Teks tersebut membahas tentang pengaturan pengelolaan kawasan industri di Indonesia. Pemerintah telah mendelegasikan penetapan aturan kawasan industri kepada perusahaan pengelola kawasan industri. Namun, peraturan terkait belum mengatur sanksi atas pelanggaran aturan kawasan industri. Pemerintah perlu memperkuat posisi hukum aturan kawasan industri agar memiliki kekuatan hukum yang lebih.
2. ,f K[LIM
Kami ingin mengajak pembaca untuk fokus lebih dahulu pada
penguatan peran secara yuridis asosiasi sektor usaha tertentu berupa
pendelegasian penetapan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan,
termasuk menetapkan kegiatan utama dan kegiatan penunjang.
Untuk lebih jelasnya kami kutipkan ketentuan di dalam Pasal 4
Permenakertrans RI No.l9 Tahun 2012, yakni: (1). Asosiasi sektor
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 huruf c harus
membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sesuai sektor
usaha masing-masing. (2). Alur sebagaimana dimaksud pada ayat I
harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai
akhir serta memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan
memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat 2. (3). Alur sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dipergunakan
sebagai dasar bagi perusahaan pemberi pekerjaan dalam penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan.
Penetapan kegiatan utama dan kegiatan penunjang tersebut di
atas perlu ditegaskan lebih lanjut oleh Pemerintah (cq. Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI) apakah sama dengan yang dimaksud
dalam Pasal 17 Permenakertrans RI tersebut yang menggunakan
terrninologi "kegiatan jasa penunjangi'
Sebuah pertanyaan muncul, apakah kegiatan jasa penunjang di
dalam Pasal 17 tersebut dapat berasal dari kegiatan utama ataukah
dipastikan hanya berasal dari kegiatan penunjang saja? Penulis
berasumsi bahwa di dalam lingkup pekerjaan kegiatan utama
tidak ada ruang untuk menyerahkan sebagian pekerjaan secara
pemborongan dan/atau melalui penyediaan jasa penyedia pekerja/
buruh, sehingga pekerja/buruh di lingkungan pekerjaan kegiatan
utama harus mengerjakan seluruh proses pekerjaan yang ada di
lingkungan pekerjaan kegiatan utama tersebut mulai dari A hingga Z.
Secaraumum, sebuah penetapanbiasanya dilakukan oleh institusi
atau lembaga yang masih berada dalam lingkungan Pemerintah,
BB
Anas Firdian
Corporate Legal PT. Jakarta
Industrial Estate Pulogadung
namun melalui Permenakertrans tersebut nampaknya Pemerintah,
atas hai tersebut di atas vide Pasal 4 ayat 3, mendelegasikan kepada
pihak lain non pemerintah. Bahkan ditegaskan bahwa penetapan
yang dilakukan oleh pihak lain non pemerintah tersebut dijadikan
dasar bagi perusahaan yang ingin melakukan penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerj aan melalui pemborongan pekerjaan.
Kembali muncul pertanyaan di benak penulis menyangkut
sanksi hukum yang akan diberikan kepada perusahaan manakala
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan
tidak mendasarkan pada penetapan yang dikeluarkan oleh asosiasi
sektor usaha yang terkait, atau misalnya juga pada situasi dan kondisi
tertentu ternyata di sektor usaha tertentu belum terbentuk atau
belum memiliki asosiasi di sektor usaha tersebut maka siapakah
yang membuat dan menetapkan alur kegiatan proses pelaksanaan
pekerjaan sesuai sektor usaha tersebut yang menggambarkan proses
pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai akhir serta memuat kegiatan
utama dan kegiatan penunjang?
Atas kemungkinan terjadinya situasi dan kondisi tersebut di
atas, penulis menyarankan kepada pihak regulator agar mempertegas
dan memperkuat posisi 1'uridis atas penetapan alur kegiatan proses
pelaksanaan pekerjaan dimaksud termasuk tetapi tidak terbatas pada
law enforcement dan perlu tidaknya pengesahan atas penetapan
tersebut dari instansi pemerintah yang terkait (meski hal ini janggal
secara teori hukum).
Bagaimana dengan pengelolaan suatu kawasan industri?
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2009
diberikan dua terminologi pihak-pihak yang terkait dengan Kawasan
Industri, yakni Perusahaan Kawasan Industri dan Perusahaan
Industri. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang
mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri,
sedangkan Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan dibidang usaha industri di wllayah Indonesia (vide Pasal 1).
Sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP tersebut,
perusahaan yang berminat untuk membangun dan mengelola suatu
kawasan menjadi kawasan industri (Perusahaan Kawasan Industri)
berkewajiban untuk mengajukan Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha
Kawasan Industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sebagai Regulator, lVluttgkinkah?
enulis ingin menyampaikan suatu pandangan yang
dilatarbelakangi adanya reformasi hukum yang telah dilakukan
oleh Pemerintah, khususnya reformasi hukum di bidang
Pengelola Kawasan Lindustri
ketenagakerjaan. Hal tersebut sebagaimana dapat kita ketemukan
di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
(Permenakertrans) No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan
Lain.
keuangan negara I edisi oktobetrdesember 201 5
3. Setelah memperoleh perizinan tersebut di atas, Perusahaan
Kawasan Industri berkewajiban unruk mengaiulian Izin Lokasi
Kawasan Industri kepada: Bupati/hlikota untuk kawasan industri
yang lokasinya berada di wilayah satu kabupaten/kota, Gubernur
untuk kawasan industri yang lokasinva lintas kabupaten/kota, atau
Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk kawasan industri yang
lokasinya lintas provinsi (vide Pasal 1-l).
Selanjutnya, kawasan industri diwajibkan untuk memiiiki Tata
Tertib Kawasan Industri yang memuat : a). Hak dan kewajiban
masing-masing pihak (yang dimaksud dalam ha1 ini adalah
Perusahaan Kawasan Industri dan Perusahaan Industri di dalam
kawasan industri tersebut); b). Ketentuan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai hasil studi
Analisa Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan
dan Rencana Pemantauan Lingkungan; c). Ketentuan peraturan
perundang-undangan yang terkait; dan d). Ketentuan lain yang
ditetapkan oleh pengelola Kawasan Industri (vide Pasal 21).
Ketentuan terkait Tata Tertib Kawasan Industri dijabarkan
lebih lanjut dalam Pasal 11 ayat 1 juncto Pasal l3 Peraturan Menteri
Perindustrian (Permenperind) RI No. 05/M-IND/PER1 2 I 2}l4,bahwa
Tata Tertib Kawasan Industri tersebut di atas sudah harus dibuat oleh
Perusahaan Kawasan Industri paling lambat 2 (dua) tahun sejak
memperoieh Persetujuan Prinsip (vide Pasal 11 ayat 1), pun mengenai
pokok-pokok materi yang sekurang-kurangnya dimuat di dalam Tata
Tertib Kawasan Industri dijabarkan di dalam Pasal 13 Permenperind
tersebut. Secara 1.uridis, Tata Tertib 3 Kawasan Industri ditempatkan
selayaknya sebuah aturan main bersama antara Perusahaan Kawasan
Industri dan Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri (vide
Pasal22 huruf c Permenperind).
Permasalahannya, baik di dalam PP maupun Permenperind
tersebut di atas tidak mencantumkan pengenaan sanksi atas
pelanggaran terhadap Tata Tertib Kawasan Industri tersebut. Di
dalam Pasal 5 ayat t huruf b PP di atas dinyatakan bahwa Menteri
(dalam ha1 ini Menteri Perindustrian) berwenang melakukan
pengaturan dan pembinaan terhadap Kawasan Industri, Kawasan
Industri tertentu, dan Perusahaan Industri, sedangkan di dalam
Pasal 13 ayat 4 Permenperind di atas dinyatakan bahwa Tata Tertib
Kawasan Industri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian mengenai Pengelolaan Kawasan Industri dan penggunaan
lahan antara Perusahaan Pengelola Kawasan Industri / Perusahaan
Kawasan Industri dengan Perusahaan Industri. Dengan demikian,
nampaknya Pemerintah menempatkan Tata Tertib Kawasan Industri
berada dibawah pay'ung ranah hukum privat atau keperdataan.
Pertanyaan datang menggelitik di benak penulis, mungkinkah daya
berlakunya Tata Tertib Kawasan Industri di-'geser" kearah paprng
ranah hukum publik?
Apabila mendasarkan pada pemikiran secara analogi hukum
dengan apa yang dilakukan pemerintah selaku regulator ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan
sebagaimana diuraikan diawal penulisan di atas, penulis
berpendapat bahwa melalui semangat reformasi hukum tidak
menutup kemungkinan ditempuh langkah secara mandatori
kepada Perusahaan Kawasan Industri dan/atau melalui asosiasi
perusahaan kawasan industri, untuk dan atas nama Pemerintah dapat
memberikan sanksi kepada Perusahaan Industri di dalam Kawasan
Industri yang melanggar ketentuan Tata Tertib Kawasan Industri.
Keberadaan kawasan industri yang sarat dengan kegiatan
keuangan negara I edisi oktoberdesember 201 5
usaha industri tidak dapat dilepaskan dari isu sosial menyangkut
ketersediaan lapangan pekerjaan, isu pencemaran lingkungan,
maupun Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TISL). Trigger
inilah yang barangkali dapat dijadikan sebagai pintu masuk bagi
pemerintah selaku regulator untuk memberikan Penguatan secara
1'uridis agar daya berlakunya Tata Tertib Kawasan Industri berada
dalam ranah hukum publik, sehingga diharapkan Tata Tertib
Kawasan Industri yang telah dibuat dan disusun oleh Perusahaan
Kawasan Industri tidak hanya sekedar sebagai pelengkap persyaratan
ketika Perusahaan Kawasan Industri tersebut akan mengajukan
proses memperoleh perijinan pengusahaan suatu bidang lahan untuk
kawasan industri.i,i"t
SEKILAS PT. JIEP (Persero)
herkembansan subsektor industri manufaktur di Indonesia,
pkhurornyu"di ]akarta, diikuti dengan pertumbuhan zona- zont
I industri yang secara sporadik m.rJuk di berbagai sudut wilayah
kota. Kondisi tersebut menuntut pemerintah daerah untuk menata
kegiatan-kegiatan industri dengan upaya menyatukan pada suatu
kawasan khusus, sehingga dapat dibinakembangkan dan memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Pulogadung merupakan pilihan utama, karena lokasinya yang
strategis serta mempunyai akses yang memadai bagi transportasi dan
distribusi ke seluruh wilayah ]akarta. Pada saat itu Pulogadung masih
berupa tanah yang tidak produktif yang sebagian besar terdiri dari
rawa-rawa. Melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi KDKI Jakarta
No. Ib.3/2/35i 1969 ditetapkanlah lahan seluas 500 HA sebagai lokasi
kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Pulogadung.
Sebagai kawasan industri pertama di Indonesia, Kawasan Industri
puiogadung pada awalnya dikelola melalui wadah proyek, dengan
nama Proyek Industrial Estate Pulogadung milik Pemerintah Propinsi
DKI Jakarta. Sejalan dengan perkembangan arus penanaman modal di
Indonesia yang meningkat, khususnya di DKI lakarta, maka lingkup
kerja Proyek Industrial Estate Pulogadung semakin kompleks. Dan
untuk menunjang perkembangan kebutuhan masyarakat industri,
Pemerintah memandang perlu dilakukan penyesuaian diri, baik dari
segi keiembagaan maupun permodalannya.
Pada tanggal 26 Juni 1973 dibentuklah PT. Persero ]akarta
Industrial Estate Pulogadung (PT IIEP) yang menggantikan Proyek
Industrial Estate Pulogadung dengan Akta Notaris Abdul Latief No.
127 tahrn 1973. Adapun Penyertaan modal Negara RI pada PT IIE|
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1973 dan Surat
Gubernur Propinsi KDKI |akarta No. D.V-a.3/2/36l73. Sampai saat ini
komposisi pemegang saham PT. JIEP adalah 5070 Negara RI dan 50%
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan Anggaran
Dasar, terakhir telah dirubah dengan Akta Pernyataan Keputusan
Di Luar Rapat Perusahaan Perseroan (Persero) PT. ]akarta Industrial
Estate Pulogadung atau disingkat PT. }IEP (Persero) No. 25 tanggal 16
Oktober 2009,yangtelah disahkan oleh Menteri Hukum dan FIAM RI
berdasarkan Surat Keputusannya AHU-AH.01.10-21 151 Ianggal 24
November 2009, yang keduanya dibuat dihadapan Siti Rayhana, S'H
sebagai pengganti B.R.AY Mahyastoeti Notonogero, S.H, Notaris di
Iakarta.
83