Dokumen tersebut membahas tentang teori-teori pembangunan wilayah dan modernisasi, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan wilayah, teori-teori pembangunan wilayah menurut para ahli, sejarah lahirnya teori modernisasi, dan beberapa aspek penting dari teori modernisasi."
1. GEOGRAFI PEMBAGUNAN WILAYAH
Tugas Pertemuan 1
MENGANALISIS ASPEK-ASPEK KESENJANGAN WILAYAH
Dosen Pengampu : Dr. Yurni Suasti, M.Si
dibuat oleh :
Jefri nando
20136051
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
2. A. Teori Pertumbuhan Wilayah
1. Pengertian Pertumbuhan Wilayah
Teori baru pertumbuhan wilayah merupakan teori yang percaya pada kekuatan
teknologi (sebagai faktor endogen) dan inovasi sebagai faktor dominan pertumbuhan
wilayah (untuk meningkatkan produktivitas). Kuncinya adalah investasi dalam
pengembangan sumberdaya manusia dan research and development (Muta’ali,2007).
Teknologi tinggi dan inovasi yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas
dan riset dan pengembangan adalah syarat meningkatkan pertumbuhan wilayah.
Pengalaman di negara lain (maju) menunjukkan bahwa semakin tinggi faktor di atas, maka
perkembangan wilayah semakin cepat.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya 1). Kapital/ Modal/ Investasi, 2). Tenaga Kerja, 3). Sumberdaya Alam, 4).
Transportasi, 5). Teknologi, dan 6). Sosial Politik. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor
ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi meliputi: (1) sumberdaya alam, (2) akumulasi
modal atau investasi, (3) kemajuan teknologi. Faktor non ekonomi meliput : (1) faktor
sosial, seperti pendidikan dan budaya, (2) faktor manusia (tenaga kerja), (3) faktor politik
dan administrasi.
2. Menurut Para Ahli
Ada beberapa teori pembangunan wilayah. Teori pertama adalah teori basis
sumber daya alam dari Herver Perloff dan Lowdon W. J (1961) yang menjelaskan bahwa
perkembangan wilayah di Amerika Serikat berlangsung dalam 3 tahap yaitu 1) tahap
pertanian, 2) tahap pertambangan dan 3) tahap pelayanan jasa. Berdasarkan teori Herver
dan Lowdon, pertumbuhan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber
daya serta kemampuan dalam memproduksinya untuk kebutuhan nasional dan ekspor.
Teori yang kedua adalah teori basis ekspor oleh Douglas C. North tahun 1964
yang menyatakan bahwa sektor ekspor memiliki peran penting dalam pertumbuhan
wilayah karena dapat memberikan kontribusi yang penting untuk ekonomi wilayah dan
juga ekonomi nasional.
Teori pertumbuhan wilayah yang ketiga adalah teori pertumbuhan neoklasik dari
Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah
tergantung dari tiga faktor yaitu tenaga kerja, ketersediaan modal, dan kemajuan
teknologi. Teori pertumbuhan neoklasik juga menekankan pada pentingnya perpindahan
faktor produksi terutama pada tenaga kerja dan modal antar wilayah dan antar negara.
Selanjutnya adalah teori konsep agropolitan yang diciptakan oleh Friedman tahun
1975. Friedman menyebutkan bahwa konsep agropolitan mengusahakan pedesaan agar
3. lebih terbuka terhadap pembangunan. Hal ini bertujuan agar masyarakat pedesaan dapat
meningkatkan kesejahteraan sama seperti masyarakat kota.
B. Teori Modernisasi
1. Pengertian Modernisasi
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna
modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The 10 Impact of
Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu
berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara
teknologis serta cepat berubah.
Cyril E. Black dalam “Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara
historis modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan
disesuaikan dengan perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang
belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan
tersebut, akan memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan
revolusi ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle
East ”menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler
dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam
“ Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi
adalah adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio
tersebut, maka modernisasi akan semakin mungkin terjadi.
Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya
tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga
berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur. Sebagaimana sebuh
teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal hipotesisnya dalam
menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh Modernisasi
sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18). Kemiskinan dan
problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan dan
kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang
dibawa oleh faktor dari luar negara.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang
terhadap kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang pertama harus
dilakukan adalah menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat
menurut Modernisasi untuk menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal
untuk melakukan investasi. Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara
otomatis, pembangunan telah berhasil, (Mansour Fakih, 2002:44-47).
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa
pembangunan dapat dicapai dengan mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh
4. negara-negara berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan
kualitas yang membedakan "modern" dan "tradisional" masyarakat. Pendidikan dilihat
sebagai kunci untuk menciptakan individu modern. Teknologi memainkan peran kunci
dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi ini dikembangkan dan
diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan
ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi adalah keyakinan bahwa
pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk membantu negara-
negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan demikian, teori ini
dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang sama dicapai
antara negara maju dan dikembangkan lebih rendah.
2. Sejarah Lahirnya Teori Modernisasi
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang
Dunia II. Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi
melawan sosialisme yang pada waktu itu sedang populer. Bersamaan dengan itu, lahirnya
negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa
melatarbelakangi perkembangan teori ini. Negara adidaya melihat hal ini sebagai peluang
untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas ekonomi dan politik.
Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan
mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi dan
fungsionalisme pada waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern di Eropa Barat, selain juga didukung oleh para
pakar yang terdidik dalam alam pemikiran struktural-fungsionalisme. Teori evolusi
menggambarkan perkembangan masyarakat sebagai gerakan searah seperti garis lurus.
Kita dapat melihatnya dalam karya-karya Spencer dan Comte. Teori fungsionalisme dari
Talcott Parsons beranggapan bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti organ tubuh
manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling bergantung.
Selain itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser
dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi,
ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai berbagai fungsi sekaligus
akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.
Sedangkan Rostow yang menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia
merumuskannya ke dalam teori tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat
tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan berakhir
dengan tahap konsumsi massal yang tinggi. Di samping itu, ada beberapa varian teori
modernisasi lain seperti Coleman dengan diferensiasi dan modernisasi politik-nya,
Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi pembangunan,
McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya, Weber dengan “Etika
Protestan”-nya, Hoselitz yang membahas faktor-faktor nonekonomi yang ditinggalkan
Rostow yang disebut faktor“kondisi lingkungan”, dan Inkeles yang mengemukakan ciri-
ciri manusia modern.
5. Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak
memberikan celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan,
namun lebih menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil faktor
eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk
membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari
negara-negara maju, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-
nilai tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi politik (Garna, 1999: 9). Karena
berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan westernisasi.
Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika Latin, tidak
memperhatikan kondisi obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih
berkembang di Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi
baru. Bila dalam teori modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang
pembangunan, dalam teori modernisasi baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif
pembangunan. Namun, tetap saja baik teori modernisasi klasik, maupun baru, melihat
permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan
negara maju lainnya.
3. Teori Modernisasi
Teori pembagian kerja secara Internasional yaitu didasarkan pada teori keuntungan
komparatif yang dimiliki oleh setiap negara, mengakibatkan terjadinya spesialisasi
produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki.
Oleh karena itu, secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok negara: Negara yang
memproduksi hasil pertanian dan negara yang memproduksi bahan industri. Antara kedua
kelompok negara ini terjadi hubungan dagang dan keduanya menurut teori di atas saling
diuntungkan. Tetapi setelah beberapa puluh tahun kemudian, negara-negara industri
menjadi semakin kaya, sedangkan negara-negara pertanian semakin tertinggal neraca
perdagangan antara kedua jenis negara ini selalu menguntungkan negara-negara yang
mengkhususkan diri pada produksi barang industri.
Terhadap kenyataan ini, secara umum terdapat dua kelompok teori. Pertama. Teori-
teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor
internal. Teori kelompok pertama ini dikenal dengan nama Teori Modernisasi. Kedua,
teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab
terjadinya kemiskinan di negara-negara tertentu. Kemiskinan dilihat terutama sebagai
akibat dari bekerjanya kekuatan luar yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal
melakukan pembangunannya. Teori-teori ini, yang masuk ke dalam kelompok teori
struktural. Teori yang tergolong ke dalam kelompok Teori Modernisasi sebagai berikut :
a. Teori Harrod-Domar Tabungan dan Investasi
Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sampai sekarang masih terus dipakai,
meskipun sudah dikembangkan secara lebih canggih, adalah teori dari Evsey Domar
dan Roy Harrod. Kedua ahli ekonomi ini, yang bekerja secara terpisah mencapai
kesimpulan yang sama, yakni bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya
6. tabungan dan investasi. Kalau tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi
masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah. Hubungan antara pertumbuhan
ekonomi, tabungan dan invertasi ini kemudian dirumuskan dalam rumus Harrod-
Domar yang sangat terkenal di kalangan para ahli ekonomi pembangunan.
Rumus pembangunan Harrod-Domar ini didasarkan pada asumsi bahwa, masalah
pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal.
Masalah ketebalakangan adalah masalah kekurangam modal. Kalau ada modal, dan
modal ini diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi. Seperti yang
dikatakan oleh Blomstrom dan Hettne.
Melihat perbedaan tang tampak antara negara-negara industri dan negara-negara
yang sedang berkembang, dibuatlah usaha-usaha untuk menggambarkan tingkat dan
macam-macam aspek dari keterbelakangan. Persoalan keterbelakangan kemudian
dirumuskan sebagai masalah kekurangan, yakni kekurangan modal.
Modifikasi-modifikasi dari teori Harrod-domar memang terus terjadi. Tetapi
prinsipnya sama yaitu kekurangan modal, tabungan dan investasi menjadi masalah
utama pembangunan. Teori Harrod-Domar memang tidak mempersoalkan masalah
manusia. Bagi kedua tokoh itu yang penting adalah menyediakan modal untuk
investasi.
b. Max Weber: Etika Protestan
Berbeda dengan Teori Harrod-Domar, teori Weber memepersoalkan maslah
manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-ilai
agama. Max Weber adalah sosiologi Jerman yang dianggap sebagai bapak sosiologi
modern. Dia membahas bermacam gejala kemasyarakatan, misalnya tentang
perkembangan bangsa-bangsa di dunia, tentang kepemimpinan, tentang birokrasi, dan
sebagainya. Salah satu topik yang penting bagi masalah pembangunan yang dibahas
oleh Max Weber adalah tentang peran agama sebagai faktor yang menyebabkan
munculnya kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pembahasan ini
diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalisme.
Dalam bukunya Weber mencoba menjawab pertanyan, mengapa beberapa negara
di Eropa dan Amerikan Serikat mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dibawah
sistem kapitalisme. Setelah melakukan analisis, Weber mencapai kesimpulan bahwa
salah satu penyebab utamanya adalah apa yang disebut Etika Protestan.
Etika protestan lahir di Eropa melalui agama protestan yang di kembangkan oleh
Celvin. Di sini muncul ajaran yang mengatakan bahwa seseorang itu sudah ditakdirkan
sebelumnya untuk masuk ke surga atau neraka. Tetapi, orang yang bersangkutan tentu
saja tidak mengetahuinya. Karena itu, mereka menjadi tidak tenang, menjadi cemas,
karena ketidak jelasan nasib ini.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka akan masuk surga atan neraka
adalah keberhasilan kerjanya di dunia yang sekarang ini. Kalau seseorang berhasil
dalam kerjanya di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke
7. surga setelah dia mati nanti. Kalau kerjanya selalu gagal di dunia ini, hampir dapat
dipastikan bahwa dia akan kerja ke neraka.
Adanya kepercayaan ini membuat orang-orang menganut agama protestan Calvin
bekerja keras untuk meraih sukses. Mereka bekerja tanpa pamrih artinya mereka
bekerja bukan untuk mencari kekeayaan material, melainkan terutama untuk mengatasi
kecemasannya. Inilah yang disebut sebagai Etika Protestan oleh Weber, yakni cara
bekerja keras dan sungguh-sungguh, lepas dari imbalan materialnya. (memang, orang
ini kemudian menjadi kayak arena keberhasilnya, tetapi ini adalah produk sampingan
yang tidak disengaja. Mereka bekerja keras sebagai pengabdian untuk agama mereka,
bukan untuk mengumpulkan harta. Tetapi weber sendiri mengakui bahwa hal ini
kemudian berubah jadi sebaliknya).
Etika atau protestan inilah yang menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme
di Eropa. Calvinisme kemudian menyebarkan di Amerika Serikat, dan di sana pun
berkembang kapitalisme yang sukses. Studi Weber ini merupakan salah satu studi
pertama yang meneliti hubungan antara agama dan pertumbuhan ekonomi. Kalau
agama kita perluas menjadi kebudayaan, studi Weber ini menjadi perangsang utama
bagi munculnya studi tentang aspek kebudayaan tentang pembangunan. Dalam
melakukan penelitian tentang aspek kebudayaan ini, peran agama pun menjadi sangat
penting sebagai salah satu nilai kemasyarakatan yang sangat berpengaruh terhadap
warga masyarakat tersebut.
Sementara itu, istilah Etika Protestan menjadi sebuah konsep umum yang tidak
dihubungkan lagi dengan agama Protestan itu sendiri. Etika Protestan menjadi sebuah
nilai tentang kerja keras tanpa pamrih untuk mencapai sukses. Dia bisa ada di luar
agama Prostestan, dapat menjelma menjadi nilai-nilai budaya di luar agama. Misalnya,
salah seorang pengikut Weber Amerika Serikat, Robert Bellah, melakukan penelitian
pada agama Tokugawa di Jepang. Dalam bukunya yang dikenal, Tokugawa Religion,
dia menyatakan bahwa ada yang disebut sebagai etika protestan itu juga ada pala
agama Tokugawa,. Karena itulah, Jepang berhasil membangun kapitalisme dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
c. David McClelland: Dorongan Berprestasi atau n-Ach
McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial. Dia menjadi tertarik pada masalah
pembangunan karena melihat adanya kemiskinan dan keterbelakangan pada banyak
masyarakat di dunia ini. Apa gerangan yang meyebabkannya? Dalam sebuah
tulisnannya McClelland bercerita
Saya selalu sangat terkesan pada analisis yang bijak tentang hubungan antara
Protestanisme dan semangat kapitalisme yang dibuat oleh ahli sosiologi Jerman
terkenal, Max Weber. Dia mengatakan bahwa sifat-sifat yang membedakan antara
seorang wiraswasta Protestan dan pekerja biasa, terutama orang-orang protestan
dari sekte yang saleh, bukanlah karena mereka telah berhasil membentuk lembaga-
lembaga kapitalisme atau memiliki keterampilan yang prima, melainkan karena
mereka mengerjakan pekerjaannya dengan semangat baru yang sempurna.
8. Doktrin kaum Calvinis tentang nasib yang telah ditentukan sebelumnya telah
memaksa mereka untuk memperhitungkan segala aspek kehidupan mereka secara
rasional dan untuk bekerja keras guna membuat segala sesuatu sempurna, sesuai
dengan posisi mereka di dunia ini, seperti yang sudah ditetapkan Tuhan.
Oleh karena itu, McClelland mengambil kesimpulan untuk membuat sebuah
pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Dari
sini, McClelland tiba pada konsepnya yang terkenal yakni the need for Achievement ,
kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi, konsep ini disingkat dengan sebuah simbol
yang kemudian menjadi sangat terkenal, yakni n-Ach. Seperti juga konsep Etika
Protestan, keinginan, kebutuhan, atau dorongan untuk berprestasi ini tidak sekedar
untuk meraih imbalan materi yang besar. Orang dengan n-Ach yang tinggi, yang
memiliki kebutuhan untuk berprestasi mengalami kepuasan bukan kerena mendapatkan
imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerja tersebut dianggapnya sangat baik.
Ada kepuasan batin tersendiri kalau dia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan
sempurna. Imbalan material menjadi faktor sekunder.
Dengan konsep n-Ach ini, kita lihat pengaruh Max Weber terhadap McClelland.
Selanjutanya McClelland mengatakan bahwa kalau dalam sebuah masyarakat ada
banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat di harapkan masyarakat tersebut
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. McClelland kemudian
melakukan sebuah penelitian sejarah. Dokumen-dokumen kesusastraan dari jaman
Yunani Kuno seperti puisi, drama, pidato penguburan, surat yang ditulis oleh para
nahkoda kapal, kisah epik, dan sebagainya, dipelajari. Karya-karya tersebut dinilai oleh
para ahli yang netral, apakah di dalamnya terdapat semangat n-Ach kalau karangan
tersebut menunjukkan optimism yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib, tidak
cepat menyerah itu berarti nilai n-Ach dianggap tinggi.
Dari data dan hasil penilaian ini ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
sangat tinggi selalu didahului oleh nilai n-Ach yang tinggi dalam karya sastra yang ada
ketika itu. Kalau karya-karya tersebut menunjukkan nilai n-Ach yang rendah,
pertumbuhan ekonominya kemudian menunjukkan angka yang menurun. Metode
penelitian yang sama digunakan lagi untuk menganalisis pembangunan ekonomi di
Spanyol pada abad ke-16. Di samping itu juga diterapkan pada dua gejala peningkat
pertumbuhan ekonomi di Inggris yang pertama pada akhir abad ke-16, yang kedua pada
permulaan Revolusi Industri sekitar tahun 1800-an. Hasilnya ternyata sama, yakni
bahwa pertumbuhan ekonomi selalu didahului oleh karya-karya sastra yang
mempunyai nilai n-Ach yang tinggi.
Dari kajian sejarah ini, McClelland tambah yakin bahwa adanya n-Ach yang tinggi
dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat
tersebut. McClelland kemudian mengambil cerita anak-anak sebagai bahan untuk
mengukur n-Ach sebuah masyarakat modern. Alasannya, di semua negara selalu dapat
dijumpai cerita anak yang diajarkan di sekolah atau diveritakan oleh orangtua mereka
sebelum tidur. Juga, cerita anak-anak belum dipengaruhi oleh kepentingan politik,
sehingga tampil secara lebih murni. Oleh karena itu, dikumpulkanlah sekitar 1300
9. cerita anak-anak yang beredar pada tahun 1925 dari 21 negara, dan dari yang beredar
pada tahun 1950 dari 39 negara lainnya. Seperti juga sebelumnya, cerita-cerita ini
diberi nilai oleh beberapa ahli berdasarkan criteria tinggi atau rendah nilai n-Achnya.
Hasilnya memang seperti yang diharapkan. Misalnya, korelasi antara tingkat n-Ach
pada cerita anak-anak tahun 1925 dan pertumbuhan pemakaian listrik di negara tersebut
antara tahun 1925 sampai tahun 1950, nilainya adalah 0,53. Secara statistik, nilai ini
dianggap cukup tinggi. Jadi, hubungan ini jelas bukan kebetulan saja.
Dengan demikian, memang dianggap terdapat korelasi antara tingkat n-Ach dengan
keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Ini dibuktikan lagi pada penelitian sejenis di
negara-negera lain. McClelland kemudian berkesimpulan bahwa n-Ach ini seperti
semacam virus yang bisa ditularkan. Jadi, n-Ach bukanlah sesuatu yang diwariskan
sejak lahir. Oleh karena itu katanya : Kalau n-Achievement begitu penting, terumata
untuk dunia bisnis, dia harus ditingkatkan nilainya sehingga makin banyak anak muda
yang memiliki “dorongan ke wiraswastaan.” Kesulitan dari rencana yang baik ini
adalah bahwa cara yang paling baik untuk menumbuhkan n-Achievement ini adalah
melalui keluarga dan sulit sekali untuk menumbuhkannya dalam skala yang besar.
Memang, McClelland menyelenggarakan bermacam latihan manajemen di
berbagai negara untuk menumbuhkan n-Ach ini. Tetapi seperti yang dikatakannya,
tempat yang paling baik untuk memupuk n-Ach adalah di dalam keluarga melalui orang
tua.
d. W.W. Rostow : Lima Tahap Pembangunan
Berbeda dengan kedua ahli sebelumnya, Rostow adalah seorang ahli ekonomi.
Tetapi, perhatiannya tidak terbatas pada masalah ekonomi dalam arti sempit.
Perhatiannya meluas sampai pada masalah sosiologi dalam proses pembangunan,
meskipun titik berat analisisnya masih tetap pada maslah ekonomi.
Dalam bukunya yang terkenal, The Stages of Economic Growth, A Non-
Communist Manifesto yang mula-mula terbit pada tahun 1960, dia menguraikan
teorinya tentang proses pembangunan dalam sebuah masyarakat. Seperti juga para ahli
ekonomi umumnya pada zaman itu, bagi Rostow pembangunan merupakan proses
yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang ke
masyarakat yang maju. Proses ini, dengan berbagai variasinya, pada dasarnya
berlangsung sama di mana pun dan kapan pun juga. Rostow membagi proses
pembangunan ini menjadi lima tahap, yang akan kita paparkan secara singkat dibawah
ini.
1) Masyarakat Tradisional
Ilmu pengetahuan pada masyarakat ini masih belum banyak dikuasai. Oleh
karena itu, masyarakat semacam ini masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan
tentang kekuasaan manusia. Manusia dengan demikian tunduk kepada alam, belum
bisa menguasai alam. Akibatnya, produksi masih sangat terbatas. Masyarakat ini
cendrung bersifat statis, dalam atri kemajuan berjalan dengan sangat lambat.
Produksi dipakai untuk konsumsi tidak ada investasi. Pola dan tingkat kehidupan
10. generasi kedua pada umumnya hamper sama dengan kehidupan generasi
sebelumnya.
2) Prakondisi untuk lepas landas
Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak. Pada suatu
titik, dia mencapai posisis prakondisi untuk lepas landas. Biasanya, keadaan ini
terjadi karena adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah lebih
maju. Perubahan ini tidak datang karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut,
karena pada dasarnya masyarakat tradisional tidak mampu untuk mengubah dirinya
sendiri. Campur tangan dari luar, ini menggoncangkan masyarakat tradisional itu.
Di dalamnya mulai berkembang ide pembaharuan. Ide-ide yang berkembang ini
bukan sekedar pendapat yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi dapat dicapai,
tetapi bahwa kemajuan ekonomi merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan lain yang dianggap baik : kebesaran bangsa, keuntungan
pribadi, kemakmuran umum, atau kehidupan yang lebih baik begi anak-anak
mereka nantinya.
Misalnya. Seperti yang terjadi di Jepang, dengan dibukanya masyarakat ini
oleh armada angkatan laut Amerika Serikat. Pada periode ini, usaha untuk
meningkatkan tabungan masyarakat terjadi. Tabungan ini kemudian dipakai untuk
melakukan investasi pada sektor-sektor produktif yang menguntungkan, termasuk
misalnya pendidikan. Investasi ini dilakukan baik oleh perorangan maupun oleh
negara. Sebuah negara nasional yang sentralistis juga terbentuk.
3) Lepas landas
Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang
menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
sesuatu yang berjalan wajar, tanpa adanya hambatan yang berarti seperti ketika
pada periode prakondisi untuk lepas landas. Pada periode ini, tabungan dan
investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10% dari pendapatan nasional
atau lebih. Juga industri-industri baru mulai berkembang dengan sangat pesat.
Keuntungannya sebagian besar ditanamkan kembali ke pabrik yang baru. Sektor
modern dari perekonomian dengan demikian juga berkembang.
Dalam pertanian, teknik-teknik baru juga tunbuh. Pertanian menjadi usaha
komersial untuk mencari keuntungan, dan bukan sekedar untuk konsumsi.
Peningkatan dalam produktivitas pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam
proses lepas landas, karena proses modernisasi masyarakat membutuhkan hasil
pertanian yang banyak, supaya ongkos perubahan ini tidak terlalu mahal.
4) Bergerak ke kedewasaan
Setelah lepas landas, akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke
depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Antara 10% sampai 20% dari
pendapatan nasional selalu diinvestasikan kembali, supaya bisa mengatasi
persoalan pertambahan penduduk. Industri berkembang dengan pesat. Negara ini
11. memantapkan posisinya dalam perekonomian global: barang-barang yang tadinya
diimpor sekarang diproduksikan dalam negeri; impor baru menjadi kebutuhan,
sementara ekspor barang-barang baru mengimbangi impor.
Sesudah 60 tahun sejak sebuah negara lepas landas (atau 40 tahun setelah
periode lepas landas berakhir), tingkat kedewasaan biasanya tercapai.
Perkembangan industri terjadi tidak saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi
juga dalam aneka barang yang diproduksi.
5) Zaman Konsumsi masal yang tinggi
Karena kenaikan pendapat masyarakat, konsumsi tidak lagi terbatas pada
kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi.
Produksi industri juga berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang
konsumsi yang tahan lama. Pada periode ini, investasi untuk meningkatkan
produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling utama. Sesudah taraf kedewasaan
di capai, surplus ekonomi akibat proses politik yang terjadi dialokasikan untuk
kesejahteraan sosial dan penanaman dana sosial.
Teori Rosnow tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi ini, seperti hal
teori-teori modernisasi lainnya, didasarkan pada dikotomi masyarakat tradisional
dan masyarakat modern. Titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat
yang satu dengan yang lain adalah periode lepas landas. Rostow juga berbicara
tentang keperluan akan adanya sekelompok wiraswastawan. Dia kemudian
berbicara tentang kondisi-kondisi sosial yang melahirkan para wiraswastawan ini.
Rostow menyebutkan dua kondisi sosial yaitu sebagai berikut:
a. Adanya elit baru dalam masyarakat yang merasa diingkari haknya oleh
masyarakat tradisional di mana dia hidup, untuk mendapatkan prestise dan
mencapai kekuasan melalui cara-cara konvensional yang ada.
b. Masyarakat tradisional yang ada cukup fleksibel (atau lemah) untuk
memperbolehkan warganya mencari kekayaan (atau kekuasan politik) sebagai
jalan untuk menaikkan statusnya dalam masyarakat (biasanya hal ini dicapai
melalui kepatuhan dan kesetiaan terhadap yang berkuasa).
Kelompok elit baru inilah yang akan menjadi tenaga pendorong untuk
melakukan pembaruan. Elit baru ini merupakan kelompok orang yang frustrasi
(dalam arti positif), karena tatanan sosial- politik yang ada tidak memberi
kemungkinan untuk mengembangkan diri. Ini misalnya terjadi pada kelompok
pedagang (cikal bakal dari kaum burjuasi di Zaman modern) di zaman feodal, atau
orang-orang Yahudi di Eropa, atau orang-orang Cina di Asia Tenggara. Karena
tidak bisa memajukan diri di jalur sosial-politik, mereka bergerak di bidang
ekonomi dan kemudian mendapatkan tempat terhormat, karena keberhasilnya
mengumpulkan kekayaan. Dalam membahas masalah lepas landas pun, Rostow
berbicara tenyang aspek-aspek non-ekonomi ini. Baginya lepas landas harus
memenuhi semua dari ketiga kondisi yang saling berkaitan ini yakni :
12. 1) Meningkatnya investasi di sektor produktif dari (katakanlah) 5% (atau kurang)
menjadi 10% (atau lebih) dari pendapatan nasional.
2) Tumbuhnya satu atau lebih sektor industri manufaktur yang penting dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi.
3) Adanya atau munculnya secara cepat lembaga-lembaga politik dan sosial yang
bisa memanfaatkan berbagai dorongan gerak ekspansi dari sektor ekonomi
modern dan akibat yang mungkin terjadi dengan adanya kekuatan-kekuatan
ekonomi dari luar sebagai hasil dari lepas landas, disamping itu lembaga-
lembaga ini kemudian bisa membuat pertumbuhan menjadi sebuah proses yang
berkesinambungan.
Kondisi ketiga merupakan kondisi non-ekonomi yang penting. Tetapi, Rostow
memang masih mengutamakan peran ekonomi dari lembaga-lembaga tersebut.
Katanya :
Kondisi ketiga menunjuk kepada kesanggupan yang cukup (dari lembaga-
lembaga ini) untuk mengumpulkan modal dari sumber-sumber dalam negeri....
prakondisi untuk lepas landas memerlukan kesanggupan awal untuk menggerakkan
tabungan dalam negeri secara produktif, dan juga menciptakan sebuah struktur yang
memungkinkan tingkat tabungan yang cukup tinggi.
Yang dimaksud oleh Rostow misalnya adalah negara yang melindungi
kepentingan para wiraswastawan untuk melakukan akumulasi modal. Atau
memberikan iklim politik yang menguntungkan bagi para industriawan, atau orang
asing untuk menanamkan modalnya. Memang, fungsi dari lembaga-lembaga non-
ekonomi ini adalah untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
e. Bert F. Hoselitz: faktor-faktor ekonomi
Hoselitz membahas faktor-faktor Non-ekonomi yang ditinggalkan oleh rostow
dalam karyanya yang terkenal, yang diberi judul “Economic Growth and development:
non economic faktor in economic development”. Faktor non economi ini disebut oleh
hoselitz sebagai faktor kondisi lingkungan, yang dianggap penting dalam proses
pembangunan. Persoalan yang ditanyakan oleh Hoselitz adalah: nyatanya rostow
membuat perbedaan tingkat investasi (yakni ratio antara pembentukan modal neto
terhadap produksi nasional neto), lepas landas dan sedang memasuki tahap revolusi
industri.
Selanjutnya, hoselitz mengatakan : “kondisi lingkungan ini harus dicari terutama
dalam aspek-aspek non-ekonomi dari masyarakat. Dengan kata lain, lepas dari
pengembangan modal seperti pembangunan sarana sistem telekomunikasi serta
transportasi dan investasi dalam fasilitas pelabuhan, pergudangan, dan instlasi-
instalasi sejenis untuk perdagangan luar negeri, banyak dari pembaruan-pembaruan
yang terjadi pada periode persiapannya didasarkan pada perubahan- perubahan
pengaturan kelembagaan yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga dan
motivasi”.
13. Hoselitz menamakan perubahan kelembagaan yang akan mendukung proses lepas
landas ini sebagai “hadiah dari masa lampau,” yang sangat penting artinya. Selanjutnya
hoselitz menekankan bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah
utama pembangunan adalah kekurangan modal (teori Harrod Domar), ada masalah lain
yang juga sangat penting, yakni adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga
wiraswasta yang tangguh. Karena itu dibutuhkan perubahan kelembagaan pada masa
sebelum lepas landas, yang akan mempengaruhi pemasokkan modal, supaya modal ini
bisa menjadi produktif. Oleh karena itu, bagi Hoselitz pembangunan membutuhkan
pemasokkan dari beberapa unsur :
1) Pemasokkan modal besar dan perbankan
Pemasokkan modal dalam jumlah yang besar ini, seperti yang diuraikan
oleh rostow membutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakkan tabungan
masyarakat dan menyalurkan kegiatan yang produktif. Hoselitz menyebutkan
lembaga perbankan yang efektif. Pengalaman dari Negara-negara eropa ketika
menjalankan proses lepas landas menunjukkan pentingnya lembaga-lembaga
perbankkan. Tanpa lembaga-lembaga seperti ini, modal besar yang ada sulit
dikumpulkan sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak menghasilkan pembangunan.
Hoselitz menunjukkan pengalaman di cina pada abad ke-19. Sebagai akibat dari
korupsi pejabat Negara, surplus ekonomi yang terjdi menjadi sia-sia, karena
ditanamkan pada pembelian tanah, atau dipakai untuk mengkonsumsikan barang-
barang mewah.
2) Pemasokkan Tenaga Ahli dan Terampil
Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewirwastaan, administrator
professional, insinyur, ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang tangguh.
Disamping itu juga disebutkan juga perkembangan teknologi dan sains harus sudah
melembaga sebelum masyarakat tersebut melakukan lepas landas. Inilah yang
menjadi pengalaman di Negara-negara eropa, semua hal ini sudah tersedia sebelum
lepas landas.
Kemudian hoselitz membicarakan lebih jauh tentang tenaga wiraswasta.
Supaya orang-orang ini muncul, diperlukan sebuah masyarakat dengan kebudayaan
tertentu. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan yang beranggapan bahwa
mencari kebudayaan bukan merupakan hal yang buruk. Kalau nilai-nilai budaya
semacam ini tidak ada, akan sulit sekali jiwa kewiraswastaan muncul. Misalnya,
dimasyarakat yang dikuasai oleh para panglima perang, para pendeta, atau para
birokrat pemerintah, budaya dan nilai-nilai yang mendorong orang melakukan
akumulasi modal sulit tumbuh dengan subur.
Masih sehubungan dengan masalah munculnya kaum wiraswasta, Hoselitz
kemudian membahas adanya sekelompok minoritas yang disingkirkan oleh
masyarakat. Kelompok marjinal ini mengalami proses anomie atau kehilangan
pegangan nilai. Mereka seringkali mencari jalan lain untuk mengangkat harga diri
dan status mereka. Biasanya caranya adalah dengan mencari kekayaan. Mereka
14. menjadi kelompok kaum borjuis, yang kemudian menantang tata masyarakat yang
lama.
f. Alex Inkeles dan David H. Smith: manusia modern
Alex inkeles dan David Smith pada dasarnya juga berbicara tentang pentingnya
faktor manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan. Pembangunan
bukan sekedar perkara pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi di butuhkan
manusia yang dapat mengembangkan sarana material tersebut supaya menjadi
produktif. Untuk ini, dibutuhkan apa yang disebut oleh inkeles sebagai manusia
modern.
Dalam buku mereka yang terkenal. Becoming modern, kedua tokoh itu mencoba
memberikan cirri-ciri dari manusia yang dimaksud, yang antara lain meliputi hal-hal
seperti keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang
dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa
menguasai alam dan bukan sebaliknya, dan sebagainya. Dalam hal ini inkeles dan smith
tidak berbeda dengan weber dengan konsep etika protestanya, atau Mc Clelland dengan
konsep n-Achnya. Bedanya inkeles dan smith menguraikannya secara lebih rinci dan
menguji konsep-konsep ini dalam sebuah penelitian empiris yang meliputi penduduk
di enam negara berkembang.
Hal lebih penting dari teori inkeles dan Smith tentang proses pembentukan manusia
modern. Pertama-tama mereka menyatakan: “kami ang beranggapan bahwa
bagaimanapun juga manusia bisa diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa,
dan karena itu tak ada manusia yang tetap menjadi manusia tradisional dalam
pandangan dan kepribadiannya hanya karena ia dibesarkan dalam sebuah masyarakat
yang tradisional”.
Dari hasil penelitiannya, inkeles dan Smith menjumpai bahwa memang pendidikan
adalah yang paling efektif untuk mengubah manusia. Dampak pendidikan tiga kali
lebih kuat dibandingkan dengan usaha-usaha lainya kemudian pengalaman kerja dan
pengenalan terhadap media massa merupakan cara kedua yang efektif. penemuan ini
mendukung pendapat Daniel lerner yang menekankan pentingnya media masa
mendorong proses modernisasi.
Inkeles dan smith kemudian menekankan faktor pengalaman kerja, terutama
pengalaman kerja di pabrik sebagai faktor yang berperan besar dalam mengubah
manusia tradisional menjadi modern, dengan kata lain manusia tradisional dapat diubah
menjadi manusia modern , bila dia diterjunkan kedalam lembaga-lembaga kerja yang
modern, seorang yang bekerja dipabrik misalnya dipaksa untuk bekerja menempati
waktu, untuk membuat perencanaan, untuk bekerja sama dengan orang lain, dan
sebagainya. Dalam penelitiannya, inkeles dan Smith menemukan bahwa seorang
manusia tradisional yang diterjunkan ke lembaga modern bukan saja bisa melakukan
adaptasi yang cepat, tetapi dia juga menyerap nilai-nilai kerja ini kedalam
kepribadiannya dan mengekspresikannya kembali kedalam sikap, nilai dan tingkah
lakunya.
15. Untuk menjelaskan hal ini, inkeles dan smith mengambil teori karl max. marx
menyatakan bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh lingkungan materialnya.
Hubungan manusia dengan alat produksinya memberi bentuk dan isi pada
kesadarannya. Pendapat ini tampaknya dibenarkan oleh hasil penelitian Inkeles dan
Smith, dimana manusia tradisional berubah menjadi manusia modern karena bekerja
pada lembaga-lembaga kerja yang modern, serperti misalnya dipabrik-pabrik. Bahkan
kedua peneliti ini menemukan bahwa perbedaan etnis dan perbedaan agama, yang
dianggap sebagai faktor penting dalam mengubah tingkah laku manusia oleh para ahli
ilmu sosial yang menekankan faktor kebudayaan, ternyata kurang berperan penting
dalam pembentukan manusia modern.
4. Hubungan Teori Modernisasi dengan Pembangunan
Perkembangan dunia yang kian pesat turut mempengaruhi tingkat daya saing setiap
Negara dalam segala bidang untuk bersaing satu sama lain guna melakukan pembangunan
nasional secara cepat dan berkesinambungan (sustainable development). Kemampuan
Negara untuk melakukan pembangunan secara keseluruhan akan turut menentukan
posisinya dipercaturan dunia internasional. Setiap Negara yang berhasil melakukan
pembangunan akan sangat dipertimbangakan dan memiliki peranan penting baik secara
regional maupun internasional. Misalnya Cina dan India merupakan negara yang secara
perlahan melakukan pembangunan dan terbukti mulai memiliki peranan yang cukup
penting dalam mengendalikan laju perekonomian negara-negara di Asia. Namun,
kemajuan yang sekarang ini dinikmati oleh Cina dan India belum sepenuhnya mencapai
pembangunan yang berhasil (baru memasuki pembangunan tahap awal) karena keduanya
belum mampu memenuhi beberapa indikator pembangunan lainnya.
Model/strategi pembangunan yang pasca Perang Dunia II sampai sekarang masih
menjadi sorotan dan menjadi topik perbincangan kalangan akademisi yakni model
pembangunan nasional (national building) di Negara-negara dunia ketiga. Pembangunan
adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
manusia (Portes 1976). Perubahan yang direncanakan dalam pembangunan mencakup
seluruh sistem sosial masyarakat mulai dari ekonomi, politik, infrastruktur, pertahanan,
pendidikan, teknologi, kesehatan. Perubahan dalam sistem ekonomi misalnya terjadinya
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, perubahan basis ekonomi dari importir
menjadi eksportir (produksi berbasis pada ekspor), peningkatan penerimaan devisa dari
seluruh aktivitas ekonomi, dan lain-lain. Dari aspek politik, pembangunan biasanya
ditandai dengan adanya stabilitas politik dalam negeri. Sedangkan pembangunan pada
aspek pertahanan diindikasikan dengan terjaminnya keamanan nasional. Adapun beberapa
indikator pembangunan yang banyak digunakan oleh lembaga-lembaga internasional,
diantaranya; Kekayaan Rata-rata (GDP dan GNP, Perkapita), Distribusi pendapatan
(pemerataan), kualitas kehidupan, kerusakan lingkungan dan keadilan sosial dan
berkesinambuangan.
Ada beberapa Negara di kawasan Amerika Utara, Asia, Afrika, Amerika Latin dan
Eropa Barat yang melakukan pembangunan nasional dengan mengadopsi teori
16. modernisasi. Dengan karakteristik nasional yang berbeda-beda menggunakan satu model
yakni modernisasi tentunya akan menghasilnya hasil yang berbeda pula. Negara-negara di
Kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat telah berhasil melakukan pembangunan secara
evolusi pada abad ke 18 dengan model/konsep pembangunan yang sama (konsep
modernisasi).
Pada perkembangannya kemudian, keberhasilan pembangunan yang diterapkan
pada negara-negara di Eropa ini memberikan pemikiran lanjut untuk melakukan ekspansi
pasar ke negara-negara dunia Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk
pembangunannya; dalam kenyataannya, keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa,
ternyata banyak mengalami kegagalan di negara-negara dunia Ketiga. Kemudian, mereka
mencoba memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah berdasarkan cara pandang
mereka. Adapun asumsi dasar teori modernisasi seperti yang terlihat ada table di bawah ini
:
Dengan melihat asumsi dasar tentang penyebab kemiskinan di dunia ketiga seperti
pada tabel diatas maka, para ahli seperti W.W.Rostow mengemukakan beberapa solusi
untuk menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi. Salah satu solusi yang dikemukakan oleh
Rostow yakni Negara-negara berkembang memerlukan bantuan investasi dari Negara-
Asumsi Tentang Uraian
Pola sejarah perekonomian
dunia
Kemiskinan dunian terjadi sejak tiga abad yang lalu;
Revolusi industri telah menciptakan Negara-negara
kaya di dunia pertama (Eropa Barat dan Amerika
Utara); Industrialisasi akan merambat ke Negara-
negara dunia ketiga, melalui proses difusi; Semua
masyarakat di dunia pada akhirnya akan mencapai
kemakmuran
Sumber penyebab
kemiskinan global
Karakteristik bangsa-bangsa di dunia ketiga yang
telah menciptakan kemiskinan seperti: Tidak
memiliki modal untuk industrialisasidan investasi di
sector ekonomi modern. Tidak punya teknologi
untuk industrialisasi yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi Pola budaya tradisional yang
menghambat etos kerja,kreativitas dan inovasi
Angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang
tinggi
Peranan Negara-negara kaya
dalam ekonomi global
Negara-negaar kaya dapat membantu Negara-negara
miskin melalui: Program pengendalian angka
kelahihan/keluarga berencana; Transfer teknologi
dan bantuan pendidikan untuk meningkatkan
produksi pangan dan industrialisasi Investasi melalui
penanaman modal asing (PMA) Bantuan dana/
hutang luar negeri.
17. negara kaya (melaui PMA). Di samping itu, untuk investasi dalam negeri, Negara
berkembang memerlukan bantuan dalam bentuk hutang luar negeri, selain bantuan
teknologi, peningkatan tingkat pendidikan dan penurunan angka kelahiran. Strategi
industrialisasi diarahkan kepada produksi barang-barang subtitusi impor pada tahap awal,
kemudian disusul oleh produksi berorientasi ekspor.
Adapun kebijakan, model, dan strategi pembangunan nasional menurut teori
modernisasi (ekonomi makro) itu sendiri. secara spesifik, seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Kebijakan, Model dan Strategi Pembangunan Nasional Menurut Teori Modernisasi
Aspek Pembangunan Langkah-Langkah yang Ditempuh
Kebijakan 1) Pembangunan ekonomi pada skala makro (investasi
besar untuk penyerapan angkatan kerja)
2) Menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional melalui
Penanaman Modal Asing (PMA) dan bantuan
dana/hutang luar negeri
Model 1) Hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi
(PDB/GNP) dengan hutang luar
negeri,PMA,Penanaman modal dalam negeri (PMDN)
dan pembangunan infrasturktur ekonomi makro
Strategi 1) Menurunkan angka kelahiran dan pertumbuhan
penduduk, agar pertumbuhan ekonomi meningkat
2) Industrialisasi melalui PMA
3) Menerima hutang luar negeri untuk investasi dalam
negeri agar tercipta trickle-down effect
4) Mengembangkan industry subtitudi impor, untuk
mengurangi ketergantungan kepada impor barang
konsumsi (defensif)
5) Membangaun industri berorientasi ekspor untk
memperoleh devisa (ofensif)
6) Membangun infrastruktur ekonomi
Meskipun kebijakan, model dan strategi pembangunan nasional diatas telah di
adopsi sepenuhnya oleh Negara-negara dunia ketiga lainnya namun, pada kenyataannya
tidak semua Negara berhasil melakukan pembangunan nasionalnya. Cenderung setelah
menerapkan kebijakan tersebut seperti menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara
besar-besaran dan menerima bantuan luar berupa hutang luar negeri, Negara justru
mengamalami “ketergantungan abadi” pada Negara donatur. Begitu pun dengan penerapan
kebijakan,model, dan strategi lainnya yang juga tidak efektif dalam mendorong
pembangunan nasional.
18. Kegagalan Negara-negara dunia ketiga menerapkan model, strategi dan kebijakan
di atas lebih disebabkan oleh faktor internal masing-masing Negara. Dalam artian bahwa
berhasil tidaknya pembangunan dalam suatu Negara sangat tergantung pada faktor
internal. David Mc Clelland salah satu ahli yang mengusulkan konsep need of achievement
(n-ach) atau kebutuhan untuk berprestasi. Teori ini mengatakan bahwa proses
pembangunan berarti membentuk manusia yang berjiwa wiraswasta dengan jiwa n-ach
yang tinggi. Berarti bahwa pembangunan suatu Negara sangat tergantung pada
manusia/masyarakat dalam Negara itu sendiri. Teori Harrold-Domar, masih menyoroti
masalah internal yang dapat menyokong pembangunan suatu Negara. Teori ini menyatakan
bahwa pembangunan hanya dapat berlangsung dengan baik bilamana tingkat tabungan
masyarakat maupun devisa Negara cukup untuk melakukan pembangunan. Teori yang
paling klasik yakni teori Max Weber. Teori ini menekankan nilai-nilai budaya yang bisa
memberikan etos kerja yang tinggi. Max Weber berbicara masalah tentang peran agama,
terutama konsepnya yang sudah menjadi klasik, yakni etika protestanisme. Menurutnya hal
inilah yang membawa masyarakat Eropa, Barat dan Amerika Serikat pada kemajuan.
Ketersediaan tenaga ahli dan terampil Bert F. Hoselitz dalam karyanya, “Economic Growth
and Development : Noneconomic Factors in Economic Development” merupakan salah
satu faktor penting yang dibutuhkan dalam pembangunan.
C. Teori Ketergantungan
1. Sejarah Teori Ketergantungan
Awal mula teori ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan pada
penghabisan tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur Economic Commission for Latin
America, ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bertanya ke mana-mana
terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak
serta merta memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di
negara-negara miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati programa ekonomi di
negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa kepada masalah-masalah ekonomi di
negara-negara miskin.
Lahirnya teori dependensi juga merupakan merupakan jawaban atas krisis teori
Marx ortodoks di Amerika Latin. Menurut Marxsis ortodoks, Amerika Latin harus melihat
tahap revolusi industri "borjuis" sebelum melampaui revolusi sosialisasi proletar.[3]
Namum demikian revolusi Republik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan Revolusi Kuba
pada penghabisan tahun 1950-an mengajak pada kaum cedikiawan bahwa negara dunia
ketiga tidak harus selalu mengikuti tahap-tahap perkembangan tersebut.[3] Tertarik pada
model pembangunan RRC dan Kuba, jumlah intelktual radikal di Amerika latin
berpendapat bahwa negara-negara di Amerika Latin dapat saja berjalan menuju dan berada
pada tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat dibelahan Amerika Utara pada
penghabisan tahun 1960-an oleh Andre Gunder Frank, yang kebetulan berada di Amerika
19. Utara pada tahun 1960-an. Di Amerika Serikat teori ini memperoleh sambutan hangat,
sebab kedatangannya hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya kelompok intelektual
muda radikal, yang tumbuh dan berkembang subur pada massa revolusi kampus di
Amerika Serikat, akhir suatu peristiwa pengaruh programa protes antiperang, gerakan
kebebasan wanita, dan menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengan tahun 1960 yang
diiringi oleh inflasi kronis, develuasi mata uang dollar Amerika dan perasaan kehilangan
keyakinan diri pada saat awal tahun 1970-an, menyebab lenyapnya kenyakinan landasan
moral Teori modernisasi.
2. Pengertian Teori Ketergantungan
Teori Ketergantungan atau dikenali teori depedensi (bahasa inggris: Dependency
Theory) yaitu noda satu teori yang melihat permasaalahan pembangunan dari sudut Negara
Dunia Ketiga. Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) yaitu keadaan
dimana kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan
ekspansi dari kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini
hanya berperan sbg penerima akhir suatu peristiwa saja. Anggota penting dalam kajian
sosiologi yaitu mempunyainya pola ketergantungan selang masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia. Teori Dependensi lebih
menitik beratkan pada masalah keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.
Dalam hal ini, dapat dituturkan bahwa teori dependensi mewakili "suara negara-negara
pinggiran" bagi menantang hegemoni ekonomi, politik, hukum budaya istiadat dan
intelektual dari negara maju.
Dalam belajar teori pembangunan pastinya dipelajari teori ketergantungan. Teori
ketergantungan dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya Andre Gunder Frunk,
Fernando H. Cardoso, Samir Amin, Paul Baran, Paul Prebisch dan Theotonio Dos Santos.
Ahli ini memiliki pandangan tersendiri mengenai teori ketergantungan. Namun teori
ketergantungan secara garis besar bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Teori Depensi Klasik
Teori ini digagas oleh Andre Gunder Frunk, yang menyatakan bahwa kapitalisme
global akan membuat ketergantungan masa lalu dan sekarang oleh karena itu negara
yang tidak maju dan berkembang harus memutuskan hubungan dengan negara maju
supaya negara berkembang bisa maju.
b. Teori Depensi Modern
Teori ini digagas oleh Fernando Henrigue Cardoso, teori ini menyatakan bahwa
antara negara yang satu dengan lainnya perlu kerjasama dengan melihat karakteristik
histori dari daerah tersebut.
Selain pandangan ke dua tokoh tersebut juga ada beberapa ahli yang menyatakan
tentang teori ketergantungan. Theontonio Dos Santos membagi tiga bentuk
ketergantungan negara ketiga, yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan finansial-
industrial, ketergantungan tekhnologi-industrial. Sedangkan pendapat dari Raul
20. Prebisch adalah negara-negara dibagi atas negara maju (industri) dan terbelakang
(pertanian), yang saling berdagang. Ada negara “pusat” dan negara “pinggiran”.
Hubungan pusat dan pinggiran tak seimbang, tidak saling menguntungkan à ekploitasi.
3. Warisan Pemikiran Teori Ketergantungan
a) Raul Prebisch
Prebisch mengkritik keusangan konsep pembagian kerja secara internasional yaitu
Internasional Division of Labor (IDL). IDL lah menurut Presbich yang menjadi sebab
utama munculnya masalah pembangunan di Amerika Latin. Mempunyainya teori
pembagian kerja secara internasional (IDL), yang didasarkan pada teori keunggulan
komparatif, membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi produksinya.
Oleh sebab itu, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu negara-
negara center/pusat yang menghasilkan benda/barang industri dan negara-negara
pheriphery/pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya saling
melakukan perdagangan, dan menurut teori ini, seharusnya menunjukan hal yang
sebaliknya. Negara-negara center yang melakukan spesilisasi pada industri menjadi
kaya, sedangkan negara pengirian (pheriphery) tetap saja miskin. Padahal seharusnya
kedua negara sama kaya sebab perdagangannya saling menguntungkan.
b) Analisis Raul Prebisch terhadap kemiskinan negara pingiran
- Terjadi penurunan nilai tukar komoditi pertanian terhadap komoditi benda/barang
industri. Benda/barang industri semakin mahal dibanding hasil pertanian,
dampaknya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara pertanian bila berjualan
dengan negara industri.
- Negara-negara industri sering melakukan proteksi terhadap hasil pertanian mereka
sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian bagi mengekspor ke sana
(memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
- Keperluan akan bahan mentah dapat diturunkan dengan penemuan teknologi baru
yang bisa membuat bahan mentah sintetis, dampaknya memperkecil jumlah ekspor
negara pinggiran ke negara pusat.
- Kemakmuran meningkat di negara industri mengakibatkan kuatnya politik kaum
buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan menaikan harga jual
benda/barang industri, sementara harga benda/barang hasil pertanian relatif tetap.
c) Solusi yang ditawarkan Raul Prebisch
Presbich berpendapat negara-negara yang terbelakang harus melakukan
industrialisasi, bila bersedia membangun dirinya, industrialisasi ini dimulai dengan
Industri Substitusi Impor (ISI). ISI dilakukan dengan metode memproduksi sendiri
keperluan barang-barang industri yang tadinya di impor bagi mengurangi bahkan
menghilangkan penyedian devisa negara bagi membayar impor benda/barang tersebut.
Pemerintah berperan bagi memberikan proteksi terhadap industri baru. Ekspor bahan
21. mentah tetap dilakukan bagi membeli barang-barang modal (mesin-mesin industri),
yang diharapkan dapat mempercepat indrustrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Bagi
Presbich campur tangan pemerintah merupakan sesuatu yang paling penting bagi
memerdekakan negara-negara pinggiran dari rantai keterbelakangannya.
d) Neo-Marxisme
Teori depedensi juga memiliki warisan pemikiran dari Neo-Marxisme kesuksesan
dari revolusi Cina dan Kuba ketika itu telah mebantu tersebarnya perpaduan baru
pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika latin yang
mengakibatkan generasi baru dan dengan lantang mengatakan dirinya sbg Neo-
Marxisme.
Beberapa gagasan Neo-Marxisme:
- Neo-Marxisme melihat imprealisme dari sudut pandangan negara pinggiran.
Dengan lebih memberikan perhatian pada akhir suatu peristiwa imperialisme pada
negara-negara dunia ketiga.
- Neo-Marxisme percaya, bahwa negara dunia ketiga telah matang bagi melakukan
revolusi sosialis.
- Neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba, beliau menanti
jumlah pada daya revolusioner potensial dari para petani pedesaan dan perang
gerilya tentara rakyat.
e) Paul Baran
Paul baran yaitu seorang pemikir Marxisme yang menolak pandangan Marx tentang
pembangunan dinegara-negara dunia ketiga. Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan
negara-negara kapitalis maju kepada negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang
akan membangunkan negara-negara yang terakhir ini bagi berkembang, seperti negara-
negara kapitalis di Eropa. Baran berpendapat lain, baginya, sentuhan ini akan
mengakibatkan negara-negara kapitalis tersebut terhambat kemajuannya dan akan terus
hidup dalam keterbelakangan. Dengan gagasannya yang berlainan dengan Marx, Baran
menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran, berlainan
dengan perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran sistem
kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit ini
tetap kerdil dan tidak bisa akbar. Menurut baran kapitalisme di negara-negara pusat
bisa berkembang sebab mempunyainya tiga prasyarat :
- Meningkatnya produksi diiringi dengan tercabutnya masarakat petani di pedesaan.
- Meningkatnya produksi komoditi da terjadinya pembagian kerja mengakibatkan
sebagian orang menjadi buruh yang menjual tenaga kerjanya sehingga sulit menjadi
kaya, dan sebagian lagi menjadi majikan yang bisa mengumpulkan harta.
- Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan tuan tanah.
4. Kelemahan dan Kekuatan Teori Ketergantungan
22. Menurut Robert A. Packenham, teori ketergantungan itu memiliki kelemahan dan
kekuatan. Packenham menyebutkan ada 6 kelemahan dari teori ketergantungan, antara lain
:
a) Menyalahkan hanya kapitalisme sebagai penyebab dari ketergantungan.
b) Konsep-konsep inti, termasuk konsep ketergantungan itu sendiri kurang didefinisikan
secara jelas.
c) Hanya didefinisikan sebagai konsep dikotomi.
d) Sedikit sekali dibicarakan tentang proses yang memungkinkan sebuah negara dapat
lepas dari teori tersebut.
e) Selalu dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
f) Kurang membahas dengan teori lain (otonomi).
Packenham juga mengatakan disamping kelemahan terdapat juga kekuatan dari
teori ketergantungan, kekuatannya antara lain:
a) Menekankan aspek internasional
b) Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri.
c) Membahas proses internal dari perubahan di negara-negara pinggiran.
d) Menekankan pada kegiatan sektor swasta dalam hubungannya dengan kegiatan
perusahaan-perusahaan multinasional.
e) Membahas hubungan antar klas yang ada di dalam negeri.
f) Mempersoalkan bagaimana kekayaan nasional ini dibagikan antar klas-klas sosial,
antar daerah, dan antar negara.
5. Bentuk-bentuk Ketergantungan
Dos Santos menguraikan mempunyai 3 wujud ketergantungan:
a) Ketergantungan Kolonial
- Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
- Programa ekonominya yaitu ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat.
- Hubungan penjajah – masyarakat sekitar bersifat eksploitatif negara pusat.
- Negara pusat menanamkan modalnya tidak sewenang-wenang langsung maupun
menempuh kerjasama dengan pengusaha lokal.
b) Ketergantungan Teknologis-Industrial
- Wujud ketergantungan baru.
- Programa ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah bagi
negara pusat.
- Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran
dengan tujuan bagi keperluan negara pinggiran.
c) Ketergantungan Teknologis-Industrial
- Wujud ketergantungan baru.
23. - Programa ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah bagi
negara pusat.
- Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran
dengan tujuan bagi keperluan negara pinggiran.
6. Sistem Pembangunan di Indonesia
Indonesia sebagai sebuah negara yang digolongkan ke negara berkembang
memiliki sistem pembangunan yang bisa dikatakan berubah-ubah namun tidak
bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi. Perubahan puncuk pimpinan menjadi
faktor perubahan sistem yang dianut.
Pada awal kemerdekaan, di bawah pimpinan Soekarno, sistem yang dianut adalah
sistem pembangunan yang berdikari. Berdikari yang dimaksud adalah Indonesia tidak
boleh terlalu bergantung dengan negara lain, apalagi dengan negara maju seperti Amerika
Serikat atau Uni Soviet. Saat itu, Soekarno menolak untuk berkompromi dengan negara
luar. Sepertinya Soekarno pada masanya memiliki keyakinan yang kuat dengan
kemampuan untuk membangun Indonesia.
Setelah Soekarno digantikan oleh Soeharto, ada pergeseran, yang awalnya anti
terhadap dunia luar berubah menjadi sangat pro. Ini diperlihatkan dengan membuka
peluang bagi asing untuk berinvestasi menanamkan modal di Indonesia. Di era orde baru
ini menitik beratkan pada pembangunan.
Sedangkan setelah era reformasi, banyak hal yang berubah. Indonesia sepertinya
semakin membuka diri dengan dunia luar. Banyak persekutuan diikuti oleh Indonesia,
mulai dari PBB, APEC, ASEAN dan lain sebagainnya. Ini dimaksud sebagai jalan untuk
membuka kerjasama antara Indonesia dengan negara lain. Memang di era globalisasi
seperti sekarang ini Indonesia harus mengikuti tren. Teren untuk berkerjasama dengan
dunia internasional.
Sebenarnya pembangunan nasional Indonesia itu merpakan rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945. Dan
seluruh pembangunan yang dilaksanakan tidakboleh bertentangan dengan sila-sila dalam
Pancasila. Jadi inti dari pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar,
tujuan dan pedoman pembangunan nasional.
7. Faktor Penghambat Penerapan Teori Ketergantungan di Indonesia
Indonesia di era globalisasi ini tidak bisa terlepas dari pengaruh luar. Bisa dilihat
bagaimana sikap Indonesia ketika terjadi kekurangan atau kelangkaan kedelai, daging dan
lainnya. Pemerintah Indonesia melakukan impor. Ini berarti Indonesia sangat tergantung
dengan negara lain. Ada beberapa komunitas internasional yang diikuti oleh Indonesia,
diantaranya :
24. a) ASEAN
ASEAN merupakan suatu perkumpulan dari negara-negara di Asia Tenggara.
Indonesia termasuk sebagai salah satu anggota dan menjadi pioner berdirinya ASEAN
bersama Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand. ASEAN ini dibentuk dengan
tujuan untuk memperkuat hubungan internasional antar negara di region Asia
Tenggara, sehingga pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan semakin
cepat.
Pastinya dengan masuknya Indonesia menjadi anggota ASEAN akan menjadi suatu
hal yang sulit bagi Indonesia untuk melepas diri dari kebijakan yang telah disepakati
oleh anggota lainnya. Ini akan menyebabkan teori ketergantungan akan sulit diterapkan
di Indonesia, meskipun menurut Cardoso suatu negara boleh melakukan hubungan
dengan memperhatikan histori dan kedekatan negara (negara tetangga).
Program AFTA sebagai contoh bahwa Indonesia akan semakin tergantung dengan
negara-negara yang berada di kawasan ASEAN. AFTA (Asean Free Trade Areas)
merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk kawasan
perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional
ASEAN menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia.
b) PBB
PBB merupakan suatu organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh
negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional,
keamanan internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan sosial, hak asasi dan
pencapaian perdamain dunia. Pada tahun 2011, PBB sudah memiliki 193 anggota.
Indonesia masuk sebagai anggota PBB pada tanggal 28 September 1950. Tetapi,
Indonesia pada tahun 1965 mengundurkan diri dari keanggotaan PBB disebabkan oleh
penolakan Indonesia terhadap diakuinya Malaysia sebagai anggota tetap PBB.
Soekarno dengan tegas menyatakan keluar sebagai anggota PBB. Namun akhirnya
Indonesia kembali masuk sebagai anggota PBB. Ini berarti Indonesia sangat sulit untuk
keluar dari namanya pengaruh negara lain. Dengan masuknya Indonesia menjadi
anggota PBB, maka mau tidak mau Indonesia harus tunduk dan taan terhadap apa yang
menjadi kebijakan internasional.
c) APEC
APEC merupakan kerjasama antara negara-negara kawasan Asia-Pasifik. APEC
bertujuan untuk mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas
negara Asia-Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989 dan saat ini anggotanya sudah
mencapai 21 negara. Ini berarti Indonesia akan semakin bergantung dan sulit untuk
melepaskan diri dari dunia internasional. Sepertinya teori ketergantungan akan tidak
bisa diterapkan di Indonesia.
25. Dari beberapa contoh organisasi yang diikuti oleh Indonesia di atas, maka bisa
disimpulkan bahwa Indonesia akan sulit untuk melepaskan diri dari namanya dunia
internasional.
8. Kritik Terhadap Teori Ketergantungan
- Metode pengkajian, mereka mengkritik bahwa teori depedensi bukan merupakan
karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik. Teori modernisasi
mengatakan bahwa, teori depedensi memberi penjelasan dan analisa ilmiah tentang
masalah yang mempunyai di negara dunia ketiga.
- Kategori teoritis, teori depedensi telah secara berkelebihan menekankan pentingnya
pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan dinamika internal, misalnya
peranan sosial dan negara. Analisa perebutan kekuasaan politik juga tidak
ditemukan dalam kategori teoritis. Hal ini terjadi sebab teori depedensi
menganggap bahwa kaum industralis di negara dunia ketiga hanya merupakan
borjusi gembel (lumpen bourgeoisie) yang tergantung pada modal asing. Disisi lain
teori dependensi menganggap pemerintah sbg komite administrasi dari modal asing
dan negara-negara imperialis.
- Implikasi kebijakan, teori depedensi berpendapat bahwa selama hubungan
pertukaran yang tidak seimbang ini tetap bertahan sbg landasan hubungan
internasional, maka ketergantungan dan keterbelakangan negara dunia ketiga tetap
tidak terselesaikan. Dalam hal ini para berada pada posisi sebaliknya. Mereka
berpendapat bahwa ketergantungan dan pembangunan dapat saja terwujud secara
bersama, dan bahkan lebih dari itu, mereka mengatakan bahwa situasi
ketergantungan tidak harus membawa keterbelekangan. Para pengekritik juga
menganggap bahwa rumusan kebijaksanaan yang diajukan oleh teori depedensi
tidak dapat menjelaskan secara detail dan jelasbagaimana negara dunia ketiga itu
bertindak.