4. Kartini adalah kontradiksi: ia cerdas sekaligus lemah
hati. Ia menyerap ide masyarakat Barat tapi tak
takluk pada adat. Ia feminis yang dicurigai. Ia
dianggap terkooptasi oleh ide-ide kolonial. Tapi satu
yang tak bisa dilupakan: ia inspirasi bagi gerakan
nasionalisme di Tanah Air.
6. Iklan Kartini yang mencari sahabat
pena, di majalah De Hollandsche Lelie itu
dijawab oleh Estelle “Stella” Zeehandelaar,
aktivis feminis Belanda, dan dimulailah
korespondensi panjang dan intens di antara
dua perempuan berpikiran maju dari dua
negeri yang berbeda. Hubungan itu membuka
jalan bagi si gadis Jepara dalam pingitan untuk
berkenalan dengan tokoh-tokoh feminis dan
Politik Etis di Negeri Kincir Angin, termasuk J. H.
Abendanon dan istrinya, Rosa Manuela
Abendanon- Mandri.
8. Betapa singkat hidup Kartini, tapi panjang nian umur
gagasan-gagasan progresifnya. Terlahir sebagai anak kesayangan
Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Kartini
meninggal pada usia 25 tahun-empat hari setelah melahirkan
anaknya, Soesalit. Ia menjalani masa kanak-kanak yang
menyenangkan, menikmati indahnya saat bersekolah, juga bergaul
dengan teman-teman sebaya. Pada usia 12 tahun 6 bulan, Kartini
tak kuasa mengelak tuntutan adat. Perempuan Jawa ini mesti
menjalani masa pingitan.
10. Terjepit Cinta, Impian, dan Adat
Dari orang-orang terkasih,
Kartini menimba cinta dan ilmu
pengetahuan. Dari lingkar yang
sama pula dia mengalami pahitnya
tradisi. Kakekknya dan saudara
laki-lakinya– seorang jenius dan
wartawan perang—membangkitkan
cita-cita Kartini pada pendidikan
tinggi. Ayahnya, yang amat dia
cintai, meruntuhkan impian masa
muda sang putri kesayangan untuk
belajar hinggga Eropa.
12. Tiga Tragedi Kartini
Ujung percakapan di pantai Bandengan atau Klein
Scheveningen pada 24 Januari 1903 itu takhabis dimengerti oleh
Kartini. Impiannya selama bertahun-tahun bersama Roekmini
untuk pergi belajar ke Belanda tiba-tiba pupus. Itu bukan karena
tentangan orang-orang yang selama ini tak suka pada pikiran maju
mereka. Halangan justru datang dari orang yang selama ini sangat
di hormati dan sudah menjadi tumpuan keluh-kesah Kartini. Dia
adalah Abendanon. “ Tak ada yang lebih heran daripada kami
sendiri...” kata Kartini lewat surat kepada Estelle “ Stella”
Zeehandelaar.
14. Merana di Sini, Terpelihara di Belanda
Sejak tahun 2008, Museum Kartini di Jepara tak
tersentuh perbaikan. Lampu di dalam gedung tak menyala.
Bila langit mendung, pengunjunga kesulitan melihat barang
antaik koleksi putri Jepara itu. Jauh berbeda dengan
perpustakaan Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia
Tenggara dan Karibia (KITLV)di Leiden, Belanda. Lembaga
yang berdiri megah di lingkungan Universitas Leiden itu
merawat dengan baik ratusan surat Kartini. Bahkan, untuk
melestarikannya, mereka menyimpannya dalam bentuk
mikrofilm.