Personel Program Desa Tangguh…………………………..…………………………… 95 Profil Penulis………………………………………………………………………………. 97  
  • 9.       1
  • 10.         BAB I   SEKILAS TENTANG PROGRAM DESA TANGGUH    A. Profil Singkat Program Desa Tangguh  Program  Desa  Tangguh  adalah  program  pendampingan  masyarakat  tingkat  desa  untuk  mengurangi  potensi  dampak  bencana,  dengan  membangun  dan  memperkuat  pengetahuan,  partisipasi  dan  sistem  regulasi  masyarakat  dan  pemerintah  desa  untuk  pengurangan  risiko  bencana. Program ini telah diselenggarakan selama 1 (satu) tahun di 2 (dua) desa di Kabupaten  Bantul  Provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta,  yakni  Desa  Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan  Desa  Mulyodadi  (Kecamatan  Bambanglipuro).  Program  ini  diselenggarakan  mengingat  kerentanan  kedua  desa  ini  terhadap  ancaman  bencana,  yang  telah  terbukti  dalam  sejarah  perjalanannya.  Desa  Mulyodadi  adalah  desa  rawan  bencana  gempa  bumi,  yang  dibuktikan  ketika pada peristiwa gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006, 80% rumah di wilayahnya hancur  dan  lebih  dari  200  warga  meninggal  dunia.  Desa  Wonolelo  juga  rawan  bencana  gempa  bumi  karena  berdekatan  dengan  sesar  Opak,  dan  juga  rawan  tanah  longsor  karena  daerahnya  berbukit‐bukit.  Selama  pelaksanaannya  sepanjang  tahun  2010  silam,  Program  Desa  Tangguh  telah  menghasilkan beberapa output, seperti yang disebutkan dalam table di bawah ini:  Tabel 1.1  Deskripsi Aktivitas Program Desa Tangguh  No  Keluaran Program  Bentuk  1  Regulasi&  a. Peraturan  Desa  tentang  Rencana  Penanggulangan  Kelembagaan  PB  Bencana Desa;  Desa  b. SK Lurah Desa tentang Rencana Aksi Komunitas Desa;  c. SK  Lurah  Desa  tentang  Perencanaan  Kontinjensi  Bencana Desa;  d. SK  Lurah  Desa  tentang  Forum  Pengurangan  Risiko  Bencana Desa  2  Kajian  Bahaya,  a. Video Komunitas Desa  Kerentanan  &  b. Kajian Risiko Bencana Desa  Kapasitas Desa  c. Penyusunan Peta Risiko Bencana Desa  2
  • 11. Pelatihan/Sosialisa a. Simulasi Bencana Gempa Bumi  si Kebencanaan  b. Sosialisasi  Kebencanaan  (Penanganan  Pengungsi,  PPPK,  Ketahanan  Pangan,  Penggunaan  Alat  Deteksi  Longsor,  Perubahan Iklim, Penanganan Kebakaran.  4  Kampanye/Edukasi  a. Pentas  Kesenian  Bertemakan  Kebencanaan  (Ketoprak,  Masyarakat   Teater, Macapat, Lagu)  b. Penulisan  Buletin,  Media  Kampanye  (poster,  bulletin)  untuk warga desa.  c. Edukasi Penanggulangan Bencana untuk Anak  d. Edukasi Bencana untuk Perempuan  e. Edukasi Bencana Untuk Petani  5  Pelatihan  a. Pelatihan manajemen Usaha Mikro‐Kecil‐Menengah dan  Pemberdayaan  Lembaga Keuangan Mikro Desa.  Ekonomi  b. Pembentukan Forum Pengembangan Ekonomi Desa  6  Hibah  a. Dana  Hibah  untuk  kegiatan  Penanggulangan  Bencana  Rp.100 juta per desa  b. Monitoring dan pendampingan penggunaan dana hibah      Gambar 1.1  Kesenian Hadroh Desa Wonolelo,  Salah satu potensi media PRBBK pedesaan  3
  • 12.   Demi mencapai hasil yang optimal, Program Desa Tangguh bersinergi dengan potensi yang ada  di masyarakat, yaitu:  • Potensi Lokal (Kelompok Seni Budaya, Ormas Keagamaan Lokal);  • Eksisting  Regulasi+Kebijakan  Pemerintah  Daerah  tentang  PRBBK  (Mis:Perda  Penanggulangan  Bencana,  RPJMDes,  RPJMD/RKPD,  RPBD/RAD  PRB),  beserta  Kelembagaan (BPBD, Bappeda, Kesbangpollinmas; dan SKPD lain);  • Program‐Program Stake holders Lain (NGO‐Donor, PNPM, Organisasi Lokal, dll);  • Pelembagaan  Partisipasi  (Regulasi  dan  Dokumen  Kebencanaan  Masyarakat  dan  Lembaga  Forum  PRB  Masyarakat  –  dibentuk  oleh  perwakilan  masyarakat  rentan+pemerintah masyarakat, dilegalisasi, diberdayakan);   • Isu Lintas Sektoral (sensitive gender, perubahan iklim);  • Pemberdayaan  Ekonomi  Masyarakat  untuk  mendukung  perkembangan  asset  untuk  PRB Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan.  B. Profil Lokasi  Program  Desa  Tangguh  diselenggarakan  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  DI  Yogyakarta,  yakni  di  Desa  Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan  Desa  Mulyodadi  (Kecamatan  Bambanglipuro). Adapun profil singkat lokasi program tersebut dapat diperiksa dalam tabel di  bawah ini:  Tabel 1.2.  Profil Singkat Lokasi Program Desa Tangguh  Desa Wonolelo  Desa Mulyodadi   Lokasi: Kecamatan Pleret, Bantul, DIY;   Lokasi: Kec. Bambanglipuro, Bantul,   Luas Wilayah: 453,4705 Ha; luas daratan  DIY;  185,7736 Ha (40% luas lahan), luas   Luas Wilayah: 644,7575 Ha; 8 dusun;   perbukitan/pegunungan 267,6969 Ha   Jumlah penduduk : 11.873 jiwa (2010);  (60% luas lahan); 14 dusun, 4 kring;    Ancaman utama: gempa bumi,   Jumlah penduduk: 4,471 jiwa (2010);  kekeringan irigasi, banjir, putting   Ancaman utama: tanah longsor, gempa  beliung, tanggul longsor, kebakaran,  bumi, kekeringan, angin ribut, kebakaran,  pencemaran air dan lingkungan,  banjir, epidemic, ancaman sosial;  penyakit menular, bencana sosial;   Potensi Utama:  Gerakan masyarakat /   Potensi Utama:  Kesenian, gerakan  ormas, kesenian tradisional, hadroh,   masyarakat/ormas, pengalaman  budaya Islam, pengalaman menjadi korban  menjadi korban bencana gempa bumi  gempa bumi 2006.  2006.    ‐‐‐‐  4
  • 13. Banyaknya  bencana  dengan  dampak  yang  besar  di  negara  ini  telah  menjadi  refleksi,  bahwa  pembangunan  belum  sepenuhnya  dapat  menampung  hak‐hak  masyarakat  untuk  lepas  dari  ancaman  bencana.  Tak  terkecuali,  bagi  warga  Bantul  DIY,  yang  telah  melalui  salah  satu  ujian  terberatnya,  Gempa  Bumi  27  Mei  2006.  Tak  tanggung‐tanggung  dampaknya,  jumlah  korban  jiwa  meninggal  mencapai  nilai  total  rupiah  kerusakan  fisik  dan  kerugian  ekonomi  sebesar  Rp.29,1  Trilliun  (Sumber:  BAPPENAS,  2010;  PDLA  Gempa  Yogyakarta).  Kasus  bencana  DIY  terkini,  erupsi  Merapi  2010,  dampaknya  tidak  hanya  terasa  di  Kabupaten  Sleman  saja;  tetapi  juga  di  seluruh  Kabupaten  dan  Kota  di  seluruh  Provinsi  DIY.  Termasuk  di  Kabupaten  Bantul,  hingga tanggal 29 November 2010, tercatat sebanyak 6.359 penyintas Merapi, berlokasi di 17  titik (BNPB, laporan 29 November 2010 pukul 12 siang). Salah satu titik penyintas ada di desa  Wonolelo,  Pleret,  Bantul,  dengan  jumlah  penyintas  mencapai  79  orang  (Sumber:  Akhmat  Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo, 2010).  Untuk  itulah,  perlu  adanya  sebuah  upaya  pengurangan  risiko  bencana  yang  diinisiasi  di  level  yang paling strategis, yang memungkinkan adanya pendekatan dan penyatuan antara berbagai  sektor  di  level  komunitas.  Tujuannya  jelas:  pengerahan  sumber  daya  di  level  komunitas,  dengan berlandaskan kultur masyarakat.  Desa sebagai unit pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, adalah titik  strategis  untuk  pemberdayaan  masyarakat  dan  perencanaan  pembangunan  dengan  skema  bottom‐up. Proses perencanaan pembangunan dimulai dari musyawarah tingkat dusun, untuk  dijadikan perencanaan pembangunan di level desa dan di atas desa. Di desa, kultur masyarakat  dapat  lebih  terpelihara,  karena  di  situlah  kekuatan  pengaruh  tokoh  masyarakat  dipadukan  dengan kekuatan politik komunitas, dan membentuk gerakan bersama untuk menjaga warisan  kultur  masyarakat.  Warga  desa  Mulyodadi  (Salah  Satu  lokasi  Program  Desa  Tangguh  2010),  telah  lama  menyadari  hal  ini,  sehingga  mereka  berjuang  dengan  serius,  membangun  seni  budaya sebagai identitas desa mereka, dan Desa Mulyodadi dikukuhkan menjadi Desa Budaya  pada tahun 2008 silam (Sumber: Bapak Subardi, ketua BPD, tokoh budaya Desa Mulyodadi).   Di  samping  itu,  desa  adalah  tempat  bertemunya  berbagai  program  pemberdayaan  berbasis  masyarakat, yang diselenggarakan oleh berbagai pihak; mulai dari PUAP; UED‐SP dan berbagai  program lain. Sehingga, desa adalah titik strategis, untuk menggalang partisipasi masyarakat,  sekaligus integrasi PRB ke dalam sistem regulasi pemerintah.  Desa,  juga  merupakan  laboratorium  dinamika  yang  pada  rentetannya  menghasilkan  setiap  struktur dan kultur masyarakat yang ada sekarang. Dengan kata lain, keberdayaan masyarakat  itu ada karena dibentuk, dan pembentukan masyarakat tersebut melalui proses yang panjang  dan berliku, melalui proses penggalian potensi lokal maupun intervensi potensi dari luar. Dan,  untuk  merubah  setiap  kondisi,  diperlukan  konsistensi  dan  kontinuitas  proses  penciptaan  perubahan,  dan  konsistensi  dan  kontinuitas  itu  harus  dijaga  dengan  sistem  yang  disepakati  bersama  antarpelaku  pembangunan,  sekaligus  aktor‐aktor  yang  memiliki  sikap  terbuka  terhadap dinamika kemajuan modern.  Hal ini juga berlaku dalam program Desa Tangguh. Sebuah desa, disebut tangguh menghadapi  bencana apabila di desa tersebut, ada beberapa unsur sebagai berikut:  a. Aktor‐aktor  penanggulangan  bencana,  mewakili  stakeholders  desa,  yang  visioner  dan  tanggap terhadap perubahan;  b. Sistem  regulasi  penanggulangan  bencana  yang  terbuka,  memuat  hasil  kajian  partisipatif atas potensi bencana dan memberikan arahan strategis, sekaligus peluang  5
  • 14. untuk  mobilisasi  sumber  daya  pemerintah  maupun  non  pemerintah,  internal  desa  maupun eksternal desa, termasuk di dalamnya adalah program dan anggaran publik;  c. Perencanaan  pembangunan  yang  partisipatif,  yang  menjadikan  pengurangan  risiko  bencana  sebagai  kerangka  berpijak,  sekaligus  direncanakan  sebagai  bagian  dari  kegiatan pembangun desa.    d. Adanya upaya edukasi, advokasi, dan pemberdayaan masyarakat yang diiringi dengan  kebesertaan masyarakat secara partisipatif aktif dan kontinu tersusun sebagai sebuah  sistem untuk penanggulangan bencana desa.  e. Pendayagunaan  potensi  lokal  (misal  kearifan,  pengetahuan,  religi,  dan  seni  budaya)  masyarakat dalam penanggulangan bencana desa.  f. Kesinambungan/Keberlanjutan gerakan Pengurangan Risiko Bencana, ditandai dengan  adanya  skema  strategis  kemandirian  masyarakat,  yang  didukung  dengan  regulasi,  institusionalisasi, perencanaan, penganggaran, dan monitoring‐evaluasi yang jelas.  Semua  hal  tersebut,  harus  secara  kontinu  berproses  dan  beradaptasi  dengan  kebutuhan‐ kebutuhan  baru  yang  semakin  berkembang.  Karena,  ketangguhan  desa  terhadap  ancaman  bencana  dinilai  dari  kemauan  dan  kemampuan  seluruh  elemen  dalam  masyarakat  tersebut  untuk  berproses  dan  belajar  dalam  meningkatkan  kapasitas,  mengurangi  kerentanan,  dan  meredam  ancaman  bencana  di  desa.  Sebagaimana,  perkembangan  kapasitas  Karang  Taruna  desa  Mulyodadi  dalam  mengolah  seni  budaya  desanya,  sebagaimana  Video  Komunitas  Wonolelo dalam mengolah video‐video bermutu mengenai pemberdayaan masyarakatnya.    “Alhamdulillah Mas, sekarang ini pasca Program Desa Tangguh selesai, Forum PRB Desa  Wonolelo dapat dukungan dari banyak pihak. Kemarin kami dapat pelatihan dari CSPJRF, trus  kami kemarin pelatihan yang mengisi Kepala BPBD Bantul. Tokoh‐tokoh masyarakat juga  banyak yang masuk ke Forum PRB Desa. Harapannya ke depan ada program‐program lain  yang dapat kami akses Mas” (Akhmat Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo)     C. Tujuan Dan Strategi Dasar Program  Desa ini adalah salah satu dari dua desa di Kabupaten Bantul yang memperoleh  pendampingan dari program Desa Tangguh SCDRR UNDP. Semoga dengan adanya program  ini, tidak ada korban lagi kalau bencana terjadi… (harapan Bapak Kuswanto, Kaur Kesra Desa  Mulyodadi,yang selalu disampaikan bahkan di setiap beliau menyampaikan pidato pembukaan  acara program). Sungguh, penulis merasakan bahwa program ini memiliki beban yang sangat  berat, memberikan jaminan bahwa bencana mengerikan pada tanggal 27 Mei 2006 yang  meluluhlantakkan hampir 80% rumah di desa ini, menelan 242 orang korban jiwa meninggal,  dan menyebabkan ribuan orang luka‐luka dan kehilangan tempat tinggal. Dampak gempa  bumi itu  ternyata masih dirasakan sampai sekarang, dan menjadi bagian dari memori sejarah  yang telah merubah mindset masyarakat Bantul, bahwa ternyata,daerah mereka bukan  daerah aman. Daerah Bantul, merupakan daerah yang dilalui oleh Sesar Opak, yang siap  mengguncang wilayah Bantul dan sekitarnya.   Tujuan  desa  tangguh  adalah  untuk  mewujudkan  warga  masyarakat  dan  desa  yang  tangguh  serta  tanggap  terhadap  bencana,  sehingga  diperlukan  pola  edukasi  dan  pemberdayaan  yang  berkelanjutan, dan advokasi yang tak kenal titik henti ke semua stakeholders, baik pemerintah  maupun non‐pemerintah. Untuk itulah, dalam program Desa Tangguh ini, yang dilakukan oleh  6
  • 15. YP2SU  sebagai  penyelenggara  program  lebih  kepada  pembentukan  pondasi  yang  kokoh  bagi  masyarakat  dan  semua  stakeholders  untuk    kemudian  dikembangkan  lebih  jauh  di  masa  depan,  dengan  mengedepankan  potensi‐potensi  lokal,  kearifan  dan  pengetahuan  lokal  yang  relevan,  serta  SDM‐SDM  lokal.  Pengembangan  ini  harus  mendapat  dukungan  regulasi  pemerintah yang memadai.  Memahami  strategi  proses  pembangunan  Desa  Tangguh  dimulai  dari  memetakan  dua  sektor  kunci  pembentuk  elemen  dasar  desa,  yakni:  pemerintah  dan  non  pemerintah.  Sektor  pemerintah,  berperan  dalam  integrasi  PRB  ke  dalam  pembangunan  dan  penyelarasan  program‐program  pembangunan  dengan  aspirasi  dari  masyarakat.  Sedangkan,  sektor  non  pemerintah,  berperan  dalam  penggalangan  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan,  penciptaan  ide‐ide  kreatif  pembaharuan  dalam  perencanaan  pembangunan,  sekaligus  pemanfaat langsung, dan pelaku monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.     D. Desa Tangguh untuk Pemberdayaan Perempuan  Bencana/krisis selalu dikaitkan dengan kurangnya kapasitas masyarakat, yang sangat mungkin  timbul  karena  kesenjangan  kapasitas  antar  anggota  masyarakatnya.  Kesenjangan  ini  dapat  timbul  juga  dari  factor  peran  antar  gender  yang  berbeda,  sehingga  konsekuensinya  adalah  kesenjangan  kapasitas  juga.  Dalam  penanggulangan  bencana,  isu  peningkatan  kapasitas  perempuan  selalu  menjadi  masalah  yang  harus  diselesaikan,  mengingat  perempuan  juga  potensial sebagai penggerak masyarakat.  Program Desa Tangguh 2010 mencoba untuk mengoptimalkan potensi perempuan penggerak  di  masyarakat  kedua  desa.  Para  kaum  perempuan  penggerak  ini  terlibat  secara  aktif  sebagai  pengorganisasi  yang  efektif  di  kedua  desa  lokasi  program.  Ada  beberapa  strategi  pelibatan  perempuan dalam program Desa Tangguh, yaitu:   1. Perempuan sebagai CO (Community Organizer)  Dalam  banyak  hal,  perempuan  adalah  komunikator  yang  efektif  untuk  melakukan/  memperlancar  pengorganisasian  masyarakat.  Di  kedua  desa  lokasi  Program,  perempuan  secara  efektif  mengorganisasi  masyarakat  peserta  program  baik  dalam  tahapan kajian partisipatif maupun pembuatan keputusan aksi dan pelaksanaannya. Di  desa  Wonolelo  kaum  perempuan  yang  terlibat  dalam  organisasi‐organisasi  lokal  (Forum Komunikasi Kader Posyandu, Jaringan Kerja Perempuan Pedesaan, dan Satuan  Tanggap  Darurat  Desa  Wonolelo)  memegang  peranan  penting  menggerakkan  kekuatan kaum ibu dan pemuda dalam program desa tangguh. Misalnya Mbak Ulil (Bu  Khulil Khasanah), Mbak Tri (Bu Tri Baskoro), dan Bu Hadmiyati. Demikian juga di desa  Mulyodadi, kaum perempuan terlibat aktif sebagai komunikator dan inspirator ide‐ide  pengembangan  program  di  lapangan,  misalnya  Bu  Listy  Setyaningsih  (Dukuh  Wonodoro), dan Bu Rajiyem (Guru).  2. Perempuan sebagai pengurus Forum PRB Desa   Forum  PRB  Desa  dibentuk  sebagai  strategi  pelembagaan  partisipasi  masyarakat  desa  dalam  program  desa  tangguh,  sekaligus  mengorganisasikan  SDM  visioner  yang  7
  • 16. diperlukan untuk keberlanjutan program Desa Tangguh pada masa yang akan datang.  Sebagai sebuah forum yang terbuka, elemen perempuan pun masuk ke dalamnya.  3. Perempuan  dilibatkan  secara  aktif  sebagai  actor  dalam  rencana  kontinjensi  bencana  prioritas  desa,  baik  untuk  gempa  bumi  (Mulyodadi,  Bambanglipuro),  maupun  tanah  longsor (Wonolelo, Pleret).     Gambar 1.2.  Ibu‐ibu di Desa Wonolelo sedang mengikuti kegiatan pelatihan video komunitas    E. Hasil Pembelajaran YP2SU Yogya 2010  Program Desa Tangguh 2010 YP2SU Yogyakarta yang diselenggarakan di 2 (dua) desa di Bantul  (Wonolelo,  Pleret  dan  Mulyodadi,  Bambanglipuro),  bekerjasama  dengan  Program  SCDRR  UNDP  dan  Pemerintah  Indonesia  adalah  pembelajaran  yang  sangat  berharga  untuk  dijadikan  salah satu referensi pengembangan desa siaga bencana. Memang, kalau dilihat dari timeframe  programnya  yang  hanya  1  (satu)  tahun,  program  ini  jelas  tidak  memadai  untuk  membentuk  desa  tangguh  yang  sesungguhnya.  Sehingga,  kata  kunci  keberhasilan  pembentukan  desa  tangguh  adalah  keberlanjutan/sustainability,  baik  sustainability  di  tingkat  masyarakat,  pemerintah, maupun lembaga non pemerintah pendamping.    Secara  umum,  pola  pembentukan  desa  tangguh  ini  secara  ideal  tergambar  dalam  skema  di  bawah ini:  8
  • 17.   Gambar 1.3.  Skema Pola Pembentukan Desa Tangguh    Berdasarkan  hasil  pembelajaran  YP2SU  Yogyakarta,  seperti  halnya  yang  tergambar  dalam  skema  di  atas  proses  membangun  desa  tangguh  terbagi  menjadi  6  (enam)  tahap.  Masing‐ masing  tahap  berkorelasi  positif  terhadap  kesuksesan  pengorganisasian  masyarakat  dan  mobilisasi sumber daya (internal dan eksternal) yang diperlukan. Pentahapan ini tidaklah kaku,  namun menyesuaikan dengan akar masalah yang dihadapi masyarakat dampingan dan semua  stakeholders,  sekaligus  kapasitas/daya  dukung  penyelenggara  program,  masyarakat  dampingan,  kebijakan  pemerintah  (regulasi,  program  dan  anggaran),  sekaligus  stakeholders  setempat.   Untuk  keperluan  efisiensi  dan  efektivitas  pemberdayaan  masyarakat,  bisa  saja  tahap‐tahap  yang dilalui sangat berbeda, khususnya dalam konteks isu lintas sektoral (cross‐cutting issues).  Misalnya,  jika  masalah  perubahan  iklim  lebih  menonjol  daripada  masalah  ekonomi,  maka  tahap  pemberdayaan  ekonomi  bisa  saja  dikesampingkan.  Atau,  jika  kedua‐duanya  sangat  menonjol, sangat mungkin perubahan iklim dan pemberdayaan ekonomi dimunculkan.  Pentahapan di atas adalah hasil dari pembelajaran YP2SU dalam Program Desa Tangguh 2010.  Dari skema di atas, dapat diidentifikasi beberapa tahap pembentukan desa tangguh/desa siaga  bencana, dengan deskripsi singkat tersebut di bawah ini:  1. Tahap I: Pengorganisasian Awal  Tahap  ini,  lebih  kepada  pengidentifikasian  pihak‐pihak  yang  akan  dilibatkan  secara  langsung  dalam  program,  mulai  dari  penyediaan  fasilitator,  CO  dan  pengorganisasian  masyarakat  di  tahap  awal.  Tahap  ini  dibahas  dalam  Bab  II  buku  ini:  Saat‐Saat  Awal  Pengorganisasian.        9
  • 18. 2. Tahap II: Identifikasi Potensi dan Pemetaan Risiko Bencana  Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk mengenal desa mereka sendiri menggunakan  media  PRA  dan  peta  risiko  bencana.  Tahap  ini  dibahas  dalam  Bab  III  buku  ini:  Kajian  Potensi dan Peta Risiko Bencana Desa.    3. Tahap III: Penyusunan Rencana PB (Penanggulangan Bencana)  Tahap  ini  dilaksanakan  dalam  rangka  menyusun  rencana  strategis,  rencana  aksi,  maupun  rencana  kesiapsiagaan  menghadapi  bencana.  Penyusunan  rencana  dilaksanakan  berdasarkan  pengenalan  potensi  dan  risiko  bencana  desa.  Tahap  ini  dibahas dalam Bab IV buku ini: Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana.    4. Tahap IV: Edukasi Masyarakat  Tahap ini dilaksanakan dalam rangka transfer pengetahuan penanggulangan bencana,  sekaligus  pelaksanaan  dari  rencana  yang  telah  dibuat.  Untuk  program  desa  tangguh,  edukasi  ini  juga  dilaksanakan  untuk  keperluan  mengefektifkan  pengorganisasian  masyarakat. Tahap ini dibahas dalam Bab V buku ini: Edukasi Masyarakat.    5. Tahap V: Pemberdayaan Ekonomi  Pada  tahap  ini,  masyarakat  mengidentifikasikan  titik‐titik  paling  strategis  untuk  “mengungkit”  potensi  ekonomi  desa.  Untuk  program  Desa  Tangguh,  program  ini  dilaksanakan  dengan  memberdayakan  Lembaga  Keuangan  Mikro  desa  dan  Usaha  Mikro‐Kecil dan Menengah yang berdomisili dan mengembangkan usahanya di sekitar  desa lokasi Program. Detail tahap ini dibahas dalam Bab VI Buku Ini: Slamet Raharjo:  Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk Masyarakat.    6. Tahap VI: Pelembagaan dan Legalisasi Desa Tangguh  Pada  tahap  ini,  dilaksanakan  2  (dua)  kategori  aktivitas,  tujuannya  untuk  member  payung hukum keberlanjutan program, yakni:  ‐ Legalisasi  dokumen  pengurangan  risiko  bencana  (perencanaan‐perencanaan  dalam  Bab  VII  Buku  ini),  termasuk  integrasi  ke  dalam  sistem  perencanaan  pembangunan pemerintah.  ‐ Pembentukan  Forum  PRB  Desa  sebagai  tim  lokal  yang  akan  bertanggungjawab  untuk penanggulangan bencana di tingkat desa.     10
  • 19.       11
  • 20.         BAB II  SAAT‐SAAT AWAL PENGORGANISASIAN    Untuk pengorganisasian awal program Desa Tangguh, dilakukan dalam beberapa langkah:  1) Penentuan Fasilitator dan Community Organizer desa;  2) Penentuan warga masyarakat yang terlibat program;  3) Kajian ancaman‐kerentanan‐kapasitas desa dan potensi desa;  4) Pembentukan Tim Formatur FPRB.    A. Penentuan Fasilitator dan Community Organizer Desa  Untuk  penyelenggaraan  program  Desa  Tangguh  di  masyarakat,  dilakukan  rekruitmen  fasilitator dan CO. Fasilitator direkrut dengan kriteria sebagai berikut:   Pemuda (laki‐laki/perempuan);   Menguasai minimal 3 (tiga) isu strategis (PRBBK, advokasi masyarakat, pemberdayaan  ekonomi);   Berpengalaman  dalam  pemberdayaan  masyarakat,  atau,  minimal  memiliki  keinginan  kuat untuk belajar memberdayakan masyarakat;   Dapat beradaptasi dengan dinamika dan isu yang berkembang di masyarakat;   Bersikap terbuka dan komunikatif;   Memiliki sikap kepemimpinan;    Khusus  untuk  media  pembelajaran,  menguasai  materi  video  komunitas  dan  media  pembelajaran lain.  Warga  desa  dilibatkan  secara  aktif  sebagai  Community  Organizer  (CO).  Ada  beberapa  kriteria yang digunakan untuk perekrutan CO ini, yaitu:   Pemuda, berdomisili di desa setempat (laki‐laki/perempuan);   Memiliki riwayat baik di komunitas;   Memiliki visi dan misi untuk pemberdayaan masyarakat;   Komunikatif;   Mengenal dan dikenal masyarakatnya.  Penentuan  CO  dari  pemuda  mendukung  visi  pembelajaran  dari  program  Desa  Tangguh.  Pemuda,  yang  diharapkan  menjadi  community  leader  di  masa  yang  akan  datang,  harus  dibekali  dengan  isu‐isu  dan  pembinaan  strategis  mengenai  pengurangan  risiko  bencana  dengan  cara  langsung  menerjunkan  para  CO  tersebut  di  masyarakat.  Pola  edukasi  yang  dikembangkan, para CO diberikan arahan oleh Fasilitator Program, untuk kemudian bahu  12
  • 21. membahu  beserta  para  fasilitator  program  untuk  melakukan  pengorganisasian  masyarakat.     Gambar 2.1.  Mas Kholis (paling kiri) sedang memfasilitasi kajian kelompok untuk kajian potensi desa     Seiring dengan cita‐cita menjadikan CO sebagai future community leaders, rekrutmen CO  juga  memperhatikan  potensi  sosial  yang  dimiliki  oleh  masing‐masing  CO,  yang  memungkinkan mereka berkomunikasi dengan masyarakat.   Dari hasil rekruitmen, diperoleh 4 (empat) nama, dengan keunggulan dan potensi masing‐ masing:  1. Desa Wonolelo  Untuk Desa Wonolelo, muncul 2 nama, yakni Akhmad Furqon (aka Mas Uqon) dan Nur  Kholis  Majid  (aka  Mas  Kholis).  Pemilihan  kedua  CO  ini  dilakukan,  di  samping  karena  memenuhi  beberapa  kriteria  di  atas,  mengingat  adanya  beberapa  potensi  sosial  berikut:   Kedua  CO  ini  merepresentasikan  organisasi  kemasyarakatan  yang  berbeda.  Mas  Uqon  merupakan  representasi  NU  (Ketua  GP  Anshor  Wonolelo),  Mas  Kholis  merupakan  representasi  Muhammadiyah.  Penyatuan  kedua  representasi ini diharapkan dapat memicu penyatuan sumber daya yang lebih  besar untuk masa yang akan datang.   13
  • 22. Kedua CO ini memiliki potensi maupun latar belakang profesi yang mendukung  untuk  komunikasi  dengan  stake  holders  desa.  Mas  Uqon  adalah  putra  dari  Kabag  Ekbang  Pemdes  Wonolelo  (Pak  Makmur)  yang  aktif  dalam  pengorganisasian  masyarakat,  sedangkan  Mas  Kholis  adalah  THL‐TBPP  pada  Kementerian  Pertanian  RI,  yang  sering  berhubungan  dengan  masyarakat,  terutama petani.    2. Desa Mulyodadi  CO  di  desa  Mulyodadi  ini  kedua‐duanya  adalah  perempuan.  Untuk  Desa  Mulyodadi,  muncul  2  (dua)  nama,  yakni  Sri  Wahyuni  (aka  Mbak  Yuni)  dan  Retna  Heryanti  (aka  Mbak  Retna).  Pemilihan  kedua  CO  ini  dilakukan,  di  samping  karena  memenuhi  beberapa  kriteria  di  atas,  Mbak  Yuni  berlatar  belakang  marketing,  biasa  dengan  komunikasi dengan banyak pihak (terutama kalangan elite/stake holders) harapannya  mampu mengorganisasikan masyarakat di tingkat elit, sementara Mbak Retna adalah  putri  Pak  Dukuh  Kraton,  punya  kapasitas  untuk  mengorganisasikan  masyarakat  di  tingkat grassroots.   B.  Pemetaan Aktor   Pendekatan  untuk  melibatkan  warga  desa  dilakukan  dengan  menjalin  kerjasama  yang  baik  dengan  tokoh‐tokoh  masyarakat  lokal,  serta  melibatkan  representasi  masyarakat  rentan  sebagai mitra kunci/key partner.   Penentuan  masyarakat  yang  terlibat  ini  menjadi  batu  loncatan  untuk  kegiatan‐kegiatan  selanjutnya,  termasuk  menjadi  aktor  utama  penggerak  untuk  keberlanjutan  pasca  program.  Untuk  awal  program,  pelibatan  masyarakat  ditentukan  berdasarkan  kesepakatan  antara  lembaga YP2SU dengan stake holders desa (pemerintah dan tokoh masyarakat desa), dengan  latar belakang sebagai berikut:  1. Desa Wonolelo  Desa  Wonolelo  adalah  desa  yang  relatif  tertinggal  di  Bantul.  Namun,  masyarakat  Wonolelo  ini  adalah  masyarakat  religius,  ditandai  dengan  berkembangnya  Organisasi  Nahdatul Ulama/NU di sana. Tradisi pergerakan di desa ini cukup kuat, dimotori antara  lain  oleh  tokoh  Lakpesdam  NU/Ketua  LPMD  (Pak  Muhyidin),  dan  tokoh  pergerakan  perempuan  (Bu  Khulil  Khasanah  a.k.a  Mbak  Ulil),  dengan  metode  penggerakan  dan  basis massa yang berbeda. Pak Muhyidin memiliki pengaruh kuat terhadap pemerintah  desa  dan  pemuda  desa,  sementara  Mbak  Ulil  memiliki  pengaruh  kuat  terhadap  kalangan perempuan.     Untuk  itulah,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  kultur  di  masyarakat  seperti itu: titik awal pengorganisasian dimulai dari golongan pemuda dan perempuan,  serta beberapa orang tokoh yang mendukung, termasuk pemerintah desa. Hikmahnya,  orang‐orang  yang  berada  di  titik  awal  ini  menerjemahkan  dan  mengembangkan  dukungan dari para tokoh dan pemerintah desa terhadap PRBBK, dan itu diwujudkan  dalam pembentukan dan legalisasi PRBBK untuk selanjutnya.    2. Desa Mulyodadi  Untuk  desa  Mulyodadi,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  potensi  kelompok masyarakat yang ada, yakni tim perumus RPJMDesa Mulyodadi, yang telah  diberdayakan  oleh  program  Desa  Tangguh  tahun  2008,  dan  menghasilkan  Perdes  Mulyodadi Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah  14
  • 23. Desa Mulyodadi tahun 2008 – 2013. Untuk itulah, pembasisan program desa tangguh  ini dimulai dari tim perumus RPJMDesa tersebut.    Di  samping  itu,  tim  ini  juga  melibatkan  pamong  desa  secara  aktif  sebagai  titik  tolak  pengorganisasian.     Salah  satu  ciri  yang  membedakan  antara  masyarakat  Mulyodadi  dengan  masyarakat  Wonolelo  adalah,  bahwa  masyarakat  Mulyodadi  lebih  menekankan  keterwakilan  aspirasi  mereka  kepada  tokoh‐tokoh  yang  telah  ditentukan  secara  formal,  sehingga,  memunculkan  isu  bencana  harus  juga  dengan  memunculkan  kelembagaan  khusus  beserta tokohnya. Hikmah yang dapat diambil adalah, bahwa semua perencanaan dan  legalisasi  PRBBK  (Rencana  Penanggulangan  Bencana  (RPB),  Rencana  Aksi  Komunitas  (RAK), Rencana Kontinjensi Bencana, dan Forum PRB Desa) mengandung konsekuensi  pemunculan isu (regulasi) dan kekuatan sosial (kelembagaan) yang baru untuk PRBBK.   C.  Perumusan/Pembentukan Tim Formatur Forum PRB Desa  Pembentukan  tim  Formatur  Forum  PRB  adalah  upaya  awal  untuk  pengorganisasian  penanggulangan  bencana  secara  berkelanjutan.  Pembentukan  formatur  ini  dilaksanakan  dengan dua tujuan, yakni:  1) Pengenalan Forum PRB Desa kepada masyarakat;  2) Penyusunan struktur dan sistem dalam Forum PRB Desa.  Formatur Forum PRB Desa ini dibentuk manakala di desa lokasi program belum ada Forum PRB  Desa. Dalam pembelajaran Program Desa Tangguh 2010, pengorganisasian masyarakat untuk  sebuah  isu  baru  yang  “tidak  lazim”  di  kalangan  masyarakat  bukanlah  hal  yang  mudah.  Sehingga, pembentukan Forum PRB Desa sebagai titik tolak pengorganisasian dilakukan secara  bertahap.     Gambar 2.2.  Mas Wawan (nomor 2 dari kanan) sedang menjadi pembicara dialog interaktif Jogja TV   terkait program Desa Tangguh  15
  • 24. Tahap pertama dengan mengenalkan Forum PRB Desa kepada masyarakat dan seluruh elemen  stakeholders,  dengan  melibatkan  warga  dan  tokoh  pemerintah  yang  selama  ini  menjadi  “aktivis”  di  masyarakatnya.  Tujuannya  adalah  menciptakan  “magnet”  penarik  semua  elemen  substansial  pembangunan  desa.  Dengan  kata  lain,  hal  ini  sangat  terkait  dengan  potensi  pengaruh para aktivis desa tersebut kepada banyak pihak, yang dengan potensi itu, perubahan  dapat  dilakukan  ke  banyak  sektor,  baik  sektor  pemerintahan,  sektor  swasta,  maupun  sektor  non pemerintah.   Dalam perkembangan selanjutnya, Forum PRB Desa dibentuk, dan secara otomatis, Formatur  Forum  ini  dilebur  ke  dalam  Forum  PRB  Desa.  Para  aktivis  yang  tergabung  dalam  formatur  forum menjadi pengurus Forum PRB Desa, untuk terus‐menerus memotori proses dinamisasi  keorganisasian di sana.         Gambar 2.3.  Mbak Yuni sedang menyerahkan paket mesin pompa air, skema Dana Hibah Rencana Aksi  Komunitas Desa Mulyodadi 2010      16
  • 25.       17
  • 26.       BAB III  PENGKAJIAN POTENSI   DAN PEMETAAN RISIKO BENCANA DESA    Masyarakat  desa,  adalah  salah  satu  gambaran  unik  dari  keanekaragaman  kehidupan  dan  penghidupan  bangsa  Indonesia,  baik  dalam  konteks  pola  mata  pencaharian,  kebiasaan  dan  adat, maupun pola relasi antar elemen yang ada. Hal ini sangat dimungkinkan untuk ada dan  terjadi,  mengingat,  desa  tumbuh  dan  berkembang,  sama  dengan  pola  laju  zaman  di  lingkungannya,  dan  membentuk  semua  cirri  yang  melekat  di  desa  tersebut.  Untuk  dapat  menjalankan  program  dengan  pemahaman  komprehensif,  ciri‐ciri  ini  diidentifikasi.  Termasuk  dalam  konteks  pelaksanaan  program  Desa  Tangguh.  Ada  2  (dua)  metode  yang  digunakan  dalam program Desa Tangguh ini, yaitu metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dan HVCA  (Hazard‐Vulnerability‐Capacity Analysis). Hasil dari kajian ini digunakan sebagai bahan fasilitasi  untuk kegiatan‐kegiatan berikutnya.     Gambar 3.1.  Warga desa Mulyodadi sedang membuat diagram kelembagaan desa Mulyodadi  18
  • 27. Kajian  ini  hanyalah  sebuah  kajian  awal,  dan  bukan  merupakan  sebuah  titik  akhir  dari  pengenalan lokasi program yang seyogyanya harus dilakukan secara terus menerus, mengingat  banyak dinamika social yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Maka, kegiatan ini  hanya  dapat  disimpulkan  sebagai  “pembuka”  untuk  mengenal  masyarakat  secara  lebih  jauh,  singkat  kata,  tidak  mungkin  mengenal  masyarakat  secara  komprehensif  dalam  program  ini.  Pengenalan masyarakat dilakukan secara sinergis dengan kegiatan‐kegiatan yang lain, karena,  inti  proses  dari  fasilitasi  program  adalah:  bertemu  dengan  banyak  orang.  Ada  beberapa  metode yang digunakan dalam  kajian potensi ini, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi  2 (dua) bagian, yaitu:  1. Kajian Desa Partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA), dilakukan dengan:  a. Peta Komunitas;  b. Sejarah Desa;  c. Potensi Ekonomi Desa;  d. Kalender Musim;  e. Transek;  2.   Penyusunan Peta Risiko Bencana    A. Kajian Desa Partisipatif / Participatory Rural Appraisal  1. Peta komunitas / community mapping  Tujuan  dasar  dari  penggunaan  metode  community  mapping  sebenarnya  adalah  menjadikan  media  pengenalan  kewilayahan  sebuah  komunitas  menjadi  hal  yang  dapat  diperiksa  secara  visual.  Masyarakat  diajak  menggambarkan  wilayah  tempat  tinggalnya  dalam  sebuah  peta  komunitas yang memuat beberapa informasi dasar yang bermanfaat.  Ada beberapa catatan yang terkait dengan penyusunan peta komunitas ini, yaitu:  a. Peta  komunitas  ini  digunakan  untuk  memetakan  ancaman,  kerentanan  dan  kapasitas  masyarakat melalui media visual yang dibuat oleh masyarakat sendiri.  b. Cara  membuat  peta  komunitas  disesuaikan  dengan  kapasitas  masyarakat.  Tim  Program Desa Tangguh  hanya menentukan untuk  membuat peta desa. Peta tersebut  harus memuat informasi‐informasi dasar, untuk titik‐titik tertentu bisa dengan simbol;  yakni:  a) Jalur‐jalur penting desa (jalan, sungai, jembatan,)  b) Pemukiman (rumah penduduk)  c)  Fasilitas  Umum  atau  Tempat  Kegiatan  Umum  (misal:  balai  desa,  PUSKESMAS,  rumah  sakit,  sekolah,  masjid,  pesantren,  lapangan,  embung,  sumur  bor,  gedung  pertemuan,  gardu  ronda,  gardu  listrik,  kantor‐kantor,  pasar,  rumah  perangkat  desa, dokter desa);  d) Wilayah geografis (perbukitan, danau/telaga, wilayah pesisir, dll)  e)  Peta  aset  masyarakat  (persawahan/ladang,  hutan,  mata  air,  padang  rumput,  rumah pedagang, rumah pengrajin, koperasi, dll)  f) Daerah‐daerah atau titik rawan bencana desa.  19
  • 28.   Berikut ini contoh peta komunitas yang dibuat oleh masyarakat di kedua desa lokasi program  Desa Tangguh:                    Gambar 3.2  Gambar Peta Komunitas desa Wonolelo    Gambar 3.3.  Peta Komunitas Mulyodadi  20
  • 29. Peta  komunitas  ini  juga  menjadi  salah  satu  bahan  dasar  untuk  menyusun  peta  risiko  bencana desa.    2. Kalender Musim    Kalender  musim  menggambarkan  aktivitas  keseharian  masyarakat  desa,  yang  menunjukkan  relasi  antara  masyarakat  dengan  dengan  kondisi  musim  yang  dihadapinya.    Kalender  ini  juga  dapat dimanfaatkan untuk melihat kecenderungan waktu terjadinya bencana.   Dalam  pengalaman  di  kedua  desa  lokasi  program,  kalender  musim  ini  juga  digunakan  untuk  pendekatan  kepada  kelompok  petani,  dalam  hal  ini  adalah  Gapoktan/Gabungan  Kelompok  Tani. Untuk desa Mulyodadi, hal inilah yang memberikan “inspirasi” untuk menyentuh sector  pertanian, baik dalam pola edukasi maupun perencanaan Program Desa Tangguh.      Gambar 3.4  Kalender Musim Desa Wonolelo    21
  • 30. BULAN  VARIABEL PRA  KETERANGAN  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  1  2  Pola Curah Hujan                            Kalender Musim                             Musin Hujan                             Musim Kemarau                               Pola Tanam                             Padi                             Kedelai                             Jagung                             Lahan Tak Digarap                             Kacang                              Saat Ancaman                            (Sumber : Hasil FGD)                             Banjir                              Demam Berdarah                             Angin Ribut / Petir                             Tanah Longsor                             Kebakaran                             Gempa bumi                             Pencemaran Air /                          Tanggal 11 Maret  Udara  2010 dan 14    Maret  2010   Kekeringan                          Sudah ± 7 Tahun    Di Grogol, Paker,    Plumutan dan   Ancaman Lain  Masahan  Hama                               Tingkat Kesibukan                            Keluarga Terkait Musim   Ayah                          XXX :   Ibu                          XX   Anak                          X    Tingkat Produktivitas                            Keluarga Terkait Musim   Ayah                             Ibu                             Anak                              Munculnya Masalah                            Pertanian    Serangan Hama                          Wereng,   Kekeringan  Belalang, Keong,  Sundep, Tikus                             Gambar 3.5  Kalender Musim Desa Mulyodadi  22
  • 31. 3.  Analisis Potensi Ekonomi Desa  Analisis potensi ekonomi desa dilakukan dengan mendaftar secara garis besar potensi ekonomi  warga  desa.  Analisis  ini  digunakan  juga  sebagai  salah  satu  sarana  untuk  memperoleh  data  untuk  kebijakan  bencana  desa  dan  analisis  risiko  untuk  keperluan  pemetaan  risiko  bencana  desa.  Jumlah satu  Pelaku dan  Masalah  Keterangan Jenis mata  desa dan  aktivitasnya  Hasil/  Alokasi  yang  pencahari Pasar  persebaranny Laki‐ Perem bahan  hasil  biasanya  an  a  laki  puan  timbul  Tani  270 / desa √  √ Padi,  Pleret  Biaya  Pengairan  Tani  34 / dusun  sayuran,  disekitar  hidup  Pemasaran  seseorang  jagung,  jejeran  masyara yang  palawija  kat  memiliki  sawah  Buruh  734 KK  √  √ Di  bawah  UMR  Lahan  pekerjaan  susah  SDM  Pengrajin  50  √  √ Mebel,  DIY  dan  Pemasaran  40, 5, 5  lincak  Jateng  Bahan  bamboo  baku  Modal  Pedagang   102 jiwa  √  √ Krecek Pleret   18,  9,  5,  10,  Jejeran  13, 19, 13, 15  DIY/  jateng  PNS  43  √  √   11,  6,  1,  5,  1,4, 15  Polri / TNI  15  15    2, 2, 6, 5  Jasa  60  60    Bengkel,  4,  7,  15,  4,  transportasi,  12, 9, 4, 5  service  Gambar 3.6.  Contoh Hasil Analisis Potensi Ekonomi Desa Mulyodadi  4.  Alur Sejarah Desa (untuk Kebencanaan dan Pertanian)  Tujuan penyusunan alur sejarah desa  adalah untuk mengetahui sejarah desa lokasi program  pada isu bencana dan pertanian pada tonggak‐tonggak waktu tertentu yang dianggap penting  oleh masyarakat.  Manfaat sejarah desa antara lain untuk menggali:      1. Penyebab timbulnya masalah.    2. Kisah sukses masyarakat.  23
  • 32.   3. Peran masyarakat yang sudah dilakukan.    4.dsb  Dalam  program  desa  tanggu  di  kedua  desa,  penggalian  sejarah  desa  menghasilkan  pengetahuan‐pengetahuan sebagai berikut:  a. Desa Mulyodadi    No  Peristiwa  Tahun  1  Bencana Gempa Bumi  1954  2  Bencana kekeringan  1972  3  Bencana serangan wereng  1979  4  Bencana Gempa bumi  2006  5  Serangan demam berdarah  2010    Gambar 3.7.  Hasil Alur Sejarah Desa Mulyodadi    1. Bencana gempa bumi tahun 1954 disebabkan tektonik, rumah bangunan rusak, korban  tidak terlalu banyak.  2. Bencana kekeringan tahun 1972 disebabkan kemarau panjang akibatnya pertanian tidak  berhasil panen   3. Bencana Serangan wereng tahun 1979 mengakibatkan gagal panen dan bagi yang mampu  bisa panen dengan diusahakan penyemprotan hama wereng.  4. Bencana gempa bumi tahun 2006 disebabkan tektonik korban banyak yang meninggal  ±252 orang, luka berat, luka ringan dan rumah sebagian roboh.  5. Serangan demam berdarah tahun 2010 disebabkan nyamuk korban meninggal 1 dan yang  sakit opname di rumah sakit tiap kring ada. Penanggulangan DB : disemprot, dengan 3M  (Mengubur, Menguras, Menutup)    b. Desa Wonolelo  No  Tahun  Peristiwa  1  1950‐an   Gempa Bumi  2  1984   Longsor Bukit Becici  1990‐an 3   Banjir Depok   (awal)   Pencurian yang meresahkan selama berminggu – minggu.  Akhirnya pencurinya tertangkap dan ada kesespakatan apabila   1990‐an 4  mengulangi lagi, maka siap dihukum mati.  (akhir)  Ternyata masih terjadi pencurian, sehingga saat pencurinya  tertangkap dihukum setrum hingga mati  5  2006  Gempa Bumi 27 Mei  6  2008   Banjir Bandang (kedungrejo + Guyangan)  7  2008   Angin Ribut  8  Tiap Tahun Kemarau dan kekeringan   Gambar 3.8.  Alur sejarah Desa Wonolelo  24
  • 33. 5.  Hubungan Kelembagaan  Diagram Venn digunakan untuk meneliti hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang  terdapat  di  desa  (dan  lingkungannya),  yang  berpotensi  untuk  dilibatkan  dalam  penanggulangan  bencana  desa.  Hubungan  tersebut  terbagi  dalam  2  (dua)  parameter,  yakni  besarnya potensi dukungan dan kedekatan relasi dengan masyarakat.                     Gambar 3.9.  Hubungan Kelembagaan Desa Wonolelo                              Gambar 3.10.  Hubungan Kelembagaan Mulyodadi        25
  • 34. B. Peta Risiko Bencana Desa  Sebagai  bahan  untuk  menyusun  kebijakan  penanggulangan  bencana  desa  dan  kebijakan  pembangunan  sector  lain  oleh  seluruh  stake  holders,  dilaksanakan  pemetaan  risiko  bencana  desa, terutama untuk ancaman bencana yang dapat dipetakan secara mudah oleh masyarakat  dan tidak menimbulkan  konflik baru. Pemetaan ini  dilakukan dengan menggabungkan antara  teknologi  (software  computer  peta)  dengan  proses  partisipatif  dalam  pengumpulan  data  di  masyarakat.  Untuk  memberi  contoh  penerapan  peta  ini,  maka  program  desa  tangguh  juga  menyusun  rencana  kontinjensi  (secara  detail  dapat  diperiksa  di  bab  IV  dan  Bab  VII  buku  ini),  sebagai  respon  atas  kebutuhan  masyarakat  untuk  kesiapsiagaan  menghadapi  ancaman  bencana  prioritas. Harapannya, dengan contoh yang ada, semangat penerapan penggunaan peta risiko  bencana  dapat  menular  menjadi  sebuah  semangat  umum  untuk  memapankan  kebijakan  penanggulangan bencana di tingkat desa.  Adapun langkah yang ditempuh untuk pemetaan multi risiko bencana adalah dapat dicermati  dalam skema di bawah ini:  Gambar 3.11  Alur pemetaan risiko bencana desa  1. Deskripsi Skema    a. Peta Dasar merupakan peta yang dibuat guna memberikan gambaran dasar mengenai area  cakupan wilayah suatu Dusun dalam konteks wilayah Desa. Peta ini dibuat berdasarkan peta  batas wilayah dan perspektif warga.     b. Deep Interview, kegiatan yang dilakukan dalam proses deep interview adalah:   Wawancara mendalam mengenai pengisian form pendataan. Pengisian dilakukan  sesuai dengan data yang diperlukan.   26
  • 35. Pak Dukuh / warga menggambarkan data dalam peta sesuai simbol yang  diperlukan dalam kebencanaan sekaligus memberikan keterangan mengenai batas  jalan, batas RT, persawahan, kemungkinan jalur dan tempat evakuasi.   Menggali keterangan lain yang diperlukan mengenai sejarah kebencanaan,  dampak yang ditimbulkan, proses penanganannya serta tokoh kunci.   Diusahakan dapat membuat kesefahaman ataupun kesepakatan mengenai upaya  PRB, misal terkait dukungan Program, proses Penyusunan RPB, RAK, dan siap  berperan dalam Rencana Kontinjensi.    c. Kompilasi Data, meliputi kegiatan:   Merekap seluruh data yang sudah terkumpul untuk dijadikan dalam sebuah  dokumen.   Mendigitalisasi peta sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk gambar yang lebih  menarik dan mudah difahami.   Menghitung besaran area tingkat risiko melalui perhitungan rumus sesuai dengan  kenampakan simbol yang ada.  d. Hasil   Peta Risiko untuk area tingkat risiko Tinggi, Sedang, Rendah dalam satu Ancaman  Bencana dan Multi Ancaman Bencana   Data Desa – Dusun untuk penyusunan draft RPB, RAK dan RenKon yang  selanjutnya disampaikan pada pertemuan Forum untuk dibahas dan  ditindaklanjuti.      Gambar 3.12.  Ibu‐ibu di Wonolelo sedang mengikuti kajian potensi desa    27
  • 36.   Gambar 3.13  Contoh Peta Risiko Bencana kekeringan Desa Mulyodadi    Gambar 3.14  Contoh Peta Risiko Bencana Kebakaran Desa Mulyodadi  28
  • 37.   Gambar 3.15.  Contoh Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Desa Wonolelo    29
  • 38.   Gambar 3.16.  Contoh Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Desa Wonolelo  30
  • 39.       31
  • 40.         BAB IV  PERUMUSAN PERENCANAAN   PENANGGULANGAN BENCANA    “Pengelolaan  sumber  daya  pedesaan  seyogyanya  didekati  dari  cara  pandang  holistik  sekaligus  praksis  berdasarkan  sehari‐hari.  Kebijakan  pengelolaan  sumber  daya  pedesaan  secara  berkelanjutan  memerlukan  pemahaman  mendalam  mengenai  pola  pikir  dan  perilaku  penduduk  dalam  berinteraksi  dengan  lingkungannya.  Oleh  karena  itu,  nilai‐nilai  yang  diyakini  dan  dipraktekkan  masyarakat  pedesaan  menjadi  dasar  atau prinsip pengembangan kebijakan” (M.Baiquni, 2007)    Perencanaan  penanggulangan  bencana  merupakan  salah  satu  kegiatan  inti  dalam  pembangunan  masyarakat  desa  yang  memiliki  daya  tahan/ketangguhan  terhadap  bencana.  Dalam  Undang‐Undang  Nomor  24  Tahun  2007  tentang  Penanggulangan  Bencana  pasal  33,  ditentukan bahwa penanganan bencana dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:   a. Prabencana, meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya  bencana;  b. Saat tanggap darurat, yakni saat terjadi bencana dan penanganan kegawatdaruratan; dan  c. Pascabencana, yakni saat rehabilitasi dan rekonstruksi.    Di samping itu, Undang‐undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana juga  mengamanatkan  penanggulangan  bencana  yang  terencana  seperti  terumuskan  pada  pasal  4  huruf c, sehingga, setiap tahap penanggulangan bencana harus direncanakan dalam berbagai  bentuk  dan  sistematika  rencana  yang  disesuaikan  dengan  kebutuhan‐kebutuhan  yang  ada  di  masing‐masing  tahapan,  sekaligus  sebuah  rencana  penanggulangan  bencana  yang  menjadi  landasan  yuridis  bagi  setiap  perencanaan  di  setiap  tahapan.  Berikut  ini  tabel  yang  mengindikasikan tahap dan rencana yang dibutuhkan.    Tabel 4. 1   Tahap dan Perencanaan Kebutuhan Penanggulangan Bencana  No  Tahap  Rencana Yang Dibutuhkan  1  Semua Tahap  Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), catatan: RPB  ini  dibuat  pada  tahap  prabencana,  saat  tidak  terjadi  bencana.  2  Tahap Prabencana  a.  Mitigasi dan Pencegahan  Rencana Aksi Komunitas (RAK)  32
  • 41. b. Kesia apsiagaan  a. Rencana A a Aksi Komunit tas (RAK)  b. Rencana K b Kontinjensi BBencana (Ren ncana Kontin njensi)  3  3 Tahap T Tanggap Darurat  Rencana Opeerasi Tangga ap Darurat   4  4 Tahap P Pascabencan na  Rencana Rehhabilitasi dan n Rekonstruk ksi     m gambaran Dalam n skema, hub bungan antara tahap penanggulanga an bencana d dan rencana a yang  dibut t diperiksa dalam skema di bawah ini:  tuhkan dapat   Gambar 4.1.  Skema pem ap Penanggulangan Benc mbagian taha cana dan Ren ncana yang d dibuat untuk  penanggulangan bencana  A.    D Deskripsi Sin ngkat Perenc canaan Pena anggulangan Bencana Program Desa Tangguh 20 010  Dalam Program  Desa  Tangguh  2010,  diinisiasi  3  (tiga)  rencana  pra‐bencan yaitu  Rencana  m  na,  Penanggulangan  Bencana  (RP Rencana Aksi  Komu PB),  a  unitas  untuk  Penguranga Risiko  Bencana  an  (RAK PRB), dan Re encana Konttinjensi Benc cana Prioritas Kontinjensi).   s (Rencana K Salah h satu  tantan ngan terbesa ar yang dipeeroleh dalamm program D Desa Tangguh h 2010 ini ad dalah,  bahwwa di Kabupa aten Bantul bbelum ada pe erangkat kebbijakan yang memadai un ntuk perencaanaan  penanggulangan  bencana  di  tingkat  desa,  sek kaligus  sistem  legal  yang  mendasari  terselenggaranya a penanggula angan benca at desa. Sehingga, progra ana di tingka am desa tanngguh,  melalui semua pr roses fasilitas si di kedua d desa lokasi pr rogram haru cari bentuk”, yang  us “mencari‐c akhirnya mengha asilkan posisi konseptual di bawah ini i:  a Rencana  Penanggulangan  Bencana  (RPB)  De diposisik sebagai  rencana  strategis  a. esa  kan  desa  untuk  mobilisas sumber  da si  aya,  baik  yang  bersumb dari  desa sendiri,  ma ber  a  aupun  hak  ekstern pihak‐pih nal.  Tujuann nya  adalah  menciptak kan  kultur  kebijakan  yang  memposi nggulangan  bencana  sebagai  renca multipih isikan  penan ana  hak.  RPB  De ini  esa  berlaku selama 5 (lim ma) tahun, seiring dengan n RPJM Desa.  33
  • 42. b. Rencana  Aksi  Komunitas  untuk  Pengurangan  Risiko  Bencana  (RAK  PRB)  diposisikan  sebagai  rencana  aksi  konkret  untuk  pengurangan  risiko  bencana  yang  memuat  kegiatan‐kegiatan  pengurangan  risiko  bencana  yang  memuat  peredaman  ancaman,  pengurangan kerentanan, dan peningkatan kapasitas masyarakat. RAK PRB ini disusun  berdasarkan  RPB  Desa.  RAK  PRB  Desa  ini  berlaku  selama  3  (tiga)  tahun,  dalam  pelaksanaannya dibagi per tahun, sesuai dengan pentahapan dalam RKP Desa.  c. Rencana  Kontinjensi  Bencana  diposisikan  sebagai  rencana  kesiapsiagaan  masyarakat,  yang  mengidentifikasi  ketersediaan  potensi  asset  masyarakat  sekaligus  mengidentifikasi  kekurangan  yang  harus  dipenuhi  dengan  cara  mobilisasi  resources  pihak  eksternal,  untuk  keperluan  tanggap  darurat  bencana  tertentu  yang  spesifik,  misalnya Rencana Kontinjensi Gempa Bumi, Rencana Kontinjensi Tanah Longsor.   Sedangkan,  Rencana  Operasi  Tanggap  Darurat  dan  Rencana  Aksi  Rehabilitasi  dan  Rekonstruksi  secara  spesifik  tidak  diinisiasi  oleh  Program  Desa  Tangguh,    hanyasaja,  eksistensi kedua rencana ini ditegaskan di dalam RPB Desa.  1. Penyusunan RPB Desa  Penyusunan RPB Desa dilakukan dengan cara‐cara yang tercantum dalam tabel di bawah ini:  Tabel 4.2.  Tahap Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana  Tahapan  Aktivitas   Tahap I   Sosialisasi  dan  kajian  partisipatif  risiko  bencana  dan  potensi  desa  (PRA,  HVC  analysis,  Profil  Desa,  analisis  risiko  bencana  desa,  peta  kebencanaan desa);   Proses  ini  dilakukan,  sebagaimana  di  dalam  buku  ini  ditulis  dalam  bab III Kajian Potensi dan Risiko Bencana Desa   Tahap II  Pengkajian bersama terhadap regulasi, perencanaan, program dan anggaran  di tingkat pusat, daerah, dan desa yang mendukung tentang PRBBK;   Tahap III  Pengkajian RPB yang telah ada (RENAS PB 2010 – 2014); Draft RPB DIY;   Tahap IV  Pengkajian  format  RPB  Desa,  draft  Peraturan  Desa,  serta  strategi  dan  legalisasi keberlanjutannya;  Tahap V  kajian  partisipatif  untuk  kebijakan  PB  Desa,  pilihan  tindakan,  mekanisme  pengerahan  sumber  daya,  baik  untuk  tahap  pra‐bencana;  tahap  tanggap  darurat; tahap pasca bencana; maupun untuk semua tahap.   Tahap VI  Penyusunan Draft RPB Desa  Tahap VII  Proses legalisasi Peraturan Desa    Secara umum, RPB Desa ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut:  a. Pendahuluan, terdiri dari keterangan pendahuluan, maksud dan tujuan, serta landasan  hukum.  b. Gambaran  umum  wilayah,  berupa  profil  umum  wilayah  yang  mendeskripsikan  a.l.  profil  geografis,  kependudukan,  perekonomian,  sarana  dan  prasarana,  kelembagaan  desa,  agama,  dan  budaya  desa.  Dapat  ditambah  profil  mengenai  hal‐hal  lain  juga,  misalnya profil keagamaan desa, dll;  34
  • 43. c. Penilaian  risiko  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  profil  ancaman,  kerentanan  dan  kapasitas masyarakat, serta analisis risiko bencana desa, dan peta risiko bencana desa;  d. Kebijakan  penanggulangan  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  kerangka  konseptual  perencanaan penanggulangan bencana, posisi Forum PRB Desa, hubungan antara RPB  Desa dengan RPJMDesa dan perencanaan pembangunan desa lainnya.  e. Pilihan tindakan penanggulangan bencana, terdiri dari analisis stakeholders yang akan  terlibat, matriks pilihan tindakan penanggulangan bencana beserta stake holders yang  akan  dilibatkan,  nilai  sumber  daya  yang  dibutuhkan  serta  mobilisasi  sumber  daya  stakeholders yang akan dilakukan.  f. Penutup, berupa kesimpulan.    Fakta menarik terkait dengan RPB Desa:  Kebutuhan Desa Mulyodadi untuk Penanggulangan Bencana Desa untuk 5 (lima) Tahun  Rp.346.704.500.000,00. (Mulyodadi)  Oleh Sri Wahyuni (CO Desa Mulyodadi)    Setelah  dirunut‐runut,  ternyata  memperhitungkan  perkiraan  kebutuhan  sumber  daya  desa  untuk penanggulangan bencana, baik untuk Pra Bencana, Tanggap Darurat, dan Pasca Bencana  hasilnya  bisa  saja  hasilnya  sangat  mengejutkan.  Jumlah  sumber  daya  senilai  Rp.346.704.500.000,00 tentunya harus didukung dengan semua pemangku kepentingan.     Untuk tahap pra‐bencana (asumsi tanpa monev), Desa Mulyodadi memerlukan alokasi sumber  daya senilai Rp.46.334.500.000,00 untuk melakukan pengurangan risiko bencana, termasuk  di  dalamnya  adalah  upaya  peredaman  ancaman,  pengurangan  kerentanan,  dan  peningkatan  kapasitas  agar  masyarakat    tetap  tanggap  dan  tangguh  menghadapi  bencana.  Kalau  alokasi  sumber  daya  ini  terpenuhi  dan  masyarakat  menjadi  tangguh,  maka  harapannya,  semua  pemangku  kepentingan  tidak  perlu  mengalokasikan  sumber  daya  senilai  Rp.300.340.000.000,00  untuk  keperluan  Tahap  Saat  Tanggap  Darurat  dan  Tahap  Pasca  Bencana (asumsi tanpa monev).     Dengan  demikian  dapat  disimpulkan,  investasi  sebesar  Rp.  46.334.500.000,00  dapat  menghemat sumber daya pembangunan senilai Rp.300.340.000.000,00 (Perbandingan 1:6,5)!  Barangkali,  jumlah  itu  kelihatan  terlalu  berlebihan.  Tetapi,  sesungguhnya  ketika  kita  melihat  fakta  pembangunan  rumah  misalnya,  kebutuhan  in  kind  untuk  pembangunan  rumah  pasca  gempa bumi 27 Mei 2006 ternyata sangat besar per rumahnya.     Di  luar  skema  bantuan  dana  Rehabilitasi  dan  Rekonstruksi  rumah  dari  pemerintah  yang  “hanya”  Rp.15  juta  per  rumah,  setiap  pemilik  rumah  harus  menyediakan  tukang  (jumlah  tukang  minimal  2  orang  @tukang  +  Rp.40  ribu  per  hari),  makan  tukang  @tukang  1x  sehari,  snack  tukang  @tukang  2x  sehari);  biaya  untuk  pembersihan  puing‐puing  rumah  (yang  pada  prakteknya  dilakukan  oleh  masyarakat  dan  relawan);  biaya  swadaya  untuk  material  rumah  tambahan,  dan  komponen‐komponen  lain  seperti  transport  material,  dan  lain  sebagainya.  Biaya seperti ini sebagian adalah biaya swadaya, dan sebagian juga dari skema gotong royong  (dengan warga masyarakat dan para relawan yang terlibat). Sehingga, bisa saja, dalam skema  pendirian rumah pasca bencana     35