1. PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG PALING CEPAT DAN TERCEPAT
SEPANJANG ZAMAN DI DALAM MENANGANI KASUS PERZINAHAN
(Injil Yohanes 8:1-11)
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai kasus perzinahan dalam tradisi bangsa Israel adalah sesuatu hal yang
menakutkan dan membayakan bahkan sampai kepada pembunuhan. Larangan perzinahan
adalah salah satu perintah Tuhan dari sepuluh hukum taurat. Jelas orang yang melanggar
perintah Allah akan mendapat hukuman. Bahkan ayat di atas sangat begitu jelas undang-
undangnya sesuai dengan perintah Allah. Kitab Ulangan 17:7, dan Imamat 20:10
menjelaskan bagaimana orang yang kedapatan yang berzinah dihukum mati atau dirajam
dengan batu sesuai dengan hukum Kitab Musa. Bagi yang melakukan perzinahan tidak ada
“tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas kasihan, tidak ada diberi kesempatan.
Berarti bisa ditarik benang merah bahwa orang-orang yang melakukan perzinahan dalam
Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang mati tanpa ada diberi kesempatan untuk bertobat.
Kasus perzinahan ini sangat mengerikan karena tidak ada kesempatan diberi untuk
memperbaiki kelakuan moral mereka. Tetapi syukur dengan datangnya Yesus Kristus
kedunia sebagai hakim atas hukum Taurat maka ada kesempatan diberi untuk berubah kepada
orang yang jatuh dalam perzinahan. Yesus tidak menghukum ketika kasus yang perempuan
yang kedapatan yang berzinah. Tetapi Yesus memberi kesempatan untuk berubah dari
kelakuan buruknya sehingga membawa kepada pertobatan
Hukuman rajam bagi orang yang melakukan zinah adalah bentuk yang sangat brutal eksekusi,
tetapi yang anehnya logis dalam konteks zaman. Batu pertama harus dilemparkan oleh para
saksi perzinahan, dan kemudian setelah itu setiap anggota masyarakat di mana dua pezinah
hidup harus maju ke depan dan melempar batu.
4. yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-
laki yang bukan suaminya.
Di dalam perjanjian lama di tegaskan bahwa perzinahan memiliki sanksi yang keras yaitu
setiap orang yang melakukanny akan dirajam sampai mati. (Im.20:10). Hukuman mati ini
menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran prinsip moral
karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah.
BAB. II
SIKAP AHLI TAURAT DAN FARISI
Sikap atau tindakan para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang suka menghakimi
orang bersalah dengan menggunakan hukum Musa (Taurat Tuhan) sebagai alasan untuk
menghukum dan menghakimi. Dimana hukum tersebut menegaskan bahwa “siapa kedapatan
berzinah harus dilempar/dirajam dengan batu sampai mati (ayat 5).” Perempuan yang
kedapatan berbuat zinah ini hanya menangis dan terdiam. Berharap akan mendapatkan
pengampunan atau pembebasan. Yesus sebagai Hakim masih terdiam mendengarkan
tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
A. Ahli Taurat dan Farisi
Kata Farisi berasal dari bahasa Ibrani פרושים p'rushim, dari perush, yang berarti penjelasan.[3]
Dari literatur rabinik, kaum Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat
yang sangat teliti[4]. Dalam gulungan naskah-naskah Laut Mati, kaum Farisi dikatakan
sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil[5]. Sekte Farisi
adalah sekte yang paling banyak pengikutnya dalam masa Perjanjian Baru. Nama mereka
diambil dari kata kerja parash, yang berarti memisahkan. Mereka adalah kelompok yang
memisahkan diri, atau kaum puritan Yudaisme, yang menghindari segala hubungan dengan
5. kejahatan dan berusaha mena1ati hukum lisan maupun tulisan secara mutlak sampai kepada
hal yang sekecil- kecilnya. Jadi bisa dikatakan orang yang setia kepada Allah.
Asal usul orang-orang Farisi tidak pasti, namun gerakan mereka diyakini telah tumbuh dari
Assideans (yaitu "saleh"), yang dimulai pada saat Pemberontakan Makabe terhadap Yunani /
Suriah penguasa Antiokhus IV , atau "Antiokhus Epifanes," sekitar 165 SM . [6]selama
sekitar 4 abad antara akhir dari catatan Perjanjian Lama dan kelahiran Yesus Kristus ,
sebelum munculnya kerajaan Romawi.
Para Farisi mungkin dimaksudkan untuk taat kepada Allah, tetapi akhirnya mereka menjadi
begitu setia dan ekstrimis di bagian yang sangat terbatas Hukum (ditambah semua yang
mereka sendiri ditambahkan ke dalamnya), sehingga mereka menjadi buta terhadap Mesias
ketika Dia berada di tengah-tengah mereka sangat. Mereka melihat mukjizat-Nya, mereka
mendengar Firman-Nya, tapi bukannya menerima hal itu dengan sukacita, mereka melakukan
semua yang mereka bisa untuk menghentikan Nya - pada akhirnya sampai mendapatkan Dia
dibunuh karena Dia jujur mengaku sebagai Anak Allah
C. Sikap ahli taurat dan farisi tentang perempuan berzinah.
Memang secara hukum Musa itu benar bahwa perempuan yang melakukan perzinahan akan
dihukum. Tetapi yang anehnya adalah bahwa ahli taurat dan orang Farisi hendak
menjerumuskan Yesus. Mereka ingin memojokkan Yesus. Dalam hal ini para ahli taurat dan
orang farisi meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit. Kelihatannya para
ahli taurat dan orang Farisi adalah orang yang suci dan orang benar dimata Allah, namun
realita kehidupan mereka hanyalah kebohongan dan kemunafikan. Ini adalah perangkap,
perangkap siap karena mereka tahu ia ada di sana, tahu mereka bisa menangkap wanita dalam
bertindak dan karena mereka ingin jawaban dari Yesus yang menjadi pertanyaan, yang
menyebabkan kematian, kemungkinan kematian yang dilahirkan dalam mereka roh jahat.
6. 1. Bersikap Deskriminasi
Di dalam hukum Musa bahwa perempuan dan laki-laki yang melakukan zinah harus dirazam
batu. Tetapi yang pada kenyataannya adalah laki-laki disini tidak ditangkap. Secarahukum
jelas apa yang akan menjadi nasib perempuan itu, yaitu dihukum rajam artinya dilempari batu
sampai mati (Yoh. 8:2). Tetapi sikap ahli kitab dan orang Farisi ternyata cari menangnya
sendiri atau menangnya lelaki, sebab dalam Kitab Imamat ditulis sebagai berikut: Imamat
20:10[7]. Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang
kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam
pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam
masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku. Melalui bacaan hari
ini, terlihat prinsip pembedaan dalam kisah itu, wanita yang kedapatan berzinah
dipermasalahkan, tapi sang prianya tidak diadili! Hal inilah yang digunakan oleh para
pemimpin agama pada saat itu.
Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan
berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam pandangan
pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa
Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.
2. Ingin Mencari-cari Kesalahan Yesus
7. Ketika kedapatan perempuan sedang berbuat zinah, dalam hal ini orang-orang farisi dan ahli
taurat sengaja menjebak Yesus Kristus dengan mengingatkan Yesus Kristus akan hukum
Musa tentang hukum orang yang melakukan perzinahan. Kedua, kebencian para ahli Taurat
dan orang Farisi membuahkan perencanaan dalam hati mereka untuk menjerat Tuhan Yesus.
Dalam kisah perempuan berzinah ini, jelas tahu1 bahwa motif mereka menuduh wanita
tersebut tidak tulus. Tujuannya bukanlah untuk menegakkan hukum, tetapi ingin menjerat
Tuhan Yesus (ay. 6). Namun Tuhan Yesus yang mengetahui motifasi hati mereka, justru
membalikkan jerat itu sehingga menjadi “senjata makan tuan” (ay. 7). Mereka yang
berusaha menjerat Tuhan Yesus melalui kasus wanita berzinah tersebut justru menjadi malu,
karena melaluinya mereka justru menyadari keberdosaannya.
Hal yang menyedihkan tentang kisah perempuan yang berzina adalah antagonisme
mengerikan orang-orang Farisi memiliki bagi Yesus. Mereka membencinya. Mereka ingin
menangkapnya keluar dan dengan demikian membuat dia mendapat masalah. Pertanyaan
para pengacara meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit.
Yesus tidak menyatakan bahwa laki-laki tidak berdosa hanya bisa menegakkan hukum. Jika
hukuman tidak pernah bisa dilakukan karena semua dosa manusia (Roma 3:23). Sebaliknya,
hukum mengharuskan para saksi dalam kematian kejahatan layak diperlukan untuk
melemparkan batu pertama (Ulangan 17:7). Yesus berkata, jika orang-orang yang membawa
wanita itu dan membuat tuduhan terhadap dirinya tidak bersalah, maka mereka harus
melaksanakan Hukum Musa. Tentu saja, ini menempatkan keputusan mengenai apakah akan
mengikuti Hukum Musa 'atau kembali hukum Romawi di pundak orang-orang Farisi dan ahli
Taurat.
8. Orang-orang Farisi yang terang-terangan tidak adil. Dibutuhkan dua untuk melakukan
perzinahan! Di mana pria itu? Hukum Musa mengatakan bahwa baik wanita dan pria yang
berzinah harus dihukum mati.
Para imam dan pemuka agama ini membawa wanita pezinah itu ke hadapan Yesus, bukan
untuk minta Yesus menjadi hakim, tapi ingin mengetes Yesus, ingin tahu apa yang akan
dilakukan Yesus padanya. Menurut hukum yang ada, yakni hukum Musa, wanita seperti ini
harus dilempari batu sampai mati, atau dengan kata lain, dihakimi massa. Apakah Yesus akan
melakukan hal itu?
Namun, perempuan berdosa muncul sebelum Yesus dan orang-orang dengan tindakan yang
tepat untuk meletakkannya untuk mengejek penghinaan. Apakah para ahli Taurat dan orang
Farisi benar-benar hanya tertarik pada mengutuk wanita ini mendapat perzinahan, atau
memiliki kepentingan besar lain? Namun, minat ingin tahu posisi Yesus Kristus pada kasus
ini adalah untuk mengujinya dengan memperhatikan menangkapnya kesalahan juga untuk
menghukum dia bersama dengan istrinya sesuai dengan hukum Musa.
BAB III
METODA KONSELING YANG DILAKUKAN YESUS KRISTUS
Metoda konseling Yesus dalam kasus ini, Dia tidak mau konflik secara terbuka dengan orang
farisi dan ahli taurat mengenai penghukuman. Sejenak Dia berdiam diri, membungkuk dan
menulis di atas pasir untuk menunjukkan bahwa Yesus kurang setuju dengan cara mereka
mempermalukan perempuan itu di depan umum. Atau saja Dia menahan rasa malu seperti
yang dialami perempuan hina itu. Dia menderita seperti perempuan itu. Disamping itu, Yesus
ingin menyadarkan farisi dan ahli taurat dengan mengulang hukuman merekabahwa hukuman
itu sangat sadis. Padahal Yesus pernah mengajarkan, kalau ada kedapatan berdosa, baiklah
9. dia dipanggil dan ditanya oleh imam hanya empat mata, kalau dia menolak bolehlah
memanggil saksi, jika masih menolak baru ditanyakan di depan jemaat. Tapi ahli taurat telah
membawa penzinah ke depan umum dan segera menjatuhkan hukuman.
1. Yesus Tidak Menghakimi Ahli Taurat dan Farisi
Yesus tidak Menghakimi ahli Taurat. Ketika ahli-ahli taurat menjebak Yesus Kristus di
dalam hukum Musa dalam kasus perzinahan perempuan ini, Yesus seolah-olah santai saja
akan perkataan oleh ahli-ahli taurat dan farisi. Namun dalam hal ini, ada sesuatu hal misteri
yang paling-merenungkan dari cerita ini, adalah saat hari itu ketika Yesus, dalam menanggapi
tuduhan orang Farisi, Yesus membungkuk dan menulis di tanah dengan jarinya. Pertanyaan-
pertanyaan terus dipertimbangkan. Kemungkinan Yesus menulis dengan jari ketanah untuk
menulis daftar-daftar dosa, dan nama pacar orang-orang farisi itu. Sehingga kalau mereka
mau membantah, Yesus akan menunjukkan semua dosa-dosa dan kemunafikan mereka, tetapi
pada saat itu mereka sadar bahwa mereka juga orang berdosa ketika Yesus berkata siapa
diantara kalian yang tidak berdosa hendaklah yang pertama melemparkan batu kepada
perempuan ini. Dan perkataan Yesus sangat menyinggung dan menyadarkan mereka. Secara
tidak langsung tepatlah Firman Tuhan yang mengatakan: "Kamu memang sangat jago atau
sangat ahli kalau melihat selumbar di mata saudaramu tetapi kamu tidak jago dan tidak
mampu melihat balok di matamu sendiri. (BIS)"Sehingga dalam cerita ini, mereka pergi satu
persatu, mulai dari yang tua sampai kepada yang muda, akhirnya hanya Yesus yang tinggal
dan perempuan. Dan Yesus pun tidak menghukumnya.
Penafsiran yang lain adalah bahwa ketika Yesus sedang membungkuk dan menulis dengan
jari ke tanah adalah:
Pertama, Yesus mau menunjukkan bahwa manusia itu rapuh; dia dari debu tanah dan akan
kembali kepada debu tanah juga. Dalam Kitab Kejadian kerapuhan manusia selalu dilukiskan
10. dengan debu tanah, artinya manusia itu fana dan tidak sempurna. Kerapuhan manusia ini.
selalu menjadi akar manusia jatuh dalam dosa dan salah. Kedua, Yesus mau menunjukkan
bahwa karena manusia itu rapuh dan tidak sempurna, dia tidak mempunyai hak apa-apa untuk
menghakimi sesamanya. Sikap menganggap diri lebih baik, lebih benar, lebih saleh, dll itu
menjadi pemicu lahirnya kecenderungan selalu mempersalahkan orang lain dan tidak peduli
pada kepentingan banyak orang. Ketiga, dengan membungkuk dan menulis di tanah, Yesus
mau menunjukkan bahwa dosa kesalahan manusia sebesar apa pun diampuni oleh Tuhan.
Menulis sesuatu di tanah: gampang hapus dan lenyap, tidak bisa disimpan. Mengapa manusia
tidak bisa memaafkan atau mengampuni satu sama lain?[8]
Jadi dalam penafsiran di atas adalah menjelaskan bahwa manusia itu tidak terlepas dari dosa.
Manusia perlu mendapat penganmpuanan karena tidak sempurna. Namun Tuhan memberi
kesempatan untuk berubah dan tidak mengulangi dosa yang sama.
2. Yesus Mengasihi Orang Berdosa
Yesus mengasihi semua orang tanpa pandang bulu. Yesus tidak pernah mengkotak-kotakkan
atau membuat sebuah lingkaran. Sikap Yesus dalam hal ini bertentangan dengan sikap
orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang bersikap menjauhi orang yang dianggap
berdosa. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai sahabat orang Berdosa. Orang berdosa umumnya
merasa dirinya menjijikkan dan tidak layak untuk berdekatan dengan orang yang dianggap
saleh. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang aneh dalam pandangan umum bahwa Tuhan
Yesus (yang tidak pernah melakukan dosa) bersedia untuk bebincang-bincang atau duduk
makan bersama dengan orang berdosa. Tetapi Yesus mengasihi semua orang bahkan
sekalipun orang berdosa. Bahkan Yesus makan bersama dengan orang-orang yang dianggap
pendosa, orang-orang yang tersingkir. Sikap Yesus yang demikian membuat orang-orang
bertobat dan tidak berbuat dosa lagi, misalnya kisah Zakeus, Perempuan yang tertangkap
11. sedang berzinah. Yesus menyembuhkan orang sakit bukan mengutuknya, Yesus mengampuni
kesalahan bukan menghukumnya. Yesus menyelamatkan semua orang dengan tanpa pandang
bulu. Terutama dalam kasus ini, Yesus malah mengasihi perempuan yang berzinah ini,
secara logika, sepantasnya tidak berhak perempuan ini mendapatkan kasih Yesus, namun
karena kasih Yesus yang mengasihi orang berdosa agar kembali kepada kebenaran karena
tujuan Yesus untuk mencari orang yang hilang. Perumpamaan Tuhan Yesus tentang domba
yang hilang (15:4-6), dirham yang hilang (15:8-9), dan anak yang hilang (15:11- 32)
memberi gambaran bahwa orang berdosa itu berharga di mata Allah. Adanya satu orang
berdosa yang mau bertobat pun sudah akan membuat para malaikat di sorga bersukacita
(15:7, 10).
3. Yesus Tidak Menghakimi Perempuan yang Berzinah
Yesus Kristus Tidak Menghakimi. Kristus tidak membenarkan dosa, namun demikian,
Tuhan jauh lebih tertarik dalam menyelamatkan orang dari dosa-dosa mereka, daripada
menghancurkan mereka karena dosa-dosa mereka. Dia datang supaya orang bertobat dari
dosanya, bukan pembalasan. Dia menawarkan keselamatan, bukan penghukuman; Dia ingin
menyembuhkan, supaya tidak terluka. Yesus datang kedunia untuk rekonsiliasi bagi umat
manusia, yaitu dengan pengampunan. "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi
mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan
melawan kita Siapa yang akan membawa tuduhan terhadap orang-orang yang Allah telah
memilih? Siapakah yang akan menghukum mereka? Allah Dia yang telah dibenarkan kita
"(Roma 8:1, 31-34).
12. Sebenarnya Yesus paling layak untuk melemparkan batu pertama sekali kepada perempuan.
Namun sikap Yesus ini menunjukkan tujuan dalam menebus umat manusia. Dia tidak
menghukum wanita tersebut sebagai orang yang tidak layak diampuni, tetapi menghadapinya
dengan lemah lembut dan kesabaran supaya menuntunnya kepada pertobatan. Bagi Yesus
keselamatan akan tersedia jikalau meninggalkan kehidupan berdosa yaitu tinggalkan
perzinahan. Dalam hal ini bukan berarti Yesus berkompromi dengan dosa perzinahan
melainkan Yesus menawarkan keselamatan dan jalan keluar dari kehidupan berdosa.
Hukuman-Nya menantikan wanita itu kalau dia menolak untuk bertobat.
Akhirnya, sekali lagi Yesus menunjukkan bahwa manusia berada di atas setiap Pria hukum
tidak dapat menghakimi dan menghukum, karena tidak ada yang tidak berdosa. Yesus
sendiri datang bukan untuk menghakimi, karena Bapa tidak menginginkan kematian orang
berdosa, tetapi bahwa ia bertobat dan hidup (Yehezkiel 18, 23:32).
Jadi tujuan dam misi Yesus datang ke dunia bukan untuk menghakimi atau menghukum,
melainkan mengasihi termasuk mengasihi orang yang berdosa sekalipun (seperti seorang
perempuan yang kedapatan melakukan perzinahan). Yesus berkata : “aku datang bukan untuk
memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13b). Inti kedatangan adalah
dasarnya “kasih” Allah.
4. Yesus Kristus Mengampuni
Ketika seorang perempuan kedapatan berzinahYesus mengampuni[9]. Pengampunan dari
pada Yesus aadalah tergantung pada pertobatan dan pengakuan akan kesalahan. Untuk
diterima ke dalam keluarga Allah, harus menerima otoritas Kristus atas diri. Itulah yang
wanita lakukan dalam kisah Injil, sehingga ia diselamatkan.
Orang-orang farisi mencoba meneguhkan Yesus dengan menjebaknya dalam dilema hukum
Romawi atau adat Israel yang harus ditetapkan kepada perempuan yang terdapat berzinah.
13. Tetapi Yesus sikap yang diambil Yesus adalah menghargai perempuan meskipun sudah
berdosa. Harapan Yesus perempuan itu tidak tersesat lagi, tidak salah tujuan lagi, inilah arti
pokok yang diberikan Yesus.[10]
5. Yesus Kristus Memberi Kesempatan Untuk berubah
Jangan berbuat dosa lagi[11]. Yesus Kristus dalam hal ini adalah memperhatikan siapa saja
yang menderita, menyembuhkan dan mengijinkan perempuan untuk menyentuhNya, juga
mengijinkan mereka melayaniNya. Hal ini tidak biasa dikalangan Rabbi di mana Rabbi
menolak perempuan melayani meja untuk mereka. Jelas bahwa pendekatan yang radikal yang
dilakukan Yesus terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yesus juga membuat perempuan dalam
perumpamaan misalnya: ragi dalam pembuatan roti, kelahiran anak, menghadiri pernikahan,
ibu rumahtangga dan janda. Ia menggunakan gambaran perempuan untuk mengumpamakan
kewaspadaan, ketekunan dalam berdoa, pengampunan dan sukacita atas kesalamatan umat
yang hilang.
Yesus juga memperlakukan perempuan sebagai orang yang bertanggungjawab, hal ini terlihat
dalam kasus perempuan yang berzinah. Yesus memang menentang mereka yang munafik,
tetapi bukan berarti dosa perempuan itu dimaklumi. Bahkan kepada perempuan itu tidak
dikatakan secara eksplisit bahwa dosanya sudah diampuni, mungkin inplisit, tetapi dikatakan
kepadanya untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi.
Kemudian kalau dilihat pada satu peristiwa di mana perempuan berdosa mengurapi Yesus.
Yesus tidak mengabaikan bahwa ia adalah pendosa, tetapi mengakuinya dan menghadapi
dosa perempuan itu. Jadi masing-masing perempuan itu bertanggunghjawab atas dosanaya
sendiri dan memerlukan dosanya diampuni.
14. Yesus tidak membenarkan apa yang telah ia lakukan, atau memberhentikan dosanya tidak
penting, atau dimengerti. Dia tahu, dan dia tidak juga, bahwa apa yang telah dilakukan salah.
Tapi dia mengutuk dosa, tidak berdosa, dan memerintahkan dia untuk tidak berbuat dosa lagi.
6. Yesus Adalah Terang Dunia
Yesus berkata lagi kepada mereka, “Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan.” Lalu
kata orang-orang Farisi kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak
benar.” Kata Yesus kepada mereka, “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri,
kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi.
Tetapi kamu tidak tahu, dari mana aku datang dan ke mana Aku pergi. Kamu menghakimi
menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorang pun, dan kalaupun Aku
menghakimi, penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama
dengan Bapa yang mengutus Aku. Dalam kitab Tauratmu ada tertulis bahwa kesaksian dua
orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang
mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Lalu kata mereka kepada-Nya, “Di manakah Bapa-
Mu?” Jawab Yesus, “Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Sekiranya kamu
mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku
Kristus adalah hakim dunia ini, dan pada saat yang sama juga kebenaran yang berinkarnasi.
Ia tidak datang untuk menghukum atau membinasakan , tetapi untuk menyelamatkan. Ia tidak
menolak menolak semua orang yang remuk redam, penjahat atau orang-orang terbuang,
tetapi Ia menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia dan membawa mereka kepada
kasih-Nya. Jangan merendahkan siapapun, tetapi pandanglah dia di dalam gambaran yang
Yesus kehendaki ada di dalam dia sesudah dibaharui atau diciptakan kembali.
15. BAB IV
KESIMPULAN
Setelah penulis menulis makalah ini, dapat disimpulkan bahwa metoda konseling Yesus
dalam hal ini adalah lebih mengarah kepada tindakan yang lebih bersikap “sabar” “penuh
dengan pertimbangan”. Sikap Yesus ketika ahli taurat dan farisi ingin menjebak dan
memojokkan Yesus dalam hal hukum Musa, Yesus lebih berhati-hati dan penuh dengan
hikmat Allah. Jadi Yesus tidak terburu-buru untuk menjawab pertanyaan ahli taurat dan
farisi. Tetapi memikirkannya terlebih dahulu dengan kuasa otoritas Allah.
Sebagai konseling yang profesional yaitu Yesus Kristus menjadi teladan atau panutan dalam
hal ilmu konseling karena dalam realita di lapangan bahwa Yesus terbukti dan teruji, nyata
bahkan memberikan jalan keluar bagi yang bermasalah. Dalam situasi yang paling sulit dan
jalan yang buntu, Yesus sanggup memberi solusi yang paling tepat bagi yang bermasalah.
Itulah sebabnya sikap Yesus ini perlu ditiru untuk dipraktekkan anak-anak Tuhan yang
mempunyai kerinduan dalam melayani yang bermasalah.
Sikap Yesus yang paling nampak, ketika perempuan kedapatan berzinah adalah yaitu sikap
yang dilandaskan dalam “kasih”. Jadi dasar Yesus adalah kasih. Yesus tidak menghakimi,
Yesus tidak menghukum dengan melemparkan batu, Yesus tidak berkata kamu itu tidak
pantas lagi, tetapi Yesus berkata “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi. Kalau direnungkan
16. perkataan Yesus dalam hal ini, bukan berarti Yesus member toleransi akan dosa perzinahan
melainkan memberikan kesempatan untuk bertobat.
Jadi sebagai konselor Alkitabiah perlu meneladani metoda konseling Yesus. Seperti saat
ketika berhadapan dengan ahli taurat, orang-orang farisi dan perempuan berzinah, Yesus
lebih memilih bersikap tenang bukan berarti tidak berbuat apa-apa, tetapi memikirkan dengan
hati-hati dan penuh hikmat. Untuk itu bagi konselor Alkitabiah harus meniru sikap Yesus
yang penuh kasih dan empati, sabar, serta bertindak dengan benar. Jadi bukan seperti ahli
taurat, dan orang farisi yang selalu berpikiran menghakimi dan menyalahkan.
Untuk itu, landasan konselor Alkitabiah adalah Yesus sebagai otoritas tertinggi. Dalam
artian bahwa dalam segala sesuatu dilandaskan dengan prinsip-prinsip metoda konseling
Yesus, yaitu kasih, penuh dengan pengampunan, tidak ada pengkotak-kotakan, penuh dengan
hikmat, berhati-hati, mendengar yang baik bahkan sampai bertindak dengan baik. Akhirnya
membawa orang-orang yang bermasalah, yang terhimpit, yang putus harapan kembali kepada
kebenaran yang sesungguhnya yaitu Yesus Kristus. Jadi membawa kepada Yesus sebagai
jawaban hidup manusia satu-satunya.