1. DISTRIBUSI ISLAM
“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi”
(Dosen Pengampu Ibu Manjasari M,S.i)
Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Ary Satria Putra (0502193163)
2. Ayu Permata Sari (0502192064)
3. Sofia Anggreni Siagian (0502191023)
4. Rinda Arista (0502192109)
5. Novida Niasari (0502191019)
6. Fatya Nabila (0502192096)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
T.A 2019/2020
2. i
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena memberi penulis
kenyamanan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tanpa bantuan-Nya, tentu saja, penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis limpahkan kepada raja kita tercinta,
Nabi Muhammad, yang kita nanti akan beralih ke syariahnya di akhirat.
Penulis bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk kelimpahan
nikmat sehat-Nya, baik dalam bentuk kesehatan fisik dan Rohani, sehingga
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
masih ada banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk alasan ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, sehingga
makalah ini nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik. Kemudian jika ada
banyak kesalahan dalam makalah ini penulis meminta maaf sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Medan, 16 Mei 2020
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Distribusi ............................................................................................. 3
B. Makna Distribusi dan Urgensinya ..................................................................... 5
C. Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam ............................................... 7
D. Distribusi secara merata dengan kontruksi keadilan Distribusi ........................ 11
E. Kebijakan Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam ......................................... 12
F. Mekanisme Distribusi kekayaan dalam Sistem Ekonomi Islam......................... 14
G. Konsep Moral dan Etika Dalam Sistem Distribusi ........................................... 18
BAB III PEMBAHASAN STUDI KASUS
A. Studi Kasus......................................................................................................... 21
B. Kesimpulan dan Saran........................................................................................ 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 26
B. Saran................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 28
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyaluran barang dan jasa kepada konsumen dan pemakainya mempunyai
peran penting dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Tanpa distribusi barang dan
jasa tidak akan sampai dari produsen kepada konsumen, distribusi mempunyai peran
signifikan dalam perekonomian masyarakat maupun negara.
Terdapat perbedaan antara sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi
Islam dalam memaknai distribusi. Dalam sistem kapitalis permasalahan distribusi
terkait dengan adanya perbedaan yang mencolok pada kepemilikan, pendapatan dan
harta peninggalan. Sistem sosialis lebih melihat kepada kerja sebagai basic dari
distribusi pendapatan, hasil yang akan diperoleh tergantung pada usaha mereka.
Dalam ekonomi konvensional distribusi diartikan dengan klasifikasi
pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, yang berhubungan dengan
tugas yang dilaksanaka oleh tanah, tenaga kerja, modal, dan pengusaha. Distribusi
adalah proses penentuan harga yang dipandang dari sudut penerima pendapatan dan
bukan dari sudut pembayaran biaya.
Sedangkan distribusi dalam pandangan ekonomi islam akan di bahas didalam
makalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Distribusi?
2. Apa Makna Distribusi dan Urgensinya?
3. Apa Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam?
4. Bagaimana Distribusi secara merata dengan kontruksi keadilan Distribusi?
5. Apa Kebijakan Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam?
6. Bagaimana Mekanisme Distribusi kekayaan dalam Sistem Ekonomi Islam?
7. Bagaimana Konsep Moral dan Etika Dalam Sistem Distribusi?
5. 2
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan distribusi dalam pandangan islam
2. Mengetahui Makna Distribusi dan Urgensinya
3. Mengetahui Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
4. Mengetahui Distribusi secara merata dengan kontruksi keadilan Distribusi
5. Mengetahui Kebijakan Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
6. Mengetahui Mekanisme Distribusi kekayaan dalam Sistem Ekonomi Islam
7. Mengetahui Konsep Moral dan Etika Dalam Sistem Distribusi
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Distribusi
Sebagai salah satu aktivitas perekonomian,distribusi menjadi bidang kajian
terpenting dalam perekonomian. Distribusi menjadi posisi penting dari teori mikro
dan makro Islam sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya
berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek social dan politik
sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional
sampai saat ini. 1
Distribusi merupakan salah satu aktivitas perekonomian manusia, di
samping produksi dan konsumsi. Dorongan Al-Qur’an pada sector distribusi telah
dijelaskan secara eksplisit. Ajaran Islam menuntun kepada manusia untuk
mennyebarkan hartanya agar kekayaan tidak menumpuk pada segolongan kecil
masyarakat. Dalam pandangan Islam, pendistribusian harta yang tidak adil dan
merata akan membuat orang yang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin
miskin.
Dari sinilah “Pertumbuhan Ekonomi” yang seharusnya member makna
social,budaya dan agama malah akan memperlebar jurang antara yang kaya dan
yang miskin, dan menggerogoti Nilai-nilai dalam hubungan keluarga dan
masyarakat. Semakin terpusatnya kekuasaan yang semakin hebat di tangan
korporasi global dan lembaga-lembaga keuangan telah melucuti pemerintah dan
kemampuannya untuk menempatkan prioritas ekonomi social, budaya dan
lingkungan dalam kerangka kepentingan umum yang lebih luas termasuk
berkurangnya penghargaan terhadap kerja produktif yang dilakukan untuk diri
sendiri , meskipun bermanfaat bagi kesejahteraan.
Oleh karena itu, telah dirasakan bahwa sistem ekonomi kapitalis sekuler
yang membedakan antara kesejahteraan material dengan masalah ruhaniah banyak
membawa masalah dalam distribusi kesejahteraan yang adil dan seimbang di
1
Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi Islam,2019,hlm:217
7. 4
antara masyarakat. Bahwa perlu disadari, kehidupan ekonomi tertanam secara
mendalam pada kehidupan social dan tidak bisa dipahami terpisah dari Nilai-nilai
adat, moral, spiritual dan kebiasaan-kebiasaan masyarakatmasyarakat di mana
proses ekonomi itu terjadi, sehingga, membahas pembangunan ekonomi di
Indonesia dengan memasukkan Nilai-nilai Syari’ah bukan suatu hal yang
irrelevant selama Nilai-nilai tersebut dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
ekonomi yang mensejahterakan.
Islam memandang bahwa segala apa yang ada di langit ataupun di bumi
adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Akan tetapi kesemuanya kembalipada
bagaimana manusia “sumber daya”tersebut, lebih jauh lagi yang dimakssudkan
ialah bagaimana sebuah Negara mampu mengelolanya. Untuk selanjutnya
mendistribusikannya kembali pada masyarakat. Hal di atas, sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-Hud ayat 61, yang artinya:”Dia telah menciptakan kamu dari
bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”. Kiranya jelas,bahwa disamping
adanya partisipasi dari masyarakat untuk mengelola sumber daya yang ada, maka
Negara pun memiliki peranan yang penting mengalokasi dan mendistribusi
pendapatan yang ada pada masyarakatnya.
Senada dengan pendapat diatas,Afzhur Rahman mengemukakan bahwa,
untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal dalam masyarakat, maka Islam
menawarkan suatu gagasan dimana Nilai atau usaha untuk menumbuhkan
semangat di antara penganutnya berupa kesadaran bahwa bantuan ekonomi
kepada sesame (dengan niat mencari Keridhaan Allah semata) merupakan
tabungan yang nyata dan kekal yang akan “dipetik” hasilnya dihari akhirat kelak.
Adapun maksud distribusi ditinjau dari segi bahasa. Adalah : proses penyimpanan
dan penyaluran produk kepada pelanggan, diantaranya sering kali melalui
perantara.
Semantara Anas Zarqa mengemukakan bahwa, definisi distribusi adalah
transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran
(melalui pasar) atau dengan cara yang lain, seperti: warisan,Shadaqah,wakaf dan
zakat. 2
2 Ibid,hlm:219
8. 5
Dari definisi yang dikemukakan oleh Anas Zarqa tersebut, kita dapat
megetahui bahwa pada dasarnya (dan secara tidak langsung)’ketika kita berbicara
tentang aktivitas ekonomi dibidang distribusi, maka kita akan berbicara pula
tentang konsep “Ekonomi” yang “ditawarkan” oleh Islam. Hal ini lebih melihat
pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian hasil
kekayaan Negara melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan Negara
tidak terlepas dari ajaran-ajaran Syari’ah Islam, seperti:Zakat, Wakaf, Warisan,
dan lain sebagainya.
B. Makna Distribusi dan urgensinya
Pada dasarnya Islam memiliki dua sistem distribusi utama, yaitu: distribusi
secara komersil dan mengikuti mekanisme pasar serta sistem distribusi yang
bertumpu pada aspek keadilan social masyarakat.
1. Sistem distribusi yang berlangsung melalui proses ekonomi (Mekanisme
Pasar)
Adalah mekanisme yang dihasilkan dari proses tukar-menukar dari
para pemilik barang dan jasa3. Mekanisme ini diterangkan dalam firman
Allah dalam QS. An-Nisa ayat 29
َر ََٰجِت َونُكَت نَأ َٰٓ َّ
َلِإ ِلِطََٰبْٱلِب مُكَنْيَب مُكَل ََٰوْمَأ ۟ا َٰٓوُلُكْأَت َ
َل ۟واُنَامَء َينِذَّٱل اَهُّيَأَََٰٰٓي
نََ ً ة
ً مي ِ
ح َر ْمُكِب َانَك َ َّٱَّلل َّنِإ ۚ ْمُكَسُفنَأ ۟ا َٰٓوُلُتْقَت َ
َلَو ۚ ْمُكنِم ٍ
اض َرَت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
Tidak sekedar diizinkan, Islam juga menetapkan berbagai hukum
yang mengatur mekanisme ini. Berbagai tindakan yang dapat
mengakibatkan devisi harga dan merugikan para pelaku jual-beli dilarang.
Islam melarang praktik penimbunan barabg (Ikhtikar), sebuah praktik
curang yang dapat menggelembungkan harga dan merugikan masyarakat.
3 Ibid,hlm:219
9. 6
Demikian pula penimbunan emas dan perak atau alat tukar yang berlaku
ditengah masyarakat. Tindakan itu diharamkan Islam (QS. At-Taubah
(9(:34). Pematokan harga (al-tasy’ir) yang biasanya dilakukan pemerintah
dikategorikan sebagai kezhaliman sehingga tidak boleh dikerjakan.
Pematokan harga jelas merusak kaidah an-taradhin (yang dilakukan secara
sukarela) antara pembeli dan penjual begitu juga praktik penipuan, baik
penipuan pada konoditas dan alat pembayarannya (al-tadlis) maupun
penipuan pada harga (al-gabhn al-fahisy).
Berbagai hukum Islam tersebut jika dipraktikkan akan menciptakan
pasar yang benar-benar bersih. Kompetensi yang sehat dan fair akan
mewarnai mekanisme pasar. Para produsen dan penjual yang
menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi dan
menjual barang yang benar-benar berkualitas. Bukan dengan jalan
menimbun, menipu atau menuntut pemerintah mematok tinggi harga
barangnya.
2. Distribusi yang lebih bernuansa social kemasyarakatan (Mekanisme non
pasar )
Adalah sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi
pertukaran barang dan jasa. Mekanisme itu berupa aliran barang dan jasa
dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbale balik. Bentuk-
bentuk mekanisme non pasar ini antara lain:4
a. Zakat, Infaq dan Shadaqah
Mekanisme inilah yang dilakukan kepada orang-orang lemah,
miskin dan kekurangan. Islam menciptakannnya untuk memastikan
keseimbangan pendapatan di masyarakat. Karena tidak semua orang
mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo
dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi ekonomi bagi mereka
dalam bentuk Zakat Infaq dan Shadaqah.
4
Ali, Mohammad Dud. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf. Cet.I. Jakarta: UI Press, 1998,hlm:239
10. 7
b. Warisan
Dengan warisan Islam hendak memastikan bahwa asset dan
kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat pada seseorang saja betapun
kayanya ia. Sistem distribusi warisan sudah diatur secara sistematis
dan kompleks dalam disiplin ilmu faraidh, yang tiada taranya dalam
agama atau sistem ekonomi lain.
c. Wakaf
Bentuk dan caranya bia sangat banyak sekali, dari mulai gedung,
uang tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham serta
asset-aset produktif lainnya. Berbeda dengan yang lainnya, wakaf tidak
dibatasi oleh kaya miskin atau pertalian darah serta kekerabatan.
Wakaf adalah fasilitas umum siapapun boleh menikmatinya.
Subhanallah Maha Agung Allah dengan sistemnya.
Bukan hanya individu. Mekanisme nonpasar bisa juga dilakukan oleh
Negara . Negara bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam istilah fiqh,
kebijakan ini dikenal dengan iqtha’. Dengan demikian Islam tidak menjadikan
mekanisme pasar sebagai satu-satunya mekanisme dalam dstribusi kekayaan.
Dengan adanya dua mekanisme inilah Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan
primer.
C. Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang lahir dari sistem
social Islami yang diharapkan dapat memberikan solusi terhadap berbagai
permasalahan yang ada dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada
kemaslahatan dan keadilan dalam ekonomi umat. Kebijakan distribusi dalam
Sistem ekonomi Islam menjungjung tinggi nilai keadilan yang didasarkan pada
konsep distribusi dalam Al-Qur’an surah Al-Hashr “agar kekayaan tidak
terkumpul hanya pada satu kelompok saja.” 5Menurut Quraish Shibab, ayat
5
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2004,hlm:98
11. 8
tersebut bermaksud untuk menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan
hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia. Harta benda harus
beredar di masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat
dengan tetap mengakui hak kepemilikan dan melarang monopoli, karena sejak
awal Islam menetapkan bahwa harta memiliki fungsi social.
Kebijakan distribusi yang ditawarkan ekonomi Islam dengan tidak berpihak
hanya pada salah satu agen ekonomi, dan diperkuat dengan prinsip-prinsip yang
jelas memberikan arahan bahwa keadilan ekonomi harus ditegakkan. Ada
beberapa prinsip yang mendasari proses distribusi dalam ekonomi Islam yang
terlahir dari Al-Qur’an dan surah Al-Hashr ayat 7, sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, yaitu6
1. Larangan Riba
Pelarangan riba merupakan permasalahan penting dalam ekonomi
Islam, terutama karena riba secara jelas dilarang dalam Al-Qur’an (riba
nasi’ah) yang terdapat pada Al-Qur’an Surah Ar-Rum:39,An-Nisa’:161,
Ali Imran:130, Al-Baqarah:275-279 dan sunnah (riba fadl). Jika
dihubungkan dengan masalah distribusi, maka riba dapat memengaruhi
meningkatnya dua masalah dalam distribusi, yaitu:
a. Pertama, berhubungan denga distribusi pendapatan antara banker dan
masyarakat secara umum, serta nasabah secara khusus dalam kaitannya
dengan bunga bank. Termasuk didalamnya antara investor dan
penabung. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menginginkan
terjadinya eksploitasi social dalam berbagai bentuk hubungan financial
yang tidak adil dan seimbang. Terutama ketika pemilik modal dapat
melakukan apa saja yang dikehendakinya kepada orang lain yang tidak
memiliki kemampuan finansil tanpa mempertimbangkan aspek moral
dan keadilan, sehingga tidak tercipta hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan.
b. Kedua, yang akan timbul adalah berhubungan dengan distribusi
pendapatan antar berbagai kelompok di masyarakat, di antaranya para
6 Ibid,hlm:104
12. 9
pekerja dan pengangguran yang secara riil tidak bekerja, namun
memiliki dana, maka dengan riba pengangguran tersebut akan
mendapatkan pendapatan dari bekerjanya para pekerja. Dalam
pengertian lain, pengangguran tipe ini tidak mendapatkan pendapatan
karena ia bekerja, namun mendapat pendapatan karena hartanya yang
bekerja.
2. Keadilan dalam Distribusi
Keadilan dalam distribusi merupakan satu kondisi yang tidak
memihak pada salah satu pihak atau golongan tertentu dalam ekonomi,
sehingga menciptakan keadilan merupaka kewajiban yang tidak bisa
dihindari dalam ekonomi Islam.
Afzalur Rahman menjelaskan bahwa pemahaman distribusi secara
adil dalam konteks Syari’ah bukanlah distribusi yang ditawarkan sosialis
dengan sama ratanya dan kapitalisme sengan sistem pajak progresifnya.
Namun keadilan distribusi yang dimaksud adalah keadilan distribusi yang
dituntun oleh Nilai Syari’ah. Tidak bisa dihindari bahwa keadilan dalam
distribusi membutuhkan satu kondisi yang dapat menjamin terciptanya
kesempatan yang sama pada setiap orang Indonesia untuk berusaha
mencapai apa yang diinginkan dengan kemampuan, namun tdak menuntut
kesamaan hasil dari proses tersebut. Tidak membenarkan perbedaan
kekayaan yang melampaui batas kewajaran serta mempetahankannya
dalam batasan-batasan yang wajar7.
Upaya tersebut dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan
mekanisme pasar yang selama ini dijalankan dalam proses distribusi
pendapatan dan kesejahteraan di Indonesia, tetapi juga dilakukan dengan
mengaplikasikan mekanisme redistribusi yang telah digariskan Syari’ah,
seperti adanya instrumen zakat yang merupakan salah satu sarana
mewujudkan keadilan distribusi. Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam
memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian
7
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2004,hlm:245
13. 10
kecil masyarakat tetapi selalu beredar dalam masyarakat. Keadilan
distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran,
sehingga memberikan kontribusi kea rah kehidupan yang lebih baik.
Distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di
masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat. Untuk
menciptakan distribusi yang adil dapat dilakukan dengan merealisasikan
hal-hal yang telah ditetapkan dalam Islam seperti zakat,wakaf,waris dan
lain sebagainya.
3. Mengakui Kepemilikkan Pribadi
Islam mengakui kepemilikaaan pribadi terhadap harta benda, dan
membenarkan kepemilikkan harta yang di lakukan dengan cara yang halal
merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan
kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban
bagi seorang Khalifah. Sebaliknya, tidak membenarkan penggunaan harta
pribadinya sebebas-bebasnya tanpa batas dan sekehendak hatinya.
Kepemilikkan terhadap harta tidak menutup kewajiban untuk tidak
melupakan hak-hak orang miskin yang terdapat pada harta tersebut.
Pengakuan Islam terhadap hak milik individu diperkuat dengan
jaminan keselamatan harta dengan memberikan hukuman yang keras
terhadap pelaku pencurian, perampokkan dan pemaksaan kepemilikkan
yang tidak dibenarkan, serta membenarkan pemindahan kepemilikkan
dengan cara-cara yang dibenarkan oleh Syari’ah sesuai dengan tujuan akad
yang dilakukan.
4. Larangan menumpuk harta
Islam memberikan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan
penumpukkan hartabenda pribadi secara berlebihan jelas bertentangan
dengan kepentingan umum yang berimbas pada rusaknya sistem social
dengan munculnya klas-klas yang mementingkan kepentingan pribadi.
14. 11
Disamping itu, penumpukkan harta berlebihan dapat melemahkan daya
beli masyarakat dan menghambat mekanisme pasar bekerja secara adil. 8
Apabila terjadi yang demikian, maka pemerintah dibenarkan
dengan kekuasaannya, untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi
kepentingan masyarakat. Kebijakan membatasi harta pribadi dapat
dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi social yang
sehat dan terwujudnya landasan keadilan distribusi di masyarakat.
D. Disribusi secara merata dengan kontruksi keadilan distribusi
Pemertaaan distribusi merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan
keadilan, karena Islam menghendaki kesamaan pada manusia dalam memperoleh
peluang untuk mendapatkan harta kekayaan tanpa memandang perbedaan kasta
maupun warna kulit,semua orang dapat memperoleh harta dengan bebas
berdasarkan kemampuan usaha mereka, sehingga setiap orang mendapatkan
jumlah yang berbeda-beda. Dari mereka yang lebih beruntung dikenakan
kewajiban untuk mengeluarkan sebagian harta mereka bagi sudara-saudaranya
yang kurang beruntung sehingga redistribusi kekayaan dapat berjalan, serta akan
menciptakan pemerataan pendapatan di masyarakat9. :
1. Pemenuhan kebutuhan bagi semua makhluk
2. Memberikan efek positif bagi pemberi itu sendiri seperti halnya zakat
disamping dapat membersihkan diri dan harta, juga meningkatkan
keimanan dan menumbuhkan kebiasaan untuk berbagi
3. Menciptakan kebaikan diantara semua orang
4. Mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan
5. Pemanfaatan lebih baik terhadap sumber daya dan asset
6. Memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian . diperkuat
dengan ukuran prioritas bagi masyarakat yang berada dalam garis
kemiskinan dan kekafiran, karena golongan ini rentan terhadap kekufuran
8
Veithzai Rivai dan Andi Bukhari, Islamic Economic, (Jakarta:Bumi Aksara,2009),hlm:97
9
Rahmawati,Anita “Membangun Sistem Distribusi Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Addin Vol.2.
15. 12
yang secara eksplisit dapat dilihat dari urutan dalam delapan mustahiq
zakat.
E. Kebijakan Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
Kebijakan distribusi yang diajarkan Islam sangat urgen agar harta tidak
menumpuk pada golongan tertentu dimasyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah
dituntut untuk tidak berpihak pada satu kelompok atau golongan tertentu agar
proses distribusi dapat berjalan dengan adil. Upaya yang harus dilakukan
pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan distribusi ialah menghapus
sistem bunga atau ribawi yang hanya menguntungkan pihak yang bermodal yang
berakibat pada penumpukkan harta pada golongan tersebut dan membiarkan
banyak kemiskinan dimasyarakat yang pengentasannya berjalan lambat. Di
samping itu, pemerintah juga harus menjamin terciptanya keadilan dalam
distribusi yang diartikan sebagai suatu sistem distribusi pendapatan dan kekayaan
secara adil daan diterima secara universal. Bukan keberpihakan pada kelompok
tertentu yang dekat dengan pemerintah, sehingga pengusaan ekonomi banyak
terserap pada kelompok tersebut10.
Ketika kebijakan untuk menciptakan keadilan distribusi telah terwujud,
maka akan tercipta kondisi social yang adil dalam masyarakat. Kondisi social
yang memprioritaskan kesejajaran pendapatan (kekayaan) dan kesejahteraan dapat
dilihat dari menurunnya tingkat kemiskinan secara absolute, adanya kesempatan
yang sama pada setiap orang dalam berusaha, dan terwujudnya aturan yang
menjamin setiap orang mendapatkan haknya berdasarkan usaha-usaha
produktifnya. Bukan eksploitasi pada kelompok tertentu yang tidak memiliki
modal sepert halnya buruh.
Disamping, beberapa kebijakan tersebut,keadilan ekonomi juga dapat
tercipta selain dengan menjamin terbukanya peluang yang sama bagi setiap orang
untuk mendapatkan harta kekayaan, sehingga mekanisme pasar dapat bekerja
dengan adil, juga dengan mewajibkan bagi yang mendapatkan harta berlebih
untuk mengeluarkan zakat sebagai kompensasi bagi pensucian
10 Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu EkonomiIslam,2019,hlm:229
16. 13
Dan pembersihan harta atas hak orang lain. Kebijakan yang lain adalah bahwa
pemerintah hendaknya menganjurkan bagi setiap orang yang memiliki harta
kekayaan untuk mewakafkan hartanya, berinfak dan bersedakah sebagai amal
social (Sunnah) bagi kepentingan masyarakat luas.
Kebijakan distribusi dalam menciptakan keadilan ekonomi tersebut di atas
akan lebih optimal disaat institusi distribusi dapat dipahami melalui beberapa
sector berikut:
1. Sektor Pemerintahan
Pemerintah memiliki posisi yang sangat penting dalam
menciptakan keadilan ekonomi, karena menciptakan kesejahteraan
dimasyarakat merupkan kewajiban seluruh agen ekonomi. Pemerintah,
sebagai pemegang amanah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, memiliki
tugas bersama dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, karena
salah satu unsure penting dalam menciptakan kesejahteraan ialah
mewujudkan pemerintahan yang adil.
Kesejahteraan masyarakat dapat terwujud jika pemerintah benar-
benar berperan dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar
atau primer (dharuriyat), sekunder (the need hajji), maupu tersier (the
commendable tahsini) dan the luxury (kamili).atas dasar itu,
pemerintah dilarang untuk berhenti pada pemenuhan kebutuhan dan
pelayanan primer masyarakat saja, namun harus berusaha untuk
mencukupi seluruh kebutuhan komplemen lainnya selama tidak
bertentangan dengan Syari’ah sehingga tercipta kehidupan masyarakat
yang sejahtera11.
2. Sektor Publik
Kesejahteraan ekonomi merupakan hasil dari kerja seluruh elemen
yang ada dimasyarakat, baikpemerintah , keluarga maupun masyarakat
itu sendiri. Begitu pula dalam menciptakan keadilan ekonomi, bukan
hanya tanggung jawab pemerintah namun juga merupakan kewajiban
11 Ibid,hlm:230
17. 14
masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan menyadari bahwa setiap
individu dalam masyarakat membutuhkan individu, maka masyarakat
bekerja tidak selalu untuk kepentingan dirinya semata, namu juga
untuk kepentingan orang lain, baik itu keluarga,kelompok, maupun
masyarakat. Ini tidak lain karena manusia adalah makhluk individu,
sekaligus makhluk social. Setiap individu tidak dapat sendiri,
diciptakan untuk saling mengenal dan saling menyayangi, serta
mengingatkan untuk selalu berbuat kebajikan sebagai cerminan dari
karakteristik orang beriman. Antara Muslim satu dan Muslim lainnya
ibarat satu tubuh yang saling melengkapi antara satu dan lainnya.
Pada dasarnya secara makro peran ekonomi Islam dalam
menciptakan keadilan ekonomi dapat diharapkan melalui aplikasi
kebijakan ekonomi dalam ekonoomi Islam dan optimalisasi peran
institusi distribusi seperti pemerintah dan masyarakat, sehingga
melahirkan kesadaran baik pemerintah maupun masyarakat dalam
menciptakan keadilan ekonomi dengan mengaplikasikan kebijakan-
kebijakan yang telah ditetapkan dan berpihak pada masyarakat, bukan
pada segelintir orang atau kelompok yang memiliki kepentingan,
sehingga bangsa ini semakin jauh dari kesejahteraan.
F. Mekanisme Distribusi Kekayaan dalam Ekonomi Islam
Pemerintah berperan secara aktif dalam sistem distribusi ekonomi didalam.
mekanisme pasar Islami yang bukan hanya bersifat temporer dan minor, tetapi
pemerintah mengambil peran yang besar dan penting. Pemerintah bukan hanya
bertindak sebagai “wasit” atas permintaan pasar saja, tetapi akan berperan aktif
bersama-sama pelaku pasar yang lain. Pemerintah akan bertindak sebagai
perencana, produsen sekaligus konsumen bagi aktivitas pasar12.
Mekanisme sistem Distribusi ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua
yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi. Mekanisme ekonomi
meliputi aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan
12
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2004,hlm:259
18. 15
pengembangan harta dalam akad-akad muamalah, seperti membuka kesempatan
seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan individu dan
pengembangan harta melalui investasi, larangan menimbun harta, mengatasi
peredaran dan pemusatan kekayaan disegelintir golongan, larangan kegiatan
monopoli, dan berbagai penipuan dan larangan judi, riba korupsi dan pemberian
suap .
Mekanisme non ekonomi juga dipelukan karena adanya factor-faktor
penyebab non alamiah, seperti adanya penyimpangan mekanisme ekonomi.
Penyimpangan mekanisme ekonomi seperti monopoli, penyimpangan distribusi,
penimbunan, dan sebagainya dapat menimbulkan ketimpangan distribusi
kekayaan. Untuk itu diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi berbagai
permaslahan ekonomi.
Bentuk – bentuk pendistribusian harta dengan mekanisme non ekonomi
ini sebagaimana dikemiukakan oleh Al-Jawi antara lain:
1. Pemberian harta Negara kepada warga Negara yang dinilai memerlukan
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para
mustahik.
3. Pemberian infaq,shadaqah,wakaf,hibah dan hadiah dari orang yang
mampu kepada yang memerlukan
4. Pembagian harta wais kepada ahli waris dan lain-lain13.
Dengan demikian, terdapat instrument yang mampu mewujudkan keadilan
distribusi dalam ekonomi Islam diantaranya adalah
1. Implementasi Zakat
Zakat merupakan instrument paling efektif dan esensil yang tidak
dapat terdapat dalam sistem kapitalisme maupun sosialisme. Secara
ekonomi, zakat berfungsi distributive yaitu pendistribusian kembali
(redistribusi) pendapatan muzakki kepada mustahiq serta zakat
13
Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi Islam,2019,hlm:234
19. 16
memungkinkan adanya alokasi konsumsi dan investasi. Selain itu, zakat
memiliki fungsi control bagi muzakki dari sifat tamak, keserakahan, rakus
dan sifat hedonis yang mengedepankan materi dan kemewahan.
2. Implementasi sistem bagi hasil dan pengembangan institusional baitul mal
Sistem ini dapat membangun pola kerja sama dan persaudaraan
antar pemilik modal (shohib al-mal) dan pihak yang memiliki skill
(mudhorib) sehingga terdapat transfer kekayaan dan distribusi pendapatan.
Sistem bagi hasul (profit and los sharing system) akan menggiring para
pelakunya untuk bertindak jujur, transparan dan professional, terutama
dalam hal biaya sehingga pembagian keuntungan maupun kerugian
diketahui oleh kedua pihak dan dibagikan sesuai kesepakatan.
3. Kerja sama dalam struktur pasar bebas
Ekonomi Islam mengedepankan asas kebebasan, termasuk dalam
struktur pasar dianut sistem kerja sama yang bebas. Selama kekuatan
penawaran dan permintaan berjalan secara alamiah maka harga ditentukan
berdasarkan mekanisme pasar sehingga tidak diperkenankan intervensi
dari pihak manapun, termasuk pemerintah. Semua orang sesuai dengan
potensinya memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan transaksi
secara legalsesuai Syari’ah. Untuk itu perlu pengaturan dan pengawasan
agar mekanisme pasar berjalan dengan baik dan menghasilkan harga yang
adil. Namun, keadaan pasar yang ideal tersebut sering kali tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan karena seringkali adanya ganguan-ganguan
dalam realita lapangan yang menjadikan kondisi tersebut tidak efisien dan
merusak mekanisme pasar yang sudah tersusun rapi. Ganguan-ganguan
inilah yang disebut distorsi pasar. 14
Beberapa bentuk distorsi pasar tersebut, sebagaimana dikemukakan
oleh karim dapat disebabkan oleh:
14 Ibid,hlm:235
20. 17
a. Rekayasa permintaan (false demand) dikenal sebagai ba’i an-
najasy,sedangkan rekayasa dari sisi penawaran (false supply)
dikenal sebagai ikhtikar dan tallaqi rukban.
b. Tadlis (penipuan)
c. Taghrir (ketidakpastian)
Dalam kondisi seperti ini, peran pemerintah diperlukan dalam rangka
melakukan regulasi dan kebijakan yang mengakomodir kepentingan para pihak.
Islam mengakui mekanisme pasar bebas selam dilakukan dengan cara-cara yang
adil. Dalam konteks Indonesia, kasus-kasus kejahatan pasar ini sering terjadi
penyeludupan barang, pemalsuan dan monopoli yang berujung pada penimbunan
yang mengakibatkan kerugian dibanyak pihak, terutama masyarakat.
Peran pemerintahan atau Negara juga sangat diperlukan dalam
memastikan kelancaran distribusi dalam merealisasikan kesejahteraan dan
keadilan. Peran pemerintah ini, sebenarnya telah dirumuskan oleh Ibnu Khaldun
yang selanjutnya dikembangkan oleh Umar Chapra, yang terkenal kebijaksanan
politik pembangunan “Teori Daur Keadilan (circle of equity)” atau sering disebut
dengan “dynamic model of Islam (model dinamika)”. Model dinamika adalah
sebuah rumusan yang terdiri dari delapan prinsip yang lain secara interdispliner
dalam bentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran. Rumusan ini
mencerminkan karakter interdispliner dan dinamis dari analisis Ibnu Khaldun
yang menghubungkan semua variable-variabel social, ekonomi, dan politik
termasuk Syari’ah (S),kekuasaan politik atau governance (G), masyarakat atau
nation (N),kekayaan atau sumber daya atau wealth (W), pembangunan atau
growth (G) dan keadilan atau justice (J). Variabel-variabel tersebut berada dalam
satu lingkaran yang paling tergantung karena satu sama lain mempengaruhi.
Analisa Ibnu Khaldun dapat ditetapkan dalam bentuk relasi fungsional melalui
persamaan yang dinyatakan oleh Chapra sebagai berikut15.
G= f (S, N, W, g & j)
15 Ibid,hlm236
21. 18
Sementara itu, rumusan tersebut dikembangkan oleh Umar Chapra dengan
model dinamika sosio ekonomi Syari’ah sebagai berikut:
Lingkaran Model Dinamika Sosio Ekonomi Syari’ah
Dengan demikian, meskipun Negara memegang peran penting dalam teori
“daur keadilan” Ibnu Khaldun, namun hal ini tidak berarti menuntut karakter
pemerintah monoliti. Negara tidak boleh menjalankan otoritasnya secara semena-
mena, tetapi justru Negara harus menggunakan kekuasaannya untuk
memungkinkan pasar berfungsi dengan baik dan menciptakan suatu lingkaran
yang tepat bagi relasi pembangunan dan keadilan. Negara hendaknya menjadi
lembaga yang berorientasi kepada kesejahteraan, moderat dalam berbelanja,
menghormati hak milik orang lain dan menghindari perpajakan yang membebani.
Gagasan Ibnu Khaldun tentang Negara yang berperan sebagai fasilitator
pembangunan manusia dan kesejahteraan.
G. Konsep Moral dan Etika dalam Sistem Distribusi
Agar konsep ini dapat diimplemenasikan secara nyata dalam sistem
pendistribusian, perlu dilakukan beberapa hal yaitu
1. Mengubah pola piker (mindset) dan pembelajaran Islam, dari yang
terfokus pada tujuan materialistis kepada tujuan kesejahteraan umum
berbasis pembagian sumber daya dan resiko yang berkeadilan, untuk
menacapai kemanfaatan yang lebih besar.
2. Keluar dari ketergantungan pihak lain16
16
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2004,hlm:109
22. 19
Nilai-nilai Moral dalam bidang distribusi menurut Yusuf Qardhawi antara
lain
1. Nilai kebebasan dan landasan kekayakinan kepada-Nya. Seseorang yang
beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak merampas kebebasan
individu, tidak memperdayainya, tetapi menghormati fitrah dan menjaga
kemulian
2. Hak milik pribadi adalah fenomena kebebasan yang pertama. Kebebasan
menentukan bahwa setiap orang harus menanggung risiko dari apa yang
dilakukannya dan mendapatkan keuntungan dari apa yang diusahakannya.
3. Warisan termasuk hak milik yang paling menonjol. Di dalam warisan
terdapat pememliharaan mashlahat individu, keluarga dan masyarakat.
4. Nilai – nilai keadilan, yaitu sikap senantiasa dalam pertengahan. Di antara
lain prinsip keadilan adalah
a. Membedakan manusia sesuai dengan keahlian dan usahanya
b. Pemeratan kesempatan
c. Memenuhi hak-hak pekerja
d. Takaful (kesetiakawanan yang menyeluruh)
e. Mendekatkan jurang perbedaan antara manusia.
Islam menciptkana beberapa instrument untuk memastikan keseimbangan
pendapatan di masyarakat seperti zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Istrumen ini
dikedepankan dalam agar tercipta keseimbangan dalam perekonomian, karena
tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi akibat cacat, jompo atau
yatim piatu. Oleh karenanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala melipatgandakan pahala
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dalam bahasan normatif diatas, aksesetika ekonomi untuk pemabhasan
mekanisme distribusi pendapatan atas hak kepemilikkan materi atau kekayaan
dalam Islam mencerminkan beberapa hal berikut17.
1. Pemberlakuan hak kepemilikkan individu pada suatu benda, tidak
menutupi sepenuhnya akan adanya hak yang sama bagi orang lain.
17
Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi Islam,2019, hlm:238
23. 20
2. Negara mempunyai otoritas kepemilikkan atas kepemilikkan individu
yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya.
3. Dalam hak kepemilikkan berlaku sistematika konsep tafakul (jaminan
social).
4. Hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi
5. Konsep hak kepemilikkan dapat meringankan sejumlah konsekuensi
hukum Syari’ah (hudud)
6. Konsep kongsi merujuk kepada sistem bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan
7. Ada hak kepemilikkan orang lain dalam hak kepemilikkan harta.
Kebutuhan merupakan alasan untuk mencapai pendapatan minimum.
Kecukupan memenuhi standar hidup yang baik merupakan hal yang paling
mendasar dalam sistem distribusi-distribusi kekayaan. Walaupun setiap individu
berusaha mencapai tingkat memapan materi, tetap saja secara Sunatullah selalu
ada pihak yang surplus dan pihak yang deficit. Karena ketidakseimbangan materi
pada prinsipnya menciptakan keseimbangan dalam kehidupan.
Menjadi focus dalam sistem distribusi Islam bukan pada output namun
proses distribusi itu sendiri. Jika pasar mengalami kendala, maka konsep
fastabiqul khairat mengarahkan semua pelaku pasar dan perangkat kebijakan
kepada proses redistribusi pendapatan18.
18
Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi Islam,2019,hlm:239
24. 21
BAB III
PEMBAHASAN STUDI KASUS
A. Studi kasus
Penelitian ini mengenai distribusi pendapatan dan kekayaan dalam Islam pada
dua pabrik produksi kerupuk yaitu produksi kerupuk mentah Pak Tris dan
produksi kerupuk matang Bu Titin. Penelitian dilakukan di Desa Dwi Kora
Sampali Dusun XXV (25).
1. Pabrik Kerupuk A
Penelitian pertama di lakukan di pabrik pembuatan kerupuk Pak Tris. Di
pabrik pembuatan kerupuk ini yang didirikan oleh pak Tris sejak tahun 2000-an,
kemudian berkembang pesat pada saat itu, yang dimana pada saat itu pembuatan
kerupuknya masih menggunakan mesin manual bertenaga manusia dengan jumlah
karyawan 5 orang. Sejak tahun 2002 Pak Tris sudah mulai menggunakan mesin
bertenaga listrik yang justru disini mengurangi karyawannya menjadi 3 orang saja.
Setiap orang di pabrik pembuatan kerupuk ini di target menghasilkan 1 kw
kerupuk mentah, yang dimana jika tidak sesuai dengan target maka gajinya
karyawan akan dikurangi. Jadi setiap harinya pak tris menghasilkan 3 kw kerupuk
mentah. Kemudian pak tris mengembangkan usahanya ini dan menbuka cabang,
jadi sekarang memiliki 2 tempat pembuatan kerupuk, di tempat kedua ini setiap
harinya menghasilkan 2 kw kerupuk mentah dengan warna yang berbeda dari
pabrik pusatnya.
Dalam mendistribusikan sebagian pendapatan dari hasil produksi tersebut,
Pak Tris memberikan gaji pegawainya dihitung dari berapa kwintal mereka
menghasilkan kerupuk mentah, borongannya setiap 1 kw dibayar Rp 209.000,- . 1
orang/hari nya di gaji Rp 47.000,- itu bagi pembuat kerupuknya, lain dengan
pegawai yang tugasnya hanya menjemur kerupuk mentah, mereka diberi upah
1orang/harinya Rp 36.000,-. Bahan dasar dari pembuatan kerupuk ini adalah
Tepung Tapioka, Bawang Putih, Penyedap Rasa, dan juga Garam. Kerupuk
buatan pak Tris ini hanya bertahan sekitar satu minggu saja karena memang
25. 22
pembuatanmya sendiri tidak dicampuri dengan bahan pengawet. Kerupuk yang
sebelum menjadi mentahan ini terlebih dahulu di oven dalam oven besar dengan
suhu 100-150 derajat celcius.
Modal Awal Pak Tris diambil dari tabungan yang dulunya beliau
kumpulkan, sebelum menjadi pengusaha kerupuk seperti sekarang beliau juga
dulunya bekerja di pembuatan kerupuk. Saat ini juga beliau sudah memiliki satu
cabang tempat pembuatam kerupuk, jadi pak Tris memiliki dua Tempat yang
pertama Pusat ini, dan kedua Cabangnya. Di setiap penjualan kerupuk mentah ini
pak Tris memperoleh Uang setiap 1 kw Rp 300.000,-. Di pengolahan pusat setiap
harinya menghasilkan 3 Kw kerupuk mentah, di cabangnya menghasilkan 2 Kw.
Jadi setiap harinya Pak Tris memproduksi 5 Kw kerupuk Mentah. Penjualan
setiap hari beliau memperoleh Uang Rp 1.500.000,00.- . Total karyawan Pak Tris
mulai dari Pengolahan pusat dan Cabang ada sekitar 30 Orang.
Pemasaran kerupuk buatan Pak Tris ini sudah mencapai Luar Kota, seperti
Genteng, dan juga Bogor. Mereka sudah menjadi pelanggan tetap pak Tris, paling
banyak beliau menjual 7 Kw sampai 1 ton lebih. Dan jika disaat bahan kerupuk
mengalami kenaikan maka Pak Tris juga akan meningkatkan harga jual kerupuk
tersebut. Pak Tris bisa menghabiskan 10 Ton bawang putih untuk pembuatan
kerupuknya, awalnya bawang putih 1 tonnya hanya Rp 400.000, sekarang bisa
mencapai Rp 900.000 /ton. Dan dikalikan sengan 10 ton sesuai dengan pembelian
pak Tris biasanya. Dan juga itu belum bahan bahan yang lainnya seperti tepung
tapioka, penyedap rasa dan lain-lain.
Pak Tris menyalurkan pendapatan dengan cara berzakat, dimana zakat
tersebut wajib dikeluarkan dari setiap penghasilannya yang mencapai dari
ketentuan yang ditetapkandalam ajaran Islam , yaitu Rp. 25.000,- per Rp.
1.000.000,00 dari laba yang diperoleh. Tidak hanya itu pendapatan tersebut
digunakan untuk gaji karyawan.
Dalam keuangan produksi kerupuk milik Pak Tris bisa di bilang cukup
lancar sehingga beliau bisa mendistribusikan hartanya ke jalan akhirat seperti
yang telah di ajarkan dalam agama Islam salah satunya yakni mendistribusikan
kekayaannya untuk zakat, sedeqah dan lainya. Apabila saaat bulan Ramadhan
seperti sekarang ini beliau istiqomah membuat takjil dan nasi bungkusan untuk
26. 23
buka bersama orang-orang yang jamaah maghrib di masjid Darul Muttaqin.
Disamping usaha kerupuk, istri pak Tris juga membuka toko sembako sehingga
bisa menyongsong keuangan usaha pak tris lebih maju.
2. Pabrik Kerupuk B
Penelitian kedua dilakukan di pabrik produksi kerupuk Bu Titin, usaha ini
melanjutkan usaha dari orang tuanya dahulu. Disamping hasil dari penjualan
tersebut selain untuk gaji para karyawannya, Bu Titin juga menggunakannya
untuk keperluan sekolah putranya, juga kebutuhan sehari-hari. Di setiap harinya
bu Titin tidak selalu mendapatkan keuntungan kadang juga mengalami kerugian
dikarenakan sepi pembeli. Dan bisa mengakibatkan modal tidak kembali. Disaat
mengalami kerugian bu titin juga kerap mengambil uang tabungan pribadinya
untuk modal kembali. Dan disaat pembeli banyak dan mendapatkan keuntungan
lebih bu titin kerap memberikan bonus kepada karyawannya.
Bu Titin setiap harinya menjual kerupuk ini sendirian, yang dibantu oleh
suaminya. Penghasilan yang didapatkan dari penjualan kerupuk tersebut bisa
mencapai 1 juta perharinya dengan laba perhari Rp. 100.000,00. Dari uang 1 jt itu
bu Titin memutarnya lagi untuk membayar gaji karyawan, membeli kerupuk
mentah, minyak, kayu bakar. yang kemudian jika kerupuk nya sudah digoreng,
dikemas, dan kemudian dijual lagi kepada konsumen. Jadi posisi bu Titin disini
seperti menjadi distributor kerupuk.
Di setiap keuntungan yang diperoleh bu Titin, beliau kerap menyisihkan
keuntungannya yang kemudian dimasukan kedalam tabungan pribadinya untuk
keperluan anaknya yang masih sekolah. Bu Titin juga menjual kerupuknya kepada
pedagang keliling yang kemudian oleh pedagang itu di jual kepada konsumen. 1
ikat kerupuk bu Titin dihargai sekitar Rp 3.000,00.
Bu Titin dalam mendistribusikan pendapatannya ialah untuk membeli
kerupuk mentah sebagai penghidupan usahanya. Kemudian untuk laba yang
diperolehnya untuk sekolah anaknya, tabungan (wajib) dan shadaqah seikhlasnya.
Jika penjulan di pasar lancar bisa mendapat keuntungan yang lebih dari penjulan
kerupuk nya, keuntungan tersebut tidak di distribusikan seperti biasanya akan
tetapi bila mendapatkan keuntungan beliau lebih memilih untuk menabung
27. 24
keuntungan tersebut karena di usaha beliau di jatah tiap harinya harus ada uang
masuk ke tabungan minimal Rp 50.000 dan selebihnya untuk kebutuhan sehari-
harinya.
Apabila penjualan kerupuk di pasar sepi secara otomatis nilai keuntungan
dari penjualan kerupuk menurun, dan pastinya pengelolaan keuangan produksi
kerupuk bu Titin terjadi hambatan karna keuangan yang tidak mencapai target
penghasilan. Maka untuk mengatasi hal tersebut bu Titin kembali mengambil
uang tabungannya untuk melengkapi kekuragan kekuanganya agar uasahanya
tetap lancar.
Jadi di produksi kerupuk Bu Titin masih belum sepenuhnya
mengimplementasikan distribusi kekayaan nya berdasarkan ajaran Islam, karna di
penelitian kami tidak menemukan jawaban adanya pendistribusian kekayaan ke
jalan akhirat. Masih sangat terpaku dengan kelancaraan usahanya.
B. Kesimpulan dan Saran
Dari sini kita dapat menyimpulkan dari hasil observasi tersebut yang berjudul
Studi Kasus Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam pada Produksi
Kerupuk. Kami dapat menarik kesimpulan tentang distribusi kekayaan dalam
Islam di pandangan kedua perusahaan tersebut masih belum sepenuhnya
terlaksanakan. Sebagaimana kita ketahui distribusi kekayaan dalam Islam sangat
banyak membawa efek positif bagi diri kita maupun perusahaan yang kita miliki.
Karena dalam penditribusian kekayaan dalam Islam kita bisa bersilaturrahmi
bersama sesama umat muslim dimanapun berada yang terjadi akibat dari
pendistribusian kekayaan maupun barang, selain itu apabila kita melaksanakan
distribusi tersebut kita juga akan jauh dari perilaku seperti pelit, iri, dengki dan
lain sebagainya. Dan sebaliknya kita akan mendapatkan sifat yang bagus atau
akhlak yang mulia yakni dermawan. Dalam pendistribusian kekayaan kita bisa
membuktikan bahwa kita sesama manusia adalah makhluk sosial, yang mana
saling membutuhkan satu sama lain.
Tidak banyak orang yang menerapkan distribusi kekayaan dalam Islam
termasuk kedua perusahaan kerupuk yang kami observasi. Mereka menyatakan
bahwa harta kekayaan yang mereka peroleh masih banyak untuk kebutuhan dunia
28. 25
yaitu kelancaran usaha, biaya kehidupan, tanggungan dan lain sebagainya. Di
bandingkan dengan disribusi dijalan allah Subhanahu Wa Ta’ala. Saran yang kami
berikan dari studi kasus ini agar para pengusaha lebih memperhatikan
pendistribusian harta yang dimiliki yang tidak hanya digunakan untuk keperluan
dunia saja tetapi lebih mengutamakan urusan Akhirat agar usaha yang dijalankan
membawa keberkahan dalam hidup dan bagi orang-orang disekitar. Karena
apabila kita hanya memikirkan urusan dunia saja maka dunia akan terlihat besar
namun jika kita menyeimbangankan dan lebih mengutamakan urusan Akhirat
dunia akan terlihat kecil dan mudah.
29. 26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa, distribusi berasal dari bahasa inggris distribution yang
artinya penyaluran dan pembagian, yaitu penyaluran, pembagian atau pengiriman
barang atau jasa kepada beberapa orang atau tempat. Disrtibusi adalah suatu
proses penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dan para pemakai.
Distribusi dalam ekonomi islam dimaknai lebih luas yang mencakup
pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan.
Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan pribadi, dan
meletakan pada masing-masing keduanya aturan-aturan untuk mendapatkan,
menggunakan, dan memilikinya, serta aturan-aturan tentang warisan, hibah, dan
wasiat. Dalam ekonomi islam, distribusi lebih ditekankan pada penyaluran harta
kekayaan yang diberikan kepada beberapa pihak, baik individu, masyarakat,
maupun Negara.
Meskipun Surah Al-Hasyr aya 7 ini berbicara tentang harta fai’, manun
diantara isinya yang ditekankan adalah justru perihal pemerataan distribusi harta
kekayaan itu sendiri supaya tidak selalu dan semuanya beredar hanya pada
segelintir orang-orang kaya. Asas pemerataan ekonomi dan keuangan ini sangat
dijunjung tinggi oleh Nabi yang dalam al-qur’an dianjurka supaya diikuti pula
oleh manusia-manusia yang mengimani Al-Qur’an. Pada saat yang bersamaan
ayat ini sekaligus mengingatkan umat dan masyarakat supaya menjauhi aktifitas
ekonomi dan keuangan yang dilarang oleh Rasul.
Pada ayat ke 14 di sebutkan bahwa Allah selalu mengawasi segala gerak-
gerik semua manusia, tidak seorangpun yang luput dari pengawasan Nya dari
suatu yang disembunyikan dan tidak nampak (orang-orang fasik dan munafik) dan
orang-orang kafir. Pada ayat 15 dan 16, Allah menjelaskan sifat manusia ketika
diuji dengan kenikmatan dunia oleh Allah, ia akan bersyukur dan lupa bahwa
nikmat dunia adalah ujian dari Allah. Dan manusia akan putus asa ketika Allah
mengujinya dengan kekurangan kenikmatan dunia.
30. 27
B. Saran
Saran Pemakalah agar pendistribusian pemerataan pembagian hasil
kekayaan Negara dilakukan dengan adil agar masyarakat dapat hidup
sejahtera. Dan Negara lebih memperhatikan dan bersikap tegas terhadap
orang-orang yang memiliki harta lebih untuk mendistribusikan sebagian
hartanya, melalui zakat dan lain sebagainya agar harta itu tidak beredar dan
bertumpu pada segelongan kecil masyarakat saja karena mendistribusikan
harta telah diajarkan Oleh Al-Qur’an secara eksplisit, sehingga apabila
pendistribusian harta dapat berjalan dengan merata dan adil maka InsyaAllah
kesenjangan social dimasyarakat secara perlahan dapat terhapus Aamiin .
31. 28
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi Arif Lubis,MA.Dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi Islam,2019
Ali, Mohammad Dud. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf. Cet.I. Jakarta: UI
Press, 1998
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. (Jakarta: PT.
Bumi Aksara,2004
Veithzai Rivai dan Andi Bukhari, Islamic Economic, (Jakarta:Bumi Aksara,2009)
Rahmawati,Anita “Membangun Sistem Distribusi Perspektif Ekonomi Islam”.
Jurnal Addin Vol.2.